Category Archives: Cerbung

TRILOGY LOVING YOU PER DAY: NIGHT

Standar

TRILOGY LOVING YOU PER DAY: NIGHT

============================================================================

Hidup selalu berulang. Seperti aku yang mencintaimu. Berulang kali. Dan akan terus berulang.

============================================================================

August 30, 2010

Kyuhyun’s & Hye-Na’s Home, Daechi-dong, Gangnam, Seoul

09.00 PM

Malam adalah jeda. Menyiapkan babak selanjutnya. Apakah aku akan mencintaimu lagi esok hari? Itu pasti. Jadi biarkan aku menatapmu untuk terakhir kali hari ini sehingga aku bisa mengisi energiku lagi.

“Kau masih marah padaku?” tanya Kyuhyun saat melihat bahwa Hye-Na tidak bereaksi sama sekali saat dia melangkah keluar dari pintu balkon kamarnya dan duduk di kursinya yang biasa. Gadis itu tetap dalam posisi awalnya, duduk di depan pagar pembatas balkon, dengan dagu terletak di atas pagar besi, melihat ke arah bawah yang Kyuhyun tahu jelas tidak ada menarik-menariknya, hanya ada pemandangan atap garasi rumahnya dari sana dan sedikit pemandangan taman belakang rumah, tapi itu bukan sesuatu yang bisa mendapat perhatian khusus dari gadis itu. Jadi kesimpulannya adalah, gadis itu masih marah padanya.

“Hei, aku benar-benar tidak bermaksud membuatmu menunggu berjam-jam dan kehujanan. Kau saja yang bodoh karena tidak pulang duluan.”

Gadis itu tidak menjawab, bahkan tidak bergerak sedikitpun. Ibu Hye-Na memang telah mengizinkan agar salah satu dari deretan terali itu dilepas, meninggalkan celah cukup besar untuk gadis itu mengulurkan tubuhnya dari balkonnya ke balkon Kyuhyun, tapi tidak cukup besar untuk membuat Kyuhyun bisa melompat kesana dan melakukan sesuatu kepada anak gadisnya. Baguslah kalau begitu, karena dia sekarang merasakan dorongan kuat untuk melompat kesana dan mengguncang-guncang tubuh gadis itu agar mau bicara padanya.

“Na~ya, kalau kau masih tidak menjawab pertanyaanku, aku akan ke rumahmu sekarang juga!”

Akhirnya gadis itu mendongakkan kepalanya, menatap Kyuhyun dengan wajah lesu dan bibir memberengut.

“Aku bosan,” ujarnya pelan, nyaris merengek, membuat Kyuhyun membulatkan mata tak percaya. Sejak kapan gadis itu memakai nada bicara seperti itu padanya?

“Kau sakit, ya? Kau demam setelah hujan-hujanan tadi?”

“Kau tuli? Aku bosan, bukan sakit!”

“Kau kan tinggal mengambil PSP-mu.”

“Aku sudah menyelesaikan semua gamenya, makanya aku bosan! Kau ini bodoh sekali!”

“Berhentilah mengataiku bodoh, Na~ya. Kalau-kalau kau amnesia, namja bodoh ini akan kau nikahi 9 hari lagi,” ucap Kyuhyun kesal.

“Ah… benar,” gumam gadis itu dengan nada seolah-olah dia akan dikirim ke tiang gantungan.

Kyuhyun berniat mencecar gadis itu lagi, tapi dia mengurungkan keinginannya dan malah mendesah keras.

“Tunggu disini. Aku temui kau 10 menit lagi. Dan ambillah selimut atau apapun, udara cukup dingin.”

***

“Calon suami macam apa kau sampai tidak tahu film kesukaan tunanganmu sendiri?” ejek Ah-Ra, membuat Kyuhyun yang sedang berdiri bersandar di pintu kamar kakak perempuannya itu mulai bergerak tidak sabar.

“Sudahlah nuna, tutup saja mulutmu! Sebutkan saja judulnya dan berikan padaku kasetnya.”

“More Than Blue. A Moment To Remember. The Notebook. The Lake House.” Ah-Ra menyebutkan setiap judul film itu, mengambil setiap DVD-nya dari rak dan menyerahkannya pada Kyuhyun. “Warna kesukaannya putih, hitam, biru, dan cokelat. Dia menyukai es krim dan cokelat, musim gugur, gerimis, benci sayur-sayuran, menyukai makanan apapun yang terbuat dari mie ataupun ayam. Dia takut ketinggian dan benci menjadi pusat perhatian. Masih ada yang ingin kau ketahui?”

Kyuhyun merasa wajahnya sudah terlihat tidak karuan saat Ah-Ra mengedip jahil ke arahnya. Astaga, dia baru sadar bahwa dia bahkan tidak tahu apa-apa tentang gadis itu. Gadis yang akan dinikahinya 9 hari lagi itu.

“Tidak,” ujarnya sambil menelan ludah dengan susah-payah. “Lain kali kalau ada yang ingin aku ketahui aku akan menanyaimu lagi.”

“Tidak usah malu-malu, Kyunnie.”

Kyuhyun mendengus kemudian melengos pergi begitu saja tanpa mengatakan apa-apa lagi. Dia baru akan kembali ke lantai atas, saat pandangannya terhenti di pintu dapur, tempat ibunya sedang berbincang dengan ayahnya. Ada secangkir teh ginseng hangat di atas meja dan dia mendadak teringat dengan udara luar yang cukup dingin setelah hujan deras seharian.

Dan dia tidak tahu apa yang ada di otaknya saat melangkah masuk ke dapur dan menanyakan sebuah pertanyaan yang membuat kedua orang tuanya itu syok dan memandangnya tak percaya.

“Eomma, bisa ajarkan aku cara membuat teh ginseng?”

***

Hye-Na sudah bergelung di balik selimutnya saat Kyuhyun kembali sambil membawa dua cangkir teh ginseng pertama yang pernah dibuatnya dengan tangannya sendiri dan dia merasa… ini amat sangat menggelikan. Sejak kapan dia mau masuk dapur? Dan mengenaskannya, sekarang dia bahkan melakukannya demi seorang wanita.

“Ini apa?” tanya Hye-Na curiga saat menerima uluran cangkir dari Kyuhyun.

“Teh ginseng. Udara kan dingin sekali. Dan kita akan masih tetap diluar sampai dua jam ke depan.”

“Wae?”

“Lihat saja,” ucap Kyuhyun singkat sambil menarik kursi dan meja ke pagar balkon, memberikan ruang yang cukup lebar di bagian tengah. Dia masuk ke dalam kamar dan kembali dengan sebuah proyektor di tangannya, meletakkannya ke atas meja dan mengarahkannya ke dinding luas di samping pintu balkonnya. Pria itu mondar-mandir selama 5 menit berikutnya dan Hye-Na hanya memperhatikannya sambil termangu, menopang dagunya dengan sebelah tangan. Sesekali dia menyesap teh ginseng itu, mendadak curiga bahwa pria itu sendirilah yang membuatnya.

Hye-Na sedikit terbelalak kaget saat mengetahui apa yang sedang Kyuhyun lakukan setelah pria itu duduk dan dinding di depan mereka menampilkan pantulan adegan yang sangat dikenalnya.

“Darimana kau tahu aku suka film ini?” tanya gadis itu heran, sedikit mencondongkan tubuhnya melewati terali besi yang masih mengapit di kanan-kirinya. Kursi yang didudukinya tepat mengarah kepada dinding yang sedang merefleksikan setiap adegan film kesukaannya, sedangkan Kyuhyun duduk sedikit ke arah kiri agar tidak menghalangi pandangan gadis itu.

“Aku hanya meminjam kaset dan nuna memberikan film ini padaku.”

Hye-Na menyandarkan tubuhnya lagi ke punggung kursi dengan selimut yang menutupi pahanya dan cangkir yang digenggam di antara kedua telapak tangannya, menyerap rasa hangat dari teh di dalamnya. Matanya tertuju ke film yang sedang diputar dan dia berhasil melakukannya setengah jam pertama. Tapi keindahan pemandangan, plot yang menarik, dan Keanu Reeves yang tampan sama sekali tidak berhasil menahan tatapannya tetap ke arah semula. Dia sendiri cukup syok saat menyadari bahwa bukannya menonton film, dia malah asyik memandangi punggung pria itu. Ulangi sekali lagi, PUNGGUNG! Sejak kapan punggung pria itu terlihat lebih menarik daripada wajah tampan seorang Keanu Reeves? Haaaaaaaaaiiiiiiiisssssh, dia pasti sudah gila!

***

Kyuhyun tersenyum samar saat melihat pantulan wajah Hye-Na dari pintu kaca yang membatasi kamarnya dengan balkon. Dia menyadari bahwa sejak 10 menit yang lalu konsentrasi gadis itu sudah terpecah dan pandangannya tidak lagi tertuju pada film, melainkan pada punggungnya. Mendadak dia ingin sekali mengerjai gadis itu. Jadi dia mengambil ponselnya dari atas meja dan mulai mengetik pesan singkat dengan seringaian lebar di wajahnya, tanda dia sedang bersenang-senang. Amat sangat bersenang-senang.

Sejak kapan punggungku menjadi pemandangan yang lebih menarik minatmu dibandingkan seorang Keanu Reeves… Na~ya?

Dia nyaris tidak bisa menahan tawanya saat melihat gadis itu gelagapan setelah membaca pesannya, menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti umpatan kesal, dan nyaris meledak saat melihat Kyuhyun berdiri dari kursinya, melangkah santai ke arahnya, dan dengan bodohnya melupakan segala hal yang seharusnya diteriakkannya kepada pria itu.

Kyuhyun berhenti di pinggir pagar pembatas, memangkukan tangannya di atas pagar besi, dan mencondongkan tubuhnya hingga nyaris menyentuh terali-terali yang mengelilingi balkon kamar gadis itu. Cukup dekat untuk menarik tubuh Hye-Na ke arahnya, dan memang itulah yang dia lakukan.

“Kalau kau sebegitu tertariknya padaku,” ujarnya pelan dengan senyum terkulum. “Kau kan bisa saja melompat ke kamarku.”

“Kau pikir aku jenis gadis seperti apa, hah?” desis Hye-Na marah, walaupun begitu tetap saja wajah gadis itu menjadi memerah tidak karuan karena ketahuan sedang terpana menatap pria itu. Ralat, punggung pria itu.

Hye-Na bergerak gelisah di bawah tatapan pria itu dan cekalan pria itu di lengan bagian atasnya. Matanya berputar kesana kemari, ke arah manapun selain wajah pria di depannya.

“Aku rasa aku maau tidur sekarang. Sudah malam,” ujar Hye-Na akhirnya, memecahkan kebekuan di tengah mereka.

“Benarkah?”

Hye-Na bisa menangkap nada geli dalam suara pria itu dan mendadak emosinya tiba-tiba saja jadi tidak terkendali.

“Kau senang sekali kan bisa menindasku?” serunya sengit, membuat Kyuhyun melepaskan tawa yang sudah ditahan-tahannya dari tadi. “Apa sesenang itu rasanya melihat kau bisa memberikan pengaruh seperti itu terhadap setiap gadis? Kau bangga sekali, kan? Tidak usah kau jawab, aku sudah bisa menebaknya.”

Kyuhyun menghembuskan nafas keras, berusaha menormalkan wajahnya lagi sebelum menatap Hye-Na serius dan melonggarkan cengkeramannya di lengan gadis itu tanpa benar-benar melepaskannya.

“Aku senang pengaruh itu juga berlaku terhadapmu,” ucapnya pelan, tanpa nada mengejek lagi. “Kadang-kadang aku berpikir bahwa kau bahkan tidak pernah benar-benar tertarik padaku sama sekali. Kau… selalu berbeda, aku jadi tidak tahu harus bersikap seperti apa.”

“Sialnya, aku bahkan tidak tahu apa-apa tentang gadis yang akan kunikahi, sampai-sampai nuna-ku sendiri yang harus memberitahuku. Kedengarannya aku calon suami yang payah, kan?”

“Tidak juga,” potong Hye-Na cepat. Terlalu cepat karena sesaat kemudian Kyuhyun tertawa lagi. Gadis itu menggerutu kesal dalam hati, menyalahkan mulutnya yang terkadang suka bergerak di luar kendali. “Maksudku… yah, dalam beberapa hal kau memang payah… tapi….”

“Kau sedang balas dendam dengan mengejekku, kan?” potong Kyuhyun dengan tatapan kesal.

“Benar sekali,” ucap Hye-Na dengan nada khidmat. “Ngomong-ngomong, aku mau tidur dulu. Sampai jumpa besok.”

“Kau melupakan sesuatu,” ujar Kyuhyun lambat. Tangannya yang masih mencekal lengan gadis itu bergerak, menarik gadis itu mendekat, dan dengan cepat menundukkan tubuhnya, menyentuhkan bibirnya ke permukaan bibir Hye-Na, membuat gadis itu tersentak kaget.

“Malam, Na~ya,” gumamnya, memperlihatkan senyum separuhnya yang sangat memukau, diikuti dengan umpatan memaki-maki dalam hati oleh gadis itu. Dia membenci kenyataan bahwa satu senyuman dari pria itu saja mampu membuat perutnya menggelenyar tidak nyaman, seolah-olah ada ratusan sayap yang sedang mengepak secara serentak di dalamnya. Dan dia tidak bisa memutuskan apakah dia menyukai reaksi itu atau tidak. Hanya saja… dengan bodohnya dia tahu bahwa dia tidak akan keberatan jika pria itu mengulanginya lagi. Dan itu benar-benar sial.

***

September 16, 2010

Kyuhyun’s Home, Daechi-dong, Gangnam, Seoul

07.20 PM

Hye-Na merengut saat ibunya memukul tangannya yang entah untuk keberapa puluh kalinya terulur mengambil potongan daging yang baru saja matang dan ditata dengan rapi ke atas piring. Ibunya dan ibu Kyuhyun sudah beberapa kali menukar daging yang sudah matang dari alat pemanggang dengan daging mentah, dan sebanyak itu pula tangannya bergerak dan giginya mengunyah. Daging yang awalnya menumpuk perlahan-lahan menghilang masuk ke dalam perutnya, membuat pekerjaan kedua wanita itu sia-sia karena tidak ada lagi daging yang tersisa di atas meja.

“Kau punya sopan santun tidak? Pikirkan suamimu, ayah mertuamu, dan kakak iparmu yang belum makan! Aish, Kyuhyun benar-benar bodoh karena memutuskan untuk menikahimu!”

“Sudahlah, dagingnya kan masih banyak! Kita panggang lagi saja,” ujar Ha-Na sambil tersenyum riang ke arah menantunya, yang langsung dibalas dengan cengiran oleh Hye-Na.

“Pergi sana! Kau main-main saja dengan suamimu, nanti kalau sudah selesai kami panggil.”

Hye-Na mendengus melihat ibunya yang jelas-jelas mengusirnya. Kadang-kadang dia heran sendiri, kenapa ibu Kyuhyun jauh lebih baik daripada ibunya sendiri yang seperti jelmaan nenek sihir. Tidak heran kalau dia terkadang bisa sesadis ibunya. Atau, kalau ibunya bilang, dia bahkan lebih mengerikan daripada ratu iblis sekalipun saat marah. Huh, apa ibunya itu tidak tahu bahwa itu sudah keturunan?

Hye-Na melirik ke seberang halaman tempat ayahnya dan ayah Kyuhyun sedang sibuk mengobrol. Pasti bisnis lagi. Sedangkan Ah-Ra asyik memotong buah dan membentuknya menjadi potongan-potongan yang membuat Hye-Na berpikir bahwa hal itu sama sekali tidak ada gunanya. Apa untungnya membentuk buah-buahan itu menjadi potongan-potongan cantik kalau pada akhirnya akan dikunyah dan dihancurkan juga di dalam mulut?

Hari ini tepat seminggu setelah pernikahannya dan Kyuhyun berlangsung, dan mereka semua berkumpul untuk mengadakan pesta barbeque. Dan yang kemudian terjadi adalah ibunya mencampakkannya. Benar-benar menyebalkan!

Hye-Na menyeret kakinya menaiki tangga dengan malas-malasan. Kyuhyun tidak berniat sekalipun mendekati arena pertempuran di halaman belakang rumahnya. Dia tidak suka dan tidak mau mencoba untuk memasak, jadi dia akan memilih berada sejauh mungkin dari para ibu ataupun kakak perempuannya, dan dia tidak mau terlibat dalam percakapan bisnis para ayah, sehingga pilihan satu-satunya hanyalah mendekam di kamar.

Hye-Na membuka pintu kamar, melangkah masuk, tapi anehnya Kyuhyun tidak tampak dimanapun. Gadis itu mengerutkan keningnya sesaat dan memasang wajah normalnya lagi saat mendengar suara air dari kamar mandi. Malam ini mereka memutuskan menginap di rumah Kyuhyun dan tidak pulang ke rumah mereka sendiri, dan Hye-Na dilanda ketakutan saat melihat tatapan menggoda dari ibu mertua dan kakak iparnya. Dua orang itu, ditambah ibunya, sudah menyinggung-nyinggung tentang cucu dan keponakan, membuat gadis itu merasa gerah dan berusaha mengalihkan topik pembicaraan dan dia tidak yakin bisa melakukannya lagi saat makan malam nanti, mengingat ada ayahnya dan ayah Kyuhyun yang akan bergabung dan pasti menganggap topik itu sangat menarik untuk dibicarakan.

Apa yang harus dikatakannya nanti? Berbohong? Atau mengungkapkan kenyataan bahwa Kyuhyun belum pernah mencoba menyentuhnya sedikitpun kecuali fakta bahwa ciuman-ciuman yang mereka lakukan memang jauh lebih panas dari sebelumnya tapi tidak pernah berlanjut ke arah percintaan? Beberapa kali mereka nyaris melakukannya, tapi Kyuhyun selalu mendapatkan akal sehatnya di detik-detik terakhir dan langsung melepaskannya. Dia tidak yakin, tapi pria itu sepertinya sedang berusaha menjaganya baik-baik, mengingat mereka berdua masih kuliah, walaupun Kyuhyun akan segera tamat tahun depan. Dan dia tidak berniat memberitahu pria itu bahwa dia tidak akan keberatan jika pria itu melakukannya. Apa yang akan dipikirkan pria itu nanti jika dia mengatakan hal memalukan seperti itu?

Hye-Na nyaris tersedak ludahnya sendiri saat pintu kamar mandi terbuka dan Kyuhyun keluar hanya dengan balutan longgar sebuah handuk di pinggang. Pria itu membulatkan matanya sesaat, sebelum dia akhirnya terkekeh geli melihat raut wajah syok istrinya itu.

Hye-Na tergagap-gagap mencari udara saat untuk pertama kalinya dia melihat pemandangan seperti itu langsung dari suaminya sendiri. Dan dia tidak bisa membayangkan betapa bodohnya wajahnya sekarang.

Tubuh pria itu bukan jenis tubuh pria berotot yang bisa membuat gadis manapun berteriak dan itu lebih baik, karena dia bahkan sama sekali tidak menyukai pria-pria yang memiliki otot biseps dan triseps yang membuatnya ngeri. Dada pria itu cukup bidang dan otot lengannya sudah terbentuk, meskipun tidak besar, dan perutnya rata, yang langsung disyukuri Hye-Na karena setidaknya dia tidak mau memiliki suami yang memiliki six-pack ataupun choco-abs di tubuhnya. Dan sialnya, dia tidak bisa memerintahkan dirinya sendiri untuk mengalihkan pandangan.

Tubuh gadis itu berubah kaku dan mendadak paru-parunya berada di luar kontrol dan gagal menghirup oksigen, sedangkan jantungnya memukul-mukul rongga dadanya dengan kecepatan di luar batas normal, membuatnya berpikir ketakutan bahwa tulang dadanya akan remuk sebentar lagi, saat pria itu melangkah ke arahnya dengan mata yang menatapnya intens.

“W…wae?” tanyanya gugup sambil mencengkeram pinggiran kasur yang didudukinya kuat-kuat.

“Kau menduduki bajuku, Na~ya,” ujar Kyuhyun santai tanpa raut wajah terganggu sedikitpun, bahkan sepertinya pria itu tidak menyadari efek kehadirannya terhadap gadis itu sama sekali, membuat Hye-Na merasa bodoh sudah berpikiran yang tidak-tidak.

“Ne?” seru Hye-Na kaget saat tangan Kyuhyun menyelip ke bagian bawah pahanya, menarik baju kaus yang memang diduduki Hye-Na tanpa sadar. Tapi pria itu sama sekali tidak bergerak untuk menjauhkan tubuhnya, melainkan tetap pada posisinya yang setengah menunduk dengan kepala yang sejajar dengan gadis itu, membuat Hye-Na menyadari panas yang menguar dari tubuh pria itu. Dia bahkan merasa kesusahan menelan ludahnya sendiri.

Kyuhyun terlihat seperti sedang menimbang-nimbang sesaat, sebelum akhirnya dia menarik tengkuk Hye-Na sehingga wajah gadis itu mendongak ke arahnya, dan saat bibirnya menyentuh bibir Hye-Na, dia tahu bahwa gadis itu sudah lebih dari siap untuk menyambutnya.

Tidak ada kata lembut dan berhati-hati dalam ciuman mereka. Ciuman itu terasa kasar, menuntut, dan begitu mendesak dan Hye-Na bahkan tidak sadar saat Kyuhyun membuang baju kaus yang masih berada dalam genggamannya ke atas lantai dan mendorong tubuh gadis itu sampai terbaring, menindihnya. Mulut gadis itu terbuka sehingga Kyuhyun mendapat kesempatan untuk melesakkan lidahnya masuk dan menjelajahi rongga mulut gadis itu, mencicipi rasa daging panggang yang masih tersisa di mulutnya.

Hye-Na merasa pusing dengan ciuman Kyuhyun yang terasa membabi-buta itu, dia bahkan tidak mendapat kesempatan untuk menarik nafas. Oh baiklah, dia tidak akan mengatakan omong kosong. Ciuman pria itu luar biasa dan rasa aneh di perutnya setiap kali pria itu menciumnya menjadi lebih parah. Bukan sesuatu yang tidak menyenangkan, bahkan bisa dibilang dia sangat menikmatinya. Astaga, jangan sampai pria itu bisa membaca isi otaknya!

Lutut pria itu menekan pahanya, membuatnya merenggangkan pahanya tanpa diminta. Tangannya sendiri turun dari rambut hitam acak-acakan Kyuhyun ke punggungnya yang telanjang dan sedikit basah setelah mandi, sedangkan bibir pria itu beralih ke relung lehernya, memberinya waktu untuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

Dia sedikit terkesiap saat tangan Kyuhyun menelusup masuk ke balik kausnya dan telapak tangan pria itu langsung menyentuh kulitnya tanpa penghalang apapun, padahal biasanya pria itu tidak pernah melakukannya dan langsung melepaskannya saat pria itu merasa bahwa dia tidak bisa mempertahankan tangannya agar tidak menggerayang kemana-mana. Tapi kali ini berbeda, semuanya berbeda. Cara pria itu menyentuhnya, ciumannya… dan dia tahu kemana semua ini mengarah.

Hye-Na bisa merasakan tangan Kyuhyun yang berkutat dengan kancing celana jinsnya, menarik turun resletingnya, tapi hanya sampai disitu saja. Pria itu malah melepaskan bibirnya dan menatapnya lekat dengan nafas menderu, seolah meminta izin.

“Sebentar lagi makan malam,” ucap Hye-Na susah payah dengan suara serak, nyaris tidak bisa menemukan akal sehatnya.

Kyuhyun mendengus dan membiarkan tangannya menyentuh pinggul gadis itu.

“Kau pikir aku peduli?” gumamnya sambil menyentakkan kaus yang masih dipakai Hye-Na ke atas, meloloskannya melewati kepala. Tangannya yang lain bergerak menurunkan celana jins gadis itu, melemparkannya ke lantai menggunakan kakinya.

Dia berusaha keras seminggu terakhir untuk menjaga gadis itu baik-baik, berusaha untuk tidak menyentuhnya, karena dia tahu status mereka masih mahasiswa dan Hye-Na akan kesulitan kalau sampai dia berhasil membuat gadis itu hamil. Hanya saja, hal itu terlalu sulit dilakukan. Gadis itu berada dalam jangkauannya dan dia tidak bisa memerintahkan tangannya untuk bergerak menjauh. Sejauh ini dia berhasil melakukannya, tapi dia gagal malam ini. Seharusnya dia tidak membiarkan tangannya bergerak. Karena dia tahu saat dia telah menyentuh gadis itu, dia tidak akan pernah bisa berhenti.

***

“Aish, kalian ini lama sekali! Kami semua sudah lapar, jadi kami makan duluan. Apa sih yang kalian lakukan di atas? Bertanding game lagi?” omel Ah-Ra sambil menyodorkan piring ke arah Kyuhyun dan Hye-Na yang baru mengambil tempat di meja makan yang diletakkan di tengah-tengah halaman. Semua orang sudah menghabiskan lebih dari setengah jatah makan malam mereka dan menatap kedua pengantin baru itu dengan pandangan heran. Jelas karena hal ini baru pertama kali terjadi, mengingat Hye-Na tidak akan pernah terlambat menyantap makan malamnya, bahkan biasanya gadis itulah yang menghabiskan semua menu makanan yang tersedia di atas meja tanpa malu.

“Mmm. Game yang sangat menyenangkan,” komentar Kyuhyun santai dengan cengiran lebar di wajahnya, sedangkan Hye-Na terpaksa berpura-pura fokus ke makanannya agar tidak ada yang menyadari perubahan wajahnya yang sudah memerah seperti kepiting rebus. Tapi tentu saja Ah-Ra tidak bisa dibohongi, karena dia langsung memiringkan wajahnya menatap Hye-Na dan mendadak sebuah pemahaman terlintas di wajahnya. Kakak perempuan Kyuhyun itu tertawa dengan nada mengejek.

“Aigoo, benar-benar tidak sopan! Kami semua menunggu kalian disini dan kalian malah asyik…. Aish, awas saja kalau aku tidak segera mendapat keponakan!”

“Wae?” tanya Ha-Na ingin tahu, dan Ah-Ra dengan penuh semangat langsung berbisik ke telinga ibunya. Ha-Na tertawa keras dan dengan senang hati langsung memberitahu Min-In yang kemudian memberitahu suaminya dan akhirnya sampai ke telinga ayah Kyuhyun.

“Wah wah… dasar anak-anak muda yang masih dikendalikan hormon!” ujar Young-Hwan sambil terkekeh menatap anak laki-lakinya. Hye-Na sendiri merasa ingin mengubur dirinya hidup-hidup dan enyah dari tempat itu. Apa pria di sampingnya ini tidak bisa menahan mulutnya sedikit dan berhenti pamer?

***

March 6, 2011

KyuNa’s Home, Gapyunggun, Gyeounggi-do

07.20 PM

Malam adalah saat kita di meja makan. Aku bertanya bagaimana harimu dan kau bertanya bagaimana pekerjaanku. Saat itu aku berpikir bodoh, apakah aku memerlukan hal lain lagi selain memilikimu?

“Apa ini semua aman untuk dimakan?” tanya Kyuhyun sangsi sambil menatap beberapa piring masakan di depannya. Semuanya kelihatan menarik dan menggugah selera, tapi pria itu merasa harus berpikir ulang sebelum menyantapnya mengingat itu semua adalah hasil kreasi Hye-Na yang untuk pertama kalinya bersedia masuk ke dapur setelah dipaksa oleh ibunya dan ibu gadis itu sendiri. Ini semua masakan pertama gadis itu dan jelas sekali dibuat dengan puluhan kata caci maki yang dilontarkan gadis itu dalam hati, jadi siapa yang bisa menjamin bahwa dia tidak akan sakit perut setelah memakannya?

“Ah-Ra onnie masih hidup setelah mencicipinya tadi.”

“Masih hidup?” ulang Kyuhyun, langsung waspada dengan penggunaan kata yang digunakan Hye-Na.

“Sudahlah, aku jamin kau tidak akan sakit perut. Apa kau tidak bisa menghargai kerja kerasku sedikit?”

Kyuhyun mencomot daging bulgogi dengan sumpit di tangannya lalu memasukkannya ke dalam mulut, mengunyahnya perlahan. Masakan gadis itu tidak bisa dikatakan buruk, walaupun tidak bisa juga dimasukkan ke dalam kategori sangat enak.

“Bisa dimakan,” putus Kyuhyun akhirnya, mengambil suapan kedua. “Bagaimana kuliahmu hari ini?”

“Membosankan.”

“Aku selalu penasaran kapan kau akan mengubah jawabanmu setiap kali aku bertanya,” ejek Kyuhyun.

“Aku akan berkata bahwa kuliahku menyenangkan jika saja dosen yang mengajarku masih berumur akhir 20-an dan tampan, bukannya dosen-dosen tua yang kapan saja bisa terkena serangan jantung.”

Kyuhyun mendengus dan mencibir. “Kau berangan-angan terlalu tinggi, Na~ya.”

“Dan aku masih saja diserang pertanyaan bagaimana mungkin aku bisa menjadi istrimu.”

“Sudah sepantasnya dipertanyakan. Itu pasti sangat mengherankan.”

“Sialan kau!” umpat Hye-Na disela-sela kunyahannya. “Apa semua gadis itu tidak bisa menerima saja bahwa kau sudah menikah dan sebentar lagi akan memiliki anak?”

“Mereka pasti akan berhenti bertanya jika saja aku menikahi seorang gadis cantik, pintar, dan memenuhi setiap kriteria sebagai istri yang baik dan kau jelas tidak memenuhi harapan mereka.”

“Kapan kau akan berhenti mengejekku, hah?”

“Aku tidak mengejek. Aku kan hanya bilang bahwa kau tidak memenuhi harapan mereka, bukan harapanku. Kalau kau tidak memenuhi harapanku untuk apa aku menikahimu? Jadi berhentilah memikirkan apa yang mereka katakan, yang kau nikahi kan aku bukan mereka,” tandas Kyuhyun santai.

Hye-Na terbatuk-batuk sesaat dan bergegas meraih gelasnya, meneguk air banyak-banyak. Kapan pria itu akan beerhenti menggodanya?

“Pekerjaanmu baik-baik saja?” tanya Hye-Na mengalihkan pembicaraan.

Kyuhyun tersenyum sesaat sebelum menjawab. Dia tahu apa yang sedang Hye-Na lakukan. Gadis itu selalu saja merasa tidak nyaman jika pembicaraan sudah mulai menyangkut hal pribadi.

“Hanya ada beberapa meeting penting dan kantor sedang heboh karena perusahaan saingan kami mengeluarkan produk baru yang sangat mirip dengan produk yang akan kami luncurkan bulan depan. Aku rasa ada mata-mata di perusahaan.”

“Kau tidak akan membiarkanku berpikir bahwa kau sedang putus asa dan tidak bisa memikirkan kreasi baru yang lebih bagus, kan? Karena aku sudah cukup mengenalmu untuk tahu bahwa kau tidak akan memedulikan hal-hal seperti ini.”

Kyuhyun tertawa kecil dan mengangguk.

“Bagus. Jadi sepertinya perusahaanmu akan baik-baik saja. Ya, kan?”

Tentu saja. Apapun yang dikatakan gadis itu, dia akan meyakininya. Jika gadis itu berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja, tentu saja semuanya akan berjalan seperti itu. Selama dia masih memiliki gadis itu, semuanya akan baik-baik saja. Pasti baik-baik saja.

***

June 3, 2012

KyuNa’s Home, Gapyunggun, Gyeounggi-do

10. 17 PM

Malam adalah saat kau terlelap di pelukanku. Dan aku melupakan keinginan awalku untuk beristirahat karena terlalu sibuk memuaskan diri menatap wajahmu.

Hye-Na menyandarkan punggungnya ke kaki sofa dan menyelonjorkan kakinya, mencoba meregangkan otot-ototnya yang mulai berteriak kelelahan. Matanya sudah sedikit berkunang-kunang karena memperhatikan layar laptop sejak berjam-jam yang lalu dan otaknya sudah mulai mengalami disfungsi kerja. Dan kabar buruknya adalah, dia bahkan belum berhasil menyelesaikan tugasnya sama sekali.

Gadis itu sedikit tersentak saat merasakan pijatan ringan di pundaknya dalam gerakan lambat dan menenangkan. Dia mendongak dan mendapati tangan kiri Kyuhyun yang terjulur ke arahnya, sedangkan mata pria itu masih sibuk menekuri setumpuk file di pangkuannya dengan tangan kanan yang sesekali mencoret-coret kertas. Hye-Na sedikit merengut saat mengingat bagaimana pria itu begitu membuatnya iri. Kyuhyun mengambil jurusan bisnis dan juga beberapa kuliah malam dan kuliah tambahan di akhir minggu untuk jurusan musik sebagai penyaluran hobi, walaupun hal itu sama sekali tidak bisa disebut hobi. Pria itu terlalu berbakat. Dan sialnya, dia berhasil tamat di kedua jurusan itu dengan gelar summa cumlaude. Coba tebak, pria itu bahkan masih bisa santai untuk sekedar bermain game saat dia disibukkan dengan dua skripsi di waktu bersamaan, sedangkan Hye-Na saja nyaris mati hanya karena tumpukan tugasnya yang mengerikan. Entah dia yang bodoh, atau pria itu saja yang terlalu jenius.

Gadis itu memejamkan matanya dan menikmati pijatan yang diberikan pria itu. Sepertinya dia terlalu memforsir tenaganya akhir-akhir ini. Dia masih harus kuliah di siang hari, mengurus Hyun-Ah, dan menyibukkan diri dengan tugas kuliah malam harinya.

“Lebih baik sekarang kau tidur. Tugasmu kan masih bisa diselesaikan nanti. Besok kau kan tidak ada kuliah,” ujar Kyuhyun tanpa menatap Hye-Na sama sekali, sibuk dengan pekerjaannya.

“Kau menyuruhku tidur tapi kau masih sibuk begitu.”

“Kalau aku berhenti, kau harus tidur, oke?” Kali ini Kyuhyun mendongak saat dia menawarkan kesepakatan. Pria itu selalu berusaha mengalah dan melakukan apapun agar gadis itu bisa mendapatkan istirahat yang cukup dan tidak tidur larut malam lagi. Bukankah itu salah satu alasan kenapa dia sangat ingin menikahi gadis itu?

Hye-Na memutar bola matanya selagi berpikir dan mengangguk beberapa saat kemudian.

Kyuhyun menutup berkas-berkasnya, meninggalkannya di atas meja, bangkit berdiri, dan mengulurkan tangannya ke arah gadis itu.

“Kajja.”

***

Kyuhyun tersenyum saat merasakan gerakan beraturan dari dada gadis itu yang naik turun saat paru-parunya bekerja menghirup udara. Gadis itu sudah tertidur sekitar 15 menit yang lalu, tapi seperti yang selalu dilakukannya sejak 2 tahun yang lalu, dia malah menghabiskan waktu menatap wajah lelap gadis itu dalam pelukannya, melupakan niat awalnya untuk beristirahat setelah lelah bekerja seharian.

Dia ingat betapa seringnya dia pulang larut malam karena harus lembur di kantor dan mendapati gadis itu sudah tertidur lelap. Dia ingat betapa lelahnya dia setiap kali itu terjadi, bermaksud segera tidur sesampainya di rumah, tapi selalu gagal melakukannya saat tubuh gadis itu sudah berada dalam dekapannya dan dia bisa menatap wajah polos gadis itu dengan leluasa. Ada sesuatu yang membuatnya betah melihat wajah gadis itu selama berpuluh-puluh menit, dan masih betah melakukannya bertahun-tahun kemudian tanpa rasa bosan. Kedengarannya memang tidak masuk akal, tapi itulah yang terjadi. Ada begitu banyak hal bodoh yang dilakukannya karena gadis ini, dan ada terlalu banyak alasan baru yang membuatnya jatuh cinta pada gadis yang sama. Lagi dan lagi.

***

July 15, 2012

Prague, Czech

08.00 PM

Saat ini… aku masih saja mencintaimu. Dan tidak pernah merasa jemu.

Kyuhyun mengulurkan tangannya ke arah Hye-Na yang balas menatapnya dengan kening berkerut.

“Kau tidak mau tersesat di negara orang, kan? Jadi lebih baik kau berpegangan padaku.”

Hye-Na mengerucutkan bibirnya dengan raut wajah kesal.

“Kau pikir aku bodoh?” protesnya, tapi tetap menerima uluran tangan Kyuhyun. Jari mereka saling bertaut dan mereka mulai melangkahkan kaki menuruni tangga hotel.

Udara musim panas Praha cukup hangat, mengingat pada musim semi pun cuaca disini lumayan dingin dan setiap orang masih harus mengenakan jaket saat keluar rumah.

Liburan mendadak ini adalah ide Kyuhyun. Pria itu mengatakan sesuatu seperti bulan madu dan hadiah ulang tahun. Mereka memang belum pernah bulan madu sama sekali, walaupun Hye-Na juga tidak berharap pria itu akan mengingatnya. Dan lagipula sangat sulit menemukan waktu luang di antara kesibukan mereka masing-masing. Liburan kali ini bahkan hanya bisa dilakukan selama dua hari. Mereka baru sampai disini tadi pagi dan harus kembali ke Korea besok siang, mengingat mereka juga tidak bisa meninggalkan Hyun-Ah terlalu lama di rumah keluarganya dan keluarga Kyuhyun yang bersemangat untuk menjaga anak itu bergantian. Oh, dia bisa membayangkan akan seperti apa penampilan Hyun-Ah saat dia pulang nanti. Kakak ipar, ibu mertua, dan ibunya sendiri pasti akan mendandani anak itu dengan gaun-gaun cantik yang memilki pita dan renda. Membayangkannya saja sudah berhasil membuat perutnya mual.

Hye-Na membuang semua pikiran-pikirannya itu jauh-jauh dan mulai menikmati pemandangan di sekelilingnya. Sebenarnya tadi siang mereka bisa saja mulai jalan-jalan, tapi… Kyuhyun berhasil menahannya seharian di atas tempat tidur. Jujur saja, pria itu merupakan godaan yang terlalu besar dan sulit ditolak. Dan… aigoo, dia tidak tahu apa yang ada di pikirannya saat terjebak oleh rayuan pria itu.

Tidak terlalu banyak turis maupun penduduk kota yang berkeliaran malam ini, mengingat ini juga bukan waktu yang biasanya digunakan untuk liburan. Praha sendiri adalah ibukota Republik Ceko, sejak Ceko dan Slowakia memisahkan diri menjadi negara merdeka tahun 1993. Dan malam ini mereka berniat menjelajahi beberapa tempat terkenal di kota itu, dimulai dari Old Town Square atau Kota Lama. Tempat itu masih dihuni bangunan-bangunan asli warisan Bohemia yang berdiri dengan cantiknya. Powder Gate, sebuah gerbang kuno mistik dari abad ke-13, menyambut mereka begitu melangkahkan kaki menuju Old Town. Tidak jauh dari gerbang terdapat Municipal House, sebuah bangunan cantik khas Art Nouveau yang dalam masa Revolusi Velvet digunakan sebagai tempat pertama bertemunya pemerintah komunis Cekoslowakia dan pemerintahan sipil yang baru.

Old Town Hall sendiri adalah tempat dimana hampir seluruh turis internasional berkumpul. Dan tidak ada seorang pun yang tidak akan terkagum-kagum melihat jam astronomikal atau Old Town Orloj yang tersohor. Setiap satu jam sekali jam ini berbunyi dan uniknya, terdapat boneka-boneka yang bergerak, lengkap dengan suasana menyeramkan seperti keberadaan tengkorak ataupun hantu-hantu yang sedikit menakutkan.

Mereka melanjutkan perjalanan melewati Charles Bridge, yang juga menjadi salah satu ikon Praha. Jembatan tertua di Praha ini secara strategis menghubungkan Old Town dan Lesser Town. Di jembatan ini juga mengalir Sungai Vltava. Dan entah kenapa, walaupun udara malam terasa cukup hangat dan bersahabat, Hye-Na merasa bahwa senja dan malam di Praha terasa tua, mistis, dan senyap, seolah ingin menunjukkan betapa kunonya kota itu sendiri, berikut bangunan-bangunan di dalamnya.

Tempat yang wajib dikunjungi berikutnya adalah Prague Castle, kompleks kastil terluas di seluruh Praha. Di dalamnya terdapat St. Vitus Cathedral yang bernuansa gothic. Katedral itu menyimpan pesona tersendiri. Sisi-sisi yang runcing menjulang, hitam, ditambah patung-patung iblis semakin menambah kesan menyeramkan.

Tepat di belakang katedral ini terdapat area yang dinamakan Hradcany. Bangunan-bangunan di sekitarnya tidak kalah cantik, seperti Schwarzenberg Palace yang mudah dikenali keberadaannya karena arsitektur kaya khas Sgraffito yang dibangun pada abad ke-16. Pemandangan Golden Lane juga salah satu hal yang tidak boleh terlewatkan. Tempat itu adalah jalanan tersempit di kawasan Prague Castle bahkan Praha sekalipun. Di dalamnya terdapat miniatur-miniatur rumah di masa lalu lengkap dengan aksesorisnya.

Di sisi barat daya Hradcany terdapat tempat wisata yang tidak kalah menarik. Kompleks gereja Strahov Monastery adalah salah satu yang tertua di Republik Ceko. Kompleks ini bergaya Baroque dan ditemukan pada tahun 1140. Di tempat lain, Lesser Town menawarkan gereja St. Nicholas, masih bergaya sama dengan arsitektur yang juga indah. Atau Josefov, tempat bermukimnya orang-orang Yahudi di Praha. Lokasi yang sangat dekat dari Old Town ini terkenal berkat Parizska Street-nya, jalanan yang diadopsi dari jalanan-jalanan di kota Paris, kawasan super elit dimana puluhan bahkan ratusan rumah mode terkenal dunia berkumpul. Old New Synagogue, sinagog tertua di seluruh daratan Eropa berada di sini. Terdapat pula Old Jewish Cemetery, tempat dimana orang-orang Yahudi dikebumikan maupun sinagog lain yang tidak kalah tuanya, Pinkas Synagogue. Mereka mengunjungi beberapa bangunan berarsitektur megah lain seperti National Museum (Wenceslas Square) dan National Theatre yang keduanya bergaya Neo-Renaissance atau The Dancing House yang terkenal berkat bentuk gedungnya yang miring. Semua itu semakin menanamkan kesan bahwa Praha adalah kota tua yang budaya Eropa-nya amat kental sekaligus beragam.

Mereka sedang berada di atas Metro B jurusan Namesti Republiky dan Hye-Na sibuk menempelkan wajahnya ke jendela kereta yang tertutup, berusaha melihat keluar dan tidak berhasil memandang apapun kecuali kelebatan-kelebatan tidak jelas karena kecepatan kereta yang super cepat, saat Kyuhyun tiba-tiba mendorong kepalanya, membuatnya keningnya sedikit terantuk ke kaca jendela.

“Mwoya?” gerutunya sambil mengusap-ngusap keningnya dan menatap Kyuhyun kesal.

“Saengil chukhahae,” ujar pria itu pelan, tersenyum saat melihat raut wajah Hye-Na yang tampak tidak senang.

“Aish, kan aku sudah bilang kalau kau dilarang mengucapkan itu! Aku masih bisa terima dengan umur 20, tapi kalau 21… apa itu tidak sedikit keterlaluan? Aku ini kan masih terlalu muda! Aish, jinjja!” seru gadis itu gusar.

“Muda? Kau tidak ingat bahwa kau sudah menjadi istri dan seorang ibu?” ujar Kyuhyun dengan nada mengejek.

“Tidak usah dibahas!” sahut gadis itu kesal. “Mana hadiahku?”

“Hadiah?” tanya Kyuhyun tak percaya. “Kau tidak mau ulang tahunmu dirayakan tapi kau minta hadiah?”

“Itu kan lain soal! Hadiah itu sesuatu yang wajib!”

Kyuhyun mendengus kemudian menghela nafas, bertepatan dengan saat metro yang mereka naiki berhenti. Dia menarik tanagn Hye-Na dan menyelip di antara puluhan orang yang juga berdesakan keluar dari stasiun. Bangunan-bangunan tinggi lain menyambut mereka diluar. Modern, tanpa meninggalkan kesan kunonya.

Kyuhyun menunjuk ke salah satu bangunan tinggi yang tampak di kejauhan. Tempat itu disebut Palladium, mal belanja sangat besar yang baru saja dibuka pada tahun 2007. Ada empat lantai, dengan lebih dari 200 toko dan lebih dari 30 restoran dan kafe. Ada beberapa nilai historis di balik Palladium, karena fondasinya terkait dengan struktur abad ke-12 yang telah diintegrasikan ke dalam arsitektur sebuah mal.

“Itu hadiahmu.”

“Mwo?” tanya Hye-Na tidak mengerti dengan kening berkerut.

“Belanja sepuasnya. Aku tahu kau tidak suka shopping, tapi aku yakin kau pasti tidak akan keberatan melakukannya kalau kau bisa membeli apapun tanpa mengeluarkan uang sepeser pun, kan?”

Dan Kyuhyun tidak perlu menunggu jawaban dari mulut Hye-Na, karena cengiran lebar di wajah gadis itu sendiri sudah menjawab semuanya.

***

April, 2017

KyuNa’s Home, Gapyunggun, Gyeounggi-do

08. 10 PM

Malam adalah saat aku kembali padamu setelah hari yang melelahkan. Dan kau membuka pintu, menungguku dengan senyum di wajah, lalu… aku berpikir bahwa… beberapa jam yang terlewat bukanlah apa-apa.

“Appa pasti tidak akan pulang kan malam ini?”

Hye-Na menatap Dae-Hyun dengan pandangan kasihan. Bagaimana caranya dia harus menjelaskan kepada anak laki-lakinya itu bahwa Kyuhyun harus berada di Jeju selama 3 hari dan besar kemungkinan melupakan ulang tahun anak itu hari ini? Kyuhyun baru berangkat kemarin dan akan pulang besok malam, jadi dia tidak mungkin memberi harapan yang tidak-tidak kepada anak itu.

“Apa appa melupakan ulang tahunku? Apa appa marah karena selama ini aku jahat padanya? Aku janji tidak akan jahat kepada appa lagi asalkan appa pulang malam ini,” ujarnya dengan tampang polos khas anak umur 4 tahunnya, membuat Hye-Na menelan ludahnya dengan susah payah. Anak itu pasti benar-benar merindukan ayahnya sehingga bersedia mengucapkan janji seperti itu, mengingat betapa tidak rukunnya mereka berdua selama ini.

“Appa sedang berada di luar kota dan baru bisa pulang besok. Ada banyak pekerjaan yang harus diurusnya, jadi dia tidak mungkin pulang malam ini,” ujar Hye-Na berusaha menjelaskan.

“Appa pasti marah padaku, kan?”

“Aniya. Appa tidak marah padamu. Appa hanya sedang sibuk.”

“Tapi dia bahkan tidak menelepon untuk mengucapkan selamat ulang tahun padaku.”

“Sudahlah, appa sedang mencari uang yang sangat banyak, jadi dia bisa membelikan hadiah ulang tahun untukmu. Kau tenang saja!” sela Hyun-Ah sambil menepuk-nepuk kepala adiknya itu.

“Kakakmu benar. Jadi kau tidak perlu bersedih lagi, eo?”

Dae-Hyun mengangguk, tapi Hye-Na tahu bahwa anak itu tidak bisa dibujuk sama sekali. Sifat keras kepala yang sudah diwariskan turun-temurun.

Hye-Na mendongak saat mendengar suara mobil memasuki halaman. Kedua anak itu sepertinya sama sekali tidak tertarik dengan kemungkinan kedatangan tamu, jadi dia bangkit berdiri dan menengok ke depan.

Dan sepertinya, pria itu suka sekali membuat kejutan.

***

Kyuhyun mematikan mesin mobil dan mencabut kunci. Dia mengemudi dari Jeju kesini secepat yang dia bisa setelah pertemuan dengan relasi bisnisnya tadi berakhir. Seharusnya dia baru pulang besok karena masih ada satu kali pertemuan lagi, tapi dia berhasil membujuk kliennya itu agar bertemu dengan manajer perusahaannya saja, jadi dia bisa bergegas pulang ke Seoul malam ini juga. Dia tidak mungkin melewatkan ulang tahun anak laki-lakinya begitu saja, walaupun anak itu selalu saja bersikap bermusuhan terhadapnya. Yah, setidaknya dia harus berusaha menjadi seorang ayah yang baik. Dan selain itu, ada alasan yang lebih mendesak lagi. Dia perlu melihat wajah gadis itu secepatnya atau dia bisa bertindak bodoh hanya karena terlalu merindukan gadis itu.

Kyuhyun membuka pintu mobil dan turun. Wajahnya mendongak saat mendengar pintu depan terbuka dan mendadak tatapannya terkunci di wajah gadis yang baru saja muncul dari balik pintu, balas menatapnya dengan senyum tipis.

Dia tidak bisa mengingat dengan jelas bagaimana wajah gadis itu saat mereka terpisah, jadi yang bisa dilakukannya saat ini hanyalah memuaskan diri menatap setiap sudut wajah gadis itu. Bentuk mata, hidung, dan bibirnya, setiap hal yang dilupakannya. Dia menghabiskan beberapa detik untuk menyegarkan ingatannya lagi, sebelum akhirnya dia menghampiri gadis itu, setengah berlari menaiki tangga undakan, dan menarik gadis itu ke arahnya, menciumnya secara membabi-buta.

Dia berusaha menahan diri, tapi menyerah di detik pertama bibir mereka bersentuhan. Bibir gadis itu terasa manis, dan yang bisa dipikirkannya hanyalah bagaimana caranya menahan gadis itu beberapa menit lebih lama dalam pelukannya.

Tangannya turun dari rambut gadis itu ke tengkuknya, menarik leher gadis itu mendekat dan menjelajahi bibirnya dengan leluasa. Tangan kirinya terjuntai di samping tubuh, satu-satunya pertahanan terakhirnya untuk tidak menyentuh gadis itu di tempat-tempat yang sangat diinginkannya. Dia selalu ingat betapa tepatnya gadis itu dalam dekapannya, betapa tepatnya tubuh mereka untuk satu sama lain, dan betapa gadis itu mempengaruhinya seperti candu.

Dan sepertinya dia harus menghentikan diri sekarang juga selama dia masih mengingat tujuan utamanya pulang malam ini.

***

“APPA!!!”

Kyuhyun merentangkan tangannya dan menggendong Dae-Hyun yang berlari penuh semangat ke arahnya. Seingatnya, anak itu tidak pernah terlihat sesenang ini karena melihatnya.

“Mana hadiahku?”

Baiklah, itu pasti sifat yang diwarisinya mentah-mentah dari ibunya.

“Kau ingin aku pulang hanya karena menginginkan hadiah?”

“Ani,” ucap Dae-Hyun sambil menggeleng-gelengkan kepalanya kuat-kuat. “Aku benar-benar merindukan appa. Appa kan tidak pernah pergi keluar kota dan meninggalkan kami, jadi biasanya aku merasa bosan melihat wajah appa setiap hari. Tapi ternyata saat appa tidak ada aku malah merasa aneh.”

Lihat apa yang baru saja dikatakan anak itu! Dia merasa bosan?

“Jadi mana hadiahku?”

“Kau ini matre sekali!” gumam Kyuhyun sambil menggendong anak itu keluar rumah, berjalan menuju mobilnya.

“Hyunnie~ya, kau tidak ikut?” teriaknya memanggil anak perempuannya yang langsung berlari-lari kecil mengejarnya.

“Aku juga dapat hadiah?” seru Hyun-Ah penuh semangat, mengekori ayahnya dari belakang.

Kyuhyun membuka bagasi mobilnya, meenurunkan Dae-Hyun, dan mengeluarkan sepeda kecil yang masih terbungkus rapi dari dalam bagasi. Anak laki-lakinya itu langsung melonjak-lonjak senang dan memeluk pinggangnya singkat sebelum mendorong sepeda itu ke rumah, berhenti dengan bingung di tangga undakan, karena jelas dia tidak cukup kuat untuk mengangkat sepeda itu naik. Hye-Na melangkah mendekatinya dan membantu anaknya itu, yang langsung menyeretnya masuk untuk membantunya mencoba sepeda barunya di halaman belakang rumah mereka yang sangat luas.

Kyuhyun berbalik ke arah Hyun-Ah yang menatapnya dengan penuh harap, lalu membuka pintu belakang mobil, mengeluarkan bungkusan besar yang langsung direbut Hyun-Ah, dengan tidak sabar merobek bungkusnya di tempat. Mata Kyuhyun berkilat-kilat geli saat melihat betapa cepatnya raut wajah anak perempuannya itu berubah kesal.

“Ige mwoya????” protesnya saat mendapati bahwa hadiahnya berupa satu set peralatan masak-memasak yang jelas-jelas tidak diminatinya sama sekali. “APPAAAAA!!!!” rengeknya sambil menatap Kyuhyun kesal. Kyuhyun sendiri sibuk tertawa karena berhasil mengerjai anaknya itu. Hal itu sama menyenangkannya dengan saat dia menjahili istrinya. Raut wajah mereka berdua mirip sekali.

“Sudahlah, tidak usah menangis. Aku hanya bercanda. Ini hadiahmu,” ujar Kyuhyun sambil menyodorkan setumpuk kaset game keluaran terbaru.

“Hyunnie~ya, ayo kita bermain bersama.”

“KYAAAA!!!!” teriak Hyun-Ah kaget saat mendapati Hye-Na yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangnya, menatapnya dengan senyum manis yang sudah pasti tidak bisa membohongi siapapun.

Kyuhyun tertawa dan mendorong kepala istrinya itu sampai tersentak ke belakang.

“Berhentilah menakuti anakmu!”

***

June 3, 2017

KyuNa’s Home, Gapyunggun, Gyeounggi-do

11. 16 PM

Pertemuan pertama itu yang harus selalu dikenang. Agar aku ingat mengapa aku begitu mencintaimu. Waktu itu, sekarang, kelak.

Kyuhyun membuka pintu rumah hati-hati dan menutupnya perlahan tanpa suara. Dia terpaksa lembur hari ini karena ada begitu banyak pekerjaan yang menumpuk, membuat tubuhnya nyaris remuk kelelahan.

Pria itu memijat tengkuknya dan meregangkan lengannya, berusaha merilekskan otot-ototnya yang sudah kaku. Dia melemparkan tas kerja dan jasnya ke atas sofa, melepas kancing teratas kemejanya dan melonggarkan dasinya, kemudian melipat lengan kemejanya sampai siku. Dia melongokkan wajahnya ke kamar, tapi tidak menemukan siapa-siapa disana, jadi dia memutuskan pergi ke kamar anak-anaknya yang saling bersebelahan. Hyun-Ah sudah tertidur dan Hye-Na tidak ada disana, jadi dia beranjak ke kamar Dae-Hyun. Sepertinya anak itu selalu mendapat apa yang diinginkannya. Akan mudah sekali membujuk Hye-Na ke ranjangnya jika anak itu sudah menggunakan wajah aegyo-nya yang menyebalkan itu. Dia sampai sekarang tidak pernah mengerti bagaimana Hye-Na selalu luluh menghadapi rayuan anak laki-lakinya itu. Entah darimana letak keimutan anak itu sampai istrinya selalu menuruti permintaannya.

Kyuhyun membuka pintu kamar Dae-Hyun dan mendapati Hye-Na sedang berbaring di samping anak itu, menepuk-nepuk punggungnya dalam gerakan lambat. Gadis itu mendongak saat menyadari kehadirannya dan langsung bangkit berdiri, merapikan selimut yang menutupi tubuh Dae-Hyun sebelum dia berjalan menghampiri Kyuhyun dan menutup pintu kamar.

Kyuhyun menarik gadis itu ke dalam pelukannya dan merasakan gadis itu berjinjit, membenamkan wajah ke lehernya. Dia sendiri membiarkan wajahnya berada di atas permukaan rambut gadis itu, menghirup aroma yang menguar dari setiap helaiannya. Gadis itu masih beraroma lilac, wangi yang sama seperti 7 tahun yang lalu, saat mereka pertama kali bertemu. Wangi yang begitu familiar dalam indera penciumannya. Aroma yang membuatnya jatuh cinta.

Dia tidak tahu bagaimana setelah 7 tahun bersama, dia masih bisa merasakan jantungnya berdetak di luar kendali setiap berada di dekat gadis itu. Dia masih bisa terpesona dengan wajah yang sudah ditatapnya selama bertahun-tahun. Dia tidak pernah merasa bosan setiap kali melihat wajah gadis itu saat dia membuka mata di pagi hari dan masih tidak bosan saat wajah gadis itu menjadi hal terakhir yang dilihatnya setiap berangkat tidur. Dia selalu jatuh cinta lagi saat melihat bagaimana gadis itu merawat anak-anaknya, saat gadis itu memasangkan dasinya, membuatkan sarapannya, atau senyum yang gadis itu berikan saat dia baru pulang setelah lelah bekerja seharian. Dia bisa menggunakan alasan sekecil apapun untuk jatuh cinta pada gadis itu lagi. Gadis itu… seperti morfin yang mematikan. Narkoba pribadinya.

Dia bisa merasakan deru nafasnya yang perlahan menjadi normal dan otot-otot tubuhnya yang berangsur rileks, efek yang selalu didapatkannya setiap kali dia memeluk gadis itu. Efek yang hanya bisa diberikan oleh obat-obatan terlarang. Karena itu gadis ini selalu membuatnya kecanduan.

Kyuhyun menurunkan wajahnya dan menyapukan kecupan ringan di kening gadis itu, tersenyum di puncak kepalanya.

“Hai,” bisiknya pelan. “Senang bisa melihatmu lagi.”

SUMMER BLOSSOM

Standar

SUMMER BLOSSOM

FF WINNER FOR CHO HEE-KYUNG

Music:

Schubert – Serenade

Yoo Mi-Sook – Serenade

Nana Mouskouri – Serenade

==============================================================

What happens when he’s your prince charming, but you’re not his Cinderella?

==============================================================

HEE-KYUNG’S POV

Aku berjalan keluar dari rumahku dengan semangat penuh. Musim panas sudah datang, musim yang paling aku sukai dari 4 musim yang ada di Korea. Bukankah musim panas adalah musim yang paling indah? Bunga-bunga bermekaran dimana-mana, semua orang memakai baju berwarna-warni, bukan pakaian tebal membosankan seperti yang mereka pakai saat musim dingin. Ditambah lagi di musim panas sering terjadi hujan, walaupun aku lebih suka gerimis karena tidak terlalu membuat basah.

Aku menunduk dan melihat pakaian yang kukenakan hari ini. Tank-top berwarna oranye lembut dan cardigan berwarna kuning muda, plus rok kotak-kotak berwarna cokelat. Benar-benar warna musim panas.

Biasanya aku baru akan keluar rumah untuk bekerja pada malam hari. Aku bekerja sebagai pelayan di sebuah kafe di jalanan paling sibuk seantero Korea, Myeongdeong. Aku tinggal sendiri di kota ini karena orang tuaku tinggal di Busan. Setamat SMA, aku memilih untuk menetap di kota ini, mencari pekerjaan dan membiayai hidupku sendiri. Orang tuaku sudah cukup kerepotan tanpa harus ditambah dengan kecemasan mengenai hidupku, jadi lebih baik aku menyenangkan hati mereka saja. Dan musim panas kali ini aku memutuskan untuk mengambil shift dari siang sampai malam saat aku tidak ada kuliah siang.

Aku berlari menaiki bis yang baru saja berhenti di depan halte. Hanya tersisa satu kursi kosong dan aku bersyukur bahwa akulah satu-satunya yang naik di halte ini, jadi aku mendapatkan tempat duduk itu.

Aku menoleh ke arah pria yang duduk di sampingku. Dia menyandarkan kepalanya ke jendela bus dan menatap ke jalanan di luar. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, tapi aku rasa umur pria itu hanya berjarak 1 atau 2 tahun di atasku. Dan rupa wajahnya dari samping terlihat sangat tampan. Pria itu memiliki hidung mancung, bibir penuh, dan rahang yang tegas. Ada headset yang tergantung di telinganya, menandakan bahwa dia tidak ingin diganggu atau mungkin dia memang lebih senang mendengarkan musik dibandingkan mendengarkan hiruk-pikuk di sekelilingnya.

Pria itu mengenakan kemeja biru langit yang hanya dikancingkan sebagian, memperlihatkan kaus singlet putih yang dijadikannya sebagai dalaman. Sebuah tas ransel tergeletak di pangkuannya, sedangkan kakinya tertekuk di antara sela sempit kursinya dan kursi di depannya, menunjukkan bahwa dia adalah pria yang cukup tinggi. Dan rambut hitamnya terlihat sedikit berantakan karena sering disentuh. Secara keseluruhan, pria itu benar-benar sangat menarik.

Aku menyadari bahwa aku menghabiskan banyak waktu untuk memandanginya, padahal aku bukan jenis gadis yang suka memperhatikan orang lain. Terakhir kalinya aku memperhatikan seorang pria bahkan saat aku masih SMA, itupun hanya karena pria itu adalah kekasihku. Ngomong-ngomong tentang itu aku jadi teringat bahwa aku tidak pernah pacaran lagi sejak saat itu. Kedengarannya kehidupan percintaanku cukup menyedihkan.

Aku baru akan beranjak karena bus yang kutumpangi sudah sampai di depan halte tempat aku turun, saat tiba-tiba pria di sampingku juga bangkit berdiri sehingga aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Dan detik itu juga aku hanya bisa terpaku syok, akhirnya mengetahui apa yang orang sebut sebagai jatuh cinta pada pandangan pertama.

***

“YAK! Kenapa kau lama sekali, hah? Aku bahkan sudah menunggumu lebih dari setengah jam! Cuaca panas sekali! Kau tahu tidak?”

“Kau berisik!”

Aku melangkah perlahan, berusaha menetapkan jarak yang cukup dekat untuk mendengar percakapan mereka, tapi tidak terlalu dekat sampai mereka mengetahui bahwa aku menguping. Coba tebak apa yang aku lakukan sekarang. Aku mengikuti pria tadi. Benar, pria tadi. Pria yang saat turun dari bus langsung disambut oleh seorang gadis berpenampilan tomboy yang anehnya masih terlihat sangat cantik walaupun aku yakin tidak ada sentuhan make-up sedikitpun di wajahnya itu kecuali bedak, make-up paling standar di dunia. Apa… saat akhirnya aku menyukai seorang pria lagi, aku harus menyerah di menit berikutnya karena kehadiran gadis lain?

“Yak, Cho Kyuhyun, kau pikir menunggu itu menyenangkan?”

“Kalau bukan aku yang harus menunggu sepertinya itu cukup menyenangkan… Na~ya.”

Jadi namanya Kyuhyun? Cho Kyuhyun? Namanya bahkan terdengar bagus sekali.

“Aish, dalam waktu dekat kau pasti akan mati di tanganku!” timpal gadis itu sambil melayangkan pukulan yang cukup keras ke lengan Kyuhyun, membuat pria itu sedikit meringis kesakitan.

“Yak, Han Hye-Na! Berani sekali kau!”

Aku membulatkan mata saat tersadar bahwa mereka melangkah masuk ke dalam kafe tempatku bekerja. Apa itu berarti… hari ini hari keberuntunganku?

Mereka mengambil tempat di sudut di dekat jendela, tempat yang strategis, karena aku bisa memperhatikan mereka dari meja layan.

Aku bergegas masuk ke ruang ganti dan dengan tergesa-gesa mengambil celemek yang menjadi ciri khas kafe kami, kemudian berlari lagi ke ruang depan, mengambil buku menu dan menyerahkannya kepada dua orang itu. Untung saja belum ada pelayan lain yang mendahuluiku.

“Coffee latte dan tiramisu.”

Aku bahkan nyaris melonjak-lonjak saat mencatat pesanannya. Suara pria itu bagus sekali, terdengar berat dan menenangkan di saat yang bersamaan.

“Dua,” sahut gadis yang duduk di depannya, yang seingatku bernama… Hye-Na. Sepertinya. Aku tidak tahu apakah aku sudah memutuskan untuk membencinya atau tidak. Dia bahkan tidak mendongak sama sekali dari PSP yang sedang ditatapnya dengan penuh perhatian, atau boleh kubilang… penuh nafsu membunuh.

“Tidak boleh. Makanlah sesuatu yang lebih berat. Kau belum makan dari pagi, kan?”

“Apa urusannya denganmu? Kau bukan seseorang yang punya hak untuk mengatur apa yang harus kumakan!” ucap gadis itu sinis.

“Ngomong-ngomong, kalau kau mengalami amnesia lagi, aku ini sahabatmu, dan itu berarti aku mendapat hak penuh,” tandas Kyuhyun tajam. Dan anehnya, saat pria itu mengucapkan kata ‘sahabat’, aku merasa mimik wajahnya menunjukkan raut ketidaksukaan. Seolah pria itu sangat membenci statusnya di mata gadis itu. Kalau seandainya aku berusaha menutup mata, aku akan berpura-pura tidak melihatnya, tapi yang ada di pikiranku sekarang hanyalah bahwa pria ini, pria yang kusukai ini, menyukai gadis lain. Gadis yang sama sekali tidak menyadari perasaannya.

“Ganti tiramisu yang dipesannya dengan kimbab,” ujar Kyuhyun, terlihat puas saat gadis di depannya tidak menyuarakan penolakan sama sekali.

“Baik,” ucapku sambil membungkuk sopan sebelum beranjak pergi. Aku menyerahkan pesanan mereka ke dapur dan menunggu di balik meja layan.

“Hmm… aku mencium adanya bau cinta disini,” ujar Park Hae-Yeon, sahabatku yang juga mengambil shift yang sama denganku. Dia mengedip ke arahku dengan tatapan jahil. Dia tetanggaku, biasanya mengambil shift siang, dan menambahnya dengan shift malam selama musim panas.

“Mereka biasanya bertiga. Ada satu namja lagi. Namanya Lee Donghae. Dan mereka semua satu kampus dengan kita. Donghae sunbae bahkan satu jurusan. Aku dengar kita mengambil kelas Puisi yang sama dengannya. Hanya saja dia memang belum pernah masuk kelas.”

“Jenis nappeun namja?”

“Lebih buruk dari itu. Dia itu playboy kelas berat. Ada puluhan gadis yang sudah dikencaninya dan kemudian dicampakkannya begitu saja. Bahkan ada beberapa yang dikabarkan hamil, tapi tidak pernah ditindaklanjuti kebenarannya. Rekor pacarannya yang paling singkat adalah dua jam, aku dengar dia mencampakkan gadis itu karena gadis itu payah dalam berciuman. Dan rekor terlamanya adalah dua hari, itu jika dia tertarik untuk menarik gadis itu ke atas tempat tidur.”

“Apa dia berkuasa? Ayahnya pemilik kampus?” tanyaku dengan nada tidak suka.

“Kau benar. Ayahnya pemilik saham terbesar. Lebih tepatnya, ayah mereka bertiga adalah pemilik saham, hanya saja ayah Donghae sunbae-lah pemilik 40% saham, jadi dia yang paling berkuasa.”

“Dan membuatnya bisa bertindak seenaknya? Belum melihatnya saja aku sudah membencinya.”

“Coba kalau kau sudah melihat wajahnya. Dia tampan sekali, dan anehnya, wajahnya itu sepolos malaikat. Dan Kyuhyun sunbae yang terkenal dingin dan tidak pernah dekat dengan wanita manapun selain Hye-Na malah memiliki aura seperti setan.”

“Gadis itu lebih kecil dari kita?”

“Siapa? Hye-Na? Dia lebih kecil satu tahun dari kita. Mahasiswi baru. Dan langsung dibenci semua mahasiswi lain karena dia terlihat dekat dengan dua namja yang paling diinginkan seantero kampus.”

“Aku bahkan belum pernah mendengar tentang dua namja itu sama sekali.”

“Kau kan memang tidak pernah tertarik dengan gosip apapun, pantas saja kau tidak mengenal mereka,” tandas Hae-Yeon. “Jadi… kau menyukai Kyuhyun sunbae?”

Wajahku tanpa bisa dikendalikan mulai memerah, memperlihatkan dengan jelas jawabanku tanpa perlu kusuarakan secara langsung.

“Berhati-hatilah. Mungkin lebih baik kau menghentikannya sekarang.”

“Kenapa? Karena dia menyukai Hye-Na? Gadis itu sepertinya hanya menganggapnya sebagai sahabat.”

Hae-Yeon tersenyum prihatin ke arahku, sesuatu yang tidak kusukai.

“Bahkan baru sekali bertemu kau sudah bisa menebaknya dengan tepat? Aku terkadang heran bagaimana bisa Hye-Na berpura-pura tidak menyadari tatapan segamblang itu,” ujar Hae-Yeon sambil menggelengkan kepalanya. “Aku sudah memperhatikan mereka bertiga selama berbulan-bulan, Hee-Kyung~a. Mereka selalu kesini setiap makan siang. Dan aku bersedia mempertaruhkan gajiku selama sebulan bahwa Hye-Na juga memiliki perasaan yang sama dengan Kyuhyun sunbae. Hanya tunggu waktu sebelum mereka berdua mau mengakuinya. Kau yakin bisa masuk di tengah-tengah dua orang itu? Sebelum kau sakit hati, aku sarankan agar kau segera berhenti.”

“Tidak,” ujaru tegas. “Selama dia masih belum menjadi milik siapapun, aku tidak akan berhenti.”

***

“Apa namja itu yang bernama Lee Donghae?” tanyaku sambil mengedikkan dagu ke arah seorang namja yang baru saja duduk di meja yang ditempati Kyuhyun dan Hye-Na.

“Mmm,” gumam Hae-Yeon. “Tampan, kan?”

Yah, aku tidak mau mengatakan omong kosong bahwa namja itu tidak tampan dan Hae-Yeon memang benar, wajahnya tampak seperti malaikat tanpa dosa. Tidak heran ada begitu banyak gadis yang bersedia dicampakkan olehnya.

“Sudah pergi sana, tanya apa ada yang mau dia pesan.”

“Tidak mau. Kau saja.”

“Dari awal kan kau yang melayani meja mereka. Lagipula apa kau mau melewatkan kesempatan melihat wajah Kyuhyun sunbae dari dekat lagi?”

Aku mengerang pelan. Gadis satu ini tahu saja kelemahanku.

***

DONGHAE’S POV

Aku memarkirkan mobil di pelataran kafe yang cukup sepi dan langsung meloncat turun, setengah berlari masuk ke dalam kafe. Kira-kira, aku sudah terlambat 15 menit dari jadwal pertemuan yang sudah dijanjikan, dan mengingat kedua orang itu selalu tepat waktu, aku mendadak mual membayangkan pelototan yang akan kudapatkan nanti. Mereka berdua benar-benar pasangan yang mengerikan.

Aku melemparkan senyum kepada seorang gadis yang cukup cantik di dekat pintu masuk. Gadis itu hanya duduk sendiri dan mengirimkan pandangan bahwa dia tidak akan keberatan jika aku menawarkan diri untuk duduk bersamanya. Tentu saja itu akan aku lakukan jika aku tidak punya janji dengan dua setan menyeramkan itu.

Oh, baiklah, sudah jelas sekali kan kalau aku ini pria macam apa? Aku tidak mau bersusah-payah mengingkari kenyataan itu. Untuk apa? Itu malah sesuatu yang membanggakan. Aku mencintai wanita dan sangat mengagumi mereka. Apalagi jika wanita itu cantik dan menyenangkan. Sayangnya, aku belum menemukan satu wanita cerdas pun yang bisa memahami setiap topik yang aku bicarakan. Satu-satunya yang memenuhi setiap kriteria wanita sempurna idamanku hanya Hye-Na, dan jelas bahwa aku sudah mengurungkan niatku dari awal untuk mendekatinya. Aku tidak akan mengejar buruan sahabatku sendiri. Kyuhyun pasti akan melakukan segala cara untuk menjauhkanku dari Hye-Na, yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, mengingat gadis itu tidak menunjukkan minat sedikitpun terhadapku. Jadi sejauh ini aku harus memuaskan diri dengan mendekati setiap wanita yang cukup menarik, lalu meninggalkan mereka jika mereka tidak sesuai harapan. Ada begitu banyak wanita yang membenciku, tapi ada lebih banyak lagi yang bersedia jatuh ke pelukanku. Bukan hal yang sulit.

“Kau pikir kau Tuan Besar sehingga punya hak untuk datang kapanpun kau mau?” sambut Hye-Na saat aku baru saja menjatuhkan tubuhku ke atas kursi.

“Gadis mana lagi yang baru kau campakkan?” ujar Kyuhyun tanpa menunjukkan minat sedikitpun.

“Salah satu dosenku,” ucapku sambil tersenyum, tahu bahwa aku baru saja mendapatkan perhatian Hye-Na. Kami berdua satu jurusan, kecuali Kyuhyun yang memilih jurusan musik.

“Yang mana?” sentak gadis itu tajam.

“Lee Soo-He.”

“Dan kau masih punya muka untuk masuk ke kelasnya?”

“Tentu saja,” jawabku santai. “Dia sudah berjanji padaku bahwa dia tidak akan menggagalkanku di kelasnya hanya karena aku mencampakkannya. Dan aku tidak heran kenapa wanita secantik dia belum menikah. Dia pencium yang buruk. Dan masih perawan.”

“Dan kau mencampakkannya hanya karena dia tidak bersedia kau tiduri?” dengus Kyuhyun.

“Tidak juga. Dia memang pintar, tapi aku mendapatkan tanda-tanda bahwa dia ingin menarikku ke altar.”

Kyuhyun tertawa keras dan mendapatkan lirikan tajam dari Hye-Na.

“Itu bukan sesuatu yang harus kau tertawakan, bodoh!” sentak gaadis itu marah.

“Aku hanya penasaran wanita mana yang akan berhasil menarikmu ke altar.”

“Nah, yang seperti itu juga lumayan,” ujarku sambil mengerling ke arah salah seorang pelayan yang melangkah ke arah meja kami. Gadis itu cantik dan kelihatan cukup terpelajar. Lagipula kakinya sangat indah.

“Selamat siang, apa Anda sudah memutuskan ingin memesan sesuatu?”

“Apa kau tidak termasuk dalam daftar menu?”

Aku mendengar Hye-Na menghela nafas keras tapi tidak memedulikannya sama sekali. Aku malah memfokuskan pandangan ke arah gadis pelayan itu. Dia tampak manis dalam balutan pakaian musim panasnya yang terang benderang, seperti sinar matahari. Warnanya maksudku.

Sial! Hae-Yeon benar! Pria ini benar-benar tidak bisa melihat makhluk berjenis kelamin perempuan! Apa dia tidak bisa menghentikan mulut penuh rayuannya itu sebentar saja? Dia bahkan berani menggodaku yang jelas-jelas seorang pelayan! Benar-benar tidak tahu sopan-santun!

Aku tersentak kaget saat mendengar rentetan kalimat yang seperti disemburkan langsung ke mukaku tapi juga terdengar seperti gaung, seolah suara itu berasal dari otakku sendiri. Dan aku merasa sangat tidak waras saat menyadari bahwa aku baru saja membaca pikiran gadis pelayan di depanku.

“Siapa Hae-Yeon?” tanyaku, memastikan tebakan tidak masuk akal yang terlintas di benakku. Dan benar saja, gadis itu tampak terkesiap kaget, seolah aku baru saja merangsek masuk ke dalam pikirannya. Dan aku memang sedang melakukannya.

Bagaimana pria itu tahu apa yang baru saja aku pikirkan? Darimana dia tahu nama Hae-Yeon? Astaga, pria ini bukan seorang peramal yang bisa membaca pikiran, kan?

“Tidak, aku bukan peramal, tapi sialnya, aku memang bisa membaca pikiranmu.”

“Heh, Lee Donghae, apa itu jurus barumu untuk menarik perhatian seorang gadis? Itu sama sekali tidak lucu, kau tahu?” sela Kyuhyun dengan tatapan memperingatkan.

Aku sama sekali tidak memedulikannya. Aku hanya ingin tahu….

Benar, pasti itu hanya tekhnik barunya untuk menarik perhatianku saja. Apa dia pikir aku akan jatuh ke pelukannya seperti gadis-gadis lainnya? Bodoh sekali dia karena berpikir begitu. Lihat, jelas bahwa sahabatnya jauh lebih baik dan punya otak. Tidak salah kan kalau aku menyukainya? Tidak seperti pria bernama Lee Donghae yang tidak punya sopan santun ini.

Jadi kenapa aku bisa membaca pikiran gadis yang jelas-jelas membenciku dan tertarik pada sahabatku sendiri? Menggelikan! Bagaimana bisa aku terjebak dalam situasi bodoh seperti ini?

Aku mendorong kursiku ke belakang dengan suara keras dan bangkit berdiri, tanpa berkata apa-apa meninggalkan ketiga orang itu. Aku harus tahu apa yang sedang terjadi. Di duniaku yang normal, tidak ada sesuatu yang tidak masuk akal seperti membaca pikiran. Dan aku harus tahu kenapa. Kenapa hanya gadis itu saja? Di antara begitu banyak gadis, kenapa hanya satu orang yang bisa aku baca pikirannya dan kenapa harus gadis itu? Kenapa harus seorang gadis yang tidak menyukaiku?

***

“Jadi kau terlambat menemukan takdirmu?”

Aku mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan ayahku. Aku memang langsung ke kantornya setelah kabur dari kafe dan menyerangnya dengan pertanyaan bertubi-tubi.

“Apa maksud pertanyaan itu?”

“Kau tidak ingat bahwa aku pernah menanyaimu saat ulang tahunmu yang ketujuh belas? Aku bertanya apakah ada sesuatu yang aneh dan tidak masuk akal sedang terjadi. Kau bilang tidak ada dan kau juga tidak bertanya lebih jauh, jadi aku tidak punya kesempatan untuk menjelaskan.”

“Jadi… ayah punya penjelasan yang masuk akal untuk ini semua?” tanyaku sangsi.

“Tidak juga. Kau pikir apa yang masuk akal dari membaca pikiran seorang wanita?”

Aku berhenti berkacak pinggang di depannya dan memilih duduk di atas kursi yang tersedia di depan meja kerjanya.

“Aku mendengarkan,” putusku, berharap bisa segera terbebas dari semua ketidakwarasan ini.

“Sebenarnya itu kemampuan turun-temurun, melampaui tiap satu generasi. Kakekmu menjelaskan kepadaku, berharap aku bisa menjelaskannya padamu. Kekuatan membaca pikiran itu hanya muncul saat kau bertemu dengan takdirmu. Kau bisa membaca pikiran seorang wanita dan itu berarti wanita itulah yang akan menjadi pendampingmu seumur hidup. Tidak ada yang tahu asal-usul kekuatan ini, setiap orang yang mengalaminya hanya menerimanya saja dengan senang hati. Bukankah menyenangkan kau bisa tahu yang mana takdirmu tanpa perlu kebingungan mencarinya?”

Aku bergerak gelisah di kursiku. Apa yang baru saja ayahku katakan? Takdir? Pendamping seumur hidup? Omong kosong macam apa itu?

“Apa tidak ada cara untuk menghentikannya?”

Ayahku menatapku sesaat sebelum menjawab.

“Ada. Kekuatan itu akan hilang saat wanita itu berkata bahwa dia mencintaimu. Tanpa paksaan dan atas kemauannya sendiri.” Ayahku melipat tangannya di atas meja dan mencondongkan tubuh. “Jadi beritahu appa, kenapa kau ingin kekuatan itu menghilang? Apa gadis itu tidak sesuai dengan seleramu? Kau tidak menyukainya?”

“Bukan begitu,” ucapku setengah hati. “Aku baru bertemu gadis itu hari ini dan sepertinya dia sudah mendengar hal-hal yang buruk tentangku. Bukan aku yang tidak menyukainya, tapi dia yang membenciku. Dan sepertinya dia menyukai Kyuhyun.”

“Tentu saja gadis baik-baik tidak akan menyukaimu. Kau suka bergonta-ganti wanita, apa yang bisa diharapkan dari pria sepertimu?”

“Appa memata-mataiku, ya?” tanyaku curiga.

“Tidak. Tapi kau mengencani sekretarisku dan dia mengundurkan diri karena merasa tidak enak padaku. Untung saja aku masih bisa mempertahankannya. Kerjanya bagus, kau tahu? Lain kali tolong jangan ganggu karyawanku. Mengerti?”

Aku tidak menjawab. Tentu saja sulit memenuhi permintaan seperti itu. Radarku selalu bekerja lebih cepat dari otakku kalau sudah menyangkut wanita cantik.

“Mulai sekarang hentikanlah sifat Cassanova-mu itu. Kau tidak perlu mencari gadis lain lagi karena kau sudah menemukan takdirmu. Tidak ada lagi gadis yang lebih pantas untuk mendampingimu selain gadis itu.”

“Tidak peduli apakah dia menyukaimu atau tidak, kau harus mengubah pikirannya,” lanjut ayahku saat aku tidak berkomentar apa-apa.

Aku menghela nafas kemudian mengedikkan bahu santai. “Akan kupikirkan.”

***

Untung saja kaca kafe itu transparan dan untung saja kaca mobilku gelap, jadi aku bisa dengan leluasa memandang ke arah kafe dari dalam mobilku tanpa ketahuan. Gadis itu masih bekerja. Sepertinya dia baru kali ini mengambil shift siang, makanya aku baru bertemu dengannya. Dan sepertinya dia juga melanjutkan dengan shift malam. Tipe mandiri dan pekerja keras?

Aku mengetuk-ngetukkan jari ke dashboard mobil. Sudah dua jam aku melakukan pengintaian ini dan tidak tahu kenapa aku melakukannya. Tapi cukup berguna, karena aku jadi bisa mempelajari seperti apa gadis itu sebenarnya. Dia gadis yang baik, ramah, dan jelas bahwa satu-satunya orang yang tidak disukainya hanya aku saja. Dia membalas senyuman semua pelanggan pria dengan manis, jadi kenapa dia malah melotot kepadaku?

Aku keluar dari mobil saat semua pegawai kafe keluar dari pintu depan. Salah seorang dari mereka mengunci pintu dan aku melihat gadis itu berjalan bersisian dengan seorang agdis lainnya. Sepertinya itu gadis yang bernama Hae-Yeon.

“Kyung~a, bisa kita bicara sebentar?” tanyaku, membuat gadis itu menghentikan langkahnya kaget.

“Darimana kau tahu namaku?” tanyanya defensif.

“Karena itu kita harus bicara,” ujarku tenang.

Dia menatapku sangsi dan menggeleng. “Aku rasa tidak ada yang perlu kita bicarakan,” putusnya sambil berjalan melewatiku. Aku dengan cepat mengunci mobilku dan setengah berlari menjejeri langkahnya.

“Hee-Kyung~a, kau tidak apa-apa berjalan ke halte sendirian?” tanya Hae-Yeon sambil melirikku.

“Tidak apa-apa. Kau pulang saja,” ucapnya sambil melambaikan tangan dan berjalan ke arah berlawanan.

“Kau tidak penasaran kenapa aku bisa membaca pikiranmu?” kejarku.

“Kau tidak bisa membaca pikiranku,” ucapnya dengan nada tegas tanpa menoleh ke arahku sama sekali.

Apa pria ini tidak bisa meninggalkanku sendiri? Menyebalkan!

“Sekarang kau ingin aku meninggalkanmu sendirian, kan? Dan kau berpikir bahwa aku menyebalkan.”

“Berhentilah mencoba menebak-nebak isi otakku!” serunya kesal.

“Aku tidak menebak-nebak. Aku memang bisa membaca pikiranmu.”

“Terserah kaulah,” ucapnya tak peduli, dan tiba-tiba saja dia sudah berlari kencang dan menyelip masuk ke dalam bus yang baru saja berhenti di halte. Aku terpana sesaat sebelum ikut berlari dan berhasil naik di detik-detik terakhir saat pintu bergeser menutup. Aku melihat gadis itu duduk di bagian belakang dan bergegas menghampirinya.

“Kau tidak akan melepaskanku, ya?” ujarnya sinis, memalingkan wajahnya ke jendela.

“Di keluargaku, melangkahi setiap satu keturunan, para pria mendapat kekuatan untuk membaca pikiran takdirnya. Kami semua mendapat kekuatan itu saat berumur 17 tahun, tapi tidak sadar bahwa kami memiliki kekuatan itu sampai kami menemukan takdir kami sendiri. Dan aku baru mengetahuinya tadi siang.”

Akhirnya aku mengucapkan sesuatu yang cukup menarik untuk mendapatkan perhatiannya, karena kemudian dia menoleh ke arahku, walaupun masih dengan wajah tanpa ekspresi.

“Kau serius, ya?” tanyanya enggan. “Apa yang sedang aku pikirkan sekarang?”

Kau pria brengsek tidak berperasaan yang suka sekali menyakiti hati para gadis!

“Haruskah kau memikirkan kalimat seperti itu?” ujarku sambil sedikit meringis. Dia sama sekali tidak menanggapiku, hanya menatapku datar, meminta bukti dari ucapanku tadi. “Kau bilang aku pria brengsek tidak berperasaan yang suka sekali menyakiti hati para gadis.”

Aku tersenyum puas saat melihat matanya membulat tak percaya.

“Kita ditakdirkan bersama. Lucu, kan? Aku ditakdirkan hidup bersama seorang gadis yang bahkan tidak menyukaiku sama sekali.”

“Bagus kalau kau tahu,” ucapnya sinis, tapi aku tahu bahwa ada pergolakan dalam dirinya sendiri. Mengetahui bahwa ada seseorang yang bisa membaca pikiranmu, menjadi takdirmu, dan jelas adalah orang yang sangat tidak kau sukai, bukanlah sesuatu yang menyenangkan.

Dia memalingkan wajahnya lagi dan mengeluarkan sebuah MP3 player dari dalam tasnya. Aku mengerutkan kening saat merasa mengenali benda itu. Benda itu hanya ada dua di dunia karena itu buatan khusus, hanya berbeda warna saja. Dan setahuku, MP3 player dalam genggaman gadis itu adalah milik Kyuhyun.

“Apa itu milik Kyuhyun?” tanyaku tanpa berpikir.

Gadis itu mengernyit sesaat sebelum akhirnya mengangguk. “Dia menjatuhkannya tadi di bawah kursi kafe dan aku memungutnya. Aku berencana mengembalikan benda ini besok.”

“Biar aku saja yang mengembalikannya,” tawarku.

Dan membiarkanmu merusak rencanaku untuk berbicara langsung dengan Kyuhyun sunbae?

“Kau menyukainya, ya?” tanyaku dengan nada tidak suka.

“Memangnya apa yang kau harapkan? Aku menyukaimu?”

“Bisa tidak kau berhenti menggunakan nada sinis itu padaku?”

Dia tidak menjawab dan malah memasang headset ke telinganya, memainkan lagu dari MP3 pria yang disukainya itu. Dan tanpa tahu malu, aku merebut salah satu headset-nya dan memasangkannya ke telingaku sendiri.

Lagu Serenade yang awalnya hanya instrument tanpa lirik ciptaan Schubert dan dinyanyikan ulang oleh penyanyi seriosa Korea, Yoo Mi-Sook, mengalun pelan di telingaku. Aku tahu apa saja daftar lagu di playlist Kyuhyun. Diam-diam pria itu menyalin semua daftar lagu dari MP3 Hye-Na ke miliknya sendiri dan bersikap seolah tidak tahu apa-apa. Tidak heran kalau dia selalu berusaha menjauhkan benda ini dari gadis kesayangannya itu.

“Kau baru saja berpikir bahwa kau ingin memindahkan semua lagu ini ke ponselmu, kan? Apa kau tahu kenapa Kyuhyun menyukai lagu-lagu ini?”

Dia menatapku dengan tatapan kesal, tapi aku melanjutkan ucapanku tanpa memedulikannya sama sekali.

“Karena Hye-Na menyukai lagu-lagu ini, makanya pria yang kau sukai itu juga menyukainya. Apa sekarang kau masih tertarik juga padanya?”

“Bukan urusanmu!” sergahnya tajam, tapi aku tahu bahwa dia mulai berpikir ulang tentang cintanya yang baru dimulai. Dia baru menyukai Kyuhyun hari ini, kan? Perasaannya jelas masih dangkal, dan aku bisa mengubah pikirannya segera. Dia harus mulai melihat ke arahku. Dan kemudian jatuh cinta padaku. Bukankah jika sudah ditakdirkan bersama, cinta juga termasuk di dalamnya?

***

HEE-KYUNG’S POV

I get the best feeling in the world when you say hi or even smile at me because I know, even if it’s just for a second, that I’ve crossed your mind.

Aku bergegas mempercepat langkahku saat melihat Kyuhyun sunbae yang berjalan ke arahku dengan wajah menunduk. Dia pasti baru mengantarkan Hye-Na ke kelas. Memangnya apa lagi yang dilakukan pria itu di gedung fakultasku kalau bukan itu?

“Sunbae,” panggilku sambil membungkukkan tubuh, menunjukkan sopan-santunku.

“Ne?” Dia menatapku lama dan kemudian berkata ragu. “Kau… pelayan di kafe kemarin, kan?”

Astaga! Apa dia baru saja mengatakan bahwa dia mengingat wajahku?

Aku mengangguk penuh semangat, sebelum teringat bahwa ada sesuatu yang harus kuberikan padanya.

“Ng… sunbae, kemarin kau menjatuhkan MP3 player-mu di kafe dan aku memungutnya. Ini.” Aku menyodorkan benda miliknya yang dari tadi terus-terusan kupegang. Dia melihat benda itu sesaat kemudian tersenyum.

“Gomaweo,” ucapnya sambil memasukkan MP3 itu ke dalam tasnya. Aigoo, apa tidak bisa sekali saja dia tersenyum? Wajahnya itu dingin sekali.

“Aku masih ada kuliah. Sampai jumpa,” pamitnya, dan pergi begitu saja. Lagi-lagi tanpa senyum, tidak melambai, dan tidak menoleh ke arahku sama sekali setelah dia berlalu. Yang kulihat malah Donghae yang baru saja muncul di koridor. Dia menyapa Kyuhyun sekilas dan melambai ke arahku dengan senyum lebar di wajah. Sebenarnya, dia itu terlihat kekanak-kanakan sekali. Semalam bahkan dia memaksa menemaniku sampai ke rumah, seolah dengan begitu dia bisa membuatku naksir padanya.

“KYUUUUUUUUUUUNG!!!” serunya sambil berlari menghampiriku.

Aish, nama panggilan macam apa itu? Membuatku malu saja!

“Jangan panggil aku seperti itu!” gerutuku. Langkahku langsung terhenti saat dia merangkul bahuku dengan tiba-tiba dan menarik tubuhku sampai menempel ke sisi tubuhnya.

“Apa-apaan kau?”

“Mau memamerkanmu.”

“APA?” seruku keras, membuat jumlah orang yang sudah menonton kami menjadi semakin banyak.

“Nah, jadi semua orang sekarang sudah tahu bahwa kau milikku dan aku juga milikmu.”

Aku mendengus dan memandangnya dengan tatapan bosan.

“Sejak kapan kau menjadi milik seseorang? Bukannya kau datang dan pergi kapan pun kau mau?”

“Sekarang tidak,” ucapnya dengan raut wajah yang tiba-tiba menjadi serius. “Aku tidak akan pergi sesukaku lagi,” lanjutnya. “Dan bukannya kau yang mau kabur dariku?” tukasnya dengan bibir cemberut.

Dan kenapa jantungku malah berdetak kencang? Tidak setia kawan sama sekali!

***

AUTHOR’S POV

Hee-Kyung mengaduk-aduk teh di depannya tanpa fokus. Konsentrasinya tercurah kepada dua orang yang duduk di sudut. Ini hari kelimanya mengambil shift siang, hari kelima dia menahan iri melihat kedua orang yang sama sekali tidak sadar bahwa mereka sedang diperhatikan itu.

Hye-Na sibuk mengalahkan lawannya di PSP yang sepertinya kuat sekali karena gadis itu tidak hentinya menggumam tidak jelas dengan nafsu membunuh terpancar dari matanya, sedangkan Kyuhyun memegang benda yang sama, hanya saja pria itu tidak memainkannya. Matanya terarah pada gadis di depannya itu, memandangi wajah gadis itu seolah itu adalah pemandangan terindah di dunia. Dan Hee-Kyung menyadari bahwa dia sudah kalah telak tanpa memulai pertandingannya, peringatan keras agar dia segera menghentikan perasaannya pada pria itu. Hanya lima hari, dan dia langsung menyerah.

Benar, memangnya apa yang bisa dia harapkan dari pria yang jelas sedang tergila-gila pada gadis lain?

“Kyuuuuuuuuuuuung!!!!”

Suara itu lagi.

Hee-Kyung membenamkan wajahnya ke lengannya yang terlipat di atas meja. Dia sepertinya mendengar suara itu dimana-mana, bahkan saat pria itu tidak ada di dekatnya. Benar-benar berisik! Sejak kapan namanya terdengar sejelek itu?

“Kyung Kyung Kyung! Annyeong!”

“Yak, Lee Donghae! Berhenti memanggil namaku seperti itu!”

Dia sudah kehilangan energi untuk menyuruh pria itu enyah sejak dua hari yang lalu. Pria itu selalu saja mengikutinya kemana-mana, menungguinya sampai pulang bekerja, kemudian naik bus bersamanya, mengantarnya sampai ke depan pintu rumah. Pria itu lebih bersikap seperti pesuruh yang patuh daripada seorang pria yang sedang berusaha mendapatkan cintanya.

“Berhentilah menatap Kyu,” ujaar Donghae sambil mencondongkan tubuhnya, menyejajarkan wajahnya dengan wajah gadis itu. Hee-Kyung heran setengah mati bagaimana bisa pria itu merubah kepribadiannya dengan amat sangat mendadak. Satu detik yang lalu dia bertingkah kekanak-kanakan, satu detik kemudian dia malah terlihat begitu serius, seolah dia sedang menggantungkan hidupnya sendiri pada jawaban Hee-Kyung.

“Kau tidak bisa menatapku saja?”

Hee-Kyung merasakan wajahnya memanas mendengar ucapan pria itu. Dia mengumpat dalam hati, mengutuki ketidak-konsistenan saraf-saraf tubuhnya.

“Lagipula apa sih yang kau lihat dari pria dingin tanpa ekspresi seperti itu? Aku kan lebih tampan!”

Nah, lihat saja itu! Pikirannya langsung saja terbukti! Pria di depannya itu ajaib!

“Aku tidak ajaib! Aku kan hanya menyampaikan fakta!”

Satu keburukan lagi. Pria itu bisa membaca pikirannya, dan itu membuatnya kesal setengah mati! Seperti ditelanjangi di tempat umum. Dia harus berusaha keras untuk membenahi pikirannya. Dia tidak akan membiarkan pria itu tahu bahwa dia mulai sedikit, hanya sedikit, terbiasa dengan kehadiran pria itu. Terang saja, pria itu suka sekali muncul tiba-tiba, merecokinya, membuatnya kesal, kemudian menerbangkannya ke awang-awang. Dia….

“Kau mulai menyukaiku, ya?” seru Donghae dengan wajah berbinar-binar.

Aish sial, jangan bilang pikirannya berhasil dibaca pria itu lagi!

***

HEE-KYUNG’S POV

Aku memangku tanganku ke dagu dan menatap dosen yang sedang memberi penjelasan di depan dengan pandangan bosan. Sesekali tanganku bergerak untuk mencoret-coret kertas, membuat bentuk-bentuk aneh yang tidak beraturan.

Aku menatap Donghae yang duduk di sampingku dengan mata mendelik kesal saat sebuah kertas dengan sengaja dilemparkan ke atas mejaku. Dia tersenyum dan memberi tanda dengan tangannya agar aku membuka kertas itu.

Baik, anggap saja aku memang tidak ada kegiatan lain sehingga tidak keberatan membaca entah apa yang tertulis di kertasnya itu. Awas saja kalau dia mencoba merayuku lagi!

Should I compare you to a summer’s day?

Although you are much more lovely and gentle

(Haruskah aku membandingkanmu dengan hari-hari di musim panas?

Meskipun kau lebih indah dan lemah lembut)

Violent winds destroy the beautiful buds of the May flower

And summer is too short

Sometimes the sun shines too hot, and

Sometimes his glory is too bright that dims our visions

(Angin yang bengis memusnahkan kuncup-kuncup bunga di bulan Mei

Dan musim panas terasa begitu singkat

Terkadang matahari bersinar begitu panas, dan

Terkadang cahayanya terlalu menyilaukan sehingga menyuramkan penglihatan kita)

Normally beauty will fade because of the change of time and nature

But your beauty will not fade nor will you lose possession of your fairness

Death can’t boast that you’re wondering in his shadow

You will last forever with the lines of this poem

As long as men live or eyes can see,

This poem will exist and so will you

(Normalnya, kecantikan akan pudar digerus perubahan waktu dan sifat

Tapi kecantikanmu tidak akan memudar meskipun kau kehilangan kemudaanmu

Kematian tidak bisa membual bahwa kau berada dalam bayangannya

Karena kau akan bertahan selamanya di dalam barisan puisi ini

Selama manusia hidup atau selama mata masih bisa melihat

Puisi ini akan tetap hidup, begitu juga kau….)

Jadi… darimana pria itu tahu bahwa ini adalah puisi kesukaanku? Aku rasa aku tidak memikirkan apa-apa tentang puisi ini sejak aku bertemu dengannya, jadi mustahil jika pria itu membacanya dari pikiranku. Atau… hanya karena ini adalah musim panas?

Aku menoleh ke arahnya lagi dan kali ini dia membuat gerakan agar aku membalik kertas itu. Ada sebaris tulisan di belakangnya.

Wanna have a date? With me?

Dan aku tidak yakin apakah karena aku tersentuh membaca puisi yang dia tulis ulang dengan tangan, menunjukkan bahwa besar kemungkinan dia menyukai puisi itu juga sehingga menghapalnya di luar kepala, atau entah karena senyumnya yang manis, atau karena aku baru menyadari daya tariknya beberapa hari terakhir, sehingga aku menganggukkan kepala mengiyakan ajakannya.

***

AUTHOR’S POV

“Kau mau mengajakku kemana?” tanya Hee-Kyung penasaran. Dia membiarkan Donghae menggenggam tangannya, merasa aneh saat mengetahui bahwa dia menyukai cara pria itu menyentuhnya. Hati-hati dan sangat ringan, seolah-olah pria itu sedang mengetes reaksinya terhadap sentuhan pria itu di kulitnya. Dia tidak habis pikir, bagaimana mungkin seorang Lee Donghae terlihat tidak terlalu percaya diri seperti biasanya.

“Aku harus membelikan sepatu dulu untukmu.”

“Mwo?” seru gadis itu kaget. “Mian, tapi aku tidak bisa….”

“Tenanglah. Aku hanya ingin membelikanmu sepatu kets biasa. Sepatu yang kau pakai sekarang akan membuatmu kesusahan di tempat yang kita tuju nanti,” ucap pria itu menenangkan sambil menarik Hee-Kyung memasuki sebuah toko sepatu.

Donghae mendudukkan gadis itu ke atas kursi dan menghilang di balik rak-rak sepatu. Dia kembali beberapa saat kemudian dengan sebuah sepatu kets di tangannya. Pria itu berjongkok di depan Hee-Kyung dan melepaskan sepatu yang dipakai gadis itu dari kakinya. Dia kemudian memasangkan sepatu kets pilihannya dan mengikat tiap talinya dengan rapi.

“Aku tidak perlu membaca pikiranmu kan untuk tahu ukuran kakimu?” ucap pria itu sambil tersenyum lebar. “Tunggu sebentar disini. Aku akan membayarnya, lalu kita berangkat.”

***

If you love two people at the same time, choose the second one, because if you really loved the first one you wouldn’t have fallen for the second.

Pria itu membawanya ke pinggiran kota, tempat pemandangan masih terlihat begitu asri dan udara masih sangat segar untuk dihirup. Tempat itu merupakan wilayah perkebunan yang cukup luas dan Donghae membawanya ke bagian sebelah utara, area ladang kentang manis yang sudah siap untuk dipanen.

Mereka menghabiskan satu jam mengasyikkan dengan memetik kentang bersama, lalu beristirahat di rumah salah satu petani disana dan menikmati kentang manis rebus yang terasa begitu nikmat, sambil mempelajari cara membuat liontin kalung dari tanah liat. Selama menunggu kedua liontin itu kering, mereka pergi menangkap ikan ke danau untuk dimasak sebagai makan siang. Dan Hee-Kyung sama sekali tidak bisa mempercayai penglihatannya saat seorang Lee Donghae dengan semangat melipat lengan kemejanya sampai ke siku dengan celana jins yang sudah digulung sampai batas lutut, melompat masuk ke dalam air sungai yang begitu jernih, memperlihatkan pemandangan di bawah permukaannya. Donghae memegang sebuah tombak dari kayu yang sudah diruncingkan kemudian mulai berusaha menangkap ikan-ikan besar yang berenang disana. Pria itu gagal dalam beberapa kali percobaan, membuat Hee-Kyung tertawa keras sambil berseru mengejeknya.

“Lebih baik kau kesini daripada mengejekku terus! Kau mau makan siang tidak?”

Hee-Kyung tertawa geli dan melompat masuk ke dalam air, mencipratkan tetes-tetes air ke wajah dan tubuh Donghae sehingga pria itu mengeluarkan gerutuan kesal dan balas menghempaskan kakinya ke air, memberikan efek yang persis sama terhadap gadis itu. Mereka melakukan hal itu selama beberapa saat dan baru berhenti ketika seekor ikan besar berhasil ditangkap oleh Donghae. Pria itu memasang pose superior kemudian semakin percaya diri untuk menangkap buruan berikutnya. Kali ini hanya membutuhkan waktu lima menit saja untuk mendapatkan seekor ikan lagi.

Donghae meninggalkan Hee-Kyung untuk meminta kayu bakar dan bumbu-bumbu yang diperlukan untuk membakar ikan ke rumah petani yang mereka singgahi tadi, sedangkan gadis itu sibuk membersihkan dua ekor ikan yang sudah ditangkap Donghae tadi.

Mereka mulai sibuk mempersiapkan segala hal untuk membuat ikan bakar setelah Donghae kembali. Membutuhkan waktu satu jam lebih untuk menghasilkan masakan yang bisa mereka makan, sesuatu yang membuat rasa puas terpancar dari wajah mereka berdua.

“Itu masih panas,” seru Donghae. Terlambat, karena Hee-Kyung sudah memasukkan potongan ikan bakar itu ke dalam mulutnya. Langsung saja gadis itu membuka mulutnya lebar-lebar karena kepanasan, dan Donghae dengan refleks mengulurkan tangannya, memberi tanda agar Hee-Kyung meludahkan daging ikan itu ke telapak tangannya.

“Lidahmu bisa terbakar tahu!” gerutu pria itu sambil menyodorkan tisu dan sebotol air.

Hee-Kyung terpana melihat bagaimana pria itu memperlakukannya. Taanpa rasa jijik sedikitpun dan jelas kesal karena gadis itu membahayakan dirinya sendiri.

Dan saat itu… dia bisa melihat apa yang wanita lain lihat dari pria itu. Pria itu memang memiliki penampilan yang sangat mengagumkan, tapi caranya memperlakukan wanita yang disukainya jauh lebih mengagumkan lagi. Dan… dia tidak bisa memutuskan apakah dia akan menjadi wanita-wanita lain juga. Tergila-gila setengah mati pada seorang Lee Donghae.

***

Hee-Kyung menggerak-gerakkan kaki merasakan tekstur rumput yang terasa kesat di telapak kakinya. Dia berbaring sambil menghadap ke atas, ke arah langit yang terlihat cerah karena pancaran sinar matahari, menghirup dalam-dalam aroma familiar musim panas yang disukainya.

Donghae menoleh ke arah gadis itu, bertanya-tanya dalam hati apakah gadis itu masih ingat bahwa dia masih bisa membaca pikirannya, karena sepertinya gadis itu merasa bebas sekali, memikirkan hal-hal menyenangkan yang disukainya, seolah tidak keberatan jika Donghae bisa mengetahui semuanya.

Pria itu mengulurkan tangannya perlahan, merengkuh kepala gadis itu sampai berbaring di atas lengannya, kemudian menarik tubuhnya mendekat. Gadis itu tidak mengatakan apa-apa, dan juga tidak memikirkan apa-apa, membuat rasa lega nyaris membludak di dada pria itu.

“Kyung~a…” panggilnya dengan nada pelan, terdengar sedikit ragu.

Gadis itu memalingkan wajah ke arahnya. Ada seulas senyum di bibir tipisnya. Senyum pertama yang diberikan gadis itu untuknya. Wajah cerah pertama yang diperlihatkan gadis itu untuknya. Dan saat itu… yang dipikirkannya hanyalah betapa berkilauannya gadis itu di bawah siraman cahaya matahari yang menusuk. Betapa gadis itu terlihat cantik di matanya, dan betapa yakinnya dia bahwa saat itu dia tidak butuh apa-apa lagi, dia tidak ingin mencari gadis lain lagi.

“Mmm?”

Kata itu terasa begitu berat untuk dikatakan, karena belum pernah diucapkannya kepada gadis manapun. Karena memang tidak ada gadis lain yang membuatnya berpikir untuk mengucapkannya. Dan saat ini, dia begitu ingin memberitahu gadis itu, bahwa untuk pertama kalinya ada seorang gadis yang membuatnya terpesona sampai nyaris gila, bahwa ada seorang gadis yang baru dikenalnya beberapa hari, tapi berhasil melintas di benaknya seperti bayangan menyebalkan yang tidak bisa diusir pergi. Bahwa ada gadis yang membuatnya berpikir tentang sebuah rancangan masa depan yang membutuhkan gadis itu sebagai pelengkapnya. Bahwa dia….

“Saranghae.”

Hee-Kyung mengerjapkan mata kaget. Dia menyukai ide pria itu untuk mengajaknya jalan-jalan. Dia juga menyukai cara pria itu memperlakukannya. Tapi saat pria itu mengucapkan kata tersebut, dia jadi mempertanyakan perasaannya sendiri.

Apa semudah itu? Apa secepat itu?

Dia tidak bisa menjawab, tapi yang ada di pikirannya saat itu … bagaimana pria itu hanya membutuhkan waktu satu hari untuk membuat Hee-Kyung menyukainya. Dan satu kata untuk membuat gadis itu jatuh cinta.

***

Mereka berdua menghentikan langkah di depan pagar rumah Hee-Kyung. Donghae dengan sengaja memarkirkan mobilnya di dekat halte yang berjarak 10 menit berjalan kaki dari rumah Hee-Kyung agar dia bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan gadis itu. Dan anehnya, gadis itu tidak berusaha mendebatnya sama sekali.

Donghae mengusap tengkuknya salah tingkah dan menatap gadis itu dengan wajah memerah. Astaga, sejak kapan dia menjadi hilang akal begini hanya karena seorang gadis?

“Ng… apa kau keberatan memakai kalung ini?” tanya pria itu ragu sambil menyodorkan sebuah kalung hasil karyanya di perkebunan tadi. Ada tulisan “HAE” di liontin kalung itu, hal yang dari tadi disembunyikannya dari gadis itu, menolak keras saat gadis itu berniat mengintip apa yang dibuatnya. “Aku punya satu lagi. Tulisannya “Kyung”. Maksudku… ng… kalau kau tidak keberatan.”

Hee-Kyung tersenyum dan mengambil kalung itu cepat dari genggaman Donghae, sebelum pria itu berubah pikiran.

“Gomaweo,” ucapnya sambil memandangi kalung itu lekat-lekat. “Aku pasti akan memakainya.” Kalung itu memang indah sekali, dan dia selalu suka benda buatan sendiri.

Tubuh gadis itu sedikit menegang saat merasakan jari Donghae menyentuh dagunya dan wajah pria itu semakin mendekat. Dia bisa saja mendorong pria itu menjauh, tapi seluruh otot tubuhnya berubah kaku dan otaknya kosong tiba-tiba, berada di luar fungsi kerjanya.

Hee-Kyung merasakan nafasnya tercekat di kerongkongan saat bibir Donghae hanya berjarak seinci dari bibirnya, tapi kemudian pria itu tersenyum, sedikit menegakkan tubuhnya, dan menyapukan sebuah kecupan singkat di pipi kirinya.

Wae? Aku bahkan 100% yakin bahwa dia benar-benar ingin menciumku, tapi….

Donghae tersneyum saat mendengar pikiran Hee-Kyung menggema di kepalanya. Dia menyentuh pipi yang tadi dikecupnya dalam sebuah sentuhan yang sangat ringan, merasakan dinginnya kulit wajah gadis itu.

“Aku tidak akan memperlakukanmu sama seperti gadis lainnya. Aku ingin menjagamu baik-baik,” ucapnya sambil menaikkan tangannya untuk mengacak-acak rambut Hee-Kyung, kemudian mendorong tubuh gadis itu ke dekat pagar.

“Masuklah,” suruhnya. “Dan sampai jumpa besok… Kyung.”

***

“Kau yakin?”

Donghae mengangguk, memutar-mutar gelas berisi air putih di depannya.

“Kenapa tiba-tiba?” tanya ayahnya heran.

“Aku… hanya ingin memperbaiki diri,” jawabnya singkat.

“Untuk gadis itu?”

“Appa sedang menggodaku?” tukasnya dengan nada suara yang tiba-tiba berubah sengit.

Ayah Donghae tertawa dan mengulurkan tangan untuk menepuk-nepuk punggung pria itu.

“Kenapa tidak disini saja? Kenapa harus keluar negeri? Kau kan juga bisa belajar menjadi pria baik-baik disini.”

Donghae tidak menjawab, seolah sedang berpikir. Tangannya bergerak mengangkat gelas yang tadi asyik dimainkannya dan membawanya ke bibir, meminum isinya sampai tandas.

“Aku hanya ingin tahu perasaannya. Jika aku meninggalkannya cukup lama, apa dia bersedia menungguku? Aku bahkan tidak tahu apakah dia mencintaiku atau tidak.”

“Kau tidak mempercayai kemampuanmu sendiri?” tanya ayahnya kaget.

Donghaae menggeleng lemah. “Khusus gadis ini, aku kehilangan seluruh kepercayaan diriku, appa.”

***

DONGHAE’S POV

“Oke, hari ini kita akan adakan ujian akhir. Saya sengaja tidak memberitahu kalian semua karena ingin mengetes sejauh apa kemampuan kalian dan apakah kalian merasa perlu untuk belajar meskipun tidak ada kuis ataupun ujian. Letakkan semua tas ke depan dan hanya pena saja yang ada di atas meja.”

Aku menatap gusar ke arah pintu kelas. Dimana gadis itu? Sudah lewat 10 menit setelah kelas dimulai dan gadis itu tidak tampak dimanapun. Dan aku rasa gaadis itu bukan jenis orang yang suka datang terlambat. Apa terjadi sesuatu? Apa gadis itu sakit sehingga dia tidak masuk kelas?

Aku memandang kertas soal di depanku dan mulai mencurahkan konsentrasi untuk menjawab soal. Tapi otakku masih saja memikirkannya. Apa seharusnya memang begini? Apa aku punya hak untuk mencemaskannya sebanyak ini?

Aku mendongak cepat saat mendengar pintu kelas terbuka dan bernafas lega melihat Hee-Kyung-lah yang datang. Gadis itu menarik nafas dengan terengah-engah dan membungkuk meminta maaf kepada Soo-He. Dia sedikit terbelalak saat melihat kertas yang disodorkan Soo-He ke arahnya. Pasti gadis itu syok saat mengetahui bahwa dia baru saja datang terlambat dan harus menghadapi ujian mendadak yang tidak diharapkannya.

Astaga, bagaimana ini? Apa yang harus kuiisi di kertas ujianku? Otakku hanya penuh dengan bayangan kondisi ibu sekarang. Bagaimana mungkin ada ujian mendadak? Aish!

Tanganku terhenti di udara saat mendengar pikirannya. Juga bayangan-bayangan samar tentang percakapannya dengan ayahnya semalam. Ibunya masuk rumah sakit karena kecelakaan dan berada dalam kondisi cukup kritis karena kehabisan darah, sedangkan dia tidak bisa ke Busan mengingat pekerjaan dan jadwal kuliahnya yang cukup sibuk. Apalagi ayahnya juga melarangnya untuk pulang ke Busan dan menyuruhnya agar tidak terlalu menngkhawatirkan kondisi ibunya. Aku bisa membayangkan betapa sakitnya kepala gadis itu sekarang.

Aku menunduk menatap kertas jawabanku yang sudah separuh terisi, tahu bahwa kertas jawaban gadis itu belum terisi sedikitpun karena dia hanya bisa menatapnya bingung, tidak tahu harus mengisi apa.

Dengan sekali gerakan aku mencoret nama di bagian atas kertas ujianku dan memikirkan cara agar aku bisa mendapatkan kertas ujian Hee-Kyung untuk melakukan hal yang sama. Di tengah pikiran itu, aku membaca barisan soal yang belum kukerjakan dan menuliskan jawabannya dengan lancar.

Nah, seharusnya gadis itu akan lulus kelas ini dengan mudah.

***

Aku berjalan dengan kedua tangan terbenam di saku celana, sesekali membungkuk ke arah gadis-gadis yang menyapaku, tanpa berniat meladeni mereka sama sekali. 5 hari yang lalu, pasti aku akn mengajak mereka mengobrol dengan senang hati, tapi sekarang… aku bahkan tidak tahu kenapa aku mau menghabiskan waktu untuk membicarakan hal tidak penting dengan mereka semua. Lebih kasarnya lagi, aku tidak tahu dimana letak otakku sehingga bisa merasa tertarik pada mereka. Memalukan!

“Sunbaenim.”

Aku berbalik saat mendengar sebuah suara memanggilku. Seorang mahasiswa yang sekelas denganku di kelas Puisi tadi. Dia pasti sepantaran dengan Hee-Kyung. Siapa namanya? Seung-Hwan? Aku tidak yakin. Otakku hanya bekerja cepat untuk para gadis saja dan namja itu jelas tidak masuk daftar.

“Ne?”

“Seung-Hwan imnida.” Nah, memori otakku lumayan, kan?

“Soo-He songsaengnim memintaku mencari sunbae dan Hee-Kyung lalu menyuruh kalian menemuinya di ruang kerjanya segera.”

Aku mengerutkan kening. Cepat juga Soo-He menyadari bahwa tulisankulah yang ada di kertas ujian bertuliskan nama Hee-Kyung dan sebaliknya. Aku seharusnya mempertimbangkan ketelitian gadis satu itu.

“Baik, aku akn menemuinya.”

Seung-Hwan tersenyum dan membungkuk, berniat pergi saat tiba-tiba aku teringat sesuatu.

“Hei… bisakah kau tidak usah memberitahu Hee-Kyung? Biar aku saja yang mencarinya.”

“Ne, sunbae. Arasseo.”

Seharusnya gadis itu tidak tahu apa yang sudah aku lakukan. Kadang-kadang aku tidak yakin perbuatanku yang mana yang tidak akan membuatnya marah.

***

Aku memutar-mutar kursi yang kududuki dengan kedua tangan terbenam di saku jaketku, bosan. Pintu ruangan terbuka sekitar satu menit kemudian dan Soo-He masuk diiringi dengan siulan pelan dari bibirku. Dia mendelik sesaat tapi segera memperbaiki ekspresi wajahnya lagi, membuatku terkekeh dalam hati. Aku selalu bisa menggodanya kapanpun, dengan cara apapun. Membuatnya, yang terkenal tegas dan dingin, menjadi hilang kontrol.

“Lee Donghae ssi, aaku rasa kau harus menunggu beberapa saat lagi. Aku akan menjelaskan kenapa aku memanggilmu kesini setelah Cho Hee-Kyung bergabung dengan kita.”

“Tidak perlu. Kyung tidak akan datang.”

“Apa maksudmu?”

“Aku melarang Seung-Hwan memberitahunya. Jadi hanya aku saja yang datang,” ucapku santai.

“Kau tidak punya hak melakukan itu!” serunya kesal.

“Sudahlah, tidak perlu marah. Aku tahu kenapa kau memanggil kami dan aku rasa dia tidak perlu tahu,” ujarku, kali ini menegakkan tubuh dan menatap wanita itu serius. “Ibunya sakit dan yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana caranya dia bisa pulang ke Busan. Dia datang terlambat hari ini dan sedang banyak pikiran lalu kau juga memberikan ujian tiba-tiba di kelas, tentu saja dia tidak bisa berkonsentrasi dan mengerjakan soal ujiannya dengan baik. Padahal kau tahu kan kalau dia cukup pintar di kelas?”

“Tapi itu bukan berarti kau bisa menulis namanya di kertas ujianmu dan mengganti kertas ujiannya agar dia bisa mendapat nilai bagus sedangkan kau sendiri gagal!” semprotnya.

“Soo-He ssi,” potong Donghae. “Saat melakukannya tentu saja aku tahu konsekuensi apa yang harus aku dapat dan aku sama sekali tidak keberatan.”

“Kau tidak keberatan mengulang kelas yang sama tiga kali?”

Aku mengangkat bahu tak peduli. “Bisa saja, kalau kau tidak keberatan untuk mengajarku lagi. Tapi tidak, tidak perlu. Aku tidak akan mengulang lagi. Lagipula, aku akan melanjutkan kuliah di luar negeri.”

Aku memperhatikan bagaimana dia menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan pandangan lekat ke wajahku

“Kau benar-benar serius, ya?”

“Apa?” tanyaku tak mengerti.

“Kau tidak pernah memanggil gadis manapun dengan panggilan kesayangan, Hae~ya. Kau bahkan tidak pernah memanggil kekasihmu sendiri dengan panggilan informal, kau selalu memanggil mereka dengan embel-embel ssi. Kau memanggilku Soo-He ssi, bukan Soo-He~ya. Dan aku tahu itu tidak ada hubungan dengan umurku yang lebih tua darimu. Satu-satunya yang tidak kau panggil seperti itu hanya Hye-Na, dan itu karena dia adalah sahabatmu. Lalu bertambah satu gadis lagi. Gadis yang kau panggil Kyung. Dan… dia satu-satunya gadis yang berhasil membuatmu bertahan selama lebih dari satu minggu. Apa aku salah?”

Aku mengerjap dan tanpa sadar tersenyum.

“Kau tahu sesuatu tentang takdir?” gumamku, membiarkan tanganku membentuk pola-pola tak kasatmata di atas meja kerjanya. “Ini sesuatu yang tidak bisa aku jelaskan, tapi… aku sudah memutuskan untuk tidak mencari gadis lain lagi.”

“Jadi kenapa kau harus melanjutkan kuliah ke luar negeri jika gadis itu ada disini?”

“Karena aku harus mempersiapkan diri dengan baik sebelum melamarnya. Aku ingin menjadi pria yang baik, pintar, dan cukup pantas untuk mendampinginya. Aku harus memperbaiki diri dulu. Jika sudah berhubungan dengannya, aku tidak cukup percaya diri, kau tahu?”

***

HEE-KYUNG’S POV

Aku mempercepat langkahku menuju ruangan Soo-He songsaengnim. Aku tahu ujianku tadi jelek sekali dan aku berharap dia bersedia memberiku ujian susulan. Aku harus menjelaskan sebisaku dan tinggal berharap seandainya dia mau berbaik hati dan memahami keadaanku.

Aku berhenti di depan ruangannya dan bermaksud mengetuk pintu saat aku mendengar suara yang sangat aku kenal sedang berbicara di dalam. Aku tidak bisa mendengar dengan jelas pembicaraan mereka, jadi aku sedikit mengintip di celah pintu yang terbuka dan langsung terpaku di tempat di detik yang sama.

Pria itu sedang berpelukan dengan Soo-He songsaengnim! Pria yang seminggu terakhir tanpa henti mengejarku dan telah berhasil membuatku mempercayainya saat ini sedang berpelukan dengan dosenku sendiri. Dan aku bisa menebak apa hubungan mereka. Banyak gosip tentang kedekatan mereka berdua, tapi tidak pernah ada bukti. Tidak perlu ada bukti, karena sekarang aku sudah melihat mereka berdua dengan mata kepalaku sendiri.

Aku sedikit menghentakkan pintu, cukup untuk membuat mereka tersadar dan dengan terburu-buru memisahkan diri. Aku menatap lekat ke arah Donghae yang tampak terpana sebelum akhirnya aku berlalu pergi dan menghempaskan pintu sampai tertutup.

Baik, seharusnya aku tidak dengan bodohnya mempercayai pria dengan imej sangat buruk seperti itu. Tidak ada yang bisa diharapkan dari seorang Lee Donghae. Pria itu benar-benar sudah tidak bisa terselamatkan lagi.

***

DONGHAE’S POV

“Kapan kau akan berangkat?”

“Besok siang. Ayahku sudah menyiapkan semuanya, jadi aku tinggal berangkat saja.”

“Kau pasti belum memberitahu gadis itu, kan?”

Aku menggeleng.

“Aku tidak tahu alasan apa yang harus aku berikan padanya.”

“Kenapa kau tidak mengatakan alasan yang sebenarnya saja?”

Aku tertawa dan menggeleng lagi. “Dia bukan jenis gadis yang akan senang mendengar alasan seperti itu. Aku bahkan tidak tahu harus memberikan rayuan seperti apa lagi agar dia jatuh cinta padaku.”

“Jadi ada juga gadis yang tidak jatuh pada rayuan seorang Lee Donghae?” ejek Soo-He. Ada senyum geli yang bermain di sudut bibirnya.

“Tidak usah mengejekku!” dengusku sambil bangkit berdiri.

“Kau sudah mau pergi?” tanyanya cepat.

“Kenapa? Apa songsaengnim merasa sangat merindukanku?” godaku, terkekeh geli melihat raut wajah kesalnya.

“Jadi kau akan pergi besok? Berapa lama?” tanyanya, mengabaikan godaanku.

“Satu tahun. Aku akan menyelesaikan kuliahku disana.” Aku sedikit merentangkan tanganku, memberi tanda bahwa aku tidak akan merasa keberatan jika dia menginginkan pelukan perpisahan.

“Anak kecil, kau benar-benar pintar merayu!” gerutunya sambil menyelusup ke dalam pelukanku.

“Kau kan pernah jatuh cinta pada anak kecil ini. Dan Soo-He ssi, kita hanya berbeda 5 tahun.”

Aku berbalik saat mendengar suara aneh di pintu dan langsung terbelalak saat melihat siapa yang sedang berdiri disana.

Sial. Sial. Dia pasti salah paham.

***

Aku menatap Hae-Yeon dengan sorot mata memohon, tapi gadis itu menggeleng dan aku tahu bahwa aku tidak akan bisa bertemu Hee-Kyung sama sekali.

“Tolonglah sunbae, dia tidak akan mau keluar selagi kau masih disini dan kau bisa melihat bahwa kami sedang banyak pelanggan. Kami bisa kesusahan.”

Aku memandang ke arah pintu tertutup di belakang gadis itu dan mengangguk lesu.

“Bisa tolong berikan ini padanya?” tanyaku sambil menyodorkan sebuah amplop.

“Akan aku coba.”

Aku tahu tatapan prihatin yang diberikan gadis itu padaku mendadak membuatku merasa kesal, tapi aku tidak memedulikannya, dan tanpa mengatakan apa-apa lagi berjalan keluar dari kafe. Jelas gadis itu tidak akan mau bicara padaku sama sekali dan mustahil aku bisa membuatnya memaafkanku dalam waktu kurang dari satu hari, jadi percuma saja jika aku memaksa.

Aku membuka pintu mobil dan menunduk masuk, menghempaskannya lagi sampai tertutup. Masih ada satu hal lagi yang harus aku lakukan. Dan sebaiknya aku bergegas.

***

“Selamat malam, Bibi,” sapaku sambil meletakkan karangan bunga yang kubawa ke atas meja. Aku berjalan menghampirinya dan menyalami tangannya dengan sopan. Tangan itu sudah sedikit keriput dan sering digunakan untuk bekerja. Tangan seorang ibu.

Aku menatap wajahnya lekat, melihat sisa-sisa kecantikan di wajah yang sudah kelelehan dan menua itu. Wanita itu masih terlihat cantik, dan tampak sangat mirip dengan anak perempuannya.

Aku tersenyum saat melihat raut wajahnya yang kebingungan.

“Namaku Lee Donghae,” ucapku memperkenalkan diri. “Aku teman Hee-Kyung.”

Wanita itu menatapku sesaat sebelum akhirnya tersenyum dan menepuk-nepuk sisi ranjangnya, menandakan bahwa dia ingin aku duduk disana.

“Apa anakku baik-baik saja? Kau sendirian? Dia tidak bersamamu?”

Aku menggeleng dan menangkupkan kedua tanganku di atas tangannya.

“Hee-Kyung baik-baik saja. Dia hanya sibuk bekerja dan besok masih harus kuliah. Tapi aku rasa akhir minggu dia akan pulang ke Busan dan menjengukmu.”

Wanita itu mengangguk dan tersenyum. Wajahnya tampak begitu keibuan. Sudah berapa tahun berlalu sejak aku terakhir kali menatap ibuku? Kalau dia masih hidup, dia pasti akan terlihat secantik wanita ini. Tidak, ibu pasti lebih cantik. Tapi dia juga akan memiliki raut wajah kelelahan seperti ibu Hee-Kyung. Dia pasti tidak akan menyukai sifatku dan akan hidup menderita karenanya.

Aku mendengus dalam hati. Apa di saat-saat seperti ini aku baru menyadari betapa buruknya sikapku selama ini?

“Bibi dengar, ada seseorang yang mendonorkan darahnya untuk Bibi. Apa itu kau?”

“Tidak usah dipikirkan,” ujarku, menolak untuk menjawab.

“Apa Paman tidak menginap disini?” tanyaku mengalihkan pembicaraan. Ibu Hee-Kyung tampaknya mengerti ketidaknyamananku sehingga dia menggeleng dan mengusap punggung tanganku lembut.

“Tidak. Bibi menyuruhnya pulang supaya dia bisa istirahat. Dia sudah kelelahan sesudah bekerja seharian, jadi Bibi tidak akan mau merepotkannya dengan menyuruhnya menunggui Bibi disini.”

“Apa aku boleh menginap disini?” tanyaku hati-hati. “Sudah cukup larut untuk pulang ke Seoul dan aku rasa aku akan kesulitan jika mencari hotel sekarang.”

“Tentu saja boleh,” sahutnya cepat. “Tapi mungkin kau akan sedikit tidak nyaman. Kasur untuk keluarga pasien tidak terlalu empuk.”

“Tidak apa-apa.”

“Jadi, apa kalian sedang bertengkar?” tanyanya tiba-tiba.

“Ne?” sahutku tak mengerti.

“Kalau kalian tidak bertengkar Hee-Kyung pasti sudah memaksamu untuk mengajaknya kesini.”

“Kami memang bertengkar,” ucapku malu. “Tapi sepertinya Bibi salah paham. Aku bukan pacarnya atau apapun yang Bibi pikirkan.”

“Baiklah,” ucapnya, jelas sedang menggodaku. “Tapi sepertinya kau tertarik pada anakku.”

“Eh… itu….” Aku tersenyum salah tingkah sambil mengusap tengkukku malu.

“Tidak apa-apa. Santai saja. Bibi tidak akan keberatan memiliki menantu tampan dan baik hati sepertimu.”

“Aku bukan pria baik-baik, Bibi,” potongku dengan raut wajah serius.

“Tentu saja kau pria baik-baik. Kalau tidak, kau tidak akan berada disini sekarang,” ujarnya sambil mengibaskan tangan. “Jadi beritahu aku, apa kau akan menjaga anakku baik-baik?”

Aku terdiam sesaat mendengar pertanyaannya. Aku pasti akan menjaga gadis itu baik-baik, tapi aku juga tidak mau mengucapkan janji yang mungkin tidak bisa kutepati.

“Aku tidak bisa menjaganya untuk satu tahun ke depan,” ucapku perlahan, mencoba membaca raut wajah wanita di depanku. Tapi wajah itu nyaris tanpa ekspresi, persis seperti wajah yang selalu diperlihatkan Hee-Kyung padaku. “Tapi… selewat satu tahun, aku akan kembali,” lanjutku, mulai merasa percaya diri. “Dan memintanya menikah denganku.”

***

HEE-KYUNG’S POV

Aku membolak-balik buku di pangkuanku tanpa minat. Aku melakukan hal yang sama selama lima menit kemudian sebelum akhirnya menyerah dan menghempaskan buku itu sampai tertutup, meletakkannya ke atas bangku kosong di sampingku. Aku menoleh ke sekeliling dan memperhatikan mahasiswa-mahasiswa yang berlalu lalang di kejauhan.

Kampus terlihat cukup indah dengan mekarnya bunga-bunga cherry blossom dan petak-petak mawar di taman. Dan aku memilih menjauh dari keramaian mahasiswa yang duduk-duduk santai di atas rerumputan, menyudut di bagian utara kampus, duduk di atas kursi besi di bawah sebuah pohon maple, menikmati kesendirianku. Tapi hanya sebentar, karena aku mendengar sebuah suara yang menyapaku dan suara gerakan seseorang yang mengambil tempat disampingku.

“Bisa kita bicara?”

Aku menoleh dan mendapati Soo-He songsaengnim-lah yang telah mengajakku bicara. Mendadak aku merasakan serbuan kebencian saat melihatnya, tapi aku menahan diri dan mengangguk sesopan yang aku bisa.

“Apa kau sudah tahu bahwa Donghae telah berangkat keluar negeri?”

Aku mengangguk, tidak berniat mengeluarkan suara sama sekali.

Pria itu kabur. Itu yang ada di pikiranku saat mendapat kabar tentang kepergiannya. Setelah mengejarku, mencampakkanku, dia kemudian pergi keluar negeri. Ironis sekali. Setidaknya dia pasti juga akan tetap membuangku kemarin walaupun aku tidak memergoki adegannya dengan wanita di sampingku ini.

“Kau tahu kenapa dia pindah keluar negeri?”

Apa sebenarnya yang mau dibicarakan wanita ini?

“Tidak,” jawabku singkat.

“Karena kau.”

Nah, jawaban macam apa itu? Biar kutebak, pria itu tahu bahwa aku sudah jatuh cinta padanya dan merasa bahwa akan sangat sulit menghindar dariku, jadi dia mengambil tindakan nekat dengan pindah keluar negeri.

“Dia merasa bahwa dia bukan pria baik-baik yang pantas untuk mendampingimu, jadi dia memutuskan pindah keluar negeri untuk menamatkan kuliahnya dengan serius dan memperbaiki kepribadiannya. Dia ingin kembali setahun lagi sebagai pria yang pantas untukmu.”

“Apa?” seruku syok, merasa bahwa ada yang bermasalah dengan pendengaranku barusan. Atau wanita inilah yang sudah gila.

“Kau tahu apa yang dilakukannya kemarin?” tanya Soo-He, mengabaikan keterkejutanku. “Dia tahu bahwa kau tidak bisa mengerjakan ujian dengan baik, karena itu dia mengambil kertas ujianmu dan mengganti nama kalian. Jadi kertasmu yang nyaris kosong diganti dengan kertas ujiannya yang terisi penuh, sehingga kau lulus dengan nilai memuaskan sedangkan dia sendiri gagal. Itulah mengapa aku memanggilnya ke kantorku kemarin.”

“Aku akui, kami berdua memang sempat menjalin hubungan. Tapi semuanya sudah berakhir. Dan kemarin kami berpelukan hanya untuk mengucapkan selamat tinggal. Aku kesini untuk memberitahumu bahwa kau salah paham terhadapnya.”

“Kau yakin mau melepaskan pria sepertinya begitu saja? Dia sudah berubah dan kali ini, aku bisa jamin bahwa dia tidak ada rencana untuk mencampakkanmu seperti wanita-wanita lainnya. Apa kau tidak bisa memaafkannya?”

***

“Dia kesini, kau tahu? Dia tampan sekali dan yang lebih penting adalah dia mendonorkan darahnya untuk eomma. Dan dia sangat mencintaimu. Kau akan menyesal seumur hidup kalau melepaskan pria seperti itu begitu saja! Eomma tidak membesarkanmu untuk menjadi wanita yang seperti itu, kan?”

“Dan dia memanggilmu Kyung. Setahuku satu-satunya gadis yang mendapat panggilan kesayangan darinya hanya Hye-Na dan Hye-Na hanya sahabatnya. Jadi kau pasti berbeda. Dari awal aku sudah tahu ada yang berbeda dari caranya menatapmu.”

“Donghae oppa sepertinya sangat mencintaimu. Ah bukan, dia memang mencintaimu. Kau buta ya sampai tidak bisa melihatnya, onnie?”

“Dia meninggalkan surat ini untukmu. Dan aku tidak akan mau berbicara denganmu lagi sebelum kau membacanya. Aku saja sedih melihatnya tanpa semangat begitu, kau pasti tidak punya perasaan sampai tidak mau berbicara padanya.”

“Kau yakin mau melepaskan pria sepertinya begitu saja? Dia sudah berubah dan kali ini, aku bisa jamin bahwa dia tidak ada rencana untuk mencampakkanmu seperti wanita-wanita lainnya. Apa kau tidak bisa memaafkannya?”

Aku menyandarkan kepalaku ke jendela bus dan merasa bahwa kepalaku bisa meledak sebentar lagi jika ucapan-ucapan itu tidak berhenti mewabah. Sial, apa seluruh dunia sedang melawanku sekarang?

Aku meraih tas di pangkuanku, membuka resletingnya, dan mengeluarkan sebuah amplop cokelat yang masih tersampul rapi, kemudian merobek ujungnya hati-hati, mendapati ada dua helai kertas di dalamnya. Aku membuka lipatan surat pertama dan mulai membaca.

Untuk Kyung, gadis musim panas….

Aku selalu bertanya-tanya kenapa baru musim panas kali ini aku bertemu denganmu? Kenapa aku tidak pernah mau masuk ke kelas Puisi agar setidaknya kita bisa lebih cepat bertemu? Atau… mengapa musim panas tahun-tahun sebelumnya kau tidak mengambil shift siang? Kenapa kita tidak bertemu 5 tahun yang lalu saat aku baru berumur 17 tahun? Saat aku mendapatkan kekuatanku?

Aku sudah mendapatkan jawabannya. Mudah saja. Aku… kau… terikat dalam satu lingkaran takdir. Seperti bumi yang berevolusi mengelilingi matahari atau bulan yang berotasi melingkari bumi. Seperti setiap hal yang sudah memiliki takdirnya masing-masing, akan seperti apa, akan jadi apa, akan berguna untuk apa. Kau… aku… juga memiliki takdir sendiri-sendiri yang kebetulan terkait satu sama lain. Jadi kapan kita bertemu, itu juga permainan takdir.

Saat menyadari bahwa aku bisa membaca pikiranmu, saat aku tahu alasan kenapa aku hanya bisa membaca pikiranmu saja, aku mulai menyesali setiap hal yang telah kulakuakn dalam hidup. Hal baik apa yang sudah aku lakukan sehingga aku memiliki takdir gadis baik-baik sepertimu? Hal sangat buruk apa yang sudah kau lakukan sehingga harus menderita mendapatkan takdir sepertiku?

Hari itu, aku memperhatikanmu seharian, mempelajari gadis seperti apa kau sebenarnya. Saat itu aku mulai berpikir bahwa betapa tidak pantasnya aku jika memutuskan untuk mulai mengejarmu. Tapi aku juga tahu bahwa aku memang harus membuatmu jatuh cinta padaku, karena selama apapun dan kemanapun aku mencari, aku tidak akan menemukan wanita lain lagi. Wanita itu harus kau. Kemudian aku mengejarmu.

Apa aku menyebalkan? Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk menarik perhatianmu karena jelas kau tidak akan termakan rayuanku seperti gadis-gadis lainnya. Aku perlahan-lahan mulai memperbaiki kepribadianku, berusaha menjadi pria baik-baik. Awalnya aku rasa aku akan gagal, tapi ternyata itu cukup mengasyikkan. Menjadi diri sendiri, sekaligus menjadi pria yang baik untukmu terasa sangat menyenangkan.

Tapi itu belum cukup, Kyung~a. Aku ingin terlihat lebih sempurna lagi untukmu. Aku ingin menjadi pria pintar yang berhasil menamatkan kuliahku tepat waktu, bukannya berkeliaran kesana kemari dan tidak pernah muncul di kelas. Aku berhenti melirik wanita lain, bersikeras ingin melihatmu saja. Aku ingin menjadi pria mandiri yang bisa bekerja dan mendapatkan uang untuk menghidupimu. Aku ingin menjadi pria yang baik, suami yang baik, pasangan yang pantas. Karena itu aku memutuskan pergi ke luar negeri.

Kau tahu kenapa aku tidak pernah berusaha menyentuhmu? Karena aku sangat ingin menjagamu baik-baik. Kau lebih istimewa daripada wanita manapun, jadi kau juga harus diperlakukan isstimewa.

Mungkin saat ini kau masih membenciku, tapi aku harap, satu tahun cukup untuk memperbaiki kesalahanku. Aku harap aku cukup berharga untuk kau tunggu. Hanya satu tahun. Dan setelah itu… aku akan kembali padamu. Kita akan menikah, membangun keluarga, dan aku pasti akan membuatmu bangga.

Aku mencintaimu, Kyung~a. Dan aku tidak memiliki cukup kepercayaan diri untuk berpikir bahwa kau juga menginginkanku.

-Donghae-

Aku menarik nafas dengan susah payah dan dengan tangan yang gemetaran membuka lipatan surat berikutnya.

If love be beaten by difficulties, don’t let me be in love

Love is not love if it changes when meeting alteration

Or be defeated by situation

(Jika cinta bisa terpukul mundur oleh kesulitan, jangan biarkan aku jatuh cinta

Cinta bukanlah cinta jika bisa berubah saat bertemu dengan perbedaan

Atau terkalahkan oleh keadaan)

Oh, no! Love is an everlasting mark

When love faces the violent storm, it will not be shaken

Love is the star to every wondering ship

Although they don’t know the real value of love,

Still, like the ship, they will always follow the star

(Tidak! Cinta adalah pertanda keabadian

Saat cinta berhadapan dengan badai yang hebat, dia tidak akan terguncang sedikitpun

Cinta adalah bintang untuk setiap kapal yang tersesat

Meskipun mereka tidak tahu kebenaran akan cinta itu sendiri

Tetap saja, seperti kapal, mereka akan selalu mengikuti bintang)

Love will not be fooled by time,

But beauty and youth cannot escape from time

Love will never change with the short time,

Even till the end of the world

If I am wrong and being proved on,

I have never written this poem nor did any men have ever been in love

(Cinta tidak akan dibodohi oleh waktu

Tapi kecantikan dan masa muda tidak bisa melarikan diri dari sang waktu

Cinta tidak akan pernah berubah dalam jangka waktu singkat

Bahkan sampai akhir dunia

Jika aku salah dan terbukti salah

Aku tidak akan pernah menulis puisi ini dan manusia di bumi tidak akan pernah jatuh cinta)

(William Shakespeare – Let Me Not To The Marriage of True Minds)

Pria itu benar-benar sedang merayuku habis-habisan, ya? Ah, tidak, tidak perlu merayuku juga. Aku kan memang sudah jatuh cinta padanya.

Jadi aku harus menunggu satu tahun? Cukup adil jika dia menjadi hadiah penutupnya.

***

1 year later…

HEE-KYUNG’S POV

Musim panas tahun ini masih seperti biasa. Hujan kadang turun tiba-tiba tanpa bisa diprediksi, tapi selebihnya Seoul masih secerah biasanya.

Tentu saja ada yang berbeda. Dia tidak ada. Masih tidak kasatmata.

Aku melangkah turun dari bus dengan tangan yang menyelip di antara tali tasku. Aku sedikit menghirup nafas, merasakan sengatan matahari tepat di wajah, dan berjalan melewati orang-orang yang melangkah cepat ke arah yang berlawanan. Ada banyak orang yang memakai masker, mengingat musim panas adalah puncak dimana jumlah korban alergi serbuk bunga meningkat pesat.

Aku menghabiskan 3 jam shift kerja siangku dengan berjalan bolak-balik menyambut setiap pelanggan yang datang, menyapa mereka dengan ramah, dan membawakan pesanan mereka. Kegiatan rutinku setiap hari.

“Hei, datangi pelanggan yang baru datang sana!” suruh Hae-Yeon sambil menyikut lenganku, padahal aku baru saja istirahat untuk pertama kalinya selewat 3 jam. Dan tulang-tulangku nyaris remuk kelelahan.

“Kenapa harus aku? Kenapa tidak kau saja?”

“Kau saja! Kau pasti akan senang melihat pria setampan itu.”

“Aku tidak tertarik,” ucapku dingin sambil meraih buku menu dari atas meja dan pergi ke meja di sudut tanpa berkata apa-apa lagi pada Hae-Yeon.

“Selamat siang, Tuan. Apa Anda sudah siap untuk memesan?” tanyaku sambil membungkuk sopan. Pria itu sedikit menunduk sehingga aku tidak bisa melihat wajahnya, hanya saja… aroma tubuhnya terasa familiar sekali. Seperti…. Astaga, aku harus benar-benar berhenti memikirkannya!

“Aku mungkin menjadi satu-satunya orang yang menyadari betapa mempesonanya kau dalam setiap hal yang kau lakukan,” ucap pria itu tiba-tiba, membuatku tersentak kaget mendengar suaranya. Suara itu… aku tidak mungkin salah.

Dia mendongak ke arahku dan untuk pertama kalinya… setelah satu tahun berlalu, aku bisa menatap wajah itu lagi. Wajah dengan senyum manis itu lagi. Pria itu masih tampak sama dan masih tetap mempesona.

Aku menutup mulutku dengan sebelah tanganku yang bebas, berdiri dengan kaki gemetaran. Aku ingin sekali meneriakinya, memarahinya karena tidak memberi kabar apa-apa selama setahun terakhir. Dan di saat bersamaan aku juga ingin sekali memeluknya dan nyaris tidak bisa menahan tanganku agar tetap diam tak bergerak.

“Dan aku memandang mereka semua, heran bagaimana bisa mereka melihatmu membawakan makanan untuk mereka, dan membersihkan meja mereka,” ujarnya tanpa sekalipun mengalihkan tatapannya dari mataku. “Dan tidak pernah sadar bahwa mereka baru saja bertemu dengan wanita terhebat di seluruh dunia.”

Dia mengambil buku menu dari tanganku dan meletakkannya ke atas meja, kemudian meraih tangan kananku dan menggenggamnya ringan. “Tapi aku senang menjadi satu-satunya orang yang menyadarinya, jadi aku tidak perlu mengkhawatirkan seorang saingan.”

Senyumnya tampak lelah, tapi matanya berbinar-binar dan wajahnya begitu berseri, seolah dia baru saja mendapat setumpuk kebahagiaan sekaligus.

Pria itu berdiri, menarik tanganku yang berada dalam genggamannya dan meraihku ke dalam pelukannya, tanpa memedulikan dimana kami berada. Aku bisa merasakannya nafasnya di rambutku dan getaran tawanya, saat dia merangkul pinggangku dan menarik tubuhku merapat.

“Hai… Kyung,” gumamnya pelan. “Aku merindukanmu.”

***

AUTHOR’S POV

“Aku tidak ingat bahwa musim panas bisa seindah ini,” ucap Donghae dengan nada rendah. Dia mengeratkan genggamannya di tangan gadis itu, merasakan kulit tangannya yang halus, dan jari-jari gadis itu yang bertautan dengan jari-jarinya sendiri.

Dia lupa betapa menawannya gadis itu di matanya, betapa manisnya wajah gadis itu saat tersenyum, betapa tepat rasanya saat dia bisa menggenggam gadis itu. Lagi.

Donghae mengalihkan pandangan ke arah pohon-pohon cherry blossom yang tampak rimbun dengan bunga-bunganya yang berwarna putih dan merah muda. Memandang kelopak-kelopak bunga yang berserakan di tanah, melihat betapa indahnya Seoul di musim panas.

Dia teringat betapa sulitnya minggu-minggu pertamanya di Amerika. Betapa dia sangat ingin kembali ke negara ini, tapi bertahan sekuat tenaga saat teringat alasannya datang kesana, alasan kenapa dia meninggalkan tanah kelahirannya. Gadisnya.

“Kau tidak pernah menghubungiku,” ujar Hee-Kyung, terdengar seperti pernyataan.

“Karena akan terlalu sulit bertahan jika aku mendengar suaramu, mengetahui kau sedang apa, apa kau sehat-sehat saja, apa yang kau lakukan.” Donghae berhenti dan menggeleng. “Keadaan sudah sangat sulit karena aku merindukanmu, tanpa perlu ditambah keinginanku untuk segera melihatmu lagi.”

“Aku pikir kau jatuh cinta pada salah satu gadis disana dan melupakanku.”

Donghae tertawa kecil melihat wajah merengut gadis itu kemudian mengulurkan tangan untuk mencubit pipinya. Dia melepaskan genggaman tangan mereka dan menggantinya dengan sebuah rangkulan di bahu Hee-Kyung, menarik gadis itu lebih rapat ke arahnya.

Pria itu tersenyum diam-diam saat merasakan tangan Hee-Kyung yang melingkar ragu-ragu di pinggangnya. Dia menunduk sedikit dan menhirup aroma menyenangkan yang menguar dari rambut gadis itu. Wangi gadis itu seperti calla, bunga lili kesukaan ibunya. Dan gadis itu sama mengagumkannya seperti ibunya.

“Bodoh, bagaimana bisa kau berpikiran seperti itu.”

“Tentu saja bisa,” sela Hee-Kyung. “Aku tidak tahu apa yang kau lihat dariku. Kita nyaris seperti langit dan bumi, kau tahu? Kau langitnya dan aku buminya.”

Donghae tersenyum dan memiringkan wajahnya agar bisa menatap wajah gadis itu dengan lebih jelas.

“Tapi bumi adalah rumahku,” jawab Donghae lirih. “Bumi tidak bisa hidup tanpa langit yang menaunginya dan langit, tidak akan ada tanpa bumi yang menjadi penopangnya. Itu definisi lain dariku tentang kalimat yang sangat dibenci oleh banyak orang. Seperti bumi dan langit. Sekarang… kalimat itu terdengar lebih indah kan, Kyung~a?”

Hee-Kyung menghentikan langkahnya dan menatap pria itu lekat-lekat. Dia tidak tahu ada berapa banyak kata-kata rayuan yang sudah diberikan pria itu terhadap wanita lainnya, dan dia tidak peduli sudah berapa banyak wanita yang dicium dan ditiduri oleh pria itu. Yang dia tahu hanya pria itu sudah memutuskan untuk berubah demi dirinya, pria itu sudah memutuskan untuk menghabiskan hiddup bersamanya. Dan dia tidak akan mengungkit-ungkit masa lalu pria itu lagi. Yang dia butuhkan hanya kenyataan bahwa pria itu sudah kembali padanya. Bahwa pria itu menjaga kehormatannya dengan begitu baik dan memperlakukannya layaknya seorang pria bersikap. Pria itu mencintainya dan dia….

“Saranghae,” bisik gadis itu lambat, tenggelam dalam hiruk-pikuk taman kota. Tapi pria itu tersenyum ke arahnya dan dia tahu bahwa seribut apapun keadaan di sekeliling mereka, pria itu masih bisa mendengarnya. Dan menyukai ucapannya.

“Kau benar-benar mengucapkannya dengan serius, ya?”

“Wae?”

“Sepertinya kau akan senang kalau tahu bahwa baru saja aku sudah kehilangan kemampuan untuk membaca pikiranmu,” ujar Donghae sambil merangkul bahu gadis itu lagi dan melanjutkan langkah mereka. Pria itu mengernyitkan keningnya saat menyadari bahwa gadis itu tidak berteriak senang mendengar ucapannya.

“Wae? Kau kelihatannya… tidak senang,” kata pria itu bingung.

“Berarti mulai sekarang kau tidak bisa membaca pikiranku saja untuk tahu apa yang kuinginkan? Kenapa kau tidak bilang bahwa kekuatan itu bisa hilang karena aku berkata seperti tadi? Kalau begitu kan aku tidak usah mengatakannya.”

Donghae tertawa keras saat menyadari apa maksud gadis itu.

“Jadi kau mau diam saja dan membiarkanku memenuhi setiap permintaan yang terlintas di benakmu? Begitu?”

Hee-Kyung mengangguk kuat-kuat, membuat Donghae menyentil dahinya.

“Curang!”

“Appo!” protes Hee-Kyung.

Donghae tertawa lagi kemudian memegangi tangan gadis itu yang sedang mengusap-usap dahinya, menggantinya dengan tangannya sendiri. Pria itu menunduk dan menyapukan kecupan ringan di kening Hee-Kyung, membuat gadis itu menghentikan rengekannya dan menatap pria itu dengan wajah memerah.

Donghae menghela nafas pelan dan menarik gaadis itu ke dalam pelukannya.

Dia bisa menghabiskan seumur hidup dengan mendengarkan omelan gadis itu setiap harinya. Dia bisa menghabiskan berpuluh-puluh tahun ke depan dengan menatap wajah gadis itu setiap detiknya. Dan dia yakin dia akan menikmatinya. Dia pasti bisa melakukan apapun asalkan gadis itu tetap bersamanya. Gadis itu. Cho Hee-Kyung. Gadis musim panasnya.

END

RÉINCARNÉ 3

Standar

RÉINCARNÉ {3rd Phase} (PG-17)

Inspired by Melissa de la Cruz – Blue Blood & Masquerade

Kyuhyun’s Home, Yeoju, South Korea

08.30 PM

“Kenapa kau tidak melupakan gengsimu dan menyelesaikannya sekarang juga?” gumam Kyuhyun, mengatupkan mulutnya dengan gigi yang saling beradu, berupaya keras menahan tangannya tetap di pinggang Hye-Na, bukannya memenuhi keinginannya untuk merobek setiap lapis pakaian yang menutupi tubuh gadis tersebut detik itu juga.

Dan saat itu, saat matanya menatap wajah yang seolah dipahat dengan seluruh kesempurnaan yang bisa diciptakan, terikat pada aroma tubuh yang membuat perutnya memberontak minta diisi, sedangkan dia nyaris sekarat karena dahaga yang menyesakkan, Hye-Na tahu bahwa dia tidak bisa mundur lagi. Bahkan saat dia benar-benar menginginkannya, seluruh sel tubuhnya tetap saja menyerah pada godaan memabukkan yang dimiliki pria itu. Jadi gadis tersebut sama sekali tidak heran saat tangannya bergerak menyentuh leher dihadapannya, tubuhnya yang membuat gerakan membungkuk sehingga posisi bibirnya tepat berada di cekungan leher Kyuhyun, tempat nadi pria itu bergerak secara teratur, dan lidahnya yang menyentuh ujung gigi taringnya yang mendadak menjadi lebih tajam dan runcing, tanpa menyadari bahwa tubuhnya benar-benar sudah berada di atas pangkuan pria itu dalam pose yang tidak akan pernah dia bayangkan bisa dia lakukan meski dalam keadaan tidak sadar.

Kyuhyun mengernyit saat helaian rambut gadis itu tepat membelai permukaan wajahnya dengan aroma yang tidak kalah menyakitkan tenggorokan. Pria itu mengangkat tangannya lalu mendorong kepala Hye-Na sampai benar-benar terbenam di lehernya, membuat gadis itu tidak punya pilihan selain menggoreskan taringnya di kulit yang sekeras batu granit itu, membuat luka tipis yang sudah lebih dari cukup untuk mengalirkan darah segar ke dalam kerongkongannya.

Hye-Na nyaris mengerang saat merasakan tetesan pertama mengalir masuk ke mulutnya, membuat saraf-saraf tubuhnya terbangun dan bersuka cita. Manis, dan anehnya memberikan kesan mengenyangkan, menghilangkan rasa kering yang beberapa hari terakhir menyerang tenggorokannya tanpa henti. Dia menelan dan menyesap tetesan berikutnya, akhirnya mengetahui mengapa kenikmatan kegiatan itu disamakan dengan hubungan seks, seolah memang ada sesuatu yang membuat kepalanya tenang dan tubuhnya terasa nyaman, seolah tidak ada hal lain lagi yang perlu dikhawatirkannya selagi dia masih bisa menikmati cairan berwarna merah itu. Bahwa dengan cepat dia merasa mendapatkan limpahan energi dan berpikir bisa melakukan apapun yang dia inginkan.

Setiap inci kulitnya terasa lebih sensitif terhadap sentuhan apapun, sehingga akhirnya dia menyadari bahwa pegangan Kyuhyun di tengkuknya perlahan mulai melemah, merasakan bagaimana tubuh mereka berdekatan tanpa jarak, membuatnya berpikir bahwa mustahil seorang Renatus bisa bertahan dengan sekedar menghisap darah Cruor-nya saja tanpa melanjutkannya ke hal lain yang sama menyenangkannya, mengingat godaannya yang begitu besar.

Hye-Na tersadar bahwa dia harus menghentikan ini semua sebelum dia terlanjur menghisap habis darah Kyuhyun, tapi gadis itu bahkan tidak tahu cara untuk berhenti selagi luka tipis di leher pria itu masih terus mengeluarkan darah.

“Bagaimana…” bisiknya terputus, kehilangan akal untuk menemukan kata-kata yang tepat untuk ditanyakan.

“Jilat lukanya dengan lidahmu. Air liur Renatus mengandung cairan untuk menyembuhkan luka dengan cepat,” ujar Kyuhyun tersendat, tahu bahwa dia seharusnya memberi peringatan dulu sebelum membiarkan gadis itu menghisap darahnya hingga nyaris habis. Ditambah dengan kenyataan bahwa dia bahkan belum meminum darah satu minggu terakhir, keadaannya sekarang bisa dikatakan jauh lebih mengkhawatirkan daripada keadaan gadis itu beberapa menit sebelumnya.

Hye-Na melakukan apa yang dikatakan pria itu, menjulurkan lidahnya dan menjilat luka yang langsung menutup sedetik setelah terkena air liurnya, kemudia menegakkan tubuhnya, bermaksud menatap pria itu, tapi hanya dibutuhkan sepersekian detik saat badannya terhempas ke sudut ranjang, membuat kepala ranjang itu langsung terbelah dalam retakan panjang, dan menyadari bahwa Kyuhyun sudah berdiri dengan raut wajah berkerut penuh konsentrasi di seberang ruangan, menatapnya intens. Alih-alih merasa senang bahwa pria itu tidak menuntut hal yang sama, gadis itu malah keheranan dan sedikit khawatir melihat betapa pucatnya wajah pria itu.

“Pulanglah. Kau tidak mau kakekmu sampai harus mencarimu kesini, kan?” ucap pria itu. “Kau juga tidak mau aku menyerangmu, jadi lebih baik sekarang kau jauh-jauh dari hadapanku. Mmm?”

***

Hye-Na’s Home, Daechi-dong, Gangnam, Seoul

11.45 AM

“Dia tidak datang,” ujar Donghae saat melihat Hye-Na terus-menerus mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin, seolah sedang menunggu seseorang dan berharap orang tersebut muncul tiba-tiba dari tengah-tengah kerumunan mahasiswa.

“Wae?” tanya gadis itu spontan, melupakan fakta bahwa dia memperlihatkan dengan jelas apa yang sedang mengganggu pikirannya.

“Apa kau kemarin meminum darahnya?”

“Darimana kau tahu?” tanya gadis itu kaget. “Dia memberitahumu?”

“Mudah saja, Nona. Kulitmu terlihat lebih memerah, padahal sebelumnya kau terlihat pucat dan lemah. Dan warna bola matamu terlihat lebih cerah. Itu tandanya kau sedang kenyang.”

“Ng… apa… saat menghisap darah… memang selalu ada keinginan untuk… melakukan hal lain? Maksudku… ng….”

“Seks?” ujar Donghae, melanjutkan ucapan Hye-Na. “Kadang-kadang. Itu sudah insting dasar manusia, apalagi jika pria dan wanita berada dalam jarak sedekat itu dan melakukan hal seintim itu. Tapi keinginan itu mungkin lebih mengganggu jika mengingat kalian berdua adalah Moira. Kenapa? Apa semalam dia menidurimu?”

Hye-Na melemparkan tisu yang sedang dipegangnya ke arah Donghae, lagi-lagi gagal karena Renatus sebodoh apapun pasti memiliki refleks yang sangat bagus.

“Aneh sekali,” komentar Donghae heran. “Mengingat sifatnya yang bisa sewaktu-waktu memaksamu melakukan apapun yang dia inginkan, seharusnya dia berhasil mendapatkan dua hal sekaligus. Darah dan tubuhmu. Apa semalam dia tidak memaksa melakukannya?”

“Dia menyuruhku pergi.”

“MWO?” seru pria itu kaget. “Tanpa menidurimu?”

“Tanpa meminum darahku,” dengus Hye-Na, kesal dengan pertanyaan pria itu yang terus-menerus menyudutkannya seolah dia dan Kyuhyun bisa berhubungan seks kapanpun pria pemaksa itu menginginkannya. Seolah dia tidak bisa melawan saja.

“Apa kau meminum darahnya lebih dari dua liter?”

“Apa?”

“Dia tidak memberitahumu? Jumlah maksimal darah yang bisa kau minum hanya dua liter, jika lebih dari itu kau bisa membuat Cruor-mu kekurangan darah. Dan kau masih bertanya kenapa dia tidak datang hari ini padahal kau tahu dia bahkan belum meminum darahmu sediktpun? Kau sudah gila, ya? Dia pasti sedang sekarat sekarang! Aish, Nona, kau membuatku bernafsu ingin mencekikmu saja!”

“Sekarat?” ulang Hye-Na pelan, mendadak merasa perutnya dipenuhi timah panas. Apa yang sudah dilakukannya semalam? Seharusnya dia tidak seegois itu, kan? Setelah pria itu membiarkannya menghisap darahnya hingga nyaris habis, dia masih bersikeras menolak melakukan hal yang sama untuk pria itu dan malah meninggalkan pria itu dalam keadaan… sekarat?

“Kau tahu kenapa dia menyuruhmu pergi? Apa kau tidak bisa menebak bahwa dia sedang berusaha menyelamatkan kehormatanmu? Dia tidak bisa meminum darahmu tanpa mengakhirinya dengan menidurimu, Nona. Itu sulit sekali. Bukan hanya karena kalian berdua adalah Moira, tapi juga karena Lovelya dan Deathan harus menahan diri mereka untuk tidak menyentuh satu sama lain, dan sekarang kalian berdua memiliki separuh Jiwa mereka, jelas saja keinginan untuk melakukan hal itu juga menurun pada kalian. Dan jelas dalam taraf yang lebih membahayakan.”

“Jadi maksudmu dia akan membiarkan dirinya sekarat sampai mati dan bersikeras tidak akan meminum darahku selama aku tidak mau tidur dengannya begitu?”

“Bisa dikatakan begitu,” tandas Donghae ringan sambil mengedipkan matanya. “Tapi walaupun kau bersedia tidur dengannya pun aku masih sangsi dia mau melakukannya.”

“Wae?”

“Jelas sekali bahwa dia ingin menjagamu baik-baik, Nona. Dia tidak akan menyentuhmu sebelum kalian memiliki hubungan resmi. Jalan satu-satunya hanya kau harus menggodanya sampai dia kehilangan kendali diri dan meminum darahmu.”

“MWOYA?” Hye-Na menunduk saat menyadari seisi kantin menoleh ke arah mereka setelah mendengar teriakannya barusan. “Neo michyeoseo?”

“Kalau dia sekarat, kau pikir siapa lagi yang bisa membantumu mengalahkan Reezar, hah? Lagipula… apa kau sanggup kehilangan pasangan seumur hidupmu?”

“Sial,” umpat Hye-Na, menyadari kebenaran ucapan Donghae.

“Benar. Memang sial sekali. Ya, kan?”

***

Kyuhyun’s Home, Yeoju, South Korea

09.30 PM

“Ini sudah malam. Mau apa kau kesini? Aku sudah memberitahu Donghae bahwa kita tidak ada jadwal latihan, apa dia tidak memberitahumu?” sambut Kyuhyun tepat saat dia membuka pintu dan mendapati Hye-Na berdiri di depannya.

“Dua hari tidak bertemu kau benar-benar berubah menjadi sombong, ya?” sindir Hye-Na, sedikit mendorong tubuh Kyuhyun agar mendapatkan celah untuk masuk ke dalam rumah. Dan dia berhasil dengan mudah. Terlalu mudah. Bahkan tubuh Kyuhyun sedikit terdorong kesamping seolah-olah pria itu tidak punya kemampuan untuk berdiri dengan benar lagi.

Hye-Na mengerutkan kening bingung, tapi akhirnya tersadar saat melihat kulit Kyuhyun yang terlihat jauh lebih pucat dari biasa, padahal warna kulit asli pria itu bahkan sudah nyaris seputih marmar.

“Benar-benar payah, ya? Kau bahkan lebih lemah daripada manusia. Kau masih bersikeras tidak mau meminum darahku?”

“Beritahu saja apa maumu dan kemudian kau bisa pulang,” sahut Kyuhyun dingin.

“Mudah saja kalau begitu. Kau tinggal meminum darahku, lalu aku bisa pulang. Aku juga tidak berencana terlalu lama disini,” ujar Hye-Na sabil menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. Dia menatap televisi yang menyala di depannya tanpa fokus.

“Bukannya kau tidak suka kalau aku membenamkan taringku di lehermu?”

“Hanya sebagai balas budi karena kau membiarkanku meminum darahmu.”

“Lupakan saja kalau begitu,” sergahnya, mengambil tempat di samping Hye-Na lalu mulai sibuk menggonta-ganti channel TV, walaupun Hye-Na tahu bahwa pria itu sama tidak fokusnya dengan dia.

“Daripada kau membuang-buang waktumu tanpa hasil, lebih baik kau pulang saja sekarang. Aku perlu istirahat,” ucap Kyuhyun beberapa menit kemudian, beralih ke PSP-nya yang terletak di atas meja, dan mulai tenggelam dengan permainan di dalamnya. Kali ini dia benar-benar mengrahkan seluruh fokusnya kesana dengan bibir terkatup rapat, berusaha mengabaikan aroma tubuh gadis di depannya yang kali ini terasa nyaris membunuh. Dia tidak tahu apa yang direncanakan gadis itu, tapi pasti berhubungan dengan usaha untuk membuatnya mau meminum darah, jadi dia hanya bisa berharap gadis itu segera bosan karena diabaikan dan memilih pulang. Setidaknya dia masih bisa berusaha menahan diri beberapa menit lagi, tergantung seberapa kuat kendali diri yang bisa dikerahkannya malam ini. Kalau dia tidak berhasil, sudah jelas bahwa itu adalah kesalahan gadis itu sendiri. Dia tidak akan bertanggung jawab atas apa yang akan terjadi nanti. Lihat saja. Memangnya gadis itu begitu bodoh sampai tidak tahu apa yang dia inginkan?

“Sejak kapan PSP terlihat lebih menarik dari aku?” tanya Hye-Na sambil melongokkan wajahnya tepat di depan Kyuhyun, membuat pria itu melongo dan tanpa sadar menjatuhkan PSP-nya. Pria itu dengan cepat meraih remote TV di atas meja dan mulai melakukan kegiatan membosankannya tadi, mengacak-acak saluran TV.

“Kau benar-benar mau mengabaikanku, ya? Baik, ayo bermain. Lihat sejauh apa kau bisa bertahan, Cho Kyuhyun ssi.”

Hye-Na bangkit dari sofa, dan berdiri menutupi layar TV, sehingga mau tidak mau Kyuhyun harus menatapnya. Pria itu tiba-tiba menyeringai dan melipat tangannya di depan dada.

“Baik. Ayo lihat tontonan apa yang akan kau berikan, Han Hye-Na ssi.”

Hye-Na balas menyeringai dan memosisikan tangannya tepat di depan kancing kemejanya yang paling atas. Gadis itu berdiri tenang, walaupun sejujurnya dia merasa sangat gugup. Astaga, seumur hidup dia tidak pernah membayangkan bahwa dia harus melakukan sesuatu untuk menggoda seorang pria. Bahkan dengan kemungkinan yang sangat besar bahwa pria itu akan menidurinya. Pasti dia sudah gila! Tidak, lebih dari gila. Dia benar-benar sudah hilang akal.

Gadis itu berhasil melepaskan kancing pertamanya, menarik nafas lega, dan mulai lebih percaya diri untuk melanjutkan dengan kancing berikutnya. 5 detik kemudian dia sudah membebaskan kemeja itu dari tubuhnya dan berdiri sambil bertolak pinggang hanya dalam balutan tank-top hitam yang terlihat begitu kontras dengan kulitnya yang seputih pualam.

Mata Kyuhyun menggelap. Hanya membutuhkan waktu yang sangat singkat bagi pria itu sampai berhasil mencapai Hye-Na dan menggapai tangan gadis tersebut, menariknya dengan paksa. Hye-Na tersenyum diam-diam, mengira bahwa taktiknya berhasil membuat pria itu menyerah, tapi tidak sampai sedetik kemudian matanya membulat sempurna saat menyadari kemana pria itu membawanya.

“Dapur?” ceplosnya kaget, menyuarakan isi pikirannya.

“Buatkan aku makanan. Aku lapar.”

“MWO? YAK! Yang kau butuhkan itu darahku, bukan makanan manusia!”

“Kenapa? Kau tidak bisa memasak? Tenang saja, kemampuan Renatus membuatmu tidak akan gagal dalam pekerjaan sepele seperti itu. Dan mengingat kau disini sedang dalam rangka menggodaku, anggap saja ini salah satu cara tercepat. Siapa tahu kau bisa berhasil. Ya, kan?” ujar Kyuhyun, masih dengan seringai setannya, dengan mudah mendorong Hye-Na masuk ke dalam dapur, membuat mata gadis itu membelalak ngeri.

“Kau sedang menjebakku. Ya, kan? Kau pasti tahu kalau aku sangat benci memasak. YAK!”

Kyuhyun mengabaikan teriakan gadis itu, menariknya ke depan konter dapur, membuka lemari dapur paling atas, dan melempar buku resep masakan ke tangan gadis itu.

“Masak saja bahan apapun yang kau temukan di dalam kulkas. Aku akan menunggu di meja makan. Kalau kau tidak mau, kau bisa pulang. Aku bisa memasak sendiri. Hmm?”

***

Hye-Na menatap bahan-bahan masakan di depannya dengan panik. Kekuatan apa yang harus digunakannya untuk membuat masakan yang bisa dimakan? Aish, dapur adalah tempat yang paling dibencinya setelah rumah sakit. Walaupun ruangan itu akan berbau harum setelah makanan selesai dimasak, tidak seperti rumah sakit yang berbau seperti kematian.

Gadis itu mengangkat pisau di atas konter, untuk pertama kalinya akan menggunakannya untuk memotong bahan makanan. Dan dia sama sekali tidak yakin akan hasilnya nanti walaupun Kyuhyun telah memberi jaminan.

Hye-Na membaca deretan tulisan di buku masakan yang diletakkannya di atas meja kemudian mengikuti setiap langkahnya. Dia sedang mencemplungkan wortel yang berhasil dipotongnya walaupun dalam bentuk yang tidak beraturan ke dalam air yang sedang dimasaknya di atas kompor gas, saat tiba-tiba seseorang melingkarkan lengan di pundaknya, kemudian merangkulnya erat, membuat tubuhnya berbenturan dengan tubuh keras orang tersebut.

“Kau pikir apa yang sedang kau lakukan, hmm?” geram Kyuhyun, menjatuhkan potongan-potongan wortel itu kembali ke atas piring. “Airnya bahkan belum mendidih. Masa itu saja kau tidak tahu? Apa aku juga harus mengajarimu memasak?”

Pria itu memindahkan piring yang tadi dipegang Hye-Na ke atas meja, lalu tanpa peringatan apapun membenamkan wajahnya ke dalam helaian rambut gadis itu.

“Aku kan sudah bilang kalau aku….”

“Benar-benar berencana menggodaku, eh? Siapa yang menyuruhmu? Donghae hyung? Alasan apa yang kau pakai sehingga bersedia melakukannya? Takut aku mati dan tidak bisa membantumu mengalahkan Reezar? Atau… kau tidak mau kehilangan aku sebagai pasangan hidupmu?” potong Kyuhyun, berujar di dekat telinga gadis itu, memberikan serangan listrik mematikan dari hembusan nafasnya yang membuat gadis itu kelimpungan.

“Dengar baik-baik Nona, kalau kendali diriku benar-benar tidak bisa kukontrol lagi, aku bisa pastikan bahwa aku akan mengambil apa pun yang aku inginkan darimu. Semuanya. Dan aku tidak akan berhenti walaupun kau menangis memohon-mohon padaku. Jadi jaga tingkah lakumu baik-baik kalau kau tidak ingin menyesal,” lanjutnya penuh ancaman.

“Semuanya?” ulang Hye-Na, nyaris hilang akal karena konsentrasinya yang terpecah antara menangkap ucapan pria itu atau menenangkan diri dari godaan keberadaan pria itu sendiri.

“Darahmu,” jawab Kyuhyun pelan, memberi jeda sesaat sebelum melanjutkan. “Dan tubuhmu tentu saja. Menurutmu apa lagi yang aku inginkan? Apa kau tidak bisa menebak bagaimana aku setengah mati berusaha untuk tidak merobek pakaianmu dan menidurimu di detik yang sama setiap kali kau berada di jangkauanku? Aku bahkan tidak bisa memutuskan mana yang lebih kuinginkan. Darahmu… atau kau. Jadi sudah jelas bahwa jika aku berhasil mendapatkan darahmu, aku harus mendapatkan tubuhmu juga. Kau mengerti?”

***

“Pulanglah. Apa kau tidak bosan membuang waktumu dengan sia-sia seperti ini?” tanya Kyuhyun sambil meletakkan sendoknya ke atas piringnya yang sudah kosong. Dia terpaksa menggunakan keahlian memasaknya setelah menyadari bahwa kemampuan gadis itu di dapur benar-benar sudah tidak terselamatkan lagi. Setidaknya dia berpikir bahwa dia harus mengisi perutnya walaupun makanan manusia tidak memberi pengaruh apapun untuk sekedar mengurangi rasa hausnya yang sudah dalam taraf mengkhawatirkan.

“Aku ingin mencoba sekali lagi. Eo?” ujar Hye-Na sambil mengacungkan jari telunjuknya.

“Apa lagi yang akan kau lakukan untuk menggodaku? Kalau kau bersedia membuka semua pakaianmu, aku akan mempertimbangkannya,” ujar pria itu dengan tampang sok serius, tapi sekali pandang saja Hye-Na langsung tahu bahwa pria itu sedang menjahilinya.

Hye-Na bangkit berdiri dari kursinya dan dalam satu gerakan sudah berubah posisi, mengambil tempat tepat di atas pangkuan Kyuhyun dan menunduk di atas pria itu.

“Kalau begini bagaimana?”

Kyuhyun tidak menjawab dan malah menarik nafas berat sebagai gantinya. Wangi tubuh gadis itu, tekanan tubuh gadis itu di atas tubuhnya, nafas gadis itu yang berhembus tepat di depan wajahnya, dan bibir gadis itu yang hanya berjarak beberapa senti sehingga dia bisa menjangkaunya jika dia mau memajukan wajahnya sedikit saja, membuat otaknya kehilangan fokus dengan mudah. Dia bahkan harus mengerahkan seluruh tenaga untuk sekedar menelan ludah saat tangan gadis itu beranjak naik ke leher kemeja yang dikenakannya, menyusuri kerahnya dengan jemarinya yang ramping dan panjang.

Pria itu menghitung perlahan dalam hati, akhirnya menyerah pada hitungan kelima, dan dengan kasar menarik tengkuk gadis itu ke arahnya untuk menyatukan bibir mereka, melumat bibir gadis itu dengan tidak sabar.

Tidak ada kata lembut dalam sentuhannya, bahkan meskipun dia sendiri menginginkannya. Bibirnya membuka dan memaksa bibir Hye-Na melakukan hal yang sama agar dia bisa menyusupkan lidahnya masuk, sedikit memberi gigitan agar gadis itu menuruti perintahnya. Tangan kirinya merambat naik dan mencengkeram rambut gadis itu selagi lidahnya bergerak liar menyusuri setiap inci bagian dalam mulut gadis tersebut, sedangkan tangan kanannya menyusup ke bawah paha gadis itu, dengan mudah mengangkat tubuh yang nyaris terasa tanpa bobot itu ke atas meja makan, menyingkirkan piring-piring di atasnya begitu saja, tanpa memedulikan suara memekakkan saat piring-piring dan gelas jatuh berserakan ke atas lantai, hanya karena dia ingin mendapatkan posisi yang lebih leluasa.

Kyuhyun menyibak rambut Hye-Na yang menutupi leher agar dia bisa mengakses titik nadi gadis itu dengan mudah kemudian membenamkan wajahnya disana, menghirup nafas dalam-dalam, dan benar-benar mengerang saat wangi tubuh yang memabukkan itu menghantam indera penciumannya yang tajam. Tanpa bisa dikendalikannya lagi, taringnya melesak keluar menembus gusinya dan langsung menggores permukaan kulit Hye-Na yang seharusnya tidak bisa ditembus apapun selain taring vampir dan Renatus. Darah gadis itu dengan cepat mengalir masuk ke mulutnya, dengan rasa yang tidak tergambarkan. Dia meminum sekaligus berusaha mengumpulkan konsentrasinya yang sudah terpecah, mengingat bahwa dia harus segera berhenti, bukannya meminum lebih banyak dari batas maksimal dan membuat gadis itu melemah kekurangan darah.

Pria itu menelan dan dengan susah payah menjulurkan lidahnya, menutup luka kecil itu tanpa meninggalkan bekas apa-apa. Dia kemudian mendongak dan berbicara di permukaan bibir gadis itu, mencium tanpa benar-benar menyentuhkan bibirnya.

“Aku sudah bilang bahwa aku tidak akan selesai sampai disini saja kan, Na~ya?” gumamnya, bersamaan dengan gerakannya meraup gadis itu ke dalam gendongannya, dan membawanya ke tujuan yang sudah jelas. Ranjang.

Seharusnya hanya butuh kurang dari satu detik untuk sampai disana, tapi dia menghabiskan lebih banyak waktu dengan merobek tank-top gadis itu menjadi robekan-robekan tak berbentuk, menyisakan sehelai bra yang tidak benar-benar menutupi apa yang seharusnya ditutupi. Jins adalah sasarannya berikutnya. Benda itu terlepas bertepatan dengan saat dia menjatuhkan tubuh gadis itu ke atas ranjang.

Dia menyadari bagaimana pintu kamarnya nyaris terlepas dari engselnya saat dia berusaha menutupnya dengan tendangan ringan dari kakinya, atau bagaimana ranjang yang baru saja digantinya kemarin karena rusak saat gadis itu meminum darahnya dua hari yang lalu kembali berderit mengerikan, berpotensi untuk mengalami nasib yang sama dengan ranjang pendahulunya. Tapi semuanya langsung terlupakan saat tangan gadis itu dengan ragu-ragu meraih kancing kemejanya dan melakukan gerakan cepat ke bawah, melepaskan semua kancingnya dari jahitan dalam satu sentakan, sehingga dia hanya mengenakan kaus singlet hitam saja sebagai dalaman.

Kyuhyun menunduk dan mencium bibir gadis itu lagi untuk mengalihkan perhatiannya dari syok sesaat karena tidak menyangka bahwa gadis itu benar-benar berniat melakukannya. Malu-malu, mungkin, tapi jelas bahwa gadis itu sudah siap.

Gerakannya terhenti saat Hye-Na menahan tangannya yang bermaksud melepaskan bra gadis itu tanpa mau repot-repot mencari pengaitnya di bagian belakang.

“Aku masih harus pulang, bodoh.”

Kyuhyun mendengus dan menatap gadis itu tidak percaya.

“Pertama, malam ini kau tidak akan beranjak kemanapun selain di atas ranjangku,” ucapnya dengan nada geli. “Kedua, aku akan mengambilkan pakaianmu besok pagi dan kau bisa berangkat kuliah bersamaku.”

“Jadi,” lanjutnya setelah beberapa saat. “Aku sudah boleh melanjutkannya, kan?”

Hye-Na memalingkan wajahnya yang sudah semerah kepiting rebus ke arah lain tanpa memberikan jawaban, tapi Kyuhyun dengan mudah meraih dagu gadis itu dan menghadapkan wajah gadis itu lagi ke arahnya. Pria itu tersenyum miring dan mulai melumat bibir gadis itu lagi. Lebih pelan, tapi sama tidak sabarnya. Tapi kali ini dia mengalah dan memosisikan tangannya di punggung gadis itu, menarik kaitan bra gadis itu sampai terlepas. Sama sia-sianya, karena pada akhirnya dia juga merobeknya walaupun dengan tidak sengaja.

Dia menatap pemandangan di depannya, nyaris dengan pikiran kosong, tapi perhatiannya kembali teralih karena gadis itu menarik kaus singletnya sampai terdengar bunyi cabikan dan melemparnya sembarangan, mulai berkutat dengan kancing atas celana jinsnya.

Dia sedang berusaha melakukan semuanya dengan urutan yang benar, tapi gadis itu malah memporak-porandakan rencananya begitu saja, sehingga yang tersisa dalam pikirannya sekarang hanyalah cara agar dia bisa secepatnya membenamkan tubuhnya di dalam tubuh gadis itu, tahu bahwa pikiran itu hanya membuatnya membenci diri sendiri karena bersikap egois. Ini kali pertama baginya, tapi juga kali pertama bagi gadis itu, dan seharusnya yang dia pikirkan adalah cara melakukan semuanya dengan perlahan dan hati-hati, bukannya serampangan tanpa kontrol seperti yang dilakukannya sekarang.

Dia menggertakkan giginya saat tangannya, tanpa memedulikan perintahnya sama sekali, bergerak naik dan menangkup dada gadis itu, sehingga dia memaksa diri untuk mencium bibir gadis itu lagi saat menyadari bahwa lagi-lagi gadis itu mengalihkan pandangan karena malu. Hanya beberapa detik, karena kemudian dia menyerah dan membiarkan bibirnya menggantikan posisi tangannya di dada gadis itu.

Kyuhyun tersenyum dalam hati saat mendengar bunyi tercekat yang sengaja ditahan Hye-Na untuk mencegah rasa malunya merambat lebih jauh lagi dan rasanya nyaris seperti pembalasan dendam saat gadis tersebut berhasil menarik jinsnya sampai terlepas hanya dengan gerakan kakinya, membuat pria itu menekan kasur lebih dalam dengan lututnya dan menggeser kedua kaki gadis itu sampai terbuka, sedangkan tangan kirinya bergerak turun mengelus paha gadis itu yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi, sebelum akhirnya berhenti di pangkal paha gadis itu dan melakukan hal yang sama disana, membuat gadis itu tanpa sadar mengeluarkan suara tercekik yang terlambat disadarinya sehingga dia menyumpah pelan detik berikutnya.

Dia tidak tahu sejak kapan mereka berdua sama-sama tidak mengenakan apa-apa lagi, yang dia tahu hanya dia sudah cukup bersabar dan sudah mencapai batasnya saat dia akhirnya menarik gadis ke arahnya, mencium gadis itu dalam-dalam, dan menyatukan tubuh mereka, bersyukur karena dia berhasil melakukannya dengan perlahan dan hati-hati, walaupun dia ragu bahwa gadis itu akan merasakan sakit. Rasa sakit seperti itu hanya akan dialami para manusia, tidak bagi para Renatus ataupun setengah malaikat seperti gadis ini. Hanya saja dia ingin memperlakukan gadis ini sebaik yang dia bisa. Gadis ini miliknya, dan dia akan sangat protektif terhadap apapun yang dia anggap berarti baginya. Lagipula… gadis ini makhluk hidup pertama yang berhasil menarik perhatiannya habis-habisan.

Dia mencengkeram bantal yang ditiduri gadis itu, meredam teriakannya di bibir gadis itu, senang saat gadis itu juga melakukan hal yang sama, mencengkeram rambutnya dan mendesah di sela-sela ciuman mereka. Pria itu mengangkat wajahnya saat serangan menakjubkan itu berakhir. Tubuhnya masih berdenyut, sisa dari kegiatan yang masih tidak dipercayainya akan dilakukannya dengan gadis itu hanya beberapa hari setelah mereka bertemu. Matanya menyusuri wajah gadis itu, berakhir tepat saat mata mereka berdua bertatapan, dan tersenyum perlahan, yang disambut gadis itu dengan senyuman yang sama, membuatnya memajukan tubuh dan menempelkan bibirnya di kening gadis itu dalam sentuhan ringan.

Dia memindahkan tubuhnya ke samping tubuh gadis itu, menarik selimut sekaligus gadis itu ke arahnya, melingkarkan lengannya di pinggang gadis tersebut. Bibirnya nyaris terbuka, mengucapkan kata yang ingin sekali diucapkannya, tapi dia tahu bahwa kata tersebut tidak akan ada artinya jika dia ucapkan sekarang. Seolah dia hanya mengucapkannya karena telah mendapatkan tubuh gadis itu saja. Akan ada waktu yang tepat dan dia sepertinya harus bersabar. Jadi sebagai gantinya dia hanya menunduk dan membenamkan wajahnya ke rambut gadis itu.

“Malam, Na~ya.”

Ada jeda sesaaat sebelum gadis itu membalas ucapannya, tapi dia cukup mengerti alasannya dan tidak mulai memperburuk suasana dengan ejekannya terhadap gadis tersebut.

“Malam, Kyu.”

***

Kali ini dia berada di sebuah taman kota yang cukup ramai di musim semi. Gambaran mimpi yang dilihatnya kali ini sama seperti sebelumnya, bukan seperti sebuah tontonan, tapi seolah dia benar-benar ada disana, melihat dengan mata kepala sendiri, tanpa perlu khawatir terlihat oleh orang lain. Dan mimpinya kali ini lebih terang dan penuh warna, sepertinya karena faktor sinar matahari, juga kondisi taman yang penuh bunga bermekaran dan orang-orang yang memakai pakaian warna-warni.

Dia melihat wanita itu lagi. Ibunya. Lovelya. Kali ini dalam balutan gaun sederhana berwarna hijau lembut selutut. Masih tampak semuda, semempesona, dan secantik sebelumnya. Bahkan gaun dengan potongan biasa itu saja masih tampak memukau hanya dikarenakan dialah yang memakainya.

Pria itu, Deathan, kali ini tidak tampak terlalu muram, tapi masih seberbahaya tampilannya di mimpi pertama Hye-Na, lebih cerah dengan kemeja putih dan celana jinsnya. Dua orang malaikat itu, jelas tidak akan pernah terlihat biasa-biasa saja bahkan saat mengenakan pakaian compang-camping sekalipun.

“Putih membuatmu terkesan lebih… normal,” komentar Lovelya, tidak bisa menemukan kata yang lebih tepat.

“Putih adalah warna kematian yang sebenarnya, Lovey.”

“Tapi hitam terkesan lebih gelap dan menakutkan.”

“Apa kau akan menghabiskan hari dengan mengomentari cara berpakaianku?”

Lovelya merengut dan akhirnya menggeleng. Bahkan dengan ekspresi seperti itu saja dia nyaris membuat gadis manapun menangis melihat kecantikannya.

“Kau tampak pucat, kau tahu? Kau sudah makan?”

“Aku sudah minum terlalu banyak tiga hari yang lalu. Aku tidak bisa membuat Il-Woo lebih lemah lagi daripada ini,” sahut wanita itu, menyebutkan nama Cruor manusianya.

“Kau harus beristirahat beberapa hari untuk mendapatkan kekuatanmu lagi.”

“Disaat ada terlalu banyak vampir baru yang diciptakan? Kau tahu aku tidak bisa. Lagipula kalau kau mau, kau juga bisa mencoba melakukannya.”

“Aku Malaikat Kematian, Lovey. Aku tidak bisa memberikan kehidupan yang lebih baik kepada vampir-vampir itu. Aku hanya bisa memusnahkan mereka. Pekerjaanku membunuh, bukan menghidupkan.”

“Aku tidak tahu,” gumam Lovelya, menyentuh semak bunga di dekatnya, dengan refleks membuat kuncup-kuncup bunga yang masih menutup bermekaran dengan indahnya. Dia berdiri di depan semak itu selama beberapa saat, menyembunyikannya dari pandangan, sebelum akhirnya beranjak setelah memastikan tidak akan ada orang yang menyadarinya. “Rasanya ada sesuatu yang sangat buruk akan terjadi. Aku melemah dari hari ke hari, dan bisa diserang kapanpun dengan mudah. Rasanya waktuku semakin menipis. Dan anehnya, aku juga mulai merasa ketakutan. Apa menurutmu itu wajar?”

“Aku sudah menyuruhmu agar tetap bersamaku. Kita bisa melakukannya bersama. Dan aku bisa memberikan perlindungan paling aman yang bisa kau dapatkan.”

“Tapi kau juga sama tahunya bahwa hal itu tidak akan efektif. Lebih baik berada di dua tempat agar kau bisa lebih leluasa melakukan pencarian. Kalau aku bersamamu, perhatianmu pasti lebih terfokus padaku. Itu membuatnya menjadi lebih sulit, kau tahu? Lagipula kita juga tidak bisa bersama terlalu lama,” ujar Lovelya, menekankan maksudnya pada kalimat terakhir.

“Peraturan bodoh. Aku tidak melihat letak kerugiannya jika kita bersama selain fakta bahwa kau mungkin akan mengecam keputusan-keputusan yang kubuat saat mencabut nyawa seseorang. Hal tersebut bahkan tidak seberharga itu.”

“Kau tetap tidak peduli seperti biasanya,” ucap Lovelya, nyaris bernada geli. “Dan terlalu percaya diri,” lanjutnya kemudian.

“Tidak juga,” elak pria itu dengan raut wajah yang mendadak terlihat lebih serius. “Aku juga memiliki firasat yang sama. Sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Dan akut idak berpikir bahwa kita akan cukup kuat untuk mencegahnya.”

“Kita sudah pernah membicarakan kemungkinan yang terburuk. Kau tahu apa yang harus dilakukan.”

“Dan aku berharap sama besarnya bahwa hal itu tidak perlu dilakukan,” tandas Deathan dengan nada tidak suka yang begitu kentara. “Aku tidak suka memikirkan kemungkinan bahwa aku akan kehilanganmu. Itu benar-benar membuat mual, kau tahu?”

***

Hye-Na membuka matanya, terjaga dalam seketika saat pikiran tidak menyenangkan menghampirinya. Entah kenapa dia mendapat firasat bahwa kejadian dalam mimpinya itu terjadi satu hari sebelum Lucifer datang dan menghancurkan segalanya. Dan dia yakin bahwa dugaannya itu tidak meleset. Mungkin mimpi berikutnya mencakup kejadian yang terjadi pada malam itu. Mungkin dia bisa melihat wajah Lucifer. Itu bukan harapan yang terlalu muluk menurutnya.

Gadis itu menoleh saat menyadari bahwa ranjang di sampingnya sudah kosong. Cukup dingin, menandakan bahwa Kyuhyun sudah terbangun cukup lama dan meninggalkannya begitu saja. Apa seburuk itu? Dia melakukan sesuatu yang tidak pantas semalam? Rasanya tidak. Untuk kali pertama, dia tahu bahwa semalam mungkin adalah salah satu, atau mungkin bahkan yang terbaik, jika dibandingkan dengan pasangan-pasangan lain juga melakukan hal yang sama untuk kali pertama. Jadi… pertanyaannya adalah, kenapa pria itu meninggalkannya sendirian di saat-saat sepenting ini?

Ingatan tentang semalam tentu saja masih sejelas saat dia mengalaminya. Sentuhan pria itu masih terasa, walaupun tidak meninggalkan bekas apa-apa di kulitnya. Tidak ada yang bisa melukai ataupun meninggalkan noda di tubuh Renatus setahunya dan hal tersebut cukup disyukurinya, karena dia tidak akan mau memamerkan bekas-bekas merah di tubuhnya kepada siapapun terutama pengawal pribadinya yang pasti akan meledak saking senangnya.

Gadis itu sedikit terlonjak saat mendengar suara klakson mobil yang cukup keras dari arah bawah. Dengan cepat dia bangkit dan menahan selimut yang menutupi tubuh polosnya agar tidak merosot jatuh dan bergegas berlari ke arah jendela kaca balkon, melongokkan wajahnya dan mendapati Kyuhyun sudah berdiri bersandar di pintu mobilnya, mendongak ke arahnya sambil tersenyum tipis, memberi tanda agar dia segera bersiap dan turun. Dan mendadak dia mendapat firasat bahwa… mungkin saja, pria itu juga tidak tahu cara bersikap biasa untuk menghadapinya di pagi hari. Mengetahui hal itu membuat beban di dadanya menghilang begitu saja. Jadi… semalam sama sekali tidak mengecewakan, kan?

***

Kyunghee University

09.30 AM

Hye-Na menghembuskan nafas lega saat akhirnya mobil Kyuhyun berbelok memasuki gerbang kampus. Pria itu memang cukup ‘manis’ karena menyiapkan pakaian dan sarapan untuknya, tapi berada dalam satu mobil selama lima belas menit lebih bersana pria itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Keadaannya benar-benar hening mencekam dan Hye-Na tidak berani memulai percakapan karena sepertinya pria itu sendiri berusaha untuk tidak menatapnya dan fokus ke arah jalanan, padahal jelas sekali hal tersebut tidak diperlukan. Seorang Renatus bisa mengemudikan mobil tanpa perlu memegang kemudinya sama sekali, apalagi untuk sekedar melihat jalanan agar tidak menabrak kendaraan lain, itu sama saja dengan omong kosong.

Kyuhyun menghentikan mobilnya di depan pelataran gedung kuliah Hye-Na, memarkirkan kendaraannya di lapangan parkir yang masih separuh kosong. Hye-Na membuka pintu dan melangkah turun, cukup terkejut saat pria itu ikut turun dan menunggunya agar mereka bisa masuk bersama. Padahal merujuk pada sikapnya sepagian ini, bukan sesuatu yang mengherankan jika pria itu langsung kabur menghilang ke kelasnya sendiri. Dan yang lebih membuat syok, alih-alih sekedar menggenggam tangannya, pria itu malah dengan santainya menarik tubuhnya mendekat dan melingkarkan lengannya ke leher gadis itu, seolah sedang berniat memamerkan kepada publik bahwa gadis itu miliknya dan tidak ada akses lagi bagi orang lain untuk mengganggu hak pribadinya atas gadis itu.

“Sepertinya semalam berjalan dengan sangat baik,” ujar Donghae sebagai sapaan saat kedua orang itu sampai di depan kelas Hye-Na. Pria itu tersenyum lebar dan mengedip ke arah Hye-Na, yang dimaksudkannya sebagai cara untuk menggoda gadis itu.

“Mau apa kau menungguku disini?”

“Alasan kedua adalah karena aku ingin melihat apa yang sedang aku lihat sekarang. Alasan pertama tentu saja karena aku baru mengantarkan gadisku ke kelas dan bermaksud baik untuk mampir melihat keadaanmu,” jelasnya panjang lebar, menoleh ke arah Kyuhyun dengan penuh minat. “Sepertinya kau sudah sangat sehat, Kyuhyun ssi. Nonaku mengusahakan yang terbaik kurasa.”

“Apa kau yang berhasil membuatnya menjadi wanita penggoda semalam?” tanya Kyuhyun enteng, yang langsung dihadiahkan sikutan yang cukup keras dari Hye-Na.

“Oh, ya? Padahal aku hanya mengancamnya sedikit dengan kemungkinan bahwa dia akan kehilanganmu kalau kau tetap bertahan untuk tidak meminum darahnya. Ancamanku benar-benar menghasilkan sesuatu yang luar bisa ternyata.”

“Sudah selesai dengan omong kosongmu pagi ini, Lee Donghae ssi?” sergah Hye-Na, tidak bisa menyembunyikan wajah memerahnya. Kenapa para pria suka sekali pamer dan membicarakan hal-hal tidak penting seperti ini? “Kalau kau masih mau melanjutkan, aku akan dengan senang hati meninggalkan kalian berdua. Permisi,” pamitnya sok sopan dan membebaskan diri dari rangkulan Kyuhyun, bergegas masuk ke dalam kelas, tidak menyadari bahwa kedua pria di belakangnya saling melemparkan tatapan penuh arti satu sama lain.

“Jadi? Bagaimana semalam?” bisik Donghae dengan cengiran menggoda.

“Urusan intern seperti itu tidak akan kubagi denganmu. Memangnya sejak kapan aku sebaik itu?”

“Aish, ayolah. Kau tidak ingat bahwa akulah yang membuatnya berubah pikiran?”

Kyuhyun mengernyit dan mengacak-acak rambutnya sampai berantakan, tidak bisa menemukan kata yang tepat tentang sesuatu yang sudah diberikan gadis itu padanya.

“Aku bisa…” ujarnya akhirnya, “mengorbankan 50 tahun hidupku sebelum bereinkarnasi untuk mendapatkan satu malam seperti itu lagi. Sudah puas?”

***

Kyunghee University

01.15 PM

Hye-Na mengerjap kaget dan membuka matanya saat merasakan hembusan nafas tepat di telinganya. Gadis itu mendongak dan membelalak saat mendapati bahwa Kyuhyun sudah duduk di sebelahnya, ditambah dengan kenyataan bahwa ruang kelasnya sudah kosong. Sepertinya dia tertidur lagi.

“Hanya karena kau mendapat daya ingat dan IQ tambahan karena menjadi Renatus dan Mi-Ange, bukan berarti kau bisa bersikap seperti mahasiswi pemalas, Na~ya,” komentarnya dengan tampang sok prihatin.

“Makan siang,” lanjutnya sambil menyodorkan kantong kertas berisi sandwich dalam porsi besar, yang langsung disambut gadis itu dengan penuh suka cita.

Hye-Na membuka bungkusan tersebut dan langsung menyantap makan siangnya dengan lahap. Dia baru menghabiskan setengah jatah sandwich-nya saat merasakan sesuatu bersandar di bahunya. Sepertinya Kyuhyun baru saja menemukan posisi yang nyaman untuk tidur dengan menyandarkan kepala di pundaknya dan kaki yang terjulur ke atas meja yang sudah didorongnya sedemikian rupa sehingga sesuai dengan jangkauan kakinya yang panjang.

“Maaf,” gumam pria itu pelan.

“Untuk apa?”

“Untuk sikapku sepanjang pagi. Aku tidak tahu sikap apa yang harus kutunjukkan padamu setelah tadi malam. Aku bahkan menghabiskan waktu bermenit-menit untuk berpikir apakah aku sebaiknya tetap di atas tempat tidur saat kau terbangun atau tidak. Dan berpikir selama bermenit-menit seperti itu bukan sesuatu yang wajar untuk seorang Renatus, kau tahu?”

“Jadi,” ucap Hye-Na sambil menelan ludah. “Apa alasannya sampai kau memutuskan untuk menungguku di bawah, bukannya tetap di tempat tidur?”

“Oh, itu. Aku pasti akan bersikap memalukan jika aku harus langsung menghadapimu saat kau bangun. Maksudku… aku tidak suka berada dalam kondisi seperti itu. Apalagi kau hanya mengenakan selimut. Kendali diri adalah hal lain lagi. Aku belum cukup kuat untuk menahannya dalam jangka waktu sesingkat itu. Lagipula aku ingin menjadi pria baik-baik dan tidak akan menyentuhmu lagi sebelum hubungan kita diresmikan.”

“Tidak menyentuhku lagi?” tanya Hye-Na cepat dan langsung menyesalinya pertanyaan spontan yang diutarakannya itu saat melihat mata pria tersebut berkilat geli.

“Kenapa? Kau mau melakukannya lagi?” guraunya sambil memainkan rambut gadis itu dengan jemarinya, sebelum kemudian menariknya sehingga gadis tersebut terpaksa menoleh dan dia bisa menjangkau bibir gadis itu dengan bibirnya sendiri, mengecupnya ringan. “Beberapa ciuman tidak masalah. Kau pikir aku akan tahan untuk tidak benar-benar menyentuhmu, hmm?”

“Tunggu,” ucap Hye-Na, akhirnya tersadar dari keterkejutannya. “Apa maksudmu dengan hubungan kita yang diresmikan?”

“Ikatan Suci tentu saja. Menikah, maksudku,” ralatnya saat melihat bahwa Hye-Na tidak mengerti dengan isitlah yang dia gunakan. “Memangnya apa lagi yang harus kulakukan selain mengikatmu dengan cara paling resmi yang bisa kulakukan?”

***

Kyunghee University

02.10 PM

“Kau berbicara dengannya,” tandas Sung-Rin setelah mempelajari ekspresi wajah Eunhyuk selama beberapa saat. Tatapan pria itu terarah pada sebuah buku tebal, tapi Sung-Rin tahu bahwa pria itu tidak membacanya sama sekali. Lagipula dia sendiri yakin bahwa Eunhyuk sudah menghapal isi buku itu kata per kata dengan ingatan Renatus-nya yang mengagumkan. Dia tidak suka dengan kenyataan itu, tapi dia tidak tahan untuk tidak membicarakannya. Raut wajah itu begitu cerah, seolah dia baru saja mendapatkan hal yang paling diinginkannya di dunia.

Tentu saja itu benar, batin gadis itu dalam hati. Keinginan terbesar seorang Lee Hyuk-Jae memang berbicara dengan Choi Ji-Yoo, dan dia baru saja mendapatkannya.

“Tidak usah dibahas,” sahut pria itu pelan, tidak mau memulai pertengkaran.

“Nanti juga kita harus membahasnya. Membicarakannya sekarang tidak akan membuat banyak perbedaan.”

Eunhyuk menutup bukunya dan menangkupkan tangan di atas meja, kali ini mengarahkan tatapannya pada gadis itu.

“Aku memang berbicara dengannya. Kau marah?”

Sung-Rin tertawa getir. “Marah ataupun tidak juga tidak ada gunanya bagiku. Cepat atau lambat kau juga tidak akan tahan, kan?”

“Kau tahu bahwa Moira….”

“Aku tahu,” potong gadis itu. “Aku sudah melihat Kyuhyun dan Hye-Na. Nyaris seperti mereka berdua menempel dan tidak terpisahkan. Kalau tidak ada aku, kalian juga akan menjadi seperti itu, kan?”

“Rin~a….”

“Kau sudah mengajaknya bicara. Sekarang tidak ada lagi pilihan bagimu selain menjelaskan semuanya padanya. Semuanya, Hyuk~a.”

“Aku tahu,” jawab Eunhyuk dengan wajah tertunduk. Hal itu tidak mudah. Jelas sama sekali tidak mudah.

“Mungkin karena dia Moira-mu, dia tidak akan keberatan dengan kenyataan makhluk seperti apa kau, bahwa kau membutuhkannya. Tapi apa kau yakin dia bisa menerima kehadiranku? Kalau dia memintamu meninggalkanku, apa kau mau melakukannya?”

“Hei hei,” ucap Eunhyuk cepat, mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi gadis itu. “Tidak perlu mengkhawatirkan itu, oke? Apapun yang terjadi, aku pasti akan mempertahankanmu. Kau sama pentingnya bagiku.”

“Tidak. Tanpa aku pun kau masih bisa meminum darahnya. Darahku tidak akan bisa menandingi rasa darahnya, kan?”

“Tapi aku tidak mau kau mati, bodoh!” sergah Eunhyuk, mulai merasa kesal. “Aku sudah menghabiskan bertahun-tahun bersamamu, dan kau masih berpikir bahwa aku tidak akan merasakan apa-apa jika aku kehilanganmu begitu?”

Eunhyuk berdiri dan melangkah ke arah gadis itu, berhenti disamping kursi yang didudukinya. Perlahan dia menarik pundak gadis itu ke arahnya sehingga kepala gadis itu bisa bersandar di dadanya, lalu menunduk sedikit untuk mengusap punggung gadis itu dengan gerakan menenangkan.

“Berhentilah berpikiran bodoh, Park Sung-Rin. Kau mengerti?”

“Pasti akan sulit. Dia mahasiswiku, kau tahu? Dia mengambil salah satu mata kuliahku. Kami akan sering bertemu kalau begitu.”

“Aku akan bicara dengannya. Menjelaskan semuanya. Dan… itu tergantung bagaimana dia menyikapinya. Sekarang kau tidak perlu memikirkannya. Aku yang akan menyelesaikannya.”

Baru saja pria itu mengakhiri ucapannya, pintu ruangan Sung-Rin terbuka perlahan. Nyaris tanpa suara, sehingga gadis itu tidak menyadarinya. Tapi tentu saja dia bisa mendengar suara sekecil apapun dengan pendengarannya yang tajam, jadi dia hanya bisa terpaku kaget saat menyadari siapa yang memergoki mereka berdua.

Untuk pertama kalinya, pria itu hanya bisa berdiri membeku, tidak bergerak ataupun menarik nafas. Untuk pertama kalinya, dia merasakan otaknya kosong, tidak bisa memikirkan ataupun berbuat sesuatu. Untuk pertama kalinya dia hanya bisa diam, seperti orang bodoh yang tidak tahu caranya untuk bersikap.

Takdir memang suka mempermainkannya, kan?

***

Ji-Yoo menutup pintu lagi dengan perlahan kemudian berlari menjauh secepat yang dia bisa. Gadis itu baru menghentikan langkahnya di anak tangga paling bawah dengan nafas yang terengah-engah, memegangi dadanya yang terasa sakit karena tekanan kerja paru-parunya.

Mendadak pikirannya mulai berangsur jernih dan dia mulai menyadari kebodohan yang baru saja dia lakukan.

Memangnya kenapa kalau dia melihat pria itu memeluk dosennya sendiri? Wanita itu kan kekasihnya, jadi kenapa dia harus marah? Mereka bahkan tidak ada hubungan apapun. Hanya pernah berbicara satu kali dan itupun juga sepertinya hanya sekedar basa-basi karena pria itu kasihan melihatnya kehujanan. Jadi kenapa dia harus merasa sekesal ini?

Karena kau menyukai pria itu, tolol!

Yeah, dan kenapa dia harus bodoh sekali sampai menyukai seorang pria yang sudah punya kekasih? Pria itu bahkan lebih tua 7 tahun darinya. Dia masih waras, kan? Dan bayangkan bagaimana dia harus menghadapi pria itu jika mereka bertemu lagi! Pria itu pasti akan menganggapnya aneh karena kabur begitu saja, kan?

Gadis itu menghela nafas dan melirik paper di tangannya. Sepertinya dia masih harus menunggu sampai besok untuk menyerahkannya pada kekasih pria yang disukainya itu.

***

Ga-Eul’s Home, Seoul

07.08 PM

“Pulang sana,” usir Ga-Eul saat Donghae sudah mengantarkannya ke depan pintu rumah, memberi tanda bahwa dia ingin masuk dan menghabiskan waktu lebih lama lagi bersama gadis itu.

“Mwo? Kau mengusirku?” seru pria itu tidak percaya. Dia sering kali tidak habis pikir dengan sikap yang ditunjukkan gadis di depannya itu. Terkadang gadis itu bisa sangat manis, tapi kemudian berubah ketus dan menakutkan di detik berikutnya.

“Ne. Wae?”

“Yak, biasanya kau selalu mengeluh karena waktuku habis untuk Hye-Na, tapi sekarang kau malah mengusirku setelah aku memiliki banyak waktu luang untuk dihabiskan bersama. Kau ini kenapa?”

“Tidak kenapa-napa,” jawab gadis itu singkat. “Aku hanya lelah, oke? Aku ingin istirahat. Kita masih akan bertemu lagi besok.”

“Baik. Aku mengerti,” ucap Donghae akhirnya setelah menatap gadis itu lama.

Raut wajah gadis itu memang terlihat sangat lelah, tapi mata gadis itu memperlihatkan ketakutan. Seolah ada hal buruk yang sedang terjadi. Dan gadis itu tidak mau memberitahukan hal tersebut padanya. Dia masih akan diam dan membiarkan gadis itu menenangkan diri terlebih dahulu sebelum mendesaknya untuk memberitahunya apa yang sedang terjadi.

“Dua hari,” lanjut pria itu penuh peringatan. “Kalau kau masih tidak menceritakan apa-apa padaku, kau akan tahu bahwa aku juga punya batas kesabaran. Dan kau tidak akan suka dengan apa yang akan kulakukan kemudian, Ga-Eul~a.”

***

Ji-Yoo’s Home, Seoul

07.44 PM

Eunhyuk mengerjap kaget saat menyadari bahwa dia sudah berada di depan rumah Ji-Yoo. Pria itu mengumpat dalam hati. Sepertinya otaknya bekerja di luar kendalinya lagi.

Eunhyuk menhirup nafas dalam-dalam, memenuhi indera penciumannya dengan aroma tanah, rumput, dan bau samar masakan yang baru saja dihidangkan di atas meja. Kadang memiliki indera penciuman tajam sangat berguna, tapi terkadang juga menjengkelkan karena kau benar-benar bisa membaui semuanya.

Pria itu menyandarkan tubuhnya ke dinding dalam posisi miring, mengumpulkan keberanian untuk mengetuk pintu. Tapi setelah gadis itu berada di hadapannya nanti apa yang harus dikatakannya? Bagaimana dia harus mengawali ceritanya? Apakah gadis itu akan mempercayainya? Bagaimana kalau, seperti kata Sung-Rin, gadis itu tidak suka dengan kehadiran wanita lain dan menyuruhnya memilih? Atau kemungkinan paling buruk, gadis itu menganggapnya mengatakan omong kosong dan menolak percaya. Mungkin saja gadis itu tidak menyukainya.

Yang benar saja, batinnya dalam hati. Moira tidak mungkin menolak takdirnya.

Jadi dengan keyakinan tipis itu pria tersebut mengetuk pintu, menunggu beberapa detik sebelum akhirnya pintu itu dibukakan dan Ji-Yoo muncul, berdiri kaku sambil menatapnya dalam campuran rasa kaget dan bingung.

“Ada yang harus aku beritahukan padamu,” ucapnya cepat sebelum gadis itu membuka mulut dan membuatnya kehilangan keberanian. Memberitahukan hal seperti ini bukanlah hal mudah. Pasti ceritanya terdengar seperti dongeng anak kecil yang tidak dapat dipercaya. Tapi dia harus menjelaskannya karena itulah peraturannya. Jika kau bertemu Cruor ataupun Moira-mu, dan kau sudah berbicara padanya, sudah merupakan kewajiban yang tidak bisa dilanggar untuk mengutarakan kebenaran. Bahwa dunia tidak hanya terdiri dari manusia, binatang, tanaman, dan benda mati saja. Bahwa semua mitos yang terdengar seperti bualan menggelikan itu benar adanya. Hanya saja tidak ada yang tahu tentang Renatus. Mungkin kalau dia mengaku menjadi vampir gadis tersebut akan lebih cepat percaya.

“Dan kau akan tahu alasan kenapa kau merasa menyukaiku.”

***

Daechi-dong, Gangnam, Seoul

08.16 PM

Wanita tua itu berjalan dengan langkah kaki yang semakin dipercepat. Dia sesekali menoleh ke belakang, dengan kewaspadaan yang semakin meningkat. Firasatnya mengatakan ada seseorang yang mengikutinya dari belakang, tapi setelah beberapa kali menyelidiki, dia tidak mendapati apa-apa. Bahkan seekor kucing pun tidak. Jalanan itu benar-benar gelap dan lengang. Lampu jalan hanya terletak 20 meter di depan, itupun sedikit redup. Dan tidak ada satupun kendaraan yang lewat padahal ini baru jam 8.

Wanita itu menoleh lagi saat merasakan hembusan angin yang cepat di belakang tubuhnya, seolah ada seseorang yang berlari melintas, tapi lagi-lagi dia tidak melihat apa-apa. Dia sudah benar-benar berlari sekarang. Dan kabar buruknya, rumahnya masih terletak beberapa blok lagi dari jalanan ini.

Dia memutuskan untuk berbelok di tikungan depan, saat teringat ada jalan besar di depan. Membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai di rumah, tapi setidaknya lebih aman. Biasanya ada banyak penjaja makanan sampai larut tengah malam yang berjualan disana, juga ada banyak kendaraan, jadi dia bisa menepis ketakutannya.

Masih 25 meter sebelum dia mencapai jalan besar, saat tiba-tiba dia merasakan sesuatu menyentuh bahunya dan menyentakkan tubuhnya sampai berbalik. Wanita itu terhuyung dan jatuh menghantam tanah dan yang dia tahu sesaaat kemudian hanyalah punggungnya yang terdesak sampai ke dinding yang membatasi rumah-rumah dengan jalan dan kepalanya yang dipaksa mengambil posisi miring sehingga lehernya terekspos jelas.

Sesuatu yang tajam dan runcing menusuk bagian samping lehernya, dan dia bisa merasakan darahnya memercik keluar. Tapi ada sesuatu yang dingin dan lembut yang sudah siap menampung cairan merah itu, menghisapnya dengan perlahan, tapi kemudian semakin cepat dan tidak sabar. Mata wanita itu terasa berkunang-kunang, dan langit di atasnya seolah berputar saat dia perlahan kehilangan kesadarannya, mendadak menyadari bahwa apapun makhluk yang sedang melakukan ini padanya, bermaksud untuk menghisap darahnya sampai habis dan dia tahu bahwa dia tidak akan pernah sampai ke rumahnya. Jadi dengan pikiran buruk itu, wanita tersebut mengerahkan seluruh tenaganya untuk menoleh, berusaha menatap siapa yang akan membunuhnya. Dan wajah itu memenuhi penglihatannya sampai matanya tertutup dan kematian menyambutnya. Wajah yang begitu tampan, dengan kesan dingin dan menakutkan, membuat suasana disekelilingnya terasa mencekam. Mata pria itu kelam dan menyorot tajam, dan kulitnya begitu putih seperti tulang, terlihat mulus tapi juga kuat, seolah tidak akan bisa ditembus oleh benda tajam apapun. Dan dia tidak tahu, alasan kenapa pria muda dan tampan ini menginginkan nyawanya. Kenapa pria itu bisa menghisap darahnya. Makhluk macam apa yang ditemuinya ini?

***

Ji-Yoo’s Home, Seoul

08.23 PM

“Gila,” gumam Ji-Yoo setelah 5 menit berlalu dalam keheningan. Dia ingin menolak percaya semua hal yang diceritakan pria itu, tapi semuanya juga terdengar begitu masuk akal sekaligus mustahil di saat yang bersamaan.

Bagaimana mungkin ada makhluk semacam itu di dunia? Tapi hal tersebut juga menjawab segalanya. Alasan kenapa dia memiliki ketertarikan aneh terhadap pria tersebut, kenapa pria itu memiliki kekasih yang jauh lebih tua darinya. Dan cerita yang paling tidak diterima oleh logikanya adalah… pria itulah yang telah membantu proses kelahirannya. Dan sejak itu, mereka sudah ditakdirkan bersama. Bagaimana mungkin dia bisa mempercayai cerita seperti itu? Hal tersebut hanya ada di kisah-kisah roman fantasi. Pria di depannya ini bahkan bukan vampir.

“Kau tidak bisa menolak kehadiranku,” lanjut pria itu. “Takdir yang satu ini, Moira, bukan sesuatu yang bisa kau hindari. Aku minta maaf karena tidak bisa menahan diri untuk tidak mendekatimu dan membuatmu terjebak dalam situasi tidak mengenakkan ini, tapi aku juga hampir-hampir tidak memiliki pilihan. Ikatannya terlalu kuat. Kau lihat saja Kyuhyun dan Hye-Na. Kau pasti sudah dengar, kan? Kampus sepertinya sangat heboh dengan gosip mereka keluar dari toilet bersama dan menunjukkan kemesraan terang-terangan di depan umum.”

“Mereka juga….”

Eunhyuk mengangguk. “Tapi mereka tidak sepenuhnya Renatus. Hye-Na adalah anak Lovelya, dan Kyuhyun adalah anak Deathan. Mereka Mi-Ange, setengah malaikat.”

“Malaikat bisa punya anak?”

“Ceritanya panjang. Aku akan menjelaskan padamu nanti.”

“Lalu…” ucap Ji-Yoo ragu. “Kau mau aku bersikap seperti apa? Mempercayaimu? Kau mau aku terjebak di tengah-tengah hubunganmu dan Sung-Rin songsaengnim? Kau pikir wanita waras mana yang mau menjalani hubungan seperti itu?”

“Aku tidak memintamu melakukannya. Aku tidak akan memperlakukanmu seperti… seorang pria kepada wanita. Aku hanya… aku hanya perlu melihatmu dan berbicara denganmu. Sebagai sahabat. Teman. Kenalan. Atau apapun yang kau inginkan.”

“Apa itu….”

“Sama menyakitkannya. Memang. Tapi aku sudah cukup menderita selama ini karena hanya bisa melihatmu dari jauh saja dan aku tidak mau mengalami hal seperti itu lagi. Anggap saja ini penderitaan lain dalam bentuk yang lebih menyenangkan.” Eunhyuk menghela nafas dan tersenyum tipis. “Dia juga sama berartinya bagiku. Aku tidak bisa kehilangannya. Untuk yang satu ini aku harap kau mengerti.”

“Aku tahu,” timpal Ji-Yoo. “Aku tidak akan pernah merusak hubungan yang seperti itu.”

Eunhyuk menatap gadis itu lekat, mensyukuri bahwa akhirnya sekarang dia bisa menatap wajah itu dari jarak dekat, sepuas yang dia inginkan. Mungkin dia tidak bisa memiliki gadis itu sepenuhnya, tapi hubungan seperti ini juga sudah cukup baginya. Asalkan dia bisa melihat dan berbicara dengan gadis itu, dia pasti akan baik-baik saja.

“Yoo….”

“Mmm?”

“Boleh aku… memegang tanganmu?”

Ji-Yoo tertegun sesaat mendengar permintaan pria itu. Gadis itu mengerjapkan matanya, kemudian dengan perlahan mengulurkan tangannya, yang langsung disambut dengan hati-hati oleh pria itu. Detik itu juga sensasi yang dulu dirasakannya saat kulit mereka pertama kali bersentuhan menghantamnya lagi. Suhu tubuh pria itu dingin, tapi tidak membuatnya beku. Dan itu rasanya cukup menyenangkan.

Pria itu menatap tangan dalam genggamannya, menyusuri jemari gadis itu dengan ibu jarinya. Dia tersenyum dan melepaskan tangan gadis itu, seolah dia dia tidak bisa menggenggamnya lebih lama lagi.

“Aku harap… kali kedua aku menggenggam tanganmu, status kita sudah berubah.”

“Maksudmu?”

“Kau sudah jadi milikku. Jadi saat itu, aku sudah bebas menggenggam tanganmu kapanpun aku mau.”

***

Hye-Na’s Home, Daechi-dong, Gangnam, Seoul

10.45 PM

Hye-Na berguling gelisah dalam tidurnya. Dia tidak mendapatkan mimpi apa-apa, tapi suasana di sekelilingnya membuatnya merasa tidak nyaman.

Gadis itu membuka matanya dan langsung terbelalak lebar saat melihat Kyuhyun sudah berbaring menyamping disampingnya, menatapnya dengan kepala yang disangga oleh tangan kanannya. Pantas saja aura di kamarnya teerasa mencekam.

“Kau tidak punya sopan santun?” gerutu gadis itu dengan bibir mengerucut. “Mengganggu tidurku saja!”

Pria itu terkekeh pelan, tidak membalas ucapannya. Alih-alih menjawab, dia malah menyentuh pipi gadis itu dengan tangannya yang anehnya terasa dingin. Yang lebih aneh lagi, gadis itu tidak merasakan getaran menyesakkan yang biasanya dia rasakan setiap kali pria itu menyentuhnya.

Hye-Na menghirup nafas diam-diam, tidak tahu kenapa dia melakukannya. Dan wangi yang diciumnya kemudian membuatnya tersentak kaget. Baunya berbeda. Bau pria itu berubah. Yang dibauinya sekarang adalah aroma asing, percampuran antara bau matahari, daun, dan tanah basah. Dan mendadak hal itu membuatnya ketakutan. Ada apa? Apa yang terjadi pada pria di depannya ini?

“Kau kelihatan cantik saat sedang tidur,” ujar pria itu sambil bangkit dari tempat tidur. Bahkan ucapannya pun terasa aneh di telinga Hye-Na. Seorang Cho Kyuhyun tidak akan mengucapkan hal seperti itu, kan?

“Aku pergi dulu. Sepertinya kau tidak bisa tidur kalau aku tetap disini,” lanjutnya sambil mengacak-acak rambut gadis itu. “Sampai jumpa besok, Hye-Na~ya.”

Seharusnya ‘Sampai jumpa besok, Na~ya’, batin Hye-Na dengan bulu kuduk meremang saat pria itu menghilang di balik jendela kamarnya. Gadis itu mencengkeram selimut yang menutupi tubuhnya erat-erat, masih bertahan pada posisinya semula, menatap nyalang ke tirai jendela yang sedikit bergoyang tertiup angin. Perlahan dia memaksakan diri untuk beranjak meraih ponselnya yang terletak di atas nakas, lalu dengan tangan gemetar memencet nomor yang sudah dihapalnya di luar kepala. Dia pasti benar-benar ketakutan, karena bukan hal mudah untuk membuat seorang renatus gemetaran.

“K… Kyu,” ucapnya gugup.

“Wae? Kenapa kau meneleponku? Suaramu aneh. Kalau kau manusia pasti aku sudah mengira bahwa kau sedang sakit.”

“Kau… barusan… tidak dari rumahku?”

“Kau mau aku kesana?”

Gadis itu bahkan tidak punya waktu untuk merasa kesal.

“Kau tidak baru pergi dari kamarku?

“Ada apa? Ada sesuatu yang terjadi?” Kali ini suara pria itu berubah lebih tajam dan terdengar waspada. Dan hanya butuh waktu dua detik saat Hye-Na mendengar jendela kamarnya terbuka menghantam dinding dan pria itu sudah berdiri di depannya di saat yang bersamaan.

Raut wajah pria itu terlihat tegang dan berkeriut marah setelah membaui sesuatu yang aneh di kamar gadis itu.

“Siapa yang baru saja dari sini?” tanyanya, naik ke atas tempat tidur dan menangkup wajah gadis itu dengan kedua tangannya, memeriksa apakah gadis itu dalam keadaan normal atau tidak. Ketakutan jelas, tapi tidak kekurangan sesuatu apapun sehingga membuat pria itu berhasil menarik nafas lega.

“Kau.”

“Aku?” seru pria itu kaget. Ada satu kemungkinan yang langsung menghampiri pikirannya, tapi itu nyaris mustahil. Apa dia sudah seberani itu sampai muncul terang-terangan seperti ini? Tapi bagaimana bisa?

“Bagaimana kalau….”

“Aku juga memikirkan hal yang sama,” ucap pria itu kalut. Waktu mereka semakin menipis dan dia tidak mau membayangkan bahwa hal tersebut akan segera terjadi.

“Reezar?”

TBC

TOMORROW

Standar

Aku menyukai lagu ini lalu membencinya. Karena lagu ini selalu mengingatkanku pada dirimu. Karena lagu ini terlalu jujur menyindir isi hatiku. Hatiku yang rapuh karena kehilanganmu. Aku membenci lagu ini karena kamu tapi… entah lagu ini atau kamu, aku tidak bisa melupakannya, aku akan tetap mengingat keduanya. -deson-

Krringg…

Seorang gadis masuk kedalam sebuah kafe. Ia lalu menggantung jaketnya di hangger lalu masuk kedalam pantri. Ia tersenyum pada beberapa karyawan lain yang sudah datang.

Ia mengikat setengah rambutnya, yang membuat rambut bawahnya yang tidak terikat tergerai dan poninya menghiasi sudut wajahnya. Bentuk rambutnya sudah tidak berbentuk lagi, terakhir kali ia memotong rambutnya adalah 2 bulan lalu. Ia memotong rambutnya sangat pendek dan menyesalinya. Sejak saat itu ia tidak mau pergi ke salon lagi.

Ia mengambil beberapa sedok kopi lalu di mix dengan susu. Ia menunggu sampai kedua bahan itu tercampur dengan sempurna. Setelah itu, ia tuangkan dalam mug bercorak sapi. Ia bisa mencium aroma kopi susu khas. Kopi susu buatannya sendiri.

Setelah mendapatkan minuman kesukaannya ia kembali ketempatnya- dimeja pojok dekat Tipe dan ruang manajer utama.

Gadis itu meletakan mugnya yang mengepul. Ia melirik keseluruh kafe dan mendapati bahwa kafe itu tidak terlalu sepi atau ramai. Kafe itu hanya sebuah kafe kecil untuk minum kopi yang dilengkapi dengan ratusan buku bacaan dan wifi. Suasana hangat yang ditawarkan oleh kafe itu juga sangat menarik, design interior yang mengusung tema back to classic itu mampu membuat para pengunjungnya terkesima.

Gadis itu tersenyum, ia lalu menyalakan tipe dan memutar playlist secara acak. Seorang gadis lain yang bertugas sebagai kasir menghampirinya lalu menyerahkan buku rekap kafe. Gadis itu tersenyum kemudian membuka laptopnya dan mulai menjelajah angka demi angka yang ada dihapannya.

 

No, no, no, no more tomorrow

No, no, no, no more tomorrow

 

“Jangan di stop!”

Sebuah tangan menghentikan gerakan tangannya yang hendak mematikan lagu yang sedang di putar. Ia tidak menyukai lagu itu. Jujur saja setiap kali lagu itu terdengar di telinganya ia selalu refleks untuk mematikannya.

Gadis itu mendecak kesal. Ia menarik tangannya dari genggaman orang itu. Ia mendungus tidak suka. Ia menarik matanya melihat siapa pemilik tangan besar itu.

Ia memicingkan matanya untuk mengenali seseorang dihadapannya. Pria itu memakai kacamata hitam dan wajah yang ditutupi oleh syal. Rambutnya hitam bergelombang serta parfumnya yang khas mengingatkannya pada seseorang.

“Jangan dimatikan. Aku ingin mendengar lagu ini.”

Gadis itu terhenyak mendengar suara itu. suara yang sangat familiar di telinganya.  Ia menyusuri wajah pria di hadapnnya. Ia berharap telinganya salah mendengar dan pria itu bukan pria yang dihadapannya.

 

사랑은 받는다고 갖는 게

sarangeun batneundago gatneun ge                                             

시간은 걷는다고 가는 게

siganeun gotneundago ganeun ge

사람은 숨 쉰다고 사는 게

sarameun sum swindago saneun ge

아닌데

aninde

 

Menerima cinta bukan berarti kau memilikinya

Menjalani waktu bukan berarti kau melewati

Bernapasan bukan berarti kau hidup

Tidak berati

 

Pria itu memakai kacamata dan syal yang menutupi sebagian wajahnya. Ia menarik ujung bibirnya, membentuk sebuah senyuman yang khas. Senyum yang tidak pernah gadis lupakan. Senyum yang akhirnya menyadarkan gadis itu bahwa yang dilihatnya adalah benar.

“Annyeong… Yeosin-ah…” ucap pria itu membuat gadis itu membatu.

>>deson<<

“Oppa kau tau?” Lirikan jail Yeosin mengarah pada pria yang sedang duduk dihadapannya. Tatapannya begitu antusias menatap lawan bicaranya itu. sebuah ide baru saja melintas di kepalanya dan ia ingin melakukan hal itu dengan pria yang ada dihadapannya itu, untuk mengusir rasa bosan.

“Mwo??” ucap pria itu datar tanpa melepaskan tatapannya dari komik yang dipengangnya.

“Hmm… ani…” Yeosin mengurungkan niatnya saat pria dihadapnnya sama sekali tidak meresponnya. Idenya menguap begitu saja karena kecewa.

“Ada apa cepat katakan saja?”

Yeosin menggeleng, meski tau bahwa pria itu tidak akan melihat gelengan kepalanya. Matanya yang berbinar-binar menjadi redup dan tidak bercahaya lagi.

Pria itu melepaskan tatapan dari komik dan menatap mata Yeosin dengan lekat, “Cepat katakan, atau jangan mengganggu konsentrasiku.”

Yeosin mengembungkan pipinya kesal. Ia tidak suka bila dipaksa seperti itu dan… Ia mengalihkan wajahnya dari tatapan intensif pria itu, “Hal itu tidak bisa diucapkan Kim Heechul-ssi.”

Yeosin mendorong kursinya kebelakang kemudian berdiri meninggalkan Pria yang lebih memilih komiknya dari pada dirinya

Yeosin menoleh kebelakang dan melihat pria itu kembali tenggelam dalam komiknya. Ia tidak tau apa alasan pria itu memintanya untuk datang dan menemaninya jika akhirnya ia akan didiamkan seperti ini.

Yeosin lalu memilih untuk duduk disofa. Ia mengangkat kakinya lalu merangkulnya. Ia menatap pria itu dari jauh. Ia menyusuri lekuk wajah pria itu dengan seksama memperhatikan ekspresinya. Ekspresi yang tidak pernah pria itu berikan padanya.

Yeosin mengigit bibir bawahnya. Kupu-kupu yang ada di perutnya saling berterbangan. Jantungnya berdebar sangat kencang saat melihat pria itu. Hanya dengan melihat pria itu tersenyum, ia merasa… merasa… entahlah… mungkin ini yang namanya cinta. Meski pada kenyataannya pria itu tidak pernah mengubrisnya. Ia akan melihat pria itu dari jauh kemudian jatuh tertidur dan akan mendapati tubuhnya di kasur keesokan harinya.

Yeosin menepuk pipinya kemudian mengalihkan pandangannya. Ia tidak boleh membuat dirinya semakin mencintai pria itu. Tidak boleh meski ia memang telah mulai untuk menyukai pria itu.

>>deson<<

Heechul memperhatikan wajah cantik dihadapannya. Ia tidak tau apa yang membuat kakinya menginjakan di kafe calon mantan istrinya dan mendekatkan diri pada wanita yang dihindarinya itu. Ia juga yang menghentikan tangan gadis itu untuk tidak menghentikan lagu itu. Lagu yang menjadi lagu kesukaan gadis itu.

“Kau masih sama.” Heechul melirik mug sapi yang ada dimeja. Heechul tau kebiasaan buruk istrinya yang terlalu addict terhadap kopi. Tidak akan pernah lepas dari kafein dan mencintai warna hitam di dalam gelasnya itu.

 

Baby there’s no no tomorrow

그때 그대로 난 멈춰있고

geutte geudero nan momchwoitgo

마지막 그 순간에 머문 시간

majimak geu sun-gane momun sigan

너에겐 그저 지난날이지만

noegen geujo jinannarijiman

 

Baby takan ada, tidak akan ada esok

Aku telah berhenti di waktu itu, tempat itu

Di saat terakhir, untuk waktu yang lama

Meskipun untukmu, itu hanya masa lalu

 

“Benarkah?” Yeosin mengangkat sebelah alisnya.

Heechul segera menggeleng, “Tidak, Kau mengubah rambutmu juga. Menjadi lebih pendek…” dan kau terlihat lebih pucat dengan rambut itu. Kau terlihat lelah. Apa kau menghabiskan waktu seharian dengan mengerjakan angka-angka itu? Apa mendapat istirahat yang banyak? Apa kau tidak melihat lingkaran hitam di bawah matamu? Kau terlalu banyak minum kopi dan sering mengalami insomnia seharusnya kau…  Heechul membungkam mulutnya agar kata-kata itu tidak keluar dari mulutnya. Ia lalu menggengam erat tangannya untuk mengontrol emosinya.

“Hmm… kau tetap sama.” Ucap Yeosin, “tidak berubah.” Yeosin masih bisa ingat dengan jelas tatapan lurus Heechul padanya. Cara pria itu memanggil namanya, cara pria itu berkata, cara pria itu tersenyum padanya semua masaih terekam jelas di otak Yeosin.. Tidak ada yang berubah, atau memang waktu dua bulan memang sebentar meski rasanya ia sudah hidup jutaan tahun tanpa melihat calon mantan suaminya itu, Atau kenangan tentang pria itu masih melekat di kepalanya, seperti kemarin. Semua tetap sama.

 

Baby there’s no, no, no, no more tomorrow

Till you come back, everyday is yesterday

Baby there’s no, no, no, no more tomorrow

 

Heechul menyunggingkan senyum separuhnya. Senyum yang biasa ia berikan pada gadis itu. Ia juga mengucapkan hal yang biasa. Melakukan hal-hal biasa dan Memang tidak ada yang berubah padanya. Semuanya masih tetap sama dan berharap bahwa semuanya akan masih tetap sama.

“Kau harus menjaga dirimu sendiri.” Ucap Heechul datar sambil melhat mug-nya di meja. Tidak ada ekspresi atau nada yang berlebihan dalam ucapannya. Semuanya datar.

“Kau yang seharusnya menjaga diri.”

Heechul mengangkat kepalanya dan memandang lekat gadis dihadapnnya. Gadis itu terlihat sangat biasa. Gadis itu tidak mengusirnya, gadis itu tidak berkata dengan nada tinggi atau memakinya. Semua seperti biasa hingga Heechul bisa bernafas lega merasa gadis itu sudah bisa memaafkannya atas perlakuannya yang buruk.

“Jangan terlalu banyak membaca komik dan menonton hingga larut. Jangan melakukan hal bodoh hingga banyak menimbulkan gosip dan… segeralah mencari gadis yang baik yang selalu bisa mengerti keadaanmu.”

Gadis itu tersenyum Heechul merasakan jantungnya berdetak kencang. Bodoh gadis mana yang mau dengan pria dihadapannya. Dia juga bodoh karena terlah terjerat pesona pria itu dan harusnya ia tidak mengatakah hal sesesitif seperti itu

Segeralah mencari gadis yang baik

Heechul merasa tersindir dengan ucapan gadis itu tapi dari caranya bicara. Gadis itu sangat serius. Bukan karena tidak bisa mendapat gadis lain, kerena ia memang tidak melepas gadis dihadapannya.

>>deson<<

“Kapan kalian akan memberikan kami keponakan?” Goda Hyukjae saat Yeosin mengantarkan makan siang. Heechul yang saat itu sedang mengisi acara musik memintanya untuk membuatkan makan siang karena tadi pagi ia tidak sempat sarapan.

“Kami benar-benar tidak sabar untuk mendengar celotehan Heechul Junior.” Ucap Sungmin diikuti yang lainnya.

Yeosin melirik Heechul tapi pria itu malah asik dengan headset yang bercantol di telinganya. Ia sendiri tidak tau apa yang harus ia katakan pada ‘adik-adik’ iparnya itu. Ia hanya tersenyum. Karena ia sendiri tidak tau jawabannya.

Ia dan Heechul memang menikah. Hampir sepuluh bulan mereka menikah tapi sampai sekarang mereka tidak pernah melakukan apapun.

Yeosin sendiri bingung kenapa ia menyutui pernikahan itu saat ayahnya membawa Heechul kehadapannya. Heechul tidak mengatakan apapun tapi ayahnya bersikeras untuk menikahkan mereka.

“Yeosin-ah… Apa Heechul hyung melakukan ‘itu’ padamu?”

Yeosin menoleh pada Hyukjae yang duduk disampingnya. Pria itu memamerkan gummy smilenya yang khas dan membuat Yeosin ingin menghajarnya dengan sepatu yang ia pakai.

“Hei tidak usah malu. Kau bisa percaya padaku” Hyukjae memandang Yeosin dengan dalam, “apa Hyung melakukan ‘itu’?” tanya Hyukjae sekali lagi.

Yeosin hendak membuka mulutnya ketika tangannya ditarik oleh seseorang.

“Hyukjae-ah, bukan karena aku pernah digosipkan menjadi seorang gay, aku tidak bisa membuatnya hamil.” Heechul menarik Yeosin dari Hyukjae, “Sebaiknya kau berhenti tebar pesona. Karena istriku tidak akan tergoda padamu.”

Heechul menarik tangan Yeosin ke luar ruangan. Mereka pergi keatap dimana tidak ada satu orang pun yang dapat mengganggu mereka. udara tidak terlalu dingin hingga mereka tidak perlu repot-repot untuk memakai jaket.

Yeosin memandang punggung Heechul. Pria itu melepaskan tangannya saat mereka tiba di atap. Ia melihat Heechul memasukan tangannya ke saku celana dan menggadap langit luas. Rambutnya yang agak panjang berayun mengikuti angin.

Yeosin mengambil ponselnya kemudian mengambil beberapa foto. Setelah ia puas dengan kameranya ia mendekati Heechul.

“Kau mendengarnya?” Yeosin menyamakan posisinya dengan Heechul. Mereka berdua menghadap ke arah langit yang luas. Yeosin mulai mengambil beberapa gambar langit.

“Aku punya telinga.” Ucap Heechul datar

“Kenapa kau tidak membantuku menjawab pertanyaan Dongsaengmu?”

“Apa mereka akan percaya?” Heechul menoleh ke gadis disebelahnya, “Aku menikah denganmu untuk menutupi gosip yang mengatakan bahwa aku seorang gay dan kau menerima pernikahan ini karena perintah ayahmu, yang merupakan pemegang saham terbesar di SM??”

Heechul mengalihkan pandangannya ke langit, “Mereka pasti tau bahwa kita memang tidak saling menyukai.”

Yeosin menunduk, “Ya~ kita memang…”

“Seharusnya kalian berpengangan tangan.” Tiba-tiba Kyuhyun berada ditengah-tengah mereka. Ia merangkul bahu Heechul dan Yeosin. Ia hanya memamerkan deretan gigi putihnya saat Yeosin dan Heechul memandangnya heran.

“Aku tidak menyangka kalian akan melakukan hal romantis nan menjijikan seperti ini.” Kyuhyun mundur beberapa langkah lalu mendekatkan Yeosin pada Heechul, “Seharusnya kalian lebih mendekat dan, Yeosin kau harusnya bersandar pada bahu Hyung.” Kyuhyun menyandarkan kepala Yeosin di bahu Heechul lalu mengambil tangan Heechul untuk dilingkarkan di pinggang Yeosin.

Kyuhyun memandang hasil karyanya lalu mendecak, “ckkckkk… kalian terlihat sangat bagus tapi sepertinya kalian harus melakukannya lebih lama karena matahari belum mau tenggelam.” Ucap Kyuhyun sambil tertawa. Ia lalu menghilang.

Yeosin dan Heechul terdiam salah tinggah. Yeosin merasa wajahnya memerah. Ia menarik kepalanya untuk menjauh dari Heechul tapi Heechul menariknya kedalam pelukannya. Pria itu lalu memeluk Yeosin dari belakang.

“Kenapa terburu-buru? Bukankah Kyuhyun bilang Matahari masih belum mau tenggelam?” ucap Heechul tepat di telinga Yeosin.

Yeosin merasakan jantungnya berdetak dengan kencang. Ia tersenyum senang. Sepuluh bulan memang waktu yang tidak sedikit untuk membuatnya jatuh terpesona kedalam kharisma seorang Kim Heechul. Meski dengan dalam sikapnya yang dingin. Jarak yang dekat dan seringnya bertemu, membuatnya semakin mencintai suaminya itu.

Yeosin menaruh tanggannya di atas tangan Heechul lalu menyandarkan kepalanya didada bidang Heechul. Ia memejamkan matanya menikamati siang hari yang sejuk itu, ia heran kenapa Heechul digosipkan gay padahal dimatanya Heechul bisa memperlakukan wanita dengan baik kecuali sikap datarnya, padahal semakin di kenal Heechul terasa lebih hangat.

“Terimakasih.”

Ucapan Heechul membuat Yeosin tersadar. Heechul melepaskan pelukannya dan membuat Yeosin kebingungan.

“Kau telah menyelamatkan hidupku dan karirku.” Heechul menatap Yeosin yang masih kebingungan, “tadi ada paparazi yang mengikuti kita. Aku menyadarinya setelah Kyuhyun pergi. Dia terus memotret kita terus menerus dan membuatku marah.”

Yeosin mengembungkan pipinya, “dan orang itu masih percaya kau gay meski kita sudah menikah, huh??”

Tidak perlu mendengar jawaban Heechul, Yeosin pergi dari hadapan Heechul. Ia tidak ingin melihat pria itu. Menyandarkan dirinya di pengangan tangga kemudian membekap mulutnya agar tangisnya tidak terdengar oleh Heechul.

Baru saja ia merasa melayang oleh perlakuan manis Heechul dan setelah itu Heechul kembali bersikap dingin. Seharusnya ia tidak terlalu berharap. Seharusnya ia tau bahwa mereka menikah untuk menyelamatkan karir Heechul dan akan Heechul lakukan apapun untuk menyelamatkan karirnya.

>>deson<<

“Bagaimana karirmu? Kudengar kau melakukan Super Show lagi?” tanya Yeosin menyeruput kopinya.

“Ne, kami melakukannya lagi di beberap kota dan beberapa negara.”

“Sepertinya mengasikkan, kau pasti bertemu dengan beberapa fangirl.”

“Aku bertemu dengan E.L.F dan juga Petals,” Heechul menyunggingkan senyum datarnya membuat Yeosin merindukan setengah mati senyuman yang dulu ia benci. Senyuman biasa yang sering ia lontarkan. Senyum yang jauh lebih dingin dari senyum yang biasa ia berikan pada fansnya, “Aku juga bertemu dengan fans Yeo-Nim yeomin.”

Yeosin membelak tidak percaya, “maksudmu fans Yeosin-Heenim couple??” ia pernah mendengar beberapa couple buatan fans dan juga buatan sebuah acara reality show. Misalnya Yong-Seo, Khun-Toria, atau Seo-Kyu, Hyo-Hyuk, Min-Stal ia juga banyak mendengar tentang, Hee-Sicca, SoHeeChul, dan lainnya.

Heechul menggangguk, “mereka bertanya apa aku ikut tur denganku.”

“Lalu apa yang kau jawab?” Mata Yeosin memandang Heechul dengan penuh antusias.

 

가슴을 찢던 그 기억이 달력을 찢고

gaseumeul jjitdon geu giogi dallyogeul jjitgo

한해처럼 저물어가너를 잊고

hanhechorom jomuroga noreul itgo

사는 척 하기도 해 아직도 내 세상은 변함없어

saneun chok hagido he ajikdo ne sesangeun byonhamobso

너만 없어

noman obso

 

Kenangan yang terkoyak telah mati di hatiku

Hari di kalender dan memudar seperti akhir tahun

Aku hidup dengan berpura-pura melupakanmu dalam duniaku belum berubah

Kau masih tidak ada

 

“Tidak ada.”

Yeosin langsung memutar matanya. Kilatan yang tadi ia rasakan menguap begitu saja. Seharusnya ia tau, Heechul akan menjawab begitu saja.

“Karena kau memang tidak ada disana.”

“Aku memang tidak ada disana.” Yeosin mengulangi ucapan Heechul, “bagaimana dengan keadaan member lain?? Mereka pasti sangat antusias dengan show kali ini?”

“Tentu saja mereka melakukan dengan antusias. Masing-masing melakukan bermacam-masam fanservis dengan baik.”

“Yeah, aku juga tau, kau pasti melakukannya juga,” Yeosin menyeruput kopinya lagi, “Apa yang kau lakukan? apa masih menirukan Lady Gaga atau mencium pria-pria yang ada di panggung?”

Heechul meringis, “aku tidak melakukannya lagi.” Heechul menyandarkan punggungnya di kursi sambil memainkan gelasnya, “aku belajar dari seseorang untuk tidak melakakan hal yang aneh tapi masih bisa menyenangkan fans.”

“Nugu???” Tanya Yeosin penasaran kemudian sebuah senyum mengembang di wajahnya, “ah~ pasti seorang yang sedang dekat denganmu.”

Heechul menggulum senyumnya tanpa melepas tatapannya dari Yeosin, “Ne, seseorang yang aku cintai.”

Yeosin berusaha untuk menarik bibirnya membentuk senyuman. Ia lalu menarik tangan kananya kebawah. Ia lalu meraba tangannya dan ia masih menemukan cincin itu di sela jari manisnya. Yeosin mengigit bibirnya lalu memutar cincin itu hingga terbalik. Ia tidak ingin Heechul melihat cincin itu ditangannya. Apalagi setelah Heechul menemukan pengganti dirinya.

“Kau harus menggundangku.” Ucap Yeosin dengan berat.

“Tentu saja. Kau orang yang harus datang saat itu.”

>>deson<<

Pluuk… sebuah handuk mendarat di wajah Yeosin. Ia mendengus kesal saat melihat Kyuhyun hanya tersenyum jail lalu duduk disebelahnya.

“Kau tidak tau betapa menyeramkannya dirimu.” Cerca Kyuhyun

“Aku sedang tidak ingin diganggu.” Jawab Yeosin ketus. Ia sedang menunggu Heechul membawakan acaranya sementara member lain sudah pulang duluan setelah mereka selesai recording. Kyuhyun masih berada di sana karena dia akan menjadi bintang tamu di acara selanjutnya.

“Aku serius. Kau tampak menyeramkan.” Kyuhyun menyerahkan cerminnya ke Yeosin, “Jika begini bagaimana hyung akan menatapmu.”

Yeosin menoleh pada Kyuhyun. Tidak ada cengiran jail diwajah Kyuhyun ia tampak serius dengan ucapannya.

“Tidak usah berbohong. Kami semua tau kau mencintainya.”

Yeosin mencibir.

“Kau menjaganya dengan baik. Kau juga membuatnya jauh dari berita buruk itu.”

“Bukanah itu memang tugasku?” Yeosin mencoba menghindari tatapan Kyuhyun, “bukankan kau mendengar percakapan kami di atap. Bahwa kami menikah hanya untuk meredakan gosip itu.”

Kyuhyun merangkul Yeosin, ia gemas gemas karena Yeosin terus menghindari pertanyaannya, “Ne, semuanya sangat jelas. Kalian menikah karena perjodohan, tapi bukan berarti kalian tidak bisa saling mencintai, bukan? Dari caramu menatapnya. Dari suaramu saat berbicara padanya. Mungkin hanya Hyung saja yang tidak menyadarinya.”

“Jinjja?” Yeosin merasakan wajahnya memerah, “dia memang tidak menyukaiku.” Ucap Yeosin frustasi

Kyuhyun membulatkan bibirnya, “Hei, siapa yang mengatakannya. Dia sangat menyukaimu. Hanya saja kau tidak tau. Kalian sama sama tidak menyadarinya lucu.” Kyuhyun mengeluarkan senyum jahilnya, “saling mencintai tapi sama-sama tidak menyadarinya.”

Yeosin mencibir, “Aisshhh… bagaimana aku bisa percaya pada setan sepertimu?”

Kyuhyun mengacak-acak rambut Yeosin gemas, “Akan ku buktikan padamu.”

Yeosin mendelik, “jinjja?? Kau harus berusaha dengan keras.”

Kyuhyun mencubit pipi Yeosin gemas. Ia lalu mengambil candycam milik Yeosin lalu memasukannya kedalam ranselnya, “Kau akan melihatnya.”

>>deson<<

“Mungkin sebaiknya aku datang dengan pasangan, bukan?” Yeosin menatap Heechul kembali.

Heechul menggangguk ragu. Ia tidak berharap begitu. Bagaimana gadis itu bisa mendapatkan penggantinya dalam waktu dua bulan. Heechul mendengus, gadis itu pasti bisa. Gadis itu tidak hanya cantik, tapi ekspresif. Gadis itu selalu mengatakan apa yang ada dikepalanya. Gadis yang brillian dan hanya dirinya yang bodoh yang mau melepaskan gadis itu.

 

사람들은 다 돌아보면 웃게

saramdeureun da dorabomyon utge

되는 거래 너를 향했던

dweneun gore noreul hyanghetdon

고개를 틀기도 힘든 내게 듣기도 싫은데 왜 떠들까?

gogereul teulgido himdeun nege deutgido sireunde we ttodeulkka?

난 여기서 머문다

nan yogiso momunda

 

Semua orang berkata jika kau kembali, kau akan tertawa

Meskipun aku memiliki waktu yang sulit memutar kepalaku untuk berhadapan denganmu

Aku tidak ingin mendengarnya tapi mengapa mereka tetap mengoceh?

Aku berlama-lama di sini

 

Suasana kafe sedang tidak begitu ramai. Heechul melepaskan alat penyamarannya. Ia membuka mantelnya yang menutup wajahya. Yeosin bisa melihat dengan jelas wajah laki-laki dihadapannya. Tanpa make-up dan tanpa topeng.

Bukankah ia sering melihat Heechul tanpa make-up. Tanpa topeng idol dan tanpa harus menjaga image. Ia tahu isi dan tingkah asli Heechul, bukan Heechul yang seorang publik figure yang selalu bersembunyi dibalik topengnya idol-nya. Bahkan ia merasa bukan Heechul yang bersembunyi dibalik topeng itu tapi dirinya yang bersembunyi di atas kepura-puaraan. Pura-pura tidak membutuhkan Heechul padahal ia sangat merindukan pria dihadapannya.

“Kau pasti sedang mempunyai banyak waktu?” ucap Yeosin.

Heechul menggangguk, “kau boleh meneruskan perkerjaanmu. Aku sedang menunggu seseorang.”

Yeosin membuka mulutnya kemudian menutupnya kembali, “Dia kah? Dia akan datang kemari?” Yeosin mengutuki perkatannnya. Ia tidak akan sanggup melihat ‘orang itu’. Ia bahkan tidak mau tau.

Heechul tidak menjawab. Membuat Yeosin kembali untuk mengerjakan tugasnya. Ia harus memeriksa catatan keuangan kafenya. Kafe yang dipenganya selama hampir dua tahun belakangan ini. Kafe yang hampir ia telantarkan setelah menikah dengan Heechul. Sekarang ia malah mensibukan diri dengan buka kafe-kafe kopi lainnya untuk melupakan Heechul.

Heechul mengamati matanya Yeosin yang penuh dengan angka-angka. Ia tidak tau betapa ia merindukan sorot teduh gadis itu. Merindukan celotehannya. Merindukan sosok yang sering ketiduran di sofa karena menemaninya bergadang.

“Kau tidak boleh terlalu banyak minum kopi.” Ucap Heechul pelan.

Yeosin menggangkat kepalanya ingin mengatakan, “apa urusanmu?” tapi ia urungkan. Ia kembali menjelajah kedalam dunianya, ia tidak peduli. Baginya Heechul adalah masa lalu dan ia benci saat ia masih merasakan perasaan itu.

Heechul memakai Headsetnya kemudian menggumam pelan. Ia tidak peduli dengan lagu yang di pasang di dalam kafe. Ia terus menyanyikan lagu dalam headsetnya sambil memejamkan matanya.

>>deson<<

Heechul menatap langit luas dari balkon kamarnya. Bayangan Kyuhyun menngacak-acak rambut Yeosin dan juga mencubit pipi istrinya sangat mengganggu pikirannya.

Ia memandang Yeosin dari kejauhan. Ia mendiamkan Yeosin sejak peristiwa itu. Ia tidak mengerti. Ia marah pada Yeosin. Ia menginginkan posisi itu, posisi dimana Yeosin bisa tertawa lepas bersamanya. Tapi lidahnya terlalu kelu untuk melalukan itu. Ia takut, ia salah ucap.

Heechul mengutuki dirinya sendiri. Bukannya setiap hari ia sudah mendiamkan Yeosin. Bagaimana gadis itu bisa tertawa lepas jika mengobrol saja mereka jarang. Ia tidak pernah berani untuk mendekati Yeosin. Karena gadis itu selalu terlihat menggoda di matanya.

Heechul mendekati Yeosin. Gadis itu sudah tertidur disofa, film yang ia nonton masih menyala. Heechul mengamati wajah gadisnya dengan lekat. Ia selalu memandang wajah Yeosin sebelum menindahkan gadis itu ke kasur.

Ia menyentuh pipi gadis itu.

“Saranghae.” Ucapnya pelan, “kenapa lebih mudah mengucapkannya saat kau tertidur??”

Heechul tersenyum lalu menggangkat tubuh Yeosin lalu membaringkannya di ranjang. Ia menarik selimut hingga dada Yeosin kemudian mematikan lampu. Heechul memandang Yeosin sesaat.

“Mimpi yang indah Han Yeosin” ucap Heechul lirih, “Mimpikan aku.”

>>deson<<

하지마라 내일은 해가 뜬다는 말

hajimara ne ireun hega tteundaneun mal

너와의 밤보다 캄캄한 아침일 테니

nowaye bamboda kamkamhan achimil teni

비온 뒤에 땅이 굳는다는 말

bion dwie ttangi gutneundaneun mal

너와의 근심보다 답답한 안심일 테니

nowaye geunsimboda dapdaphan ansimil teni

다 엉망이잖아

da ongmangijana

너에게는 다시 봄이지만 내 계절은 변하지 않아

noegeneun dasi bomijiman ne gyejoreun byonhaji ana

내 마음이 또 싹튼다 해도

ne maeumi tto ssakteunda hedo

I’ve got no tomorrow

I’ve got no tomorrow

 

Jangan berkata bahwa matahari akan terbit besok

Karena it akan menjadi gelap pagi yang lebih gelap dari malam denganmu

Jangan katakan bahwa tanah mengeras setelah hujan

Karena itu akan menjadi bantuan yang lebih frustrasi daripada kekhawatiran kita

Semuanya berantakan – Waktunya musim semi untukmu, tetapi musim tidak berubah untukku

Meskipun kau mengatakan bahwa hatiku akan mekar lagi,

aku punya hari esok

 

Ujung mata Yeosin tertarik pada satu titik dimana Heechul menutup matanya dan dan tertidur. Heechul pasti kelelahan. Matanya terlihat cekung dan kantung mata yang tebal. Wajahnya terlihat pucat dan bibirnya pecah-pecah.

Yeosin menyusuri lekuk wajah Heechul dengan seksama. Biasanya Heechul memintanya untuk menemaninya dan Heechul akan tenggelam dengan komiknya atau gamenya dan ia akan kebosanan karena hanya melihat Heechul dengan intes.

Yeosin melipat tangannya dan mencondongkan wajahnya. Ia melihat wajah Heechul dari dekat. Ada perasaan rindu yang menyergap hatinya. Rindu saat ia duduk di sebelah Heechul dan memperhatikan wajah Heechul. Ia rindu saat Heechul berteriak padanya dan menyuruhnya untuk tetap menemaninya membaca komik.

Yeosin menggelengkan kepalanya. Ia kemudian meneguk kopinya lalu kembali kepekerjaannya.

Baby there’s no no tomorrow

그때 그대로 난 멈춰있고

geutte geudero nan momchwoitgo

마지막 그 순간에 머문 시간

majimak geu sun-gane momun sigan

너에겐 그저 지난날이지만

noegen geujo jinannarijiman

 

Baby takan ada, tidak akan ada esok

Aku telah berhenti di waktu itu, tempat itu

Di saat terakhir, untuk waktu yang lama

Meskipun untukmu, itu hanya masa lalu

 

>>deson<<

Yeosin menghentikan aktifitas memasaknya saat berita tentang dirinya ada diTV. Lebih tepatnya berita tentang Superstar Heechul dan istrinya berpelukan di atap gedung salah satu stasiun TV menyebar di dunia maya. Yeosin tidak heran melihat ke popularitasan Heechul. Suaminya itu memang seorang superstar meski pernah vakum selama 2 tahun untuk wamil.

Foto-foto itu benar-benar bagus. Seorang profesional yang mengambil gambar dengan begitu detial. Ia terlihat seperti seorang pasangan yang sedang menikmati matahari terbenam.

“Ya… masakanmu.”

Yeosin membekam mulutnya. Ia lalu kembali dapur dan membalik daging yang sedang ia panggang.

“Kenapa kau begitu… gembira melihat kita digosipkan seperti itu.” Heechul duduk di meja makan lalu memperhatikan Yeosin dari kejauhan

Yeosin menoleh. Ia membalik tubuhnya lalu menuangkan kopi pahit kedalam cangkir Heechul dan kopi susu untuknya.

Yeosin mendekatkan wajahnya ke wajah Heechul, “Karena aku terbiasa dengan gosip kau dengan pria.” Ledek Yeosin lalu berbalik ke dapur.

“Ya~” Heechul menahan tangan Yeosin lalu menariknya kehadapnya. Heechul menggeser kursinya agar bisa menghadap Yeosin, “Apa maksudmu?”

Yeosin mencibir, “Semua orang sudah satu Kim Heechul-ssi, kau sering berciuman dengan sesama pria.”

Heechul mendecak, “ya~ itu kulakukan untuk fans dan itu bukan berarti aku seorang gay.”

“Aku tidak mengatakan kau seorang gay hanya…”

Heechul berdiri lalu menarik tubuh Yeosin mendekatinya. Ia merengkuh pinggang Yeosin dengan tangannya yang bebas lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Yeosin.

Yeosin menutup matanya saat Heechul berdiri. Ia takut Heechul akan memukulnya. Ia merasakan gerakan halus di bibirnya. Yeosin tidak berani untuk membuka matanya, ia malah membuka mulutnya perlahan membuat Heechul lebih leluasa menyentuh semua mulutnya.

Spatula yang Yeosin pengang jatuh saat ia berjinjit untuk membalas ciuman Heechul. Ia melingkarkan tangannya di leher Heechul untuk memperdalam ciumannya. Heechul tersenyum ia merasakan lehernya kaku karena menuduk. Ia lalu menggangkat Yeosin naik keatas meja tanpa menghentikan ciumannya.

Heechul melepaskan ciumannya lalu berpindah keleher Yeosin. Tangannya bergerak masuk kedalam kaos yang dipakai Yeosin lalu membuka tali bra yang dipakai gadis itu.

“Astaga Hyung…”

Heechul mengentikan aktifitasnya. Ia mengeratkan pelukannya pada Yeosin. Ia lupa mengunci pintu depan dan ini memudahkan member lain yang tinggal di sebelahnya untuk masuk kedalam rumahnya.

Yeosin membeku dalam pelukan Heechul.

“Harusnya aku membawa handycam-ku.” Seru Hyukjae.

“Kau ini pria bejat Hyung.” Ucap Ryeowook yang langsung pergi kedapur dan mematikan kompor, “harusnya kau membiarkan istrimu selesai memasak baru kau melakukannya. Kau membuat bau yang tidak sedap.”

“Hyung ini masih pagi… apa kau tidak puas melakukannya semalam?” ucap Kyuhyun.

“Ya~ kenapa kalian malah menonton mereka,” ucap Siwon, “bukankah kalian ingin segera mendapatkan keponakan?”

Heechul mendengus kesal. Ia yakin wajahnya sangat merah saat ini.

“Oppa tali bra-ku.” Ucap Yeosin ditelinga Heechul. gadis itu menenggelamkan wajahnya di bahu Heechul. Ia juga pasti sangat malu terpergok sedang berduaan. Untung saja ia belum membuka baju Yeosin. Jika tidak…

“Ya~ kalian apa kalian tidak bisa meningalkan kami?” Heechul menurunkan Yeosin dari atas meja.

Mereka semua menggerutu sambil menutup kembali pintu.

Heechul memandang Yeosin yang sedang menunduk malu.

“Lepas, aku harus membenarkannya.” Yeosin membalikan badannya sambil memengang dadanya. Ia berjalan kekamar lalu menutup pintunya.

Yeosin merasakan dadanya bergetar hebat. Kupu-kupu di perutnya semakin banyak dan berterbangan di dalam perutnya.

>>deson<<

Baby there’s no, no, no, no more tomorrow

Till you come back, everyday is yesterday

Baby there’s no, no, no, no more tomorrow

 

Heechul menyunggingkan senyumnya saat melihat bola mata Yeosin yang bergerak mengikuti deretan angka dihadapannya. Gadis itu menggerakkan bibir mungilnnya menggumamkan angka-angka dihadapanny kemudian menyalinnya dalam sebuah kertas. Kadang-kadang ia mendecak kesal saat perhitunggannya tidak sama.

Ia tidak pernah tau, apa menariknya angka-angka itu. Baginya angka itu terlalu rumit seperti seorang perempuan. Terlalu banyak misteri.

Ia tidak pernah tertarik dengan angka-angka tapi ia tertarik pada gadis itu. Gadis yang entah kenapa mampu membuat hatinya yang dingin menjadi meleleh. Hanya dengan tatapan berbinarnya, hanya dengan senyum lebarnya dan diamnya dirinya.

Ia merindukan sosok yang selalu menemaninya membaca. Sosok yang selalu kebosanan menemaninya dan akhirnya akan tertidur disampingnya. Sosok yang tidak pernah pergi jauh darinya.

Detik-detik yang ia lalui bersama gadis itu. Detik-detik penuh kesunyian. Detik-detik yang tidak pernah terlupakan.

 

속은 텅 빈 죽은 미소인데

sogeun tong bin jugeun misoinde

너를 만날 때보다 좋아 보인대

noreul mannal tteboda joa boinde

이젠 한숨이 놓인대 난 숨이 조이네

ijen hansumi noinde nan sumi joine

미소가 나만 못 속이네

misoga naman mot sogine

평범해지긴 했어 마음이 짐이 돼서

pyongbomhe jigin hesso maeumi jimi dweso

많이 비워냈어 정말 미치겠어

mani biwonesso jongmal michigesso

내겐 들리지 않는 위로들

negen deulliji anneun wirodeul

제발 그만해

jebal geumanhe

 

Hatikuku kosong dan senyumku sudah mati

Tapi kau berkata bahwa aku terlihat lebih baik dari pada bersamamu

Kau mengatakan bahwa kau dapat membiarkanku bernagas lega sekarang

Tapi aku kehabisan nafas senyum tidak hanya untuk menipuku

Aku menjadi normal – hatiku menjadi memberatkan sehingga aku mengeluarkannya.

Aku benar-benar akan gila – tolong berhenti mengatakan hal-hal yang menghibur seakan aku tidak dapat mendengar

>>deson<<

Yeosin dan Heechul duduk berdua. Heechul memakai headsetnya dan matannya sibuk membaca komik-komiknya. Yeosin mendengus kesal saat ia mulai kebosanan. Acara TV yang di tontonnya sudah tidak menarik lagi dan Heechul tenggelam dalam dunianya sendiri.

“Oppa…” ucap Yeosin yang tidak di gubris oleh Heechul.

Yeosin mengembungkan pipinya kemudian menatap Heechul. Ia menatap pria dihadapannya tapi pria itu tidak juga merespon.

Yeosin kemudian menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa tanpa sambil tetap menatap Heechul.

“Sebenarnya bagaimana hubungan kita ini??? kita tidak seperti suami-istri tapi kita tidak pernah melakukan apa-apa. Kita seperti kakak adik tapi status kita suami-istri.” Celoteh Yeosin, “Oppa… Oppa… Oppa…”

“Aku bosan memanggilmu Oppa dan mendengar kau memanggilku dengan sebutan Yeosin. Semua orang dapat memanggilmu Oppa dan aku benci itu. Orang lain juga memanggilku Yeosin dan aku tidak pernah memanggilku dengan panggilan khusus.”

“Ah~ mungkin aku terlalu kekanankan dan terlalu terobsesi pada dongeng-dongeng. Tapi Oppa, aku ingin sekali… ingin kau mengulurkan tanganmu dan meminta berdansa denganmu di tengah banyak orang. Ingin kau mengelus keningku sebelum tidur. Ingin kau kecup sebelum kau pergi berkerja dan…” Yeosin memeluk lututnya, “aku tau kau seorang superstar. Pernikahan ini juga banyak ditentang oleh fansmu. Aku mengerti. Aku tidak akan menuntut banyak permintaan. Tapi…”

Yeosin menenggelamkan kepalanya diantara lututnya. Ia merasa seperti orang bodoh berbicara sendiri. Ia mengutuki dirinya sendiri yang bodoh.

Tting… tttong…

Yeosin mengangkat kepalanya saat bel rumah mereka.

“Biar aku saja.” Ucap Heechul yang membuat Yeosin membeku.

Heechul menaruh komiknya dan Headset yang tidak tersambung kemanapun lalu berjalan dengan santai ke arah pintu. Yeosin bisa merasakan wajahnya memerah. Ia malu karena ternyata Heechul mendengarkan semua ucapan kekanak-kanakannya.

>>deson<<

“Apa kau benar-benar sudah menemukan penggantiku?” tanya Heechul penasaran memmbuat Yeosin refleks menatapnya.

Yeosin memandang mata Heechul. Ia melihat Heechul ragu mengatakan hal itu. Ia tidak tau apa yang mendasari Heechul mengatakan hal itu. Heechul terlalu sulit di mengerti. Ia tidak pernah benar-benar tau isi hati pria itu.

Heechul menatap wajah polos dihadapannya. Ekspresinya sulit diartikan.

“Ah~ Dia tidak pernah menggantikanku. Kau memang tidak pernah menjadi milikku.”

Ucapan itu membuat Yeosin mendekapkan tangannya di meja. Ia menatap Heechul lekat-lekat. Kedatangan pria itu secara mendadak, percakapan mereka yang entah kenapa terasa sangat lama dan… entahlah Yeosin merasa ada yang tidak beres.

 

사랑은 다른 사랑으로 잊는다는 말

sarangeun dareun sarangeuro itneundaneun mal

나에겐 이별보다 쓸쓸한 만남일 테니

naegen ibyolboda sseulsseur-han mannamil teni

시간이 다 해결해준다는 말

sigani da hegyolhe jundaneun mal

나에겐 매순간이 죽은듯한 삶일 테니

naegen mesun-gani jugeundeut-han salmil teni

 

Jangan katakan bahwa kau melupakan cinta karena memiliki cinta yang berbeda

Karena itu akan menjadi pertemuan yang lebih menyakitkan dari pada berpisah

Jangan mengatakan bahwa waktu dapat menyembuhkan semua

Karena saat itu akan seperti kematian untukku

 

“Kim Heechul-ssi, apa kau menyukaiku?” tanya Yeosin.

Heechul membelakakan matanya. Ia tidak percaya atas kejujuran Yeosin. Tentu saja ia menyukai gadis itu. Tidak hanya sekedar suka tapi juga ia sangat mencintai gadis itu. Hari-harinya terasa sepi tanpa kehadiran gadis itu. Ia benar-benar kesepian.

“Tapi bagaimana jika aku tidak.”

Heechul menelan ludahnya sendiri. Ia tau bahwa Yeosin sudah melepasnya. Bodoh kenapa ia meninggalkan Yeosin dan menerima saat Yeosin keluar dari rumah mereka.

Bodoh

Bodoh.

Bodoh.

Heechul mengutuki dirinya sendiri.

“Aku mengerti.” Heechul mencoba menatap Yeosin. Ia memaksa dirinya untuk menatap gadis itu seolah mereka sedang memainkan sebuah drama melankolis, “Aku tau jika dia lebih baik dari aku. Dia yang bisa mengerti perasaanmu.”

Yeosin meniup poninya, “kau tau seberapa bencinya aku padamu?”

“Hah?”

“Aku sangat membencimu Kim Heechul. Aku sangat membencimu. Sangat. Kenapa???”

Heechul melihat amarah itu lagi. Ia melihat mata Yeosin yang menusuk tajam padanya. Ia tau ia bukan orang yang pantas dimaafkan.

“Karena kau tidak pernah menentukan sikapmu.” Ucap Yeosin dingin.

“Aku tau… karena tapi jika kau bahagia hidup dengannya aku rela melepasmu.”

Yeosin menatap Heechul kesal.

“Aku tau kau sangat membenciku. Aku bisa paham. Aku mengerti jika ada pria lain di pernikahan kita. Aku tau aku bukan pria yang kau idam-idamkan. Aku bahkan tidak berusaha untuk membuatmu bahagia.”

Tatapan Yeosin melembut, jantungnya berdebar dengan kencang. Ia juga tersiksa dengan keadaan ini. Ia juga merasa sakit.

Heechul juga menyukainya. Senyumnya mengembang. Sulit mengambarkan bagaimana perasaannya. Abstrak mungkin ia akan berteriak histeris jika Heechul mengucapkan 3 kata ajaib yang selama ini ia inginkan.

“Oppa apa kau tau sebuah rahasia di pernikahan kita?”

Heechul mendongkah menatap Yeosin. Ia menatap Yeosin dengan tatapan tidak mengerti.

“Tidak ada pria ketiga diantara kita. Jika ada pria itu adalah Jungmo.”

Heechul membelakakan matanya tidak percaya. Jungmo. Jungmo adalah alasan kenapa Yeosin pergi dari sisinya. Jungmo adalah seseorang yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri.

Senyum Heechul mengembang. Ia menarik tangan Yeosin kemudian menggenggam tangannya eratt. Ia kemudian membalikkan cincin Yeosin ke posisi yang benar.

Yeosin tersenyum saat Heechul melakukan itu.

Heechul mengelus pipi Yeosin.

>>deson<<

Yeosin menatap dirinya di cermin. Ia merasa penampilannya cukup sempurna. Ia lalu menggambil high heels yang senada dengan bajunya. Setelah lama berputar di depan cermin, Yeosin keluar dan mendapati Heechul memandangnya dengan tatapan kagum.

Mereka berdua akan menghadiri acara pernikahan anak dari pejabat tinggi SM. Sebagai artis SM dan Yeosin sebagai anak dari pemegang saham tertinggi SM menjadi dua tamu kehormatan.

“Ah~ aku tidak suka tempat ini.” ucap Heechul saat mereka bergandengan masuk kedalam gedung pesta.

“Kenapa?? Pestanya cukup meriah kok.” Jawab Yeosin.

Heechul menatap Yeosin, “Aku tidak suka saat melihat mereka menatapmu penuh kagum.”

Wajah Yeosin merona, “kau cemburu, Mr. Kim???”

Heechul menggeleng, “tidak.” Jawab Heechul datar.

Yeosin mengembungkan pipinya, “Kau harus berhati-hati karena aku mempunyai banyak fanboy.” Yeosin melepaskan diri dari Heechul.

Selama di pesta Heechul berkumpul dengan teman-temannya hingga Yeosin memutuskan untuk berkeliling mencari teman-temannya.

“Hyung~ kapan kau memberikanku keponakan?” tanya Taemin.

“Yak kau itu…” Heechul nenepuk bahu Taemin.

Yeosin terkekeh saat mendengar Heechul kelayapan menjawab pertanyaan dari teman-temannya tentang hal yang tidak pernah mereka bicarakan. ‘anak’.

“Yeosin-ah… Kenapa kau tidak bersama suamimu?” Tanya Chaesun Membuyarkan lamunan Yeosin

Yeosin menggeleng, “biarkan dia dengan teman-temannya. Dia juga butuh bertemu dengan teman-temannya.”

“Apa kau tidak khawatir. Dia kan…”

Yeosin menatap Chaesun tajam, “Dia tidak seburuk yang kau pikirkan.” Yeosin kemudian mengambil minum. Yeosin memandang Heechul dari kejauhan. Heechul tampak menikmati pestanya.

Yeosin merasa kakinya sudah pegal. Lama-kelamaan High heelsnya menjadi sangat menyakitkan. Ia sudah tidak kuat berdiri. Ia ingin pulang.

Yeosin melihat Heechul keluar ruang pesta bersama Jungmo. Yeosin mengikuti Heechul perlahan. Langkah kakinya semakin melambat karena pergelangan kakinya semakin sakit.

Heechul dan Jungmo berhenti di taman belakang. Mereka berdua saling berpegangan tangan dan mencari tempat yang sepi dan remang-remang.

“Opp~” Yeosin menghentikan teriakannya saat melihat Heechul mencium Jungmo dengan intensif. Tangan Heechul memengan leher Jungmo dengan mesra dan Jungmo membalas ciuman Heechul.

Yeosin membalikan badannya tidak sanggup melihat ‘pemandangan’ itu.

Butiran-butiran kristal jatuh di pipinya.

Aku menikah denganmu untuk menutupi gosip yang mengatakan bahwa aku seorang gay.

Ingin sekali Yeosin tidak percaya pada gosip yang beredar itu. Ia tau bahwa Heechul adalah laki-laki normal. Tapi ia salah, Heechul tetaplah Heechul.

>>deson<<

Yeosin tersipu malu saat Heechul membelai pipinya. Ia merasa bahagia. Matanya berbinar dan senyumnya terus mengembang.

Drrttt…drttt…

Yeosin membuka pesan masuk dengan tangganya yang bebas. Ia mengerutkan keningnya lalu membuka laptopnya dan mengetikan sesuatu.

Heechul menggangkat sebelah alisnya saat melihat ekspresi Yeosin berubah. Ia memperhatikan dengan seksama wajah yang ada dihadapannya. Hatinya sudah tenang Yeosin tidak mempunyai pria lain dan akhirnya gadis itu tau perasaannya. Ia tidak tau seberapa bahagianya perasaannya.

Yeosin menarik tangannya yang digenggam Heechul. Tatapan matanya berubah menjadi marah. Ia mendecak kesal lalu melipat tangannya di dada.

“Apa sebenarnya yang membuatmu datang kemari?” tanya Yeosin dingin, “Apa untuk menyuruhku kembali padamu, tapi sepertinya kau tidak pernah mengatakan hal itu atau untuk memintaku menjadi topengmu lagi?”

Heechul mengerutkan keningnya, “Apa maksudmu?”

Yeosin membalikan laptopnya ke hadapan Heechul. Heechul terbelak saat membaca artikel yang berisi tentang fotonya bersama Yeosin beberapa menit yang lalu dan artikel yang jelas-jelas membuatnya marah.

Super Junior Heechul kembali membuktikan bahwa dirinya bukan seorang gay. Ia dan istrinya terlihat sedang bermesraan disalah satu kafe milik istrinya.

“Yeosin-ah… ini tidak…”

“Sudah cukup hentikan sandiwaramu.” Yeosin membuang wajahnya ia tidak ingin Heechul melihat air matanya, “Aku tau kita menikah hanya untuk meredakan gosip itu. tapi pada kenyataannya kita gagal. Kau terus diburu oleh wartawan dan aku tidak bisa menjadi topengmu lagi.”

“Dengarkan aku sekali saja…” pinta Heechul

“Tidak ada yang perlu kau jelaskan. Semuanya sudah Jelas dan aku sangat membencimu. Lebih baik kau temui kekasih priamu itu dan…”

“I Love You…” potong Heechul

Yeosin menundukan wajahnya. Air matanya mengalir deras. Heechul selalu bisa mempermainkan perasaannya. Dan dengan bodohnya ia selalu terjerumus dalam permainan yang sama.

“Semuanya sudah terlambat. Pergilah.”

 

그래 사랑이란 건 받는다고 갖는 게

geure sarangiran gon batneundago gatneun ge

시간이란 건 걷는다고 가는 게

siganiran gon gotneundago ganeun ge

사람은 숨을 쉰다고 사는 게 아닌 걸 이젠 아는데

sarameun sumeul swindago saneun ge anin gol ijen aneunde

 

Ya, menerima cinta bukan berarti kau memilikinya

Menjalani waktu bukan berarti kau melewati

Bernapasan bukan berarti kau hidup

Tidak berati

>>deson<<

Yeosin tidak berani pulang ke apartermen Heechul. Ia memutuskan untuk pulang kerumah orangtuanya. Ia mematikan ponselnya dan tidak membiarkan Heechul menemuinya. Ia mengurung diri dikamar dan menangis.

“Yeosin-ah tunggu…” Heechul menahan langkah kakinya saat ia keluar dari rumah, “Ada apa denganmu? Kenapa kau menghindariku?”

Yeosin menepis tangan Heechul, “Ceraikan aku.”

Heechul menatap Yeosin tidak percaya, “Apa maksudmu?”

“Jika aku katakan aku tidak bahagia bersamamu, apa kau akan melepaskanku. Apa jika aku berkata ada pria lain diatara kita, apa kau akan melepaskanku?”

Heechul terdiam.

“Ceraikan aku Kim Heechul-ssi. Jebal.”

Yeosin meninggalkan Heechul yang masih menatapnya. Ia menatap Yeosin yang menjauhinya. Ia merasa dunianya runtuh seketika.

Ia mendengus. Ia memang tidak mengerti perasaan seorang wanita.

>>deson<<

Heechul masih terdiam menatap layar laptop Yeosin. foto-foto yang terpajang disana belum lama. Foto dimana Yeosin menatap wajahnya saat ia tertidur. Tatapan mata yang intens dan dalam. Foto dimana ia sedang memperhatikan Yeosin yang sedang berkerja. Foto dimana mereka sedang mengobrol dan foto dimana mereka lebih banyak diam dari pada bicara.

“Kirimkan surat cerai padaku atau aku yang akan mengirimkannya padamu.” ucap Yeosin dingin

“Kau yakin?”

“Aku tidak pernah benar-benar seyakin ini.” Yeosin mengigit bibir bawahnya.

“Bagimana jika aku tidak mau?”

Yeosin meleparkan tatapan membunuh pada Heechul, “Aku akan tetap memintanya. Toh sejak awal kita memang bukan sepasang kekasih. Kita bukan kakak adik yang harus tinggal dalam rumah yang sama.”

“lalu kenapa jika kita bukan sepasang kekasih? Kenapa jika kita tinggal satu rumah. Kenapa aku harus melepasmu”

Yeosin mencibir, “Lebih baik seperti ini, bukan. Kita sama-sama tidak tersakiti.”

Heechul menggengam ujung meja agar emosinya tidak meledak-ledak, “kau tau… aku ingin sekali menuliskan kata ‘I Love You’ disebuah batu dan melemparkan batu itu kepadamu agar kau tau betapa sakitnya aku merindukanmu.”

Heechul bangkit kemudian mengambil jaketnya. Ia meninggalkan Yeosin sendirian yang menatap lurus tanpa fokus. Ia sudah kehilangan kendalinya. Ia tidak ingin emosinya meluap. Ia hanya butuh pikiran yang jernih.

 

No no more tomorrow

No no more tomorrow

네가 돌아올 때까진

nega doraol ttekkajin

No, no, no more tomorrow

내게 돌아올 때까진

naege doraol ttekkajin

No, no, no more tomorrow

 

Tidak tidak akan ada besok

Tidak tidak akan ada besok

Sampai kau kembali

Tidak tidak akan ada besok

Sampai kau kembali padaku

>>deson<<

Yeosin memeluk lututnya sendiri. Ia menatap kosong kedepan. Ayah dan ibunya berusaha menasihatnya agar memikirkan kembali tindakannya. Ia hanya menggagguk tapi tidak melakukannya. Seharian ia hanya duduk sambil melamun.

“Kau terlihat mengerikan jika seperti itu.”

Yeosin tidak menoleh ia tetap menandang lurus, “pergilah.”

“Tidak… aku kesini untuk menepati janjiku.” Kyuhyun menyerahkan handycam Yeosin, “mungkin ini sudah terlambat. Tapi tidak apa-apalah dari pada tidak sama sekali.”

Kyuhyun memasangkan Handycam Yeosin ke tivi. Ia mengatur TV itu agar Yeosin dapat melihat dengan jelas.

“Waa~~ annyeong…” suara Yeosin terdengar di TV, “Aku sedang melihat suami perform. Lihat dia tampan bukan?” gambar mengarah pada Heechul yang memakai baju biru tua.

Gambar kemudian beralih. Gambar ruang tamu apartermen Heechul tersorot.

“Astaga Hyung…” suara Ryeowook sementara gambar menampilkan gambar Yeosin dan Heechul sedang berciuman dengan mesra. Gambar itu diambil secara sembunyi-sembunyi.

“Harusnya aku membawa handycam-ku.” Seru Hyukjae.

“Kau ini pria bejat Hyung. harusnya kau membiarkan istrimu selesai memasak baru kau melakukannya. Kau membuat bau yang tidak sedap.” Ryeowook pergi kedapur lalu mematikan kompor

“Hyung ini masih pagi… apa kau tidak puas melakukannya semalam?” ucap Kyuhyun diselingi tawa iblisnya.

“Ya~ kenapa kalian malah menonton mereka,” ambar bergetar, tubuh Siwon menutupi gambar “bukankah kalian ingin segera mendapatkan keponakan?”

“Ya~ kalian apa kalian tidak bisa meningalkan kami?” Heechul berteriak salah tinggah.

Gambar berpindah lagi, dimana Heechul sedang menatap wajah Yeosin secara diam-diam. Peristiwa itu sangat lama, hingga membuat Yeosin kesal setengah mati

Gambar berpindah, tidak menampilkan gambar yang jelas.

“Hyung… apa kau benar-benar menyukai nuna?” suara Kyuhyun

“Maksudmu?” Heechul

“Jika tidak aku ingin menikah dengannya.”

“Ya~ kau itu. kau harus melewati mayatku dulu baru bisa menikah dengannya.”

“Apa itu berarti kau menyukainya?”

“….”

Gambar kemudian berpindah. Wajah Kyuhyun mendominasi layar, “Annyeong Cho Kyuhyun Imnida~… Ya Hyung…” Kyuhyun menarik Heechul, “Aku meminjam kamera Yeosin apa kau ingin mengatakan sesuatu padanya?”

Heechul menatap ke layar. Ia membuka mulutnya kemudian menutupnya kembali.

“Aiissshhh…”Gerutu Kyuhyun

Gambar berpindah, tidak jelas menampilakan apa.

“Hah… aku tau biasanya seorang gadis akan mengatakan cinta jika pria nya hampir mau mati. Kau berpura-pura saja masuk rumah sakit lalu Yeosin akan menangis dan bilang jika dia sebenarnya cinta padamu.” suara Hyukjae tampak antusias.

“Jika dia menyukaiku. Jika tidak?”

“harusnya kau mengajaknya makan malam berdua. Lalu kau katakan jika kau menyukainya.”

“Huuffttt… Aku selalu berusaha untuk mengatakannya tapi setiap aku berhadapan dengannya aku merasa seperti orang bodoh.”

 

Baby there’s no no tomorrow

그때 그대로 난 멈춰있고

geutte geudero nan momchwoitgo

마지막 그 순간에 머문 시간

majimak geu sun-gane momun sigan

너에겐 그저 지난날이지만

noegen geujo jinannarijiman

 

Baby takan ada, tidak akan ada esok

Aku telah berhenti di waktu itu, tempat itu

Di saat terakhir, untuk waktu yang lama

Meskipun untukmu, itu hanya masa lalu

 

Gambar berpindah. Yeosin mengenali itu sebagai tempat latihan suju. Heechul duduk di pojok sambil menutup matanya.

“Hyung kau kenapa?”

“huh… entahlah… sepertinya ada yang menusuk di ulu hatiku. Sakit. Aku tidak tau jika di membenciku dan semakin membenciku. harusnya aku mengatakan padanya lebih awal. Jika aku dan menyukainya. Aku masih normal dan mencintainya. Tapi aku tidak dapat mengatakannya. Aku ingin sekali mengatakan padanya bahwa aku hanya membantu Jungmo untuk terlepas dari kekasihnya. Kami hanya berpura-pura menjadi gay tapi ternyata kekasihnya malah menyebarkan ke seluruh wartawan.”

“…”

“Kyuhyun-ah…”

“Ne?”

“kenapa tiga kata itu sulit sekali diucapkan?”

“Hah?”

“Aku merindukannya. Sangar. Apa dia juga?”

“…”

“Saat aku membuka mataku dan melihat tempatnya kosong. Tidak ada seseorang yang menemaniku saat dirumah. Tidak ada seseorang yang menungguku pulang. Tidak ada seseorang yang mengantarkan makanan untukku. Tidak ada orang yang harus ku angkat karena ketiduran disofa. Tidak ada gerutuannya dan celotehannya tentang ini dan itu. Aku berharap saat aku terbangun, aku hanya sedang bermimpi buruk.”

 

Baby there’s no, no, no, no more tomorrow

Till you come back, everyday is yesterday

Baby there’s no, no, no, no more tomorrow

Till you come back to me

 

Yeosin memandang Kyuhyun.

“Dia mencintaimu. Dia bukan gay seperti yang orang-orang katakan. Dan kau juga bisa merasakan bahwa dia bukan seorang gay bukan.”

>>deson<<

One years ago…

“Kim Heechul-ssi…”

Heechul yang sedang menatap Yeosin kaget. Wajahnya memerah karena yang memergokinya adalah ayah Yeosin sendiri.

“Kenapa kau hanya memandangnya dari jauh. Kenapa kau tidak melakukan pendekatan lalu menyatakan cinta padanya.”

Heechul menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “Ne, ada apa Sanjangmin memanggilku?”

“Ini masalah Jungmo.”

Heechul mengerutkan keningnya.

“Pacarnya sangat tidak berkelakukan bagus. Jungmo sudah memintanya putus tapi gadis itu sepertinya akan nekat.”

“Aku juga mendengar hal itu. Dia gadis yang sangat buruk.”

“Oleh karena itu, aku memintamu untuk berpura-pura menjadi kekasih Jungmo.”

“Hah?”

“Sampai gadis itu memutuskan Jungmo. Jungmo harus bisa putus agar ia bisa melanjutkan promosi lagu-lagunya tanpa gangguan dari gadis itu.”

“Tapi bagaimana nanti jika rumornya menyebar.”

“Kau tidak usah khawatir. Rumor itu akan berhenti setelah kau menikah.”

“Tapi bagaimana aku menikah jika.”

“Kau akan menikah dengan putriku. Kau menyukainya bukan dan kurasa dia juga tidak akan menolakmu.” Goda Han sanjangnim

Heechul menunduk malu.

>>deson<<

Yeosin melihat semua barang di tetakan di tempat yang sama. Tidak ada yang berubah. Seperti ia baru pergi beberapa jam yang lalu.

Yeosin mengambil celemeknya dan mulai memasak. Ia memasak nasi goreng beijing kesukaan Heechul. Ia juga membuat kopi susu untuknya dan kopi pahit untuk Heechul.

Heechul mendengar suara berisik. Ia membuka matanya dengan berat kemudian bangun. Ia hampir tidak percaya saat melihat Yeosin sedang memasak didapur. Gadsi itu mendendangkan lagu favoritnya

Baby there’s no, no, no, no more tomorrow

Till you come back, everyday is yesterday

Baby there’s no, no, no, no more tomorrow

 

“Oppa kau sudah bangun.” Seru Yeosin saat melihat Heechul.

Heechul memandang Yeosin beberapa saat kemudian menghampiri Yeosin dan memeluk Yeosin dengan erat.

“Jangan tinggalkan aku lagi.” bisik Heechul, “Saranghae…”

“Nado.” Ucap Yeosin singkat

Heechul menarik dagu Yeosin kemudian menciumnya dengan lembut.

Yeosin mendorong tubuh Heechul perlahan, “changkaman.”

Heechul mengerutkan keningnya. Yeosin berbalik dan mematikan kompornya. Heechul tersenyum saat menyadari itu. Ia tidak ingin kedatangan makhluk makhluk yang tidak diundang lagi.

Yeosin melepas celemeknya. Heechul sudah tidak sabar. Ia segera menggendong Yeosin menuju kamar.

Selanjutnya sensorrrrr







-PANDORA KEY’S-10

Standar

Bagian 10

 

 

 

 

 

 

 

Sebuah rantai yang indah dimana tidak ada yang dominan didalamnya. Gen dari Ayah dan ibunya kuat dan bagus mengalir dalam darahnya membentuk perpaduan sempurna dan dinamanis. Ia pasti akan bahagia bila menemukan Gen yang sempurna seperti itu tapi sayangnya ia tidak bisa tertawa mengingat DNA siapa yang tengah ia periksa sekarang.

 

“Ini tidak mungkin terjadi.” Donghee menatap ketiga kertas itu. rantai DNA merupakan rangkaian terkecil dalam tubuh manusia yang membedakan antara manusia satu dengan manusia lainnya, Tidak mungkin ada DNA yang sama didunia ini, “Sulli tidak mungkin anak Heechul dan Yeosin.”

 

>>deson<<

 

“Kau tidak bisa menahanku dengan bukti yang lemah seperti itu?” elak Heechul pada Yunho. Ia di panggil secara mendadak oleh surat perintah pengkapan dan membuat emosinya meledak saat Yunho melayangkan tuntutan padanya.

 

“Tapi foto yang di ambil petugas keamanan mirip denganmu. Dan mempunyai tanda lahir yang sama denganmu.”

 

“Foto itu tidak jelas dan sidik jari pelaku berbeda denganku.”

 

“Hanya orang tertentu yang tau password ruanganku Kim Heechul-ssi.”

 

“Kau pikir aku tau, huh??!”

 

Yunho terdiam. Menurut agen yang membuntuti Heechul. Heechul tidak keluar apartermen sedikitpun. Ia tidak punya bukti yang kuat untuk menahan Heechul.

 

>>deson<<

 

Yeosin diam tanpa ekspresi saat mendengar berita tentang pembobolan brangkas president KNI. Meskipun Pihak KNI menutupinya tapi Yeosin bisa mencium kebohongannya. Ia tau Heechul dalam masalah.

 

Yeosin diam-diam memperhatikan Sulli. Jika Sulli menoleh padanya ia langsung membuang wajahnya.

 

“Apa Eomma masih marah padaku karena aku pergi dari rumah tanpa bilang-bilang?” tanya Sulli saat melihat tingkah aneh Yeosin.

 

Yeosin tidak menjawab pertanyaan Sulli malah asik mengganti chanel TV.

 

“Eomma~” rajuk Sulli

 

Yeosin melemparkan tatapan dingin pada Sulli.

 

Sulli duduk disebelah Yeosin, “Eomma??”

 

“Jawab pertanyaanku dengan jujur.” Ucap Yeosin dingin, “Apa kau mempunyai saudara laki-laki?”

 

“Eomma~”

 

“Jawab saja.”

 

Sulli meneguk ludahnya, “aku punya seorang Oppa.”

 

“Kau mempunyai seorang adik?”

 

Sulli menggeleng

 

“Saudara selain dia?”

 

Sulli menggeleng lagi.

 

“Apa kau bermarga KIM??”

 

“Eomma~”

 

“Berikan tanganmu…”

 

Sulli mengulurkan tangan. Yeosin kemudian membalikan tangan Sulli yang memperlihatkan tanda lahir di atas nadi Sulli. Sama seperti tanda lahir yang dimiliki Heechul

 

“Apa, kakakmu mempunyai tanda yang sama?”

 

Sulli mengangguk

 

Yeosin membekap mulutnya tidak percaya. Hal yang ia takutkan terjadi.

 

“ikut aku.”

 

Sulli mengikiti Yeosin memasuki kamar utama. Yeosin mengeluarkan sebuah kotak kayu. Ia membukanya dengan perlahan dan mengeluarkan Griz, pistol kecil dengan pelatuk otomatis.

 

“Apa aku pernah mengajarimu untuk mengunakan alat ini?” tanya Yeosin

 

Sulli menggangguk

 

“Kau tau apa resikonya?”

 

“Ini pistol otomatis… bisa melukai diriku sendiri.”

 

Yeosin menggagguk, “bawalah… lindungi dirimu.”

 

“Tapi… bagaimana dengan Eomma??”

 

Yeosin tersenyum, “Jika kau hidup berarti aku juga hidup… tapi jika aku hidup belum tentu kau hidup.”

 

Sulli menatap Yeosin lalu memeluknya erat.

 

>>deson<<

 

Donghee menatap Heechul yang masih sibuk dengan kertas-kertasnya. Entahlah apa yang dipikirkan pria itu hingga membuatnya mengerutkan kening begitu dalam.

 

“Hyung aku tidak mempunyai waktu untuk melihatmu berkeja.” Ucap Donghee membuat Heechul menatapnya.

 

“Aku harus menyerahkan ini padamu.” Donghee menyerahkan hasil laboratoriumnya.

 

Heechul mengerutkan keningnya lalu membaca hasil tes Donghee.

 

“Harusnya hasil tes bisa di dapat satu minggu. Tapi aku perlu waktu selama 3 bulan untuk memeriksanya.”

 

“Apa artinya?” tanya tidak mengerti.

 

“Artinya kau adalah ayah dari anak yang bernama Sulli itu.”

 

Heechul menatap Donghee tanpa ekspressi.

 

“Aku mengecek DNA Sulli sesuai perintahmu dan tidak menemukan silsilah keluarganya. Aku melihat kemiripan DNA Sulli dan Yeosin dan hasilnya cocok. Untuk pembanding aku juga mencocokan dengan DNA-mu dan hasilnya 100% akurat. Ia anak kandungmu dengan Sulli.”

 

Heechul menyandarkan tubuhnya ke sandaran.

 

“Hyung apa kau masih menyukai gadis itu? Apa kau ingin kembali ke masalalu dan memperbaiki kesalahanmu. Aku punya sebuah alat penjelajah waktu… kau bisa ke masa itu dan kau bisa …”

 

Mesin waktu milik Yonghwa.

 

Heechul tetap memasang ekspresi datarnya. Pantas saja semua orang mengatakan Sulli sangat mirip dengannya dan Yeosin. Juga anak lelaki tetangganya itu. Murid KNI yang sekarang di bawah bimbingan Seunghyun. Anak laki-laki yang menggunakan identitas Lee Taemin.

 

Jadi yang membobol brangkas Yunho itu dia. Ia memiliki tanda lahir yang sama. tapi kenapa anak itu melakuan hal itu. Kenapa anak-anaknya kembali ke masa lalu. Apa yang mereka cari.

 

“Kita akan bicara nanti.” Ucap Heechul dingin.

 

Heechul menunggu Donghee keluar dari kantor KNI baru ia menekan nomor Yunho, “sebagai tersangka aku bisa membela diri bukan??? Aku akan mencari bukti.”

 

>>deson<<

 

Namhee membaca riwayat hidup Seunghyun dengan seksama. Ia merupakan salah satu keturunan keluarga kerajaan yang harus di hapus karena adanya sistem republik.

 

Ayah dan paman Seunghyun merupakan salah satu tokoh pergerakan monarkisme. Yang sering masuk keluar penjara karena aksinya yang menginginkan Korea sebagai negara absolut monarki.

 

Namhee mengerutkan keningnya.

 

Ia semakin bingung…

 

Ia menatap hamparan padang rumput dan langit. Ia tidak tau apa yang membawanya kemari. Yang terpikir olehnya adalah… dia harus pergi sejauh mungkin dari Seoul. Tempat yang tidak bisa di temukan.

 

“Yak~” Namhee menoleh dan mendapati Heechul mendekatinya perlahan. Ia mengerutkan keningnya. Bagaimana Heechul bisa tau tempat persembunyiannya.

 

“Ada seseorang yang berkata jika DNA itu tidak bisa berbohong.” Ucap Heechul mendekati Namhee, “Donghee benar, kau memiliki separuh DNA-ku.”

 

Namhee tersenyum, “Aku tidak tau apa aku yang terlalu bodoh atau kau yang terlalu pintar. Aku memang tidak bisa membohongimu terlalu lama.”

 

Heechul tersenyum kemudian kemudian memeluk Namhee.

 

“Ayo kita jemput adikmu.”

 

“Tidak perlu.” Ucap Yeohee dengan senyum mengembang berjalan diikuti Yeosin.

 

“Kau tau??” tanya Yeosin pada Heechul.

 

Wajah Heechul memerah, “Aku tidak percaya bisa mendapat anak kembar.” Heechul memeluk pinggang Yeosin, “Sekarang jelaskan pada kami kenapa kalian datang ke masa ini.” Heechul menatap Namhee dan Yeohee bersamaan.

 

“Aku mengikuti Oppa.” Ucap Yeohee polos

 

“Aku tidak berniat mengajaknya. Awalnya aku tidak tau dia datang.” Jawab Namhee

 

Yeohee menjulurkan lidahnya.

 

“Appa terluka karena melindungiku. Seseorang ingin Appa mati.” Ucap Namhee, “Yonghwa Samchon mengatakan padaku bahwa kau memiliki musuh besar dan hanya kau yang tau. Aku harus mencari taunya sendiri.”

 

“Jadi kalian mencari tau sendiri??” tanya Yeosin diikiti anggukan Yeohee

 

“Omonaaa~~~”

 

“Aku menemukan identitas Taemin dan mengganti nama lalu masuk KNI. Tapi sepertinya Choi Seunghyung mengetahuinya lalu memperlambatku. Dia memintaku melakukan 3 misi. Pertama aku harus bisa menyadap seluruh alat komunikasi di KNI dalam waktu bersamaan tanpa ketahuan pihak kemanan. Kedua, buat sebuah rancangan alat penyadap yang bisa lolos dari dektector KNI dan aku harus menyadap satu orang seharian dan harus membeberkan cara kerja alat itu padaku. Ketiga…membobol Brangkas Jung Yunho. Acak-acak isinya tanpa mengambil apapun.”

 

“Pada tugas kedua aku memutuskan untuk membuntutinya dan tanpa terduga….”

 

“Dia menemui Lee Junho di luar tahanan…” sambung Heechul.

 

Namhee menatap Heechul kagum.

 

“Choi Minhwan, merupakan salah satu pewaris Choi Corp. adik dari Choi Dongwoon. Junho berkerja di Choi Corp. dan bisa bebas karena kuasa Coi Corp. Choi Corp di pimpin oleh Choi Dongwoon yang merupakan sepupu Choi Seunghyun. Choi Corp adalah perusahaan keluarga yang di bangun oleh mantan keluarga kerajaan.”

 

“Choi Seunghyun adalah sepupuku” ucap Yeosin lirik, “Ayahya adalah kakak ibuku.”

 

Heechul dan Namhee menatap Yeosin meminta penjelasan lebih lanjut.

 

“Saat aku kecil aku sering mengikuti lomba pidato dan memang. Choi Adjusi berkata bahwa aku lebih berbakat dari pada Eonni. Dia ingin menjadikan aku seorang putri. Saat itu aku senang. Tapi ayah melarang. Mereka bertengkar hebat.”

 

“Aku dibawa Choi Adjusi ke sebuah desa dan diperlakukan seperti putri raja. Ayah marah lalu membawaku pulang dan sejak itu aku di kawal dengan ketat. aku lebih sering mengikuti kelas bela diri dari pada kepribadian. Ayah menginginkan aku menjadi seorang gadis mandiri dari pada seorang putri.”

 

“Mereka ingin membuat sebuah kerajaan.” Ucap Namhee… ”dan sebentar lagi pemilu. Saat yang tepat untuk menghancurkan sebuah negara.”

 

“Tapi mereka membutuhkan Yeosin. Itulah sebabnya mereka mengincar Yeosin. dan dimasa depan mereka mengincar kalian karena kalian sudah mengetahui terlalu banyak.”

 

“Tidak… mereka tidak mengincar kami. Tapi mengincar aku.” ucap Namhee, “Mereka tidak tau bahwa Yeohee juga ikut dalam misi ini.”

 

“Sebaiknya kita bergegas…” ucap Heechul, “mereka akan datang kesini.”

 

“Siapa??”

 

“Choi corp. bukankah mereka mengincarmu?” Heechul menetap Namhee

 

“Kita akan kemana Appa?” tanya Yeohee.

 

“Kalian sudah tau jawabannya bukan?? Saatnya pulang.” ucap Heechul santai.

 

Heechul memberikan Namhee pistol jarak jauh. Ia memberikan Yeosin kunci mobilnya, “Kalian naik mobilku dan pergi ke gedung KNI. Mereka tidak akan memeriksa kalian. Aku akan membawa mobil Yeosin dan mengikuti kalian dari belakang Arraso!!”

 

Namhee, Yeohee dan Yeosin menggangguk.

 

“Kau bisa bertahan bukan???” Tanya Heechul sambil memperhatikan perut Yeosin.

 

Yeosin memengang dada Heechul, “Mereka anak-anak yang hebat, sama seperti ayahnya.”

 

>>deson<<

 

“Pastikan Sulli tidak terlihat di CCTV. Kau tau caranya bukan?” ucap Heechul lewat mobiradio.

 

“Itu bisa di atur.” Ucap Namhee tenang.

 

Yeosin memelirik Namhee yang sedang berkutat dengan alat-alat yang dirancangnya, “Tch Aku tidak heran. Kau memang mirip dengannya.”

 

Yeohee yang duduk di belakang ikut berkomentar, “baru kali ini Eomma berkata Oppa mirip Appa.”

 

“Kau juga sangat mirip dengannya.” Ucap Yeosin sambil kembali berkonsetrasi pada stirnya, “Kenapa aku bisa melahirkan anak seperti kalian??”

 

“Berputarlah lewat jalan Jung-An dan masuk lewat pintu belakang KNI. Aku akan membawa mereka ke depan gedung KNI.”

 

Yeosin memutar Stirnya ke jalan yang diperintahkan Heechul.

 

“Ada yang mengejar kita.” Ucap Yeohee sambil menatap 2 mobil hitam di belakang mereka.

 

“Itu mobil Minhwan.” Ucap Yeosin

 

“Eomma Eotthokhae???”

 

“Pengangan.” Yeosin menginjak gas dengan kencang kemudian membanting Strir ke kiri sambil menginjak rem sehingga membuat mobil berputar 180 derajat.

 

Yeosin membuka kaca mobilnya lalu mengarahkan pistolnya ke dua mobil tersebut.

 

Ddor… dorr

 

Dua tembakan langsung mengarah ke ban mobil tersebut. Mobil-mobil itu oleng kemudian menambrak pembatas.

 

Yeosin memutar kembali mobilnya.

 

“Eomma Daebak.” Ucap Namhee kagum

 

“Sebaiknya kau belajar lebih baik dariku.”

 

“kau hebat Sweetheart…” Ucap Heechul membuat Yeosin merona.

 

>>deson<<

 

Keributan yang di buat Yeosin membuat agen-agen KNI keluar gedung. Heechul melangkah dengan mudah masuk kedalam kantornya. Ia kemudian berdiri di depan Lift menunggu istri dan anak-anaknya datang.

 

“Appa~” ucap Yeohee saat melihat Heechul

 

“Yak babo… kenapa kau berteriak.” Ucap Namhee sambil menjitak Yeohee.

 

“Appo~~”

 

Heechul memicingkan matanya melihat penyusup masuk berserta agen KNI, “Mereka masuk. Kita harus bergegas keruangan Yonghwa.”

 

Yeohee memakai topi menutup sebagian wajahnya. Ia berjalan di belakang Namhee dan Yeosin di belakangnya. Ia berjalan agak menjauh dan seperti murid KNI yang sedang diburu tugas.

 

Heechul mengedarkan pandangannya. Semua CCTV mati. Ia mendecak. Ia tidak mungkin menghajar mereka secara terang-terangan.

 

Seseorang mendekati Yeosin. Dengan sigap ia meraih pundak orang itu kemudian meutar tangannya dan mematahkan tangan orang itu.

 

Ia mengeluarkan volvernya dan mengarahkan ke beberapa orang yang menguntit Yeosin. senjata itu tidak berbunyi sehingga membuat Heechul senang.

 

>>deson<<

 

“Kau diam disini.” Yeosin menarik Yeohee duduk di dekat manekin-manekin yang sering di buat latihan oleh Seunghyun, “mereka tidak akan melihatmu.”

 

Namhee langsung mengotak-atik mesin waktu Yonghwa. Ia mencoba mengingat bagaimana cara Yonghwa menghidupkan mesin itu.

 

“Lee Taemin-ssi…”

 

Gerakan Namhee terhenti.

 

Lee Junho

 

“Apa kabar sepupuku??? Kabarnya kau melakukan bunuh diri, huh???

 

“Kau senang sekali bisa bebas berkeliaran, Lee Junho-ssi.” Ucap Heechul

 

Junho mengarahkan pandangannya ke Heechul sambil mengarahkan pistolnya ke Yeosin, “Apa kau akan melindunginya seperti tempo dulu?? Atau melepasnya seperti saat di Seoul Hall?”

 

“Jangan bergerak Yeosin-ah.” Teriak Heechul pada Yeosin, “dia menggunakan senjata yang akan langsung membunuhmu jika kau bergerak sedikit saja.”

 

Yeosin tersentak, ia meneguk ludahnya saat Junho mendekatinya.

 

“Bukannya kau mempunyai jenis senjata yang sama Yeo-ah??” ucap Minhwan membuat Heechul menoleh ke belakang.

 

“Annyeong sepupu ipar.” Sapa Minhwan pada Heechul

 

“Dan kau murid KNI palsu.” Minhwan melemparkan tatapannya ke arah Namhee, “kenapa kami tidak berhasil mengungkap identitas aslimu. Bahkan si bodoh Seunghyun juga tidak.”

 

Namhee melirik Yeohee. Adiknya berada ditempat yang aman. Yeohee adalah satu-satunya kesempatan terakhirnya untuk diselamatkan.

 

“Kenapa kau melakukan hal ini hwan-ah?” tanya Yeosin

 

“Nuna~… kita adalah penerus raja Korea. Aku tidak akan membiarkan mereka mengacak-acak negara ini lagi.” Minhwa mendekat Yeosin

 

“Kau gila~”

 

Heechul menatap Namhee. Namhee menggangguk seolah tau apa yang direncanakan oleh Heechul.

 

“Honey~” panggil Heechul mesra ia lalu memiringkan kepalanya.

 

“Yak~” teriak Yeosin kemudian berjongkok

 

Mendengar aba-aba dari Yeosin langsung menerjang Minhwan dan Namhee langsung menembakan pistolnya ke arah Junho.

 

Junho memengang lengannya saat timah panas itu mengenai pergelangan tangannya, “Yak~ kau pikir kau siapa?”

 

Pistol yang di pengag oleh Junho terlepas membuat Minhwan pecah konsentrasinya. Heechul mengambil kesempatan itu lalu melayangkan tinjunya ke wajah Minhwan.

 

>>deson<<

 

Namhee mendecak saat tembakannya meleset.

 

Junho melayangan tatapan kesalnya pada Namhee. Ia menerjang Namhee. Namhee berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari Junho.

 

Brugg… Tubuh Namhee menubruk mesin waktu Yonghwa. membuat mensin bergerak dan mulai berputar lambat.

 

Dua orang berbaju Hitam masuk kedalam ruangan Seunghyun. Ruangan yang digunakan untuk menguji berbagai senjata di KNI itu memang sengaja di buat kedap suara agar tidak mengganggu aktivtas agen-agen yang sedang berkerja.

 

“Kau tidak apa-apa” Tanya Heechul khawatir.

 

“Aku baik-baik saja Kim Heechul-ssi.” Jawab Yeosin

 

“Setelah ini kau harus ke dokter. Aku tidak mau kau terluka.”

 

“Aku baik-baik saja Kim Heechul-ssi.” Ulang Yeosin.

 

Heechul menatap Yeosin kemudian menyungingkan senyumnya. Tiba-tiba saja ia mempunyai kekuatan untuk memukul anak buah Minhwan.

 

Junho mencengkram kerah baju Namhee, “kau bukan tandinganku, anak kecil.”

 

“Lawanmu bukan dia tapi aku.”

 

Namhee melihat Seunghyun keluar dari ruangan penyimpanan barang.

 

Junho mendecak, “pengkhianat.”

 

Seunghyun mengedikan kepalanya.

 

Junho melepaskan cengkramannya lalu menatap Seunghyun dengan sengit. Tanpa basa basi lagi memukul Seunghyun. Seunghyun membalas pukulan Junho dengan menendangnya.

 

>>deson<<

 

Minhwan memengang mulutnya yang mengeluarkan darah. Ia melihat anak buahnya juga babak belur karena Heechul.

 

Minhwan melihat Griz nya tergetak begitu saja. Griz yang terlepas saat Namhee menembak tangan Junho. Minhwan mengambil Griz itu lalu melihat Yeosin jauh dari Heechul. Ia mendekati Yeosin dan memeluknya dari belakang.

 

“Nuna Aku mencintaimu…” bisik Minhwan, “Kau jarang sekali main kerumah.”

 

“Hwan-ah…”

 

Heechul menoleh dan melihat grizz itu menempel di tubuh istrinya.

 

“Yak~ Choi Seunghyun lepaskan dia!” ucap Minhwan dengan senyum kemenangan.

 

Seunghyun mengangkat tangannya dan langsung di kunci oleh Junho.

 

“Kim Heechul.” Minhwan meunjukan dagunya ke arah Seunghyun.

 

Heechul berjalan mendekati Seunghyun sambil mengangkat tangannya. Junho menendang kaki Heechul membuatnya jatuh berlutut.

 

“Jika kalian bergerak… Yeosin akan mati di tanganku.” Ancam Minhwan.

 

>>deson<<

 

Yeohee mengepalkan tangannya saar melihat kakak, ayah dan ibunya bertarung di hadapannya. Ia hampir tidak bisa bernafas saat Minhwan menyandra Ibunya.

 

Minhwan menarik ibunya membelakanginya.

 

“Eomma Eottohae??”

 

Ia melihat mesin waktu Yonghwa sudah bergerak dan mengeluarkan cahaya kebiruan sama seperti pertama kali ia lihat.

 

Jari Yeohee menyentuh Griz yang di berikan oleh ibunya.

 

Yeohee menghela nafasnya. Ibunya sering mengajarinya menembak. Tapi ia tidak pernah menembak manusia. Ia tidak pernah menembak sasaran bergerak.

 

Yeohee mengacungkan Griznya kearah Minhwan.

 

“Adjusi mianhae…”

 

Dorrr…

 

>>deson<<

 

Dorrr…

 

Heechul dan Seunghyun melihat Minhwan oleng. Heechul segera menarik Yeosin menjauh dari jangkauan Minhwan. Seunghyun lalu berbalik dan menendang kaki Junho hingga terjatuh.

 

Yeohee melepaskan Griz yang di pengannya.

 

“Yeohee-ya~…”

 

 Namhee berlari mendekati Yeohee yang masih membatu. Ia menarik tangan Yeohee lalu menariknya masuk kedalam mesin waktu Yonghwa.

 

“Appa~” ucap Yeohee parau.

 

“Pergilah~” ucap Heechul, “biar kami yang menyelesaikannya.”

 

Yeohee menggaguk. Ia kemudian mengikiti Namhee masuk kedalam lorong waktu yang dingin itu.

 

TBC







-PANDORA KEY’S-9

Standar

Bagian 9

 

“I am a drinker with writing problems“ –Brendan Behan-

 

-Preview-

“Geunsuk~ah…” seorang gadis berlari melewati Namhee.

“Wae??” pria bernama Geunsuk itu menoleh membuat Namhee berhenti dan sedikit bergeser ke samping.

“Bukan karena Kim Heechul itu mentor yang sangat kau kagumi kau jadi menolak perintah Yongbae Sanjangnim.” Gadis itu mencoba mensejajarkan langkahnya dengan Geunsuk.

Namhee tertegun.

“Sampai kapanpun aku tidak ingin mengeledah rumahnya kecuali dia sendiri yang memerintahkan.”

Namhee mengigit lidahnya sendiri. Ia langsung berlari ke luar gedung KNI dan belari ke rumah Heechul.

>>deson<<

“Bagaimana jika ada yang melihat??” tanya Yeosin masih tidak mau menatap Heechul.

“Tidak ada yang melihat. Lagi pula kita sudah selesai.” Heechul membelai kepala Yeosin penuh sayang, “Atau kau ingin lagi.”

“Terimakasih kau gila.”

“Bukannya ini mengasikkan. Anggap saja kado kelulusan dariku.” Heechul masih menikmati wajah merah Yeosin.

“Tidak~ aku tidak ingin kado kelulusan seperti ini.” Yeosin menjauhkan tangan Heechul dari kepalanya.

Yeosin mendecak, “bercumbu di toilet?? Kau gila.”

“Tch… bercumbu denganmu adalah kewajiban bukan hadiah. Tapi aku akan memberikan yang lebih padamu.”

Yeosin menatap Heechul, “Mwol??”

“Seorang bayi yang lucu.” Heechul mengedipkan sebelah matanya.

“Micheoyo.” Yeosin menarik dirinya dari pangkuan Heechul. Ia sudah tidak ingin mengikuti permainan gila Heechul lagi.

“Tapi kau juga menikmatinya bukan?? Jika tidak kau pasti sudah menolaknya.”

“Pakai celanamu.” Yeosin membanting pintu bilik toilet. Ia membereskan gaunnya yang berantakan karena ulah Heechul.

“Ya~ Han Yeosin…” Heechul menyilangkan tangannya dambil bersandar pada bilik toilet, “Apa kau tidak berniat mempunyai anak yang tampan seperti aku?”

Yeosin berbalik dan memandang Heechul, “Ternyata selain workholic kau juga sangat mesum, Tuan Kim.”

“Ak~…”

Ttok… tttokk…

Yeosin menatap Heechul panik saat seseorang mengetuk pintu luar.

“Sampai bertemu di rumah nyonya Kim.” Heechul mengecup bibir Yeosin singkat kemudian pergi kebilik toilet yang ada di pojok.

Yeosin menahan nafasnya ketika seseorang berhasil membuka pinto toilet.

“Yak~ kenapa kau ada disini? Kenapa tulisan itu di taruh didepan.” Ucap seorang clinning servis.

“A~~ aku hanya ingin menikmati toiletnya sendiri.” Ucap Yeosin lalu berbalik menghadap kaca.

Pertugas clinning servis itu memeriksa bilik-bilik toilet dengan seksama. Ia lalu menatap Yeosin curiga sebelum akhirnya ia pergi.

Yeosin pergi ke bilik paling pojok dan tidak mendapati siapapun. Yeosin melihat ke langit-langit yang fentilasinya sudah terbuka lebar. Ia menghembuskan nafas panjang.

“Kim Heechul… kau membuatku gila.”

>>deson<<

Namhee menekan bel rumah Heechul dengan gemetaran. Yeohee sama sekali tidak mendengarkan panggilannya. Ia memang dilarang membuka pintu dan berdekatan dengan jendala.

Namhee kemudian mengeluarkan ponselnya dan mengetikan sebuah pesan pada Heechul.

Appa mereka akan ke Rumahmu. Mereka akan menggeledah rumahmu.

Namhee terdiam setelah menekan tombol send.

Ia meletakan tangannya di depan dada, “Yeohee ya~ please… buka pintunya.” Namhee menekan belnya sekali lagi.

“Oppa?” ucap Yeohee sambil membuka pintu.

“Keluar dari sana… jebal…” Namhee menarik Yeohee kemudian membawanya ke arah tangga.

Namhee terdiam saat agen-agen KNI sudah bersiap di lobi. Namhee kemudian menarik Yeohee ke lantai atas.

“Oppa, Appeungo…” keluh Yeohee sambil mencoba menarik tangannya.

Namhee tidak berniat untuk melepaskan tangannya, “Kita tidak boleh ada disini. kita harus pergi.”

“Oppa??”

“Dengar Yeohee-ya… kau harus selamat. Apapun yang terjadi kau harus kembali ke masa depan dan menyelamatkan Appa, Arraso??”

Yeohee menggagguk ia tidak berani melawan Namhee… ia terlihat seperti Appa mereka saat serius seperti itu.

>>deson<<

Appa?? Heechul mengerutkan keningnya.

Apa Sulli yang mengiriminya pesan?

Heechul mencoba menghubungi nomor itu tapi tidak aktif. Nomor itu juga yang dulu mengiriminya pesan. Ia pernah melacak nomor itu tapi hasilnya nihil. Ia lalu menekan nomor rumahnya.

“Yeobseyo…”

Heechul mengerutkan keningnya saat mendengar suara laki-laki, “Nuguya~”

“Kim Heechul-ssi?? Kami dari Staf KNI. Kami diperintahkan untuk menggeledah rumahmu.”

“MWO??” Heechul mengalihkan ponselnya, “Siapa yang mengijinkanmu?” Heechul langsung menstarter mobilnya dan meninggalkan kampus Yeosin.

>>deson<<

“Mianhae Hyung…” ucap Geunsuk, “aku hanya menjalankan tugas.”

“Gwenchana… aku mengerti.” Heechul melihat anak-anak buah Geunsuk mencari seseuatu di rumah Heechul.

“Kami hanya mencari apa kau mempunyai senjata api berlebihan.”

“Tidak… aku memiliki ijin atas semua senjata yang kupunya.” Heechul mengedarkan pandangannya, “Apakah kau tidak bertemu dengan seseorang??”

“Siapa?”

Heechul menatap Geunsuk. Ia tau Geuksuk tidak bertemu dengan Sulli. Tapi kemana gadis itu pergi. Apa gadis itu lari sebelum ada penyergapan? Tapi dari mana gadis itu tau.

“Mungkin Yeosin sedang pergi.” Ucap Heechul berbohong.

Tidak ada yang curiga saat melihat pakaian dan peralatan pribadi Sulli. Mereka menyangka semua itu milik Yeosin. Tapi bukan itu yang membuatnya cemas. Ia heran kemana gadis kecil itu pergi.

>>deson<<

“Aku pulang~” ucap Yeosin sambil tersenyum cerah.

Heechul menyambutnya dengan senyuman separuhnya yang khas, “kau membawa apa??”

“Aku membawa makanan. Karena Sulli tidak bisa pergi keluar jadi aku membawa makanan ke sini.” Ucap Yeosin memaerkan belanjaannya pada Heechul.

“Dia tidak ada disini.” Heechul membuka salah satu kantong belanjaan Yeosin lalu mengeluarkan isinya.

“Sulli??? Maksudmu dia sudah pulang ke rumahnya?” tanya Yeosin sedikir Kecewa.

“Kenapa?? Bukannya kau tidak menyukainya? Kau bahkan selalu menyuruhnya mengingat semuanya.” Heechul mengambil sebuah Apple dan memakannya.

Yeosin menggangguk, “Ne, hajiman… Aku merasa ada yang berbeda.”

Heechul menatap Yeosin, “Apa??”

“Aku merasa kalian punya hubungan darah.”

“Mwo??? Kau gila Yeosin~ah… mana mungkin dia anakku.” Heechul mendelik, “Ah~~ katakan saja jika kau ingin memiliki seorang anak.”

Yeosin mendelik.

“Kau mau… aku bisa memberikannya padamu. bagaimana? Kau mau perempuan atau laki-laki??”

“Yak~ Kim Heechul…” Yeosin meleparkan sebuah appel ke wajah Heechul

>>deson<<

“Aku selalu bertanya bagaimana caramu makan ternyata…” ucap Yeohee saat melihat persediaan makanan Hankyung yang di awetkan di kulkas.

“Aku tdak atau kenapa Yonghwa Adjusi menyuruhku untuk tinggal disini.” Namhee mengambil beberapa makanan dan merebusnya.

“Aku ingin pulang ke rumah Appa…” Ucap Yeohee

“Tidak… kau disini saja selama seminggu…”

Yeohee membulatkan matanya, “Shiroo…”

“Kim Yeohee…” Namhee menatap Yoehee tajam, “Tidakah kau tau bulan apa sekarang? Sebentar lagi kita akan terlahir ke dunia. Jika kau terus mengganggu mereka bagaimana kita bisa terlahir ke dunia.”

Yeohee menatap Namhee tajam, “Jika kau ingin kita terlahir kedunia maka biarkan aku pulang ke rumah. Aku ingin pulang.”

Namhee terdiam.

“Katanya kau akan menemukan kotak pandora itu tapi kapan? Kau hanya bersenang-senang dengan pekerjaanmu.”

“Aku berusahaa Yeohee-ya… tapi mereka mencoba menghalangi.”

“Babo~ya… kenapa kau tidak memafaatkan mereka. bukankah itu keahlianmu??” Yeohee mengebrak meja lalu pergi ke kamar.

Namhee menyunggingkan senyumnya, “Dan kelebihanmu… kau pandai menilai orang lain dengan cepat.”

>>deson<<

Namhee berdiri di depan kantor KNI. Ia menunggu ayahnya datang untuk memasangkan alat penyadap di tubuhnya. Ia menggenggam alat itu dengan erat. Alat itu hidup dan matinya.

Ia tidak tau apakah ia bisa kembali ke masa depan atau menjadi kenangan di masa lalu.

Namhee mengembungkan pipinya saat melihat Yunho turun dari mobilnya dan memberikan kunci mobilnya pada vallet parking.

Ia tersenyum saat membayangkan wajah Jung Soojung. Gadis itu sangat cantik. Wajar saja jika melihat ketampanan ayahnya di saat muda.

Ia ingat saat ibunya menasehatinya ketika ia memberi tahu bahwa ia menyukai Soojung, “kau harus menjadi ‘seseorang’ yang lebih dari ayahmu, barulah Soojung akan melihatmu.”

Kini ia mengerti nasihat ibunya. Yunho itu mempunyai segalanya untuk Soojung. Meskipun ayahnya dan Yunho memiliki derajat, kekayaan dan kedudukan yang sama. tapi dirinya. Dia hanya Namhee kecil, putra dari Kim Heechul. tanpa Heechul ia bukan apa-apa.

Huuufttt… Namhee mengembuskan nafas panjang.

Matanya kemudian tertuju pada sesesok jangkung dengan warna rambut menyala. Satu ide terlintas di kepalanya. Ia mendekati pria itu kemudian tersenyum ramah.

>>deson<<

Heechul mengerutkan keningnya untuk kesekian kali. Ia yakin bahwa dokumen yang sedang ia kerjakan sudah ia taruh di lacinya yang terkunci. Ia ingat bahwa ia sedang mengerjakan dokumen itu ketika Sooyeon menggodanya dan Yeosin datang.

Ia yakin hal itu.

Heechul menghembuskan nafasnya. Ia kemudian mengambil rekaman CCTV-nya lalu memasangnya dengan yang baru.

“Hyung~” Daesung masuk kedalam ruang kerja Heechul, “Aku tidak mendapat jejak apapun lagi kecuali… Lee Junho pernah bertengkar dengan Lee Taemin.”

“Mwo??”

“Sebulan sebelum Taemin meninggal mereka bertengkar hebat. Awalnya Junho tersangka utama kematian Taemin. Tapi entah kenapa ia dibebaskan begitu saja.”

Heechul mengerutkan keningnya, “oleh siapa?”

“Choi Corp.” ucap Daesung menyerahkan kopian surat jaminan atas nama Junho, “mereka membebaskan Junho karena junho berkerja di perusahaan itu.”

“Berkerja?? Bukannya dia pengangguran?”

“hmmm… sejenis Freelance…”

Heechul mengerutkan keningnya

>>deson<<

“Apa kau menemukan alatnya?” tanya Seunghyun pada Namhee

Namhee menggeleg, “kau memberiku waktu satu minggu bukan?? Aku akan melakukannya besok.”

Ucapannya Namhee membuat Seunghyun menggangguk kemudian pergi dari ruangan.

Namhee menghembuskan nafas panjang. Ia berbohong. Tentu saja, ia tidak ingin Seunghyun mengagalkan rencananya.

Namhee kemudian sibuk dengan alat navigasinnya. Ia juga memikirkan cara untuk misi ke tiganya yaitu membongkar brangkas Jung Yunho.

>>deson<<

Heechul menyalakan DVD player nya dan menonton rekaman CCTV ruang kerjanya dengan malas. Ia menekan tombol Forward untuk mempercepat. Ia menekan tombol berhenti dan mengulangi video itu saat menemukan hal yang mencurigakan.

Ia tersenyum geli melihat video itu dan mengulang adengan yang sama hingga membuat Yeosin mengerutkan keningnya.

Yeosin yang sedang mengerjakan laporan keuangan yang diberikan Heechul mengerutkan keningnya saat melihat Heechul cekikikan sendiri.

Ia kemudian melangkah keruang tengah dan, “KIM HEECHUL-SSIIIIIII~~”

Heechul menoleh dengan tampang datar lalu kembali menonton videonya.

Yeosin langsung berlari memunggungi layar Tivi 40 inchi itu,”Ya dari mana kau dapat Video ini hah???”

Heechul terkekeh, “tidak sengaja terekam.”

“Hapus sekarang juga Kim Heechul-ssi…”

Heechul mengedikan bahunya lalu bersandar di sofa. Ia mengayunkan remot di tangannya menyuruh Yeosin pergi dari hadapannya, “Jika kau ingin menonton sini.” Heechul menepuk sofa sebelahnya yang kosong.”

Yeosin menggeleng.

“Siapkan popcorn juga.” Ucap Heechul membuat Yeosin semakin menggeleng.

“Ya kenapa kau merekamnya??” tanya Yeosin lagi.

“Aku tidak merekamnya. Itu terekam begitu saja saat pintu dikunci. Aku juga tidak menyadarinya.”

“Kalau begitu hapus.”

“Andwae~” kali ini Heechul yang berteriak, “itu malam pertama kita dan kau terlihat sangat sexi disana.”

Yeosin menatap Heechul dengan tatapan berkaca-kaca.

“Arraso… aku akan membuang bagian itu.” ucap Heechul membuat senyum Yeosin mengembang, “tapi dengan satu syarat!”

“Mwol??”

“kita tonton adegan itu sekali saja.” Ucap Heechul dengan cengiran jail.

“Yak~~~~~”

>>deson<<

Heechul tersenyum melihat Yeosin tertidur lelap di sebelahnya. Gadis itu tertidur sambil tersenyum.

“Apa kau mimpi indah??? Apa aku didalamnya?” tanya Heechul seperti guman.

Heechul tidak bisa memejamkan matanya sedikitpun. Ia memang tidak bisa tidur terlalu lama. Ia hanya butuh 10 menit untuk tidur.

Heechul kembali ke hadapan laptopnya. Ia mengedit video itu, ia membuang bagian Honeymoon mereka ah~ bukan membuang tapi memindahkannya ke dalam kaset bernama X file. Heechul tersenyum saat videonya tersimpan dengan rapih.

Heechul kemudian mengamati video itu dengan seksama. Beberapa saat saat dirinya keluar dari ruangan ia melihat sosok masuk kedalam ruangannya.

Ia tercengang ketika melihat siapa sosok itu, “Lee Junho.”

Heechul terdiam dan mengambil laporan keuangan yang terlah dianalis Yeosin. Choi Corp. merupakan perusahaan yang bergerak di bidang ekspor impor mempunyai dana gelap yang berasal dari penghasilan yang tidak jelas. Choi Corp tempat Lee Junho berkerja. Choi corp merupakan salah satu perusahaan yang tidak berpartisipan dalam pemilu.

Heechul memejamkan matanya. Ada satu hal yang belum terpecahkan.

Ttting ttong tting ttong…

Konsentrasi Heechul terpecah saat mendengar suara bel yang ditekan terus menerus. Heechul menaruh laptopnya dan langsung membuka pintu.

“Appa~”

“Sulli???”

Senyum Sulli mengembang membentuk Eyesmile diwajahnya, “Appa kenapa kau hanya memakai celana dan kenapa tubuhmu berkeringat?” Sulli memperhatikan Heechul dari atas sampai bawah.

“Ya~”

Sulli melangkah masuk bahkan sebelum di persilahkan masuk.

“Eommona~ apa Eomma juga tidur tanpa bajy?.” Sulli melihat pintu kamar utama yang terbuka ia penasaran saat melihat Yeosin sedang tidur ditutupi selimut. Ia mendekat dan memperhatikan dan berniat membuka selimut.

“Kamarmu bukan disini.” Heechul menarik Sulli sebelum ia berhasil melancarkan niatnya.

“Wae??” protes Yeohee, “bukankah kita sering tidur berempat???”

Heechul mengerutkan keningnya.

Sulli membekap mulutnya lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa, “hmmm… maksudku nanti kalian akan mempunyai anak kan??”

Heechul mengikuti Sulli duduk disofa, “tentu saja.”

>>deson<<

Namhee terdiam saat mendengar percakapan Seunghyun dan Junho lewat detectornya. Ia memang menaruh alat penyadapnya di tubuh Seunghyun. Ia tidak tau kenapa tapi firasatnya ia harus membuntuti Seunghyun dengan penuh.

Namhee tau Junho adalah pelaku yang menculik ibunya di Seoul Hall dan sekarang sedang berada dalam penyelidikan ayahnya.

Tapi yang membuat Namhee terkejut adalah Seunghyun bicara dengan Junho di luar ruang tahanan KNI padahal sebagai tersangka Junho harusnya berada di dalam ruang tahanan.

“Heechul akan tau kau mengambil semua berkasnya.” Ucap Seunghyun.

“Dia tidak akan bisa membuktikan bahwa aku bisa keluar masuk ruang tahanan.” Jawab Junho santai.

“membunuh Lee Taemin, melakukan perdangangan senjata tajam dan mencuri berkas agen KNI. Kau tidak termaafkan.” Ucap Seunghyun.

“Jangan kau berfikir bahwa kau itu bersih Choi Seunghyun.” Ucap Junho dingin, “kau adalah bagian dari kami.”

“Hahhaaa… tapi kalian tidak akan mendapat dari apa-apa.”

Namhee terdiam, Seunghyun dan otak semua kegilaan ini.

Pantas saja ia tau bahwa Namhee bukalah Lee Taemin. Pantas saja pria itu begitu menginginkan dirinya.

Namhee tersenyum getir, “Apa yang kau rencanakan, Choi Sanjangnim?”

“Jung Yunho tidak akan bisa menyadarinya sebelum pemilu.”

>>deson<<

Yeosin merasakan kepalanya berdenyut kencang. Perutnya berputar-putar. Ia merasa lapar tapi tidak ingin makan. Ia hanya nafsu saja tapi perutnya ingin mengeluarkan sesuatu.

Ia mendengar suara ribut ribut diluar. Ia melihat suara Heechul dan seorang gadis, Sulli.

Yeosin mengenakan pakaiannya kemudian berjalan perlahan mendekati Heechul. Ia melihat Heechul sedang mengobrol dengan Sulli. Perasaan yang dirasakannya tadi hilang saat ia melihat Heechul.

“Jika kau memiliki anak perempuan kau akan menamai dia apa??” tanya Sulli

“Hmmm apa yah??? Mungkin Yeohee…” jawab Heechul membuat perut Yeosin bergejolak.

Ia bisa melihat kemiripan Sulli dan Heechul. Cara menatap cara tersenyum dan lain-lainnya.

“Apa dia anakkku??” perkataan itu di tepis oleh logikanya. Tidak mungkin. Karena memang tidak mungkin.

>>deson<<

Namhee memandang ruangan Yunho dengan tatapan sinis. Seluruh cacatan, riwayat hidup tugas dan semua data agen KNI berada didalam ruangan itu.

Kenapa Seunghyun ingin ia mengacak-acak brangkas Jung Yunho? Apa ia ingin menghilangkan bukti. Tapi bukti apa-apa???

Namhee melirik jam. Ia hanya mempunyai waktu 5 menit saat pertukaran penjaga. Ia menunggu dengan sabar.

Ia menyelip masuk saat jam menunjukan pukul 5 tepat. Ia mengendap masuk. Ia menekan kode rahasia ruangan Yunho. Ia membuka pintu perlahan. Ia tidak mempunyai alat apapun kecuali sebuah pulpen elektrik. Ia benar-benar tidak mempunyai kesempatan lagi.

Namhee memakai topi menutup wajahnya. Ia berjalan dengan tenang menuju brangkas. Ia kemudian mencari berkar milik Choi Seunghyun.

“Ya kau penyusup!!!” teriak salah satu petugas

Namhee menggulung berkas Seunghyun lalu berjalan menuju jendela.

Dua petugas masuk kedalam ruangan Yunho dan langsung menyerang Namhee. Namhee memukul dua betugas itu dengan gulungan kertas yang ia bawa.

Namhee mendorong kedua petugas yang menghalangi jalannya.

“Ya~”

Namhee menoleh. Ia melihat petugas itu membawa kamera.

Jreeettt…

Namhee tidak bisa menghindar saat petugas itu mengambil fotonya tapi ia sempat menutup sebagian wajahnya dengan tangan.

Petugas itu memencet alarm sebelum Namhee menghajarnya. Namhee tidak punya pilihan. Ia mengeluarkan sapu tangannya kemudian memecahkan jendela. Ia menembakan pulpen elekriknya ke gedung sebelah. Pulpen itu meluncur menembus tembok diikuti oleh juntaian kawat tipis. Namhee mengikat ujung pulpen itu ke tiang penyangga gedung lalu melingkarkan saputangannya di atas kawa tipis itu.

Namhee tersenyum saat ia mendorong tubuhnya melintasi dua gedung dengan menggunakan kawat.

>>deson<<

Donghee menatap hasil tes nya berkali-kali. Ia menatap dua lembar kertas itu dengan tidak percaya. Puluhan serupa sudah ia lakukan tapi hasil tetap sama. Ia juga melakukan metode lain dan hasilnya sama.

Ia mengela nafas panjang.

Ia membandingkan lagi kedua kertas yang ada di tangannya.

“Tidak mungkin bagaimana ini bisa terjadi?” Guman Donghee untuk kesekian kalinya.

Donghee lalu mengambil kunci rahasianya. Ia lalu membuka lemari arsip yang jarang sekali ia sentuh. Ia langsung menyambar Map yang bertuliskan Kim Heechul. Mengambil selembar kertas yang ada disana lalu membandingkan dengan dua kertas yang ada ditangannya.

Ia kembali menekuni rumus-rumus kecil serta contoh dari sebuah gen yang pernah ia tulis di dalam kertas itu sebelumnya. Dengan seksama ia memperhatikan rantai kecil sederhana tapi bisa membawa sifat bawaan dari induk keanaknya.

Sebuah rantai yang indah dimana tidak ada yang dominan didalamnya. Gen dari Ayah dan ibunya kuat dan bagus mengalir dalam darahnya membentuk perpaduan sempurna dan dinamanis. Ia pasti akan bahagia bila menemukan Gen yang sempurna seperti itu tapi sayangnya ia tidak bisa tertawa mengingat DNA siapa yang tengah ia periksa sekarang.

“Ini tidak mungkin terjadi.” Donghee menatap ketiga kertas itu. rantai DNA merupakan rangkaian terkecil dalam tubuh manusia yang membedakan antara manusia satu dengan manusia lainnya, Tidak mungkin ada DNA yang sama didunia ini, “Sulli tidak mungkin anak Heechul dan Yeosin.”

TBC

 






-PANDORA KEY’S-8

Standar

Bagian 8

 

“I try to leave out the parts that people skip“ –Elmore Leonard-

 

-Prev-

Namhee menghembuskan nafasnya. Ia benci pada ayahnya yang selalu menyayangi Yeohee dari pada dia. Ia marah pada Ayahnya saat ayahnya memasang GPS ditubuhnya. Ia benci. Tapi ia tidak ingin kehilangan ayahnya.

“Fokus Namhee, yang kau butuhkan hanya itu. Jika pikiranmu tenang maka kau bisa mengunci targetmu dengan mudah dan jika targetmu lari kau bisa memikirkan rencana untuk mengejarnya lagi. Jika kau fokus maka kau akan melihat kelemahan musuhmu.”

Namhee memeluk lututnya, “Appa~~”

Peta jalur telekomunikasi KNI ada di hadapannya lebih menyeramkan dari pada gambar angin putting beliung yang sering di gambar oleh Yeohee dulu.

>>deson<<

“Kau mau pergi lagi??” tanya Yeosin saat melihat Heechul membereskan barang-barangnya.

“Jungsoo marah saat aku kabur dari rapat dan dia memintaku untuk segera kembali.”

“Kabur???” Kepala Yeosin berdenyut kencang, Mereka pulang jam 3 pagi dan itu melebihi batas jam kerja standar, bagaimana itu bisa di bilang kabur. Dan mereka baru saja terlelap tidur beberapa menit yang lalu sebelum dering telepon -LAGI membangunkan mereka.

“Kami akan melakukan beberapa perundingan di Jepang.” Heechul memandang Yeosin, “kau jangan Khawatir.”

“Aku tidak mengkhawatirkanmu.” Yeosin duduk di kasur sambil memengang selimutnya erat takut tubuh polosnya terekspose.

Heechul mendekati istrinya lalu mencium keningnya, “lalu kenapa kau cemberut??”

“Aniyo… hanya… kau tau sebentar lagi aku akan wisuda.”

“Aku tau. Aku pasti datang.” Heechul mengambil handuk kimono yang terjatuh di lantai dan menyerahkannya pada Yeosin. Yeosin dengan cepat memakainya dan mengikatnya dengan erat, tidak memberi kesempatan ke tiga untuk Heechul melihat tubuhnya lagi.

“Kau harus sarapan dulu.” Yeosin bangkit lalu mengingat rambutnya tinggi-tinggi sambil berjalan ke dapur.

Heechul tersenyum lalu mengikuti Yeosin ke dapur, “aku bisa makan di pesawat.”

Yeosin mendesah, “Kau pikir makan apa yang ada di pesawat Korea-Jepang, huh?? Lihat tubuhmu, Kurus dan hangat. Kau demam. Kau belum makan Kim Heechul-ssi… Apa kau ingin sakit. aku tidak mau merawatmu jika kau sakit.”

Heechul tersenyum mendengar omelan pagi hari Yeosin. Rasanya senang bisa mendengar suara kicauannya lagi. Dia sudah kembali menjadi Yeosin yang dulu.

Heechul kemudian memeluk Yeosin dari belakang.

“Lepaskan…” Yeosin berusaha keluar dari pelukan Heechul, “Atau ku potong tanganmu.”

Heechul terkekeh lalu membuka ikat rambut Yeosin, “apa kau akan pamer pada Sulli tentang tanda merahmu?”

Yeosin terdiam.

Heechul menutupi tanda merah Yeosin dengan rambutnya, “kau cantik saat marah.”

Wajah Yeosin memerah lalu mendorong Heechul perlahan. Ia lalu membuat beberapa roti panggang dan susu untuk Heechul dan memasukannya ke dalam tempat makan.

Heechul kembali ke kamarnya dan menyeret kopernya “Oya… bisakah kau menganalisa laporan keuangan itu?” Heechul menunjuk sebuah map di meja rias Yeosin.

“Aku mungkin pergi selama satu minggu, kau jangan nakal dan mungkin sekarang mereka mengawasimu dan juga rumah ini. Kau harus ingatkan Sulli untuk tidak terlihat oleh tetangga dan mereka. Sulli bisa terbawa masalah ini dan ini….”

“Aku tau Tuan Kim Heechul,” Yeosin menyerahkan kotak makannya pada Heechul, “Tanpa kau ingatkan aku sudah tau. Pergilah.”

Heechul menarik tangan Yeosin lalu memeluknya dengan erat, “Aku pasti merindukanmu.”

>>deson<<

“Eomma~ apa sebaiknya kita ajak Taemin makan bersama?” usul Sulli saat mereka tengah membuat makan malam, “Ku lihat dia pulang pagi dan wajahnya sangat pucat.”

Yeosin menatap Sulli intens. Ia tidak tau bagaimana gadis itu tau jika anak laki-laki tetangga mereka pulang larut. Kenapa gadis itu tau banyak tentang laki-laki itu dan mereka sangat terlihat akrab saat berdua.

“Apa kau sudah ingat siapa namamu? Keluargamu?” Yeosin menarik sebelah alisnya.

Sulli meneguk ludahnya lalu menggeleng.

“Cepat ingat siapa dirimu sebelum kau mengurusi orang lain.” Yeosin kembali memotong sayurannya, “Jangan terlalu dekat dengan anak itu. Dia adalah anggota KIA dan bisa menerima tugas kapan saja. Jika mereka tau kau ada dirumah ini mungkin keluargamu juga akan terseret ke masalah ini.”

“Eomma~” Sulli menatap Yeosin lekat, “Apakah berhubungan menjadi agen itu sangat berbahaya?”

Yeosin menggaguk, “Agen itu buta. Ia hanya menerima satu perintah dan tidak peduli siapapun targetnya mereka harus bisa membunuhnya. Seorang agen tidak boleh ragu, jika ia terlihat ragu dan agen lain mulai meragukannya mereka akan memburunya juga dan itulah posisi kita sekarang. Memburu dan diburu.”

Sulli menatapYeosin pilu. Seperti itukah keluarganya??

“Cepatlah ingat dimana keluargamu tinggal dan kau akan terlepas dari semua ini.”

>>deson<<

“Kau tau ini tidak akan mudah.” Ucap Jungsoo, “Heechul mempunyai bawahan yang setia padanya dan juga mempunyai agen yang handal.”

“Chocobal maksudmu??” ucap Yunho sambil memeriksa draft kasus Heechul, “Song Joongki sudah lama pindah ke Chicago. Jang Geunsuk, Kim Jungmo dan Mitra ada di bawah pengawan Yongbae. Lee Hongki dan Kim Jonghyung dia masih belum menerima tugas pertama.”

“Dia sudah menjadi agen sejak umur 15 tahun dan mendapat tugas pertama 6 bulan setelah bergambung. Tidak ada agen yang melebihi jam terbangnya.”

Yunho memandang Jungsoo curiga, “sebenarnya siapa yang kau bela??”

“Aku hanya tidak mau kehilangan agen berbakatku saja.”

“Kau masih memiliki agen-agen yang bagus. Cho Kyuhyun sepertinya layak menggantikan Heechul. Dia mempunyai Shim Changmin, Choi Minho dan Lee Jonghyun. Ah~ juga Kim Ryeowook.”

“Mereka masih terlalu muda.”

“Kalau begitu kau harus memberi mereka tugas. Mereka akan lebih mengungguli Heechul.” Yunho menyerahkan headnews hari ini pada Jungsoo, “pemelihan presiden adalah titik dimana sebuah negara berada di tempat yang paling rentan.

“Penyelundupan senjata tajam ini –jika kita tidak selidiki sampai tuntas dan mengetahui siapa dalang di balik semua ini maka, akan berakibat pada jumlah senjata yang ada di Korea semakin tidak terdaftar semakin banyak. Penggunaan ini bisa berkibat pada perang saudara saat pemilihan presiden nanti.

“Banyak orang yang akan mati sia-sia dan keadaan semakin tidak stabil. Siapapun yang akan menjadi presiden pasti akan diturunkan dari jabatannya. Lee So Man, Yang Hyun Suk, Park Jin Young, Yoo Jae Suk. Siapa yang akan menjadi presiden kita selanjutnya. Posisi mereka sangat terancam.”

Jungsoo memutar otaknya, “jadi bukan dari keempat calon presiden itu?”

Yunho menyunggingkan senyumnya, “Tentu itu sangat beresiko. Mereka juga akan kena getahnya saat nanti mereka menjadi presiden.”

“Lalu siapa yang melakukan semua itu?? apakah Presiden Lee??”

Yunho menggelengkan kepalanya, “Kau pernah mendengar gerakan monarkisme, gerakan pengkerajaan kembali dari sistem republik?”

Jungsoo menggagguk, “tapi mereka bukannya sudah di hukum dan setahuku mereka sudah meninggal semua.”

“Kau tau bagaimana sistem kerajaan??? Raja yang mati akan di gantikan oleh anaknya. Dan para pendahulu itu mungkin sudah meninggal tapi mereka mempunyai putra untuk mewarisi ambisi mereka.”

“Jadi?? Maksudmu, kau mau aku menyelidiki kasus ini?”

“Kita harus bergerak cepat sebelum masa kampaye tertutup di mulai.”

Jungsoo terbelak, “Tiga bulan lagi??”

“Setelah kampanye terutup akan ada kampanye terbuka selama 6 bulan dan itu akan semakin menyulitkan kita. Setelah itu satu bulan masa tenang dan pemilihan presiden.”

Tidak ada celah setelah masa tenang. Calon President bisa dalam keadaan berbahaya…“Jika gerakan itu mempunyai anggota melibihi Anggota KNI maka nyawa calon President akan terancam.”

>>deson<<

“Kau sudah siap?” Seunghyun menepuk bahu Namhee, “Aku sudah memberimu waktu satu hari untuk berfikir.”

Namhee menggangguk. Ia kemudian duduk di depan mainboard lalu menyatukan kabel-kabel berwarna warni yang menghubungkan ke 14 layar datar di atasnya. Ia tersenyum saat layar-layar itu mengeluarkan visual hitam dan putih.

Namhee kemudian memberikan perintah melalui codec-codec yang dikirimkan melalui komputer di sebelah kirinya. Kini layar itu menjadi putih bersih.

Namhee menatap Seunghyun. Hanya dalam waktu dua jam ia berhasil membuat rangkaian yang sempurna hanya saja ia harus masukan alat penyadap ke pusat komunikasi KNI dan itu sangat berisiko tinggi.

“Apa??” Tanya Seunghyun, “kau tidak bisa melakukannya?”

Namhee mengeretakan giginya, tentu saja Seunghyun tidak mau membantunya. Pria itu sepertinya akan senang jika ia tertangkap sekuriti.

Namhee memutar otaknya. Bagaimana ia masuk ke dalam pusat komunikasi KNI yang berada di lantai paling atas gedung KNI.

“Untuk menjadi seorang agen kau cukup pintar tapi kau tidak cukup berani.” Ucap Seunghyun meninggalkan Namhee seorang diri.

Namhee kembali memutar otaknya tapi ia tidak bisa berfikir dengan baik. Otaknya benar-benar buntu.

“Minumlah…” Yonghwa menyerahkan sekaleng kopi dan Namhee, “kau pasti stress.”

Namhee tersenyum, “Hyung~ bagaimana kau bisa kuat berkerja dengan orang yang seperti itu?”

Yonghwa melepas kacamatanya, “Aku suka dengan pemikirannya. Mungkin bagi kau yang baru mengenalnya dia terlihat seperti orang aneh dan penyiksa tapi begitu kau tau jalan pikirannya semua mudah seperti kau sedang membaca sebuah buku yang terbuka.”

“Aku benar-benar tidak bisa menebaknya.”

“Dia selalu tau tanpa kau memberi tahunya,” Yonghwa menepuk bahu Namhee, “jangan melihat apa yang dia berikan padamu tapi lihat apa bisa kau dapatkan dari apa yang dia beri.”

Yonghwa kemudian pergi keruangannya dan kembali berkutat dengan barang-barang yang ia ciptakan.

“Hyung~ kau pasti berhasil menciptakan mesin lorong waktu itu.” ucap Namhee sambil tersenyum.

“Aku tau itu.” Yonghwa tersenyum sebelum menutup pintu ruangannya.

“Harus… jika tidak bagaimana aku bisa kembali.” Ucap Namhee dalam hati.

>>deson<<

Namhee memandang alat di tangannya dengan gemetar. Jika ketahuan ia akan mati. Ia berjalan menuju lift dan menekan tombol 60. Ia menunggu sampai pintu lift berdenting.

Namhee memasukan alatnya ke kertas timah dan menjadikan satu dengan alat-alat kerjanya. Ia menghembuskan nafasnya sebelum masuk kedalam ruang telekomunikasi.

Puluhan orang dengan memakai headset saling belalu lalang berbicara entah dengan siapa. Ia juga melihat puluhan layar monitor yang menampilkan seluruh sudut di gedung KNI. Namhee memicingkan matanya dan mencari pusat telekomunikasinya dapat.

Ia pasti sudah gila. Bagiamana mungkin ia bisa menyadap semua alat-alat ini.

Namhee berjalan dengan santai. Ke pojok ruangan dimana terdapat banyak kabel disana. Yonghwa mengatakan bahwa kabel dalam ruangan itu harus di periksa satu minggu sekali agar mereka tidak kehilangan akses karena kerusakan kabel. Satu saja mereka kehilangan kendali atas kabel itu maka KNI dalam masalah.

Namhee mengecek dengan seksama kabel-kabel itu. Ia mendecak pada kebodohannya sendiri. Ia tidak tau bagaimana cara membaca kabel-kabel itu. Ia benci pelajaran kabel-kabel yang di berikan guru pribadinya. Ia selalu kabur saat pelajaran itu.

“Jika kita tidak mendapat kesempatan maka buatlah kesempatan itu datang pada kita.”

Namhee teringat ucapan guru pribadinya.

Ia menyunggingkan senyumnya kemudian menyelusuri kabel demi kabel itu hingga berakhir pada sebuah alat yang di pengang oleh KIM JONG KOOK.

Jongkook yang memengang kendali atas semua kegiatan.

Namhee memandang pria berbadan besar itu sesaat. Ia pernah bertemu dengan adjusi itu sekali Saat kelulusan di sekolah dasar.

“Ya~ kau! Bisa kau perbaiki ini?” Jongkook mengarahkan headsetnya ke arah Namhee.

Namhee menoleh ke belakang, ia tampak mencolok dengan pakaian ala montir itu, “Ya aku bisa.” Namhee menggaggukan kepalanya lalu mendekati Jongkook.

Namhee tersenyum. Ia semakin dekat dengan jantung KNI.

>>deson<<

Heechul menggeretakan giginya kesal pada tiga orang di hadapannya.

Nickhun, Wooyoung dan Junho. Ketiganya seakan mengulur waktu dan selalu berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Membuat Heechul harus bersabar menghadapi keduanya.

Heechul mengamati data pribadi ketiga orang itu. Heechul mengerutkan keningnya saat menyadari bahwa rumah Lee Junho berdekatan dengan rumah Lee Taemin.

Taemin. Anggota baru KIA. Tetangganya???

Heechul mengalihkan perhatiannya pada Junho, “kau mengenal Lee Taemin?”

Junho mendecak, “untuk apa kau mencari anak itu. Dia tidak berguna.”

Heechul mengerutkan keningnya. Ia mencium sesuatu yang tidak beres.

“Apa hubungannya denganmu?” tanya Heechul lagi.

“Tidak ada.” Jawab Junho

“Musuh.” Celetuk Wooyoung

“Musuh?” Heechul mengerutkan keningnya. Tangannya dengan lincah mengetikan sesuatu di tablet PC yang ia bawa. Dengan cepat daftar silsilah keluarga Junho terbuka, “Kalian saudara tiri?”

Junho menatap Heechul tidak percaya.

Heechul menyunggingkan senyumnya saat melihat beberapa foto yang menunjukan wajah Taemin dengan jelas. Wajahnya berbeda sekali dengan wajah Taemin sekarang.

Heechul menghirup udara sebanyak-banyaknya, “ya sudah jika kalian tidak mau mengaku. Kalian terpaksa mendekap lebih lama lagi.”

Heechul mengambil berkasnya kemudian menyerahkan ketiga tawanan itu kepada Daesung.

“Sanjangnim…” ucap Daesung sebelum Heechul pergi, “pria yang mendapat informasi tentang kasus City Hall itu bernama Choi Minhwan. Dia satu kampus dengan istrimu.”

Heechul menggangguk, “Selidiki tetangganya yang bernama Lee Taemin secara langsung. Aku tidak ingin mendengar kau melacaknya lewat monitor KNI.”

Daesung menggaguk hormat

>>deson<<

Harga wortel, cabai dan paprika naik. Mereka membuatku gila.

Pemerintah semakin goyah, presiden mungkin harus turun jabatan sebelum pemilihan tiba.

Aku harus pulang, putriku sakit.

Jagi~~ya… menunggumu sama seperti menunggu kereta di shuttle bus… tidak pernah ada tapi aku tetap mnunggu #eaaaa

Namhee tersenyum sambil mengganti ganti saluran yang ia kehendaki. Semua telepon ia bisa sadap, tidak hanya itu seluruh CCTV KNI berhasil ia tampilkan di layar.

“Sadap Telepon Yongbae.” Perintah Seunghyun diikuti oleh anggukan Namhee.

Namhee kemudian mengetikan sebuah kode dan muncullah gambar Yongbae yang sedang mengobrol di telepon. Namhee kemudian mengeraskan speaker untuk mendengarkan pembicaraan Yongbae.

“Sekeras apapun kau membujukku jawabanku tetap tidak. Aku tidak ingin merubah sistem ini meski aku harus menurunkan dia jabatannya.” Yongbae menatap ke CCTV, “Sepertinya ada yang memata-mataiku.”

“Matikan.”

Namhee otomatis menekan tombol off.

Ia menatap Seunghyun sesaat.

“Bereskan. Yongbae akan menghubungi Jongkook dan lima menit lagi Jongkook akan kemari.” Seunghyun menatap jam dinding, “Kita akan belajar memperbaiki mesin foto kopi.”

Seunghyun berjalan ke ruangannya.

Namhee segera mencabut alat-alatnya lalu merobak mesin foto kopi yang rusak itu. tepat ketika ia hendak memulai. Jongkook masuk keruangan Seunghyun.

Namhee melihat keduanya berbicara sangat lama. Ia penasaran dengan apa yang di bicarakan oleh keduanya. Kadang kala Seunghyun atau Jongkook menatap ke arahnya. Membuat Namhee semakin curiga.

>>deson<<

Heechul mengambil volter-nya. Pistol dengan peluru 33mm yang mampu melumpuhkan tanpa membunuh meski ia menembak tepat di jantung. Heechul menyukai pistol buatan Yonghwa itu, terlebih pistol itu ringan dan tidak bisa terdektesi oleh sembarang alat.

Heechul memasukan volternya kedalam saku dan berjalan ke luar ruangannya. Sudah lama ia tidak melakukan dinas luar yang berhubungan dengan lapangan. Selama dua tahun belakangan ia bertugas menjadi komando stategi yang sangat membosankan.

Heechul menjalankan mobil Hyundai secara perlahan. Ia berjalan seolah ia manusia biasa. Ia berhenti di depan sebuah gedung yang sangat ramai dengan baligo besar bertuliskan, ‘Selamat Wisuda Mahasiswa Mahasiswi Universitas Korea’

Heechul mengambil sebuah berkas dan membacanya sekali lagi. Choi Minhwan, berwisuda hari ini. Pria itu sangat mahir memainkan drum dan dikatakan sebagai pria dengan tingkat kecerdasan yang memukau.

Heechul mengamati wajah pria itu sesaat memasukan kedalam memori otaknya lalu beranjak dari mobilnya.

Heechul mengikuti pesta wisuda itu. Penyerahan Ijazah yang diikuti dengan pesta kelulusan. Ia cukup pusing dengan ratusan orang yang berjejal dalam satu ruangan. Ia dengan sabar menunggu di lantai dua sambil terus menunggu Minhwan di panggil ke atas panggung dan mengambil ijazahnya.

“Han Yeosin… Cumlaude.”

Heechul tersentak saat melihat gadis yang dikenalnya naik ke atas panggung. Ia lupa jika gadis itu juga sedang di wisuda hari ini. Heechul menyunggingkan senyumnya lalu mengambil ponselnya dan mengabadikan beberapa poto saat Yeosin tersenyum dan memamerkan ijazahnya pada teman-temannya.

Mata Heechul kemudian bergerak ke salah satu sudut dimana seorang pria sedang menatap Yeosin dengan lekat. Choi Minhwan.

Heechul mendekati Minhwan dan tidak pernah melepaskan tatapannya dari Minhwan. Ia menganalisa setiap gerakan yang di buat oleh Minhwan. Ia tau pria itu membawa senjata api berbetuk senapan pendek di saku jasnya juga beberapa peluru di kantong celananya.

Heechul berhasil berdiri beberapa langkah dari Minhwan ketika pria itu mendapat telepon dari seseorang.

“Hyung~ aku tidak ingin.” Ucap Minhwan setengah berbisik.

Heechul mengamati Minhwan. Ia bersembunyi saat Minhwan menoleh ke belakang. Ia lupa harusnya ia memasang alat penyadap di tubuh Minhwan.

Heechul keluar dari tempat persembunyiannya dan mendapati Minhwan sudah tidak ada. Heechul mendecak kesal lalu beranjak menyusuri gedung itu secara perlahan.

>>deson<<

Seunghyun tersenyum puas saat mendengarkan penjelasan sederhana Namhee. Ia tau anak itu memeliki pengetahuan di luar ilmunya. Anak itu seakan mempunyai bakat pencipta.

“Kau tau seorang agen tidak hanya harus pintar tapi juga harus cepat bertindak dan pandai memanfaatkan sesuatu.”

Namhee mengerutkan keningnya.

“Aku ingin tau kenapa kau tinggal di dekat apartermen Heechul, di rumah Hankyung tepatnya??”

Namhee menatap Seunghyun tidak percaya.

“Aku bisa melacak semuanya, apa, dimana, kapan, bagaimana dan siapa. Tapi untuk kenapa… kau harus menemukan semua pertanyaan sebelumnya dan merangkumnya menjadi satu.”

“Yang bertanya lebih tau jawabannya.”

Seunghyun tersenyum, “Karena Hankyung warga negara China yang tidak akan kembali lagi ke Korea. Disana terdapat alat-alat yang mempermudahmu untuk membuat alat-alat baru lainnya. Rumahnya dekat dengan KNI. Disana sangat aman.”

Namhee menatap Seunghyun ia sendiri tidak tau kenapa dulu Yonghwa menyuruhnya tinggal di rumah Hankyung. Satu-satunya alasan karena ia tinggal dekat dengan ayahnya.

“Jika kau tanya kenapa? Itu karena seseorang menyuruhku.” Ucap Namhee jujur.

“Hanya di tempat itu aku bisa tinggal. Aku tidak bisa kembali ke rumah. Dari situ juga aku berniat menjadi murid KIA.”

“Kenapa kau ingin menjadi anggota KIA??”

“Hmm karena tidak memerlukan uang untuk bayaran dan dapat makan gratis.” Namhee memamerkan deretan gigi putihnya.

Seunghyun tersenyum sambil menyenderkan tubuhnya ke kursi, “kau tau, dulu ada murid KIA yang mengatakan hal yang sama. Dia adalah KIM HEECHUL.”

Namhee menatap Seunghyun tidak percaya.

>>deson<<

Yeosin menandang teman-temannya dengan iri. Mereka datang dengan orang tua bahkan dengan kekasih mereka. Sementara ia, hanya sendiri.

Yeosin yakin sudah memperingatkan Heechul bahwa ia akan wisuda hari ini. Ia sudah memberikan pesan singkat pada Heechul untuk datang.

“Orang tuamu  tidak datang?” tanya Seohyun

Yeosin menggeleng, “Mereka tidak akan datang.”

“Heechul??”

Yeosin menggeleng, “Sepertinya ia lebih ingat misinya dari pada istrinya.”

Seohyun menggandeng Yeosin, “Mungkin ia sedang dalam perjalanan.”

Yeosin tau Seohyun tidak serius dengan ucapannya, hanya berniat untuk menghiburnya saja.

“Yeo-ah bukannya itu ayah dan ibumu.”

Yeosin menatap Seohyun kemudian menatap arah tatapannya. Dua sosok yang sangat di kenalnya. Ayah dan ibunya.

“Setidaknya aku tidak terlalu malu untuk datang ke sini.” Yonghoon memeluk putrinya.

Yeosin tersenyum malu. Ia tau maksud ayahnya. Setidaknya gelar yang ia dapat dengan susah payah itu tidak mengecewakan keluarganya yang selalu mendapat peringkat pertama.

“Kau memang putriku.” Yeosin memeluk ibunya dengan erat.

“Dimana Heechul?” tanya Yonghoon

Yeosin menahan nafasnya. Ia menatap ibunya ragu. Apa yang harus dia katakan??

“Aboji mencariku?”

Yeosin menoleh ke sumber suara dimana Heechul berdiri dengan memegang setangkai bunga mawar.

Heechul mendekati Yeosin lalu memeluk pinggangnya dengan erat, “untuk Eommonim…” Heechul menyerahkan setangkai mawar itu pada ibu mertuanya.

“Aigoo menantu yang baik.” Perbuatan Heechul membuat Yonghoon cemburu.

Yeosin mendengus. Ia merasa familiar dengan mawar merah itu. Heechul pasti mengambilnya di suatu tempat di gedung ini.

“Aboji ada yang ingin ku bicarakan.” Heechul melepaskan pegangannya kemudian mendekati Yonghoon.

“Sebaiknya kita pergi mencari udara di luar.” Ucap Yonghoon

Heechul menggangguk ia menggecup kening Yeosin lalu mengikuti Yonghoon dari belakang dengan penuh hormat.

>>deson<<

“Kau tidak lupa pada tugas keduamu bukan?” tanya Seunghyun.

“Membuat alat penyadap tanpa di ketahui detektor KNI.”

Seunghyun tersenyum, ia tidak tau apa yang menyebabkan dirinya banyak tersenyum seperti ini. mungkin karena anak lekaki itu, “untuk menjaga kerahasiaan setiap ruangan atau tingkat tertentu di pasang detektor. Detektor itu berbeda di setiap ruangan. Hanya pemilik ruangan saja yang mengetahui dimana detektornya di simpan.”

“Setiap ruangan?? Kupikir hanya di pintu masuk saja.”

“Kau lihat ruangan ini??? penuh dengan senjata dan alat-alat berbahaya. Detektor tidak akan berbunyi meski kau membawa senjata tajam. Tapi detektor akan berbunyi jika kau menyadap data dari komputer disini.” Seunghyun menunjuk komputer-komputer yang berisi ratusan info mengenai jenis penemuan senjata KNI.

Namhee menatap mentornya dengan seksama.

“Kemarin kau sudah menyadap telekomunikasi KNI. Kau tau kenapa Yongbae bisa mengetahuinya karena ia punya dektektor. Ia bisa dengan mudah mengetahuinya. Sama seperti diruang rapat. Penyadap tidak di perbolehkan. Di laboratorium dilarang membawa senjata api. Dan masih banyak sekali.”

“Jadi kau ingin membuat kelinci percobaan lagi Choi Sanjangnim??”

“Aku ingin membututi seseorang seharian penuh tanpa dia sadari dan tanpa terlacak oleh dektektor KNI maupun yang lainnya.”

“Kau gila.” rutuk Namhee dalam hati.

>>deson<<

“Kau mengetahuinya?” tanya Heechul pada Yonghoon

“Tentu saja” Jawab Yonghoon dengan tenang

Mereka berdua berada dilapangan Universitas Korea yang terbuka. Tidak ada yang mendengarkan apa yang dikatakan keduanya karena mereka berdua berdiri jauh dari keramaiaan.

“Choi Minhwan?”

“Dia juga mengenal putriku dengan baik. Kau tau Yeosin selalu tertarik dengan drummer. Minhwan seorang drummer yang hebat.”

“Kau tau Minhwan menjebak putrimu tapi kau diam saja.”

“Itu bukan salah Minhwan.” Ucap Yonghoon tenang.

Heechul menggenggam tangannya dengan erat, “Kau tau putrimu dijadikan tameng oleh penjahat itu dan kau diam saja. Entah apa lagi yang mereka rencanakan tapi mereka masih berniat menggunakan putrimu.”

“Aku tidak akan melindunginya lagi Kim Heechul-ssi.” Yonghoon menatap Heechul lekat, “Aku sudah melindunginya sejauh ini. Sekarang giliranmu.”

Heechul mendecak, “Apa yang kau rahasiakan?? Mengapa mereka mengincar Yeosin.”

Yonghoon tersenyum, “Mereka mengincar Yeosin karena aku melidungi Yeosin. Yeosin adalah orang yang tidak bisa di sentuh oleh KNI dan polisi karena perintahku. Itulah mengapa mereka mengincar Yeosin.”

Heechul terdiam.

“Kini saatnya aku mencabut perintah itu. Dengan begitu aku tidak bisa mengawasinya lagi.”

“Tapi mereka tidak akan mengubah rencana.”

“Rencana mereka telah berhasil tanpa kalian sadari. Senjata yang masuk ke Korea sudah mencapai klimaks.”

Heechul membulatkan matanya tidak percaya.

“Mereka tidak akan berhenti disini. Mereka akan terus memburu kalian.”

“Sebenernya apa yang mereka inginkan?” Heechul menatap Yonghoon penuh harap.

“Mereka ingin tempat. Mereka berusaha merebut tempat mereka kembali dan memperketat penjagaan. Mereka ingin kerajaan kembali berjaya penuh atas pemerintah.”

Heechul menatap Yonghoon tidak percaya.

>>deson<<

 “Kim Heechul-ssi aku sudah mendapatkan informasi mengenai Lee Taemin. Pemuda itu tentangga Lee Junho yang menolak ajakan Junho untuk bergabung dengan Timnya. Dua hari kemudian ia ditemukan tewas di sungai Han.”

Heechul menatap Yeosin sesaat lalu meminta ijin ke belakang, ia tidak ingin Yeosin mendengar pembicaraannya, “meninggal??”

“Dia bunuh diri.”

Kedua orang tua Yeosin sudah pergi meninggalkan acara. Semua acara ini terasa membosankan tapi ia masih harus memburu Choi Minhwan.

“Aku mendapatkan surat terkahirnya yang mengatakan bahwa ia akan bunuh diri. Dua hari kemudian di temukan mayat di dekat rumahnya tanpa identitas. Kedua orang tuanya mengakui bahwa itu adalah Taemin.”

“Identitasnya hilang??” tanya Heechul ketika ia melihat Minhwan keluar aula acara. Heechul mengikuti Minhwan perlahan sambil terus mendengarkan Minhwan.

“Apa aku perlu menyelidikinya lewat data source KNI??”

“Tidak perlu biar aku yang melakukannya.” Heechul menutup teleponnya kemudian berbelok menyusuri lorong yang kosong.

Heechul masuk kedalam toilet laki-laki dan ternyata toilet itu juga kosong. Ia mendecak karena Minhwan berhasil lolos. Tidak mungkin Minhwan masuk kedalam toilet perempuan.

“Kau membuntitiku?” tanya Minhwan tepat saat Heechul berbalik

Heechul menaikan sebelah alisnya, “Tidak. Aku hanya ingin bertanya padamu.”

“Soal Seoul City?? Aku sudah menyelaskannya di ruangan introgasi.”

“Bukan?? Soal itu.” Heechul mendekati Minhwan, “tapi kau memengang senjata tanpa ijin.”

Minhwa mundur selangkah dan memasang kuda-kuda. Dengan sigap Minhwan mengarahkan pistolnya ke Heechul.

“Ginger XXI. Pistol buatan Rusia. Ringan tapi sangat berisik.” Ucap Heechul.

“Kau mengantarkan nyawamu sendiri.” Kekeh Minhwan.

Heechul menyunggingkan senyum separuhnya. “Seorang sedang berjalan ke arah kita dan dia akan menjadi saksi terbunuhnya aku dan kau akan pendapat pasal berlapis.”

Mnhwan memicingkan pendengarannya dan merasakan suara langkah kaki yang semakin mendekat, “Aisssh…” ia mengepalkan tangannya yang bebas dan berjalan mudur kebelakang sambil terus mengacungkan pistolnya ke arah Heechul.

“Apa yang kau lakukan?”

Heechul membalikkan badannya dan menatap Yeosin lekat.

“Menunggumu.” Heechul menyunggingkan senyumnya.

Yeosin mendecak lalu mendorong Heechul yang menghalangi jalannya, “Kau tidak bermaksud untuk masuk ke toilet wanita kan Mr Kim??”

Heechul terkekeh, ia mengedarkan pandangannya. Ia kemudian mengambil tulisan ‘maaf toilet sedang rusak’ dan menemperlkannya di pintu toilet lalu menarik Yeosin masuk kedalam toilet wanita.

“Yak~ apa yang kau lakukan??” tanya Yeosin saat Heechul mengunci pintu toilet dengan alat pel.

Heechul berbalik dan menyeringai.

Yeosin mundur perlahan sampai tubuhnya menubruk tembok.

“Kau tidak takut pada suamimu kan??” Heechul menyunggingkan senyum separuhnya.

“Neo??” tanya Yeosin penuh takut, “ini masih lingkungan kampus hmmm…” Yeosin merasakan bibir Heechul di bibirnya.

>>deson<<

Namhee melihat jadwal rutin pegawai KNI dan juga agen-agen KNI lainnya bahkan ia mendapatkan jadwal rahasia anak-anak KIA dan beberapa tugas rahasia agen Khusus. Tidak sulit mendapatkannya terlebih ia sudah bisa menyadap semua telekomunikasi rahasia dari Kim JongKook.

Hanya data-data yang mengalir ke bagian telekomunikasi yang bisa ia sadap sisanya para petinggi terutama bagian divisi tidak menggunakan saluran khusus KNI tapi mereka mempunyai alat sendiri-sendiri. Sangat tidak praktis.

“Mereka menjaga tugas mereka dengan sebaik mungkin. Seorang agen tidak boleh membocorkan rahasianya.” Itulah yang di katakan Yonghwa

Namhee menatap bosan jadwal-jadwal itu. Ia sama sekali tidak suka menguntit orang apalagi selama seharian. Itu bukan perkerjaan yang menyenangkan.

Namhee tersenyum ketika sebuah ide melayang di kepalanya. Kenapa ia tidak menguntit ayahnya saja. Dengan begitu ia akan cepat mengetahui musuh ayahnya dan pekerjaannya selesai dengan waktu yang cepat.

“Sepertinya tidak sulit. Aku akan meminta Yeohee untuk memasangkan alat tersebut di baju Appa kemudian perkerjaan ini selesai.” Namhee tersenyum cerah.

Yang perlu ia lakukan adalah mengecek dektektor di setiap lantai dan ruangan. Ia harus mengetahui fungsi setiap alat dan mencari kelemahannya.

Namhee bergerak ke luar ruangan Seunghyun untuk melihat alat-alat yang dipasang di seluruh gedung KNI. Ia menyurusuri setiap jengkal koridor KNI dan memperhitungkan kamera pengintai yang ada.

“Geunsuk~ah…” seorang gadis berlari melewati Namhee.

“Wae??” pria bernama Geunsuk itu menoleh membuat Namhee berhenti dan sedikit bergeser ke samping.

“Bukan karena Kim Heechul itu mentor yang sangat kau kagumi kau jadi menolak perintah Yongbae Sanjangnim.” Gadis itu mencoba mensejajarkan langkahnya dengan Geunsuk.

Namhee tertegun.

“Sampai kapanpun aku tidak ingin mengeledah rumahnya kecuali dia sendiri yang memerintahkan.”

Namhee mengigit lidahnya sendiri. Ia langsung berlari ke luar gedung KNI dan belari ke rumah Heechul.

 

TBC





-PANDORA KEY’S-7

Standar

Bagian 7

 

“Sesuatu yang besar dimulai dari sesuatu yang kecil dengan Proses dan kesabaran.“

 

-Prev-

“Aku akan mengirimnya sehari setelah pernikahannya. Aku tidak bisa menahannya terlalu lama. Kalian hanya punya waktu selama satu bulan.” Jungsoo menatap kedua atasannya bergantian

“Itu terlalu sebentar.” Ucap Yongbae

“Terlalu menimbulkan kecurigaan jika aku menahannya lebih lama dari itu.”

“Kami setuju.” Ucap Yunho langsung meninggalkan ruangan Jungsoo. Tak peduli dengan tatapan penuh tanya dari Jungsoo.

Yunho berhenti di koridor dan membiarkan Yongbae berjalan lebih dulu.

“Kau gagal. Kau tidak berhasil membuatnya tertarik padamu.” ucap Yunho pelan, “Jung Sooyeon, kau mengecewakanku.” Yunho kemudian berjalan meninggalkan seorang gadis yang sedang berurai air mata.

>>deson<<

“Kau gagal. Kau tidak berhasil membuatnya tertarik padamu. Jung Sooyeon, kau mengecewakanku.”

Sooyeon hanya bisa meneguk ludahnya saat Yunho mengatakan hal itu. Bukan Yunho saja yang merasa kecewa tapi ia juga. Ia adalah orang yang paling sakit hatinya.

Heechul adalah satu-satunya orang yang membuatnya tetap bertahan dari latihan keras KNI. Pria itu yang selalu memotivasinya meski terkesan dingin dan kejam. Tapi di matanya Heechul sangat sempurna.

Sooyeon melangkahkan kakinya yang terasa berat. Ia bahkan tidak bisa memijakan kakinya dengan benar. Tubuhnya terasa berputar dan…

“Noona kau tidak apa-apa?” seseorang mencengkram pinggangnya erat.

Sooyeon memfokuskan pandangannya, “Kim Heechul-ssi??”

Pria muda itu menyunggingkan senyum separuhnya. Mirip dengan senyuman Heechul tapi mata itu bukan milik Heechul.

“Miahae Noona… aku bukan Kim Sanjangnim.”

Sooyeon membenarkan letak tubuhnya. Ia lalu memperhatikan anak itu dengan seksama.

Lee Taemin.

“Aku harus kembali bertugas,” ucapnya dengan sopan, “Noona sebaiknya kau jalan dengan hati-hati.”

Sooyeon menatap anak itu yang menjauhinya. Cara senyum anak itu. Cara berjalannya mirip dengan Heechul.

“Aissshhh… aku kena syndrom patah hati.” Ucap Sooyeon lalu bergerak meninggalkan tempatnya berdiri.

>>deson<<

“Kau gila.” itulah yang komentar pertama Seohyun saat datang diacara resepsi pernikahan Yeosin dan Heechul. Tepat satu bulan satelah lamaran, Yeosin dan Heechul melaksanakan pernikahan. Pernikahan sederhana dan terbatas. Hanya ada teman dan kerabat. Tidak ada wartawan dan pernikahan itu juga tidak di publikasikan.

Bukan karena Heechul seorang agen KNI tapi mereka tidak mau repot-repot menyiapkan acara yang mewah dan memakan waktu dan uang.

“Inikah tunanganmu yang brengsek itu. Yang kau benci sampai mati juga kau cinta sampai mati.” sindir Seohyun sambil melirik Heechul dari atas ke bawah ke atas lagi.

Ia akui Heechul cukup tampan dengan tukedo hitam panjang itu. Serasi dengan Yeosin yang memakai gaun putih pengantin selutut.

“Mwo??” Heechul melingkarkan tangannya di pinggang Yeosin, “Mana mungkin dia membenciku.”

“Akhirnya kisah terpanas KNI berakhir juga.” Ucap Yonghwa sambil menghampiri Seohyun.

“Kisah terpanas?” ucap Seohyun dan Yeosin bersamaan.

“Kalian tidak tahu?” Yonghwa mengusap rambutnya, “Yeosin dan Heechul hyung itu merupakan gosip yang tidak pernah habis-habisnya di bahas. Dari mulai kalangan staf sampai jajaran jendral KNI suka dengan cerita itu. Putri mentri pertahanan itu hilang entah kemana. Bahkan ada beberapa agen kurang kerjaan yang menyelidiki hubungan mereka.”

“Apa maksudmu dengan agen kurang kerjaan hyung?” ucap Hyukjae merasa tersinggung dengan julukan itu.

“Seperti kau tidak pernah terlibat didalamnya saja.” Ucap Kyuhyun yang kemudian diikuti Sohee.

“Sejak masuk di KNI kami sangat penasaran cerita Kim Heechul.” ucap Hyukjae, “Aku, Kyuhyun, Kibum, Yonghwa dan beberapa yang lainnya lalu menyelidiki kasus itu.”

“Kalian benar-benar kurang kerjaan.” Ucap Yeosin yang hampir tidak percaya ternyata seorang agen yang cool dan keren bisa juga menyelidiki gosip yang tidak jelas.

“Gampang menemukan Yeosin. Meskipun dia menyembunyikan identitasnya.” Ucap Kyuhyun, “kalian hidup dalam satu kota tapi bersikap seolah saling tidak peduli dan tidak saling menyukai.”

“Padahal kami sering memergoki Heechul hyung menatap cincin tunangannya.” Kibum tiba-tiba menyelang. Diikuti tatapan kau-so-sweet-sekali-kim-sanjangnim dari yang lainnya.

“Dan hari-hari Yeosin sebelum jadian dengan Jiyong.”

Yeosin dan Heechul bertukar pandang. Mereka tidak menyangka bahwa mereka akan dibuntuti sampai segitunya.

“Banyak perempuan yang patah hati saat mendengar kau menikah” ucap Kyuhyun, “termasuk Sooyeon. Dia bahkan ijin selama 2 minggu karena mendapat undangan pernikahan kalian.”

“Katanya dia depresi.” Ucap Sohee

“Kudengar dia mencoba bunuh diri.” Tambah Hyukjae.

“Ya~ kenapa kalian malah bergosip” ucap Heechul, “Kalian itu seorang agen.”

“Kita sedang tidak bertugas, hyung. Jadi kita bisa mengembangkan bakat kita untuk mencari gosip hahahaaa….” Ucap Hyukjae diikuti tawa yang lain.

>>deson<<

“Kenapa kita disini?” tanya Yeohee yang masih tidak terima tidak mengikuti acara pernikahan kedua orangtuanya. Ia meminta pada Heechul dan Yeosin untuk hadir ke pesta pernikahan mereka tapi mereka membalas dengan kata TIDAK.

Tentu saja Heechul tidak mau mengambil resiko para agen menyelidiki tentangnya dan Yeosin tidak mau pusing dengan tingkah laku anak itu. Yeohee akhirnya terdiam setelah Namhee membujuknya dan mau menemaninya bermain seharian penuh. Yeosin dan Heechul pun akhirnya setuju.

“Berbahaya Yeohee-ya…”Yeohee menirukan perkataan Namhee, ucapan Namhee sepertinya sudah berada di luar kapala Yeohee, “Para starf KNI itu mudah curiga apalagi agen-agennya. Mereka akan dengan mudah melacak latar belakangmu dan mereka akan semakin penasaran jika tidak mendapatkannya dan jika mereka tau identitas aslimu maka kita akan tamat. Kita tidak akan bisa pulang dan kita akan kehilangan Appa.”

Yeohee menainkan PSPnya tanpa minat, “memangnya seperti apa pekerjaan Appa?”

“Tugas Appa adalah mencari dalang dari penyelundupan senjata. KNI menetapkan beberapa orang yang terindikasi pada kasus itu. Salah satunya Haraboji.” Namhee mencoba mengecek peralatan canggihnya, “Appa menikahi Eomma, tidak hanya karena Appa sangat mencintai Eomma… tapi satu alasan yang aku sendiri tidak tau. Dengan menikahi Eomma, Appa bisa juga mendapat surat peringatan jika ia terlihat jelas membela Haraboji.”

“Oppa aku bingung…” Yeohee menggaruk kepalanya, “bicaramu sekarang mirip dengan Appa.”

“Tenanglah Yeohee-ah kotak pandora ini akan segera terbuka.” Namhee memusatkan perhatiannya pada detector kecil yang dirangkainya sendiri. Detector itu bisa mengcopy data hingga ratusan tetra dalam beberapa detik saja termasuk mengkopi password dan kode pin.

Yeohee mendelik pada Namhee, “Oppa bukankah kotak pandora itu tidak boleh di buka. Nanti klo di buka akan menimbulkan bencana.”

Namhee melepas perhatiannya pada alat kecilnya dan menatap Yeohee, “Kotak pandora memang menyimpan keburukan, bencana, penyakit dan segala keburukan tapi disana juga ada satu hal yang paling penting yaitu HARAPAN. Mungkin nanti kita akan menemui banyak halangan tapi kita tidak boleh meninggalkan harapan kita.”

“Kuralat perkataanku tadi… gaya bicaramu seperti Haraboji.” Gerutu Yeohee, “Op…”

“Ssstt…” Namhee menaruh telunjuknya di bibir Yeohee, “mereka datang.” Ia langsung mengambil alatnya dan memasukannya kedalam kantong.

Binar dimata Yeohee kembali menyala, “Appa~ Eomma~” Yeohee langsung berlari menghampiri orang tuanya.

>>deson<<

“Kau belum tidur?” tanya Yeosin saat melihat Sulli masih memainkan PSP-nya, “Ini sudah tengah malam.”

Sulli menoleh, “kenapa Eomma juga belum tidur? Kemana Appa?”

Yeosin naik keatas ranjang dan duduk di samping Sulli, “Dia sedang berkencan dengan pekerjaannya.”

Sulli terkekeh, “Kau cemburu??

Yeosin menggeleng, “untuk apa??”

“Tapikan kalian baru menikah? Harusnya kalian berbulan madu. Bukannya malah meninggalkanmu demi pekerjaan.”

Yeosin tersenyum, “Itulah pekerjaannya. Dia harus selalu ada saat orang lain membutuhkannya.”

“Eomma tidak marah? Eomma tidak kesepian?”

“Kenapa aku harus kesepian, kan masih ada kau yang menemaniku,” Yeosin menarik selimut, “Mungkin aku akan kesepian jika kau sudah pulang kerumahmu.”

Sulli meneguk ludahnya, “Eomma terkadang aku ingin sekali pulang ke rumah. Tinggal bersama dengan orang tuaku lagi. tapi aku tidak bisa.”

“Wae??” Yeosin membulatkan matanya, “Apa kau kabur dari rumah.”

“Entahlah aku tidak tau… mungkin aku harus mencari taunya sendiri.”

“Hmm… sebaiknya kau mulai mengingat namamu.”

>>deson<<

“Kenapa mereka mengirim Appa ke Gimhae??” tanya Namhee diikuti gelengan kepala Yeohee.

“Appa cuma mengatakan seperti itu dan sepertinya Eomma cuek-cuek saja.” Yeohee ingat saat Yeosin lebih mementingkan bermain game dari pada mengurusi Heechul, begitu juga Heechul yang langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun, “Mereka itu saling suka tapi kenapa mereka tetap seperti orang asing”

“Sepertinya pihak KNI tidak menyukai pernikahan mereka.” Namhee memperhatikan genangan air di depannya, “ tapi kenapa?”

“Kenapa berbeda dengan Eomma dan Appa kita? mereka tidak mesra, kaku dan dingin.”

“Apa karena kasus penggelapan senjata itu?? Mereka masih mengejar Eomma dan… Appa??

“Sepertinya aku harus bertindak. Jika begini terus mereka bisa bercerai.” Yeohee menangkupkan tangannya di wajahnya.

“Perkataan Yunho pada Sooyeon juga aneh. Kurasa mereka merencanakan sesuatu.”

“Apa?” Namhee menoleh pada Yeohee, “Kenapa kau menangis?”

Yeohee memandang Namhee, “Apa kau tidak bisa mempercepat penyelidikanmu?”

Namhee terdiam.

“Aku benar-benar merindukan rumah.” Keluh Yeohee.

“Kau yakin merindukan rumah?” tanya Namhee, “Bukankan kau selalu marah jika Eomma tidak mengabulkan permintaanmu. Kau bahkan ingin Eomma dan Appa bercerai agar Appa bisa menikah dengan Eomma baru yang bisa menuruti semua keinginanmu. Jika kau ada dirumah kau akan menjadi penghalang bagi Appa dan Eomma untuk memberikan kita adik?”

Yeohee menggembungkan pipinya, kesal, “Yak~ Kim Namhee, kau pikir aku juga tidak tau kalau kau juga membenci Appa. Kau benci karena Appa lebih menyayangiku dan sering memberikanmu latihan super keras. Tapi kenapa kau sekarang malah membelanya??”

Namhee mencengkram tangannya dengan erat, “aku pergi.”

>>deson<<

 “Bagaimana hasilnya?” Seohyun langsung menghampiri Yeosin yang baru keluar dari ruang sidang.

Yeosin menegakkan kepalanya lalu memamerkan deretan gigi putihnya, “Aku berhasil.” Yeosin memamerkan selembar kertas yang bertuliskan lulus pada Seohyun.

Seohyun membekap mulutnya tidak percaya, “Jinjja??”

Yeosin menggangguk, “Aku pikir aku tidak akan keluar hidup-hidup ternyata aku bisa melewati sidang ini dengan mudah.”

“Chukhae…” Seohyun lalu memeluk Yeosin, “Kau harus menetraktirku.”

Yeosin melepaskan pelukannya lalu pura-pura berpikir, “Hmmm…”

“Yak kau menjelaskan semuanya padaku.”

Yeosin mengeluarkan smile eyesnya, “arraso~” Yeosin lalu menggandeng Seohyun ke luar kampus.

“Kau tidak merayakannya dengan suamimu???”

Yeosin terdiam. Ia lupa bahwa sekarang ia sudah memiliki suami.

“Kenapa??” tanya Seohyun bingung melihat ekpresi Yeosin

“Tidak apa-apa.” Jawab Yeosin acuh. Bagaimana ia akan ingat jika Heechul saja tidak pernah ada di rumah. Heechul selalu mendapat tugas keluar kota bahkan ke luar negri. Ia hanya pulang untuk mengambil baju dan menaruh baju kotor. Ia lebih mirip menjadi seorang pembantu dari pada seorang istri.

Seohyun melepaskan gandengan tangan Yeosin, lalu menatap Yeosin, “Kau tidak boleh begitu. Kau harus menemui suamimu. In-Guk Oppa bilang dia akan tiba di Seoul nanti sore. Sebaiknya kau dandan lalu menjemput suami.”

Yeosin membulatkan matanya tidak percaya.

Seohyun lalu menarik Yeosin menyeret gadis itu ke salon yang paling bagus.

>>deson<<

“Kenapa kasus sekecil itu harus melibatkan KNI?? Apalagi yang diutus adalah agen terhebat Kim Heechul.”

Namhee hampir saja beranjak dari tempat duduknya ingin kembali ke kelas, ketika ia mendengar dua orang pegawai KNI sedang bergosip.

“Aku rasa ini hanya pengalihan.”

“Kau ikut rapat kemarin kan? Mereka sengaja tidak mengundang Kim Heechul. Mereka sudah mencurigai Kim Heechul. ”

“Bagaimana mungkin Heechul berkhianat, KNI adalah jantungnya, hidupnya.”

“Tapi cinta dia itu buta. Sejak bertemu dengan gadis itu hidupnya menjadi hancur.”

“Hancur?”

“Jung Yunho menilai bahwa kinerja Heechul menurun sejak 4 tahun lalu. Konsentrasinya melemah. Kau tau saat penyergapan di City Hall. Ia bahkan lamban memberikan perintah.”

“…”

“Ada beberapa gosip yang mengatakan bahwa dia sempat frustasi saat gadis itu pergi. Ia menghabiskan waktu di kantor tapi pikirannya kemana-mana.”

“…”

“Dan mertuanya, Han Yonghoon. Dia masuk daftar tersangka kasus perdangangan senjata itu?”

“Kenapa?? Ah~ karena ia menggunakan tameng anaknya??”

“Tidak, Nickhun, Junho dan Wooyong yang sudah tertangkap sedang diintrograsi oleh petugas inspeksi. Sejauh ini mereka masih berbelit-belit.”

“Maksudmu??”

“Semua bukti mengarah pada mentri pertahanan.”

Namhee mencengkram gelasnya dengan erat. Ia menundukan kepalanya bahkan sampai kedua orang yang ada didekatnya itu sudah pergi jauh darinya.

“Lee Taemin apa yang lakukan disini?”

>>deson<<

Heechul mendecak kesal sambil membanting tubuhnya ke kursi. Ia baru tiba dari Gimhae dengan jet KNI dan langsung di suguhi oleh rapat. Selama 5 jam ia duduk di ruang rapat dan memperhatikan semua data dan bahan yang di sajikan oleh Kyuhyun dan Jongwoon.

Heechul meregangkan tubuhnya yang serasa mati rasa. Peserta rapat lainnya sedang mencari makan atau pergi ketoilet. Ia mengecek ponselnya. Tidak ada pesan masuk. Heechul menghela nafas panjang.

Ia menekan tombol satu lalu mendekatkan ponselnya ke telinga.

“Kita sedang rapat.” Sooyeon mengambil ponsel Heechul kemudian mematikannya.

“Apa maksudmu??” Heechul berdiri kemudian meraih kembali poselnya dari tangan Sooyeon.

“Kita sedang berkerja Kim Heechul-ssi. Kau tidak boleh mencampurkannya dengan masalah pribadi.” Sooyeon menarik dasi Heechul kemudian membenarkan posisi dasinya yang miring, “Apa dia tidak bisa melakukannya dengan baik. Kau bahkan tidak terlihat seperti orang yang sudah menikah.”

Heechul menghempaskan tangan Sooyeon, “Sepertinya kau yang lebih terlihat mencampurkan masalah pribadi dan pekerjaan. Juga mencampuri urusan pribadiku.”

Heechul mengambil tasnya, tapi Sooyeon menahan tangannya.

>>deson<<

 “Han Yeosin-ssi”

Yeosin menggentikan langkahnya. Ia baru saja akan melangkah meninggalkan halaman KNI setelah memastikan Seohyun meninggalkannya, tapi sebuah suara menghentikannya.

“Sohee-ssi.” Yeosin membungkuk.

“Kau pasti mencari Suamimu. Dia baru saja datang. Sepertinya dia masih di ruang rapat.” Ucap Sohee saat melihat bungkusan yang di bawa oleh Yeosin, “Mari aku antar. Aku juga ingin menemuinya.”

“Kau dari mana?” tanya Yeosin sambil melihat kertas bawaan Sohee yang banyak.

“Aku baru dari kantor pos. Mengecek beberapa kiriman.” Sohee masuk lift kemudian menekan angka 15, “kau pasti sedih baru menikah tapi sudah di tinggal suamimu keluar kota.”

Yeosin menyibakan rambutnya ketelinga, “Tidak… Aku tau itu pekerjaannya.”

“Tidak usah malu mengakuinya. Aku juga kadang kesal saat di minta tugas secara mendadak.”

Yeosin menyergitkan keningnya, “Memangnya berapa lama kau menjadi agen?”

“Aku dilatih oleh ayahku yang merupakan seorang veteran. Aku resmi masuk saat kasus di City Hall. Tapi karena aku kurang cermat, Nickhun bisa melumpuhkanku dengan mudah. Makanya sekarang aku mengurusi surat-surat ini.”

Pintu lift terbuka dan keduanya keluar. Mereka kemudian berbelok ke kiri dan masuk ke ruangan di pojok.

Sohee mengetuk pintu tiga kali lalu masuk kedalam ruangan.

“Sanjang~” Sohee mendekap mulutnya saat melihat Sooyeon dan Heechul berhadapan dan mereka saling berpegangan.

“Yeosin-ah.” Heechul langsung menghempaskan tangan Sooyeon begitu ia melihat Yeosin.

>>deson<<

“Sekarang aku yang akan melatihmu.”

Namhee menatap pria bertubuh tegap di hadapannya, name tagnya tertulis Choi Seunghyun.

“Bukankah mentorku Seo In-Guk Sanjangnim. Kenapa merubahnya?”

Seunghyun menggulum senyumnya, “Kau akan pindah ke divisiku makanya kau sekarang akan dilatih olehku.”

Namhee menggeleng, ia tidak boleh pindah devisi. Itu akan sulit melacak jejak ayahnya apalagi Devisi Seunghyun sangat bertolak belakang dengan devisi ayahnya.

“Kenapa? Bukankan hasil tes mengatakan aku masuk devisi Gladestone?”

“Kami sudah mengecek ulang hasil tesmu dan ternyata kami salah kau harusnya masuk ke devisi Skylight, dibawah pengawasanku.”

Namhee meneguk ludahnya.

“Tugasmu mudah. Kau akan mengecek senjata-senjata baru dan mencobanya. Kau juga akan mencoba mobil ciptaan terbaru KNI dan beberapa alat yang diciptakan untuk agen. Menarik bukan.”

Namhee mendecak, ia merasa bodoh menjadi kelinci percobaan KNI. Ia harus pindah. Kembali ke sisi ayahnya lagi.

>>deson<<

Heechul mondar mandir di ruangannya mencoba menjelaskan apa yang terjadi tapi sepertinya Yeosin sama sekali tidak berniat mendengarkannya. Gadis itu bahkan tidak membalas menatapnya membuatnya semakin frustasi.

Belum lagi Sooyeon yang tidak mau pergi dan ingin menjelaskan kejadian yang sebenarnya tapi sampai saat ini ia bahkan belum membuka mulutnya.

“Kau membawa makanan?” Tanya Sooyeon saat melihat kotak yang terus di bawa oleh Yeosin, “untuk Kim Sanjangnim?”

Yeosin mengangguk tanpa melihat Sooyeon.

“Apa kau ingin menghidangkanya untuk suamimu? Mari ku bantu.” Tawar Sooyeon.

Heechul tersenyum saat melihat Yeosin membuka kotak yang ia bawa. Ia memperhatikan Yeosin yang sedang memisahkan kimchi dari tempatnya itu.

“Dia belum makan sejak pagi. Kurasa kau harus menyuapinya agar dia mau makan.” ucap Sooyeon di selingin sengiran nakal.

Heechul mengerutkan keningnya. Kenapa dengan wanita?? Bukankah beberapa menit yang lalu Sooyeon menjelek-jelekan Yeosin tapi sekarang??

Yeosin berdiri dengan membawa sepiring Kimchi. Ia berjalan menuju Heechul dengan mengitari punggung Sooyeon. Sooyeon menjulurkan kakinya saat Yeosin berada dihadapannya.

Brukk…

Heechul melihat tubuh Yeosin oleng dan langsung memeluknya agar tidak terjatuh sialnya piring yang di bawa Yeosin melayang ke meja Heechul dan mendarat dengan tidak mulus disana.

“Omona~ Han Yeosin-ssi… inikan file penting kenapa kau membajirinya degan saos kimchi.” Sooyeon mendekap mulutnya tidak percaya.

Yeosin menatap Heechul. Ia bisa merasakan tatapan marah Heechul. Bukan marah pada Yeosin tapi pada Sooyeon. Heechul menghela nafasnya panjang. Ia lalu mendekap tubuh Yeosin untuk meredakan amarahnya.

“Kau tidak marah?” tanya Sooyeon, “Dia baru saja menghancurkan pekerjaanmu selama satu  bulan.”

“Berhetilah Jung Sooyeon.” Bentak Heechul membuat Sooyeon dan Yeosin tersentak, “Kembalilah ke pekerjaanmu.”

Sooyeon menatap Heechul tidak percaya. Saat ia tidak sengaja menumpahkan kari ke meja Heechul. Heechul sangat marah  bahkan mengusirnya. Sekarang saat Yeosin yang menumpakan kimchi ke mejanya malah ia yang kena usir.

Sooyeon mengepalkan tangannya sebelum meninggalkan ruangan Heechul. Ia juga melemparkan tatapan benci pada Yeosin.

Heechul menatap Yeosin, “Gwenchana???”

Yeosin tidak menjawab.

Heechul menekan tombol di mejanya. Tirai-tirai yang ada disana langsung menutup dan pintu otomatis terkunci. Peredam suara aktif hingga tidak ada yang bisa melihat atau mendengar apa yang terjadi diruangan itu.

>>deson<<

Hufft…

Namhee menghela nafas panjang setelah seharian berkutat dengan benda-benda canggih yang menurutnya sama sekali tidak canggih. Di masanya 3G merupakan barang rongsokan. Mereka sudah pindah ke yang namanya DGL4 selain kecepatannya yang memukau, daya simpan memorinya juga sudah sampai ke miliaran Tetra.

“Sudah malam. Kau pulang lah.” Ucap Seunghyun.

Namhee menatapnya penuh semangat, “Jinjja? Kamsahamnida.”

Namhee membereskan barang-barangnya ketika dia teringat sesuatu, “Seosangmin???”

Seunghyun menoleh.

“Kenapa aku di pindahkan ke devisi ini?”

Seunghyun menaruh alat yang sedang ia cek lalu menatap Namhee, “Karena aku yang memilihmu.”

“Kenapa kau memilihku?”

Seunghyun menggulum senyumnya, “Karena aku melihat bakatmu. Di tasmu. Benda itu apakah itu hasil rakitanmu??”

Namhee tercengang. Ia melihat alat GPS Yeohee disana. Alat yang rusak karena tekhnologi DGL belum ada. Makanya ia merombaknya dan menggunakan satelit yang ia sadap lalu mengembangkannya sendiri.

Namhee menggagguk.

“Alat apa itu??”

Namhee mencengkram GPSnya, “Guest Point in Seoul. Alat untuk melacak dimana keberadaan adikku, kesehatannya bahkan siapa saja yang ada di dekatnya.”

Seunghyun menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi, “Jenius. Aku menyukai alat itu. Boleh aku mempelajarinya.”

Namhee menggeleng, “Kau harus melangkahi mayatku dulu.”

Seunghyun terkekeh, “Sebegitu berharganya kah adikmu atau kau terlalu menyayangkan benda itu jatuh ke tanganku.”

Namhee tersenyum, ia tahu Seunghyun bukan orang yang bodoh. Cepat atau lambat Seunghyun pasti tau bahwa ia sudah lebih mahir di bidang tekhnologi, “Aku tidak pernah melepas perhatianku dari adikku. Itulah kenapa aku ada disini. Untuk melindunginya.”

“Jika aku memberimu pilihan apa kau mau berkerjasama denganmu.”

Namhee mengerutkan keningnya.

“Jika kau lolos 3 tes yang aku berikan. Aku akan memindahkanmu ke Divisi Gladestone di bawah pengawasan Heechul. Itu artinya kau akan menjadi bawahan Heechul. Mengingat muridnya Song Joongki sudah pindah ke Chichago empat tahun lalu.”

Namhee menatapnya tidak percaya.

“Tapi jika kau gagal. Aku akan tetap di bawah pengawasanku bersama Yonghwa.” Seunghyun melirik Yonghwa yang berada di ruang sebrang yang terpisah oleh dinding kaca.

>>deson<<

“Han Yeosin.”

Yeosin menepis Heechul dengan kasar. Ia benar-benar muak dengan Heechul. Heechul selalu terlihat bahwa pria itu mencintainya tapi jika sudah berhadapan dengan pekerjaan, Heechul selalu mengabaikannya.

“Itu tidak seperti yang kau bayangkan.” Ucap Heechul keras karena serang tidak ada yang bisa mendengar mereka, “Kami tidak melakukan apapun.”

Yeosin mengerutkan keningnya, “Aku tidak peduli dengan apa yang mau kau lakukan. Aku benar-benar tidak peduli.”

“Lalu untuk apa kau kemari?”

“Aku di paksa oleh Seohyun.” Ucap Yeosin jujur, “Lakukan saja apa yang pekerjaanmu aku tidak peduli. Bukankah kau lebih mencintai pekerjaanmu di bandingkan denganku.”

“Han Yeosin-ssi.”

“Hentikanlah, Kim Heechul.” Yeosin mengelap air matanya yang sedari tadi ditahannya.

“Aku tidak pernah memikirkan seseorang lebih dari ini, Han Yeosin-ssi. Kau yang pertama dan satu-satu yang membuatku gila. Aku tidak tau kenapa tapi kau benar-benar membuatku ingin mati.” Heechul menarik tangan Yeosin lalu mendekap tubuh Yeosin, “Ku mohon jangan seperti ini.”

Yeosin memukul dada Heechul, “kenapa kau mengatakannya sekarang? Harusnya kau buktikan itu sejak dulu.”

“Mianhae…” Heechul menarik dagu Yeosin lalu menundukan kepalanya. Ia melumat bibir Yeosin pelahan dan intens.

Yeosin menutup matanya lalu membuka mulutnya perlahan. Heechul merapatkan tubuh Yeosin ke tubuhnya lalu menggangkat tubuh Yeosin perlahan dan membawanya ke sofa.

Yeosin membuka matanya saat tangan Heechul mulai bergerak nakal.

“Ups baby… mianhae…” ucap Heechul kemudian mengecup bibir Yeosin lagi.

>>deson<<

“Tiga tes?? Tes apa??”

Seunghyun terkekeh, “Tes pertama kau harus bisa menyadap seluruh alat komunikasi di KNI dalam waktu bersamaan tanpa ketahuan pihak kemanan. Caranya bebas dan kau harus menjelaskan caranya padaku.”

Namhee meneguk ludahnya sendiri. Tentu saja tidak mudah menyadap alat komunikasi KNI. KNI mempunyai penjagaan khusus terhadap alat komunikasi.

“Kedua, buat sebuah rancangan alat penyadap yang bisa lolos dari dektector KNI dan kau harus menyadap satu orang seharian dan harus membeberkan cara kerja alat itu padaku.”

Namhee merasakan lututnya lemas. Seunghyung benar-benar ingin membuatnya mati muda.

“Ketiga…” Seunghyun menatap Namhee ragu, “Kau pasti tidak akan mampu menjalaninya.”

“Aku pasti bisa melakukannya. Katakan saja?” ucap Namhee penasaran.

“Bobol Brangkas Jung Yunho. Acak-acak isinya tanpa mengambil apapun.”

Namhee menatap Seunghyun tidak percaya. Pria itu benar-benar sudah gila.

“Kau tidak sanggup menyanggupinya?”

>>deson<<

Kkriiing… kriiing…

Kriing… kriiing…

“Jam berapa sekarang?” Tanya Yeosin sambil memengang kepalanya yang terasa pusing.

“Jam tiga pagi.” Ucap Heechul menenggelamkan wajahnya ke leher Yeosin. Untung saja sofa di ruang kerjanya cukup lebar hingga bisa cukup untuk mereka tiduri.

Kkriiing… kriiing…

Yeosin mendorong tubuh Heechul perlahan, “teleponmu berdering.”

Heechul mencium kening Yeosin. Ia memandang Yeosin yang tampil berantakan. Tuhan apa yang dipikirannya hingga gadis itu telihat begitu berantakan namun dimatanya gadis itu terlihat sexy. Heechul berjalan ke mejanya lalu menggangkat teleponnya.

Yeosin merasakan dingin di tubuhnya saat Heechul menarik tubuhnya. Ia menarik tubuhnya dan duduk di sofa. Gaunnya yang kusut tidak mampu menangkis udara malam. Ia memandang Heechul yang sedang bicara dengan lawan bicaranya sambil memeluk tubuhnya sendiri. Heechul tersenyum ketika mata mereka bertemu. Heechul lalu menunjuk kamar mandi agar Yeosin bisa mengambil mantel Heechul.

Yeosin merasakan selangkangannya perih saat ia berjalan. Ia menyusuri tembok agar tidak terjatuh.

Yeosin tersenyum saat melihat kamar mandi Heechul yang komplit. Selain perlaatan mandi yang komplit juga ada lemari besar yang berisi puluhan baju kemeja dan jas. Heechul benar-benar menjadikan ruang kerjanya sebagai rumah keduanya. Yeosin mencuci mukanya lalu memakai jaket Heechul yang bersih.

Yeosin melihat Heechul membereskan Kimchi yang terjatuh itu lalu kembali ke kursinya dan bergelut dengan laporannya.

Yeosin mendekati Heechul, “Kau tidak mau makan? katanya kau belum makan dari pagi dan sekarang sudah hampir pagi lagi.”

Heechul menggeleng, “Jungsoo baru saja meneleponku. Dia bilang ingin melihat laporanku.”

Yeosin merasa bersalah kerena menumpahkan kimci itu ke laporan Heechul, “tapi kau harus makan. Bagaimana kau bisa berpikir jika perutmu kosong.” Yeosin mengambil sisa kimchi yang masih utuh lalu mendekati Heechul.

Heechul tidak bergeming malah sibuk mengetikan jarinya dihadapan laptop.

Yeosin mendengus kesal lalu memutar kursi Heechul hingga menghadapnya, “Jangan Seperti anak kecil Kim Heechul-ssi.” Ia lalu menyuapkan sepotong kimchi yang besar pada Heechul.

Heechul menatap Yeosin sambil mengunyah lalu menarik Yeosin kepangkuannya, “Apa kau tidak lapar juga?? Setelah melakukan itu??” Heechul lalu menyuapkan sepotong kimchi ke mulut Yeosin.

Heechul mengelap ujung bibir Yeosin, “Jangan marah lagi. Kau tampak menyeramkan saat cemburu.”

“Aku tidak cemburu.”

“Ya… kau cemburu. Kau bahkan tidak mau melihat wajahku.”

Yeosin menatap Heechul tajam.

“Arraso… kau tidak cemburu.” Heechul mengacak-acak rambut Yeosin, “Bereskan barang-barangmu. Aku akan mengantarmu pulang.”

>>deson<<

Namhee berjalan dengan lunglai menuju apartermennya. Apa yang harus ia lakukan. Bagaimana ia bisa lulus tes yang di berikan oleh Seunghyun. Bagimana ia bisa mengetahui musuh ayahnya jika ia tidak bisa berdekatan dengan ayahnya.

Namhee menendang sebuah batu yang ada di hadapannya. Ia menyesal kenapa dulu ia sering bolos latihan bela diri yang ayahnya berikan. Kenapa ia lebih tertarik pada tekhnologi dari pada ilmu fisik.

“Ya~ Kim Namhee… baru segitu saja kau sudah lemah bagaimana jika nanti kau menghadapi masalah.” Suara teriakan ayahnya masih terngiang di kepalanya.

“Shirooo… Aku tidak mau latihan terus aku cape. Kenapa hanya aku yang harus latihan, Kenapa Yeohee tidak pernah ikut latihan.”

“Karena Yeohee itu perempuan. Kau harus menjaganya jika Appa dan Eomma pergi.”

“Shirooo… Aku tidak mau.”

Namhee menghembuskan nafasnya. Mungkin Yeohee benar saat mengatakan bahwa ia benci pada ayahnya yang selalu menyayangi Yeohee dari pada dia. Ia marah pada Ayahnya saat ayahnya memasang GPS ditubuhnya. Ia benci. Tapi ia tidak ingin kehilangan ayahnya.

“Fokus Namhee, yang kau butuhkan hanya itu. Jika pikiranmu tenang maka kau bisa mengunci targetmu dengan mudah dan jika targetmu lari kau bisa memikirkan rencana untuk mengejarnya lagi. Jika kau fokus maka kau akan melihat kelemahan musuhmu.”

Namhee memeluk lututnya, “Appa~~”

Peta jalur telekomunikasi KNI ada di hadapannya lebih menyeramkan dari pada gambar angin putting beliung yang sering di gambar oleh Yeohee dulu.

TBC




-PANDORA KEY’S-6

Standar

Bagian 6

 

“Aku pergi bukan berarti meninggalkanmu, aku hanya terlepas sesaat darimu sampai aku menggenggam tanganmu lebih erat lagi dari sebelumnya.”

 

-Prev-

“Aku menangis karena kebodohanmu.” Cerutunya, “Jika kau mencintainya harusnya kau mengatakan padanya. Harusnya kau mempertahankannya. Harusnya kau membuat dia mencintaimu juga dan yang terpenting kau harus melakukannya. Bukan hanya melihat ke masalalu dan melihat dia dalam bayang-bayang.”

Heechul tertegun mendengar gadis muda itu, “kau…”

“Aku tidak ingin melihat dia dengan pria itu. Aku tidak suka. Kau harus merebutnya. Kau harus menunjukan bahwa kau mencintainya.”

Gadis itu kemudian kembali menangis.

>>deson<<

Heechul memandang kertas-kertasnya dengan tatapan kosong. Ucapan Kibum seperti angin baginya. Ia bahkan tidak berkonsentrasi pada rapat kali ini. Ia benar-benar tidak mengerti.

Apa yang disembunyikan Han Yonghoon. Kenapa ia ingin Yeosin terlindungi. Kenapa mereka mengincar Yeosin. Kenapa harus Yeosin, bukankah mentri lain juga mempuyai putri yang tidak di jaga juga. Siapa gadis yang ada dirumahnya itu. Kenapa semuanya begitu membingungkannya

Heechul bangkit dari kursinya tidak mempedulikan semua tatapan yang mengarah padanya termasuk tatapan Jungsoo.

Ia mengambil ponselnya kemudian menghubungi seseorang.

“Aku menerima tawaranmu. Akan kupertaruhkan hidupku untuk melindunginya.” Heechul meraih kunci mobilnya. Ia harus menemui seseorang. Seseorang yang akan selama ini menghalangi jalannya. Bukan menghalangi… tapi seseorang yang akan menghambat rencananya. Ia tidak boleh mengalah lagi sekarang.

Baginya Yeosin bukan lagi masalah pribadi, Sekarang Yeosin adalah pekerjaannya, hidupnya dan matinya.

Heechul menggenggam stirnya dengan erat lalu menginjaknya dengan dengan kencang.

>>deson<<

“Kau sudah lama menunggu?” tanya Yeosin menghampiri Jiyong

Pria itu tersenyum sesaat, “Kau mau pesan apa?”

Yeosin mengambil menu dan melihat daftar menu yang berderet itu, “Aku ingin ddokboki. Kau tidak makan?” tanya Yeosin yang melihat meja Jiyong masih kosong.

“Aku tidak lapar.”

Yeosin menatap Jiyong, “Kau kenapa? Ada masalah?”

Jiyong menggeleng.

“Lalu kenapa kau tiba-tiba kau ingin bertemu denganmu. Kau tidak sedang sibuk?”

Jiyong menggenggam tangan Yeosin, “Aku ingin melihatmu untuk terakhir kalinya.”

Yeosin membelakakan matanya tidak percaya, “Apa??”

“Yeosin-ah.” Jiyong menggeggam erat tangan Yeosin, “Mianhae… tapi aku tidak bisa berdiri disampingmu lagi.”

“Kenapa?” tanya Yeosin, “Bukankah kau bilang tidak akan pernah melepasku kecuali jika aku yang meninggalkanmu. Kau pembohong.”

Jiyong membuka mulutnya tapi kemudian menutupnya kembali. Ini pilihan yang sulit. Melepaskan seseorang yang sangat ia cintai. Tapi apa Yeosin juga mencintainya?? Gadis itu memang tersenyum padanya, tapi senyum itu juga di berikan pada orang lain. Gadis itu tidak mencintainya, dia hanya menganguminya.

“Kau benar.”Jiyong akhirnya bicara, “Aku tidak akan pernah melepasmu, tapi dari dulu aku tidak pernah menggenggam hatimu. Kau bukan milikku bahkan sampai sekarang. Aku hanya seseorang diantara kalian.”

Yeosin mengerutkan keningnya tidak mengerti. Ia yakin ia tidak mempunyai hubungan dengan pria manapun kecuali, “Kim Heechul??”

Jiyong terdiam membuat Yeosin semakin mendecak.

“Aku tidak pernah mempunyai hubungan khusus dengannya. Dia hanya masa lalu dan aku tidak berniat kembali padanya. Aku bahkan sudah melupakannya.”

Jiyong terdiam-Lagi membuat Yeosin menyilangkan tangannya di depan dada dan menatap lurus kearah Jiyong.

“Kau melupakannya karena kau tidak sanggup untuk membencinya.” Ucap Jiyong membuat Yeosin terhenyak, “dalam hatimu kau masih mencintainya. Kau masih menunggunya, kau ingin menghilangkan kenangan itu makanya kau melupakannya. Kau melupakannya karena kau sangat mencintainya.”

“Jika aku mencintainya lalu perasanku padamu itu apa?” todong Yeosin ia benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Jiyong.

“Kau hanya mengagumiku. Kau hanya suka pada suaraku. Kau hanya menyukaiku tidak mencintaiku.” Ucap jiyong serak.

Yeosin menatap Jiyong tidak percaya, “babo…”

“Maafkan aku Han Yeosin-ssi…”

Yeosin menghapus air matanya yang entah sejak kapan sudah menetes, “babo…”

“Aku akan tetap mengingatmu. Aku akan mengingatmu sebagai fansku no satu. Fans yang tidak akan pernah aku lupakan.” Jiyong mengusap punggung tangan Yeosin, “jangan menangis. Dia menunggumu.”

Yeosin memandang Jiyong dengan mata lembabnya, “Jangan tinggalkan aku.”

Jiyong tersenyum, “aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Tapi ini bukan posisiku. Aku akan selalu ada dan menjadi bintang yang paling terang dalam hidupmu.”

>>deson<<

Brukkkk…

Heechul sudah tau bahwa Yeosin akan datang tapi ia tidak akan menyangka bahwa gadis itu akan ke kantornya di saat jam kerja seperti ini.

“Kau pikir dirimu itu siapa Kim Heechul-nim. Berani-benarinya kau melakukan pekerjaan seredah itu. Kau terlihat menjijikan dimataku.”

Heechul menghampiri Yeosin dan menarik gadis itu keluar, “Kita bicara diluar.”

Yeosin menangkis tangan Heechul, “Kenapa? Apa kau malu jika teman-temanmu tau perlakuan menjijikanmu itu.”

Heechul menatap Yeosin, “Apa maumu?”

“Kau menjauh dari hidupku.”

“Tidak bisa.”

Yeosin mendecak. Mereka sekarang menjadi pusat perhatian, tapi ia tidak peduli. Ia benar-benar marah semarah-marahnya pada Heechul, “Kenapa? Karena kau mencintaiku. Tapi aku tidak mencintaimu Kim Heechul-nim.”

“Kau lebih mencintai pekerjaanmu Kim Heechul-nim.” Ucap Yeosin sebelum Heechul bicara, “kau tidak pernah tertarik padaku. Kau sudah membuktikannya padaku.”

“Dengar.” Heechul meraih tangan Yeosin. Ia sudah tidak peduli dengan

“Aku tidak mau mendengar apapun yang kau katakan.” Yeosin menutup telinganya, “Aku tidak mau melihatmu lagi.

“Kenapa kau berteriak-teriak disini nona.” Sooyeon menarik tangan Yeosin, “Kau tidak berhak untuk mengganggu ketertiban umum.”

“Apa kau bilang?” Yeosin menghempaskan tangan Sooyeon dan menatap Sooyeon dingin. Emosinya yang dari tadi d tahannya menguap saat melihat wajah Sooyeon. Kekecewaannya pada Heechul, Kepada keputusan Sepihak Jiyong dan rasa kesalnya pada gadis yang mengintrupsi pertengarannya dengan Heechul.

“Kau pengganggu.” Ucap Sooyeon dingin. Brukk… langsung di hadiah lemparan tas Yeosin.

“Jaga bicaramu nona.”

“Kau yang harus menjaga bicaramu. Kau pikir kau siapa kau datang setelah mencampakannya selama bertahun-tahun.” Ucap Sooyeon sambil memegang pipinya yang memerah.

Yeosin membelakakan matanya. Ia langsung menjambak rambut Sooyeon dengan kencang dan menghempaskan gadis itu ke lantai. Ia hendak melemparkan sebuah tamparan untuk Sooyeon tapi Heechul menahannya.

“Hentikan.” Ucap Heechul, “Kau bisa di tangkap karena ini.”

Tangan Heechul yang dingin terasa menyetrumnya. Getaran kecil itu kembali menariknya untuk menatap Heechul. Yeosin melepaskan genggaman tangan Heechul perlahan, lalu menatap kedua mata Heechul penuh intimidasi, “Aku yang mencampakanmu??” Yeosin menahan tawanya, “lalu apa lagi yang kau ucapkan tentangku?”

Heechul terdiam.

“Aku meninggalkanmu setelah pesta pertunangan kita. Aku yang lari dari rumah dan aku yang bahkan melupakan tunanganku sendiri dan tidak mengingatnya sama sekali. Itukah yang kau sebut mencampakan.” Yeosin menarik nafanya, ia berusaha untuk menahan tangisnya, “Lalu apa yang kau lakukan padamu. Kau menipuku. Kau tidak pernah jujur padaku dan kau yang lebih memilih pekerjaanmu dari padaku. Lalu apa itu namanya Kim Heechul-ssi… katakan padaku!”

Heechul menarik Yeosin kedalam pelukannya, memeluknya dengan erat mencoba meredakan emosinya. Ia tau ia luluh saat itu. Pada gadis yang ada dihadapannya. Gadis yang sudah mencuri hatinya. Ia tau saat ia memeluk gadis itu, ia tidak akan pernah bisa keluar dari hatinya.

Ia tau bagaimana kehilangan gadis itu dan sekarang ia tidak bisa kehilangannya lagi.

Yeosin berhenti meronta membuatnya menatap mata coklat gadis itu. mata gadis itu berbinar kaget dan bingung. Gadis itu mungkin akan bertanya ini dan itu. dan ia tau kata-kata tidak bisa mewakilkan isi hatinya. Ia lalu meraih dagu gadis itu kemudian mencium bibir mungilnya. Gadis itu membelakakan matanya membuatnya tertarik untuk menarik gadis itu kedalam pelukannya sambil mencoba menciumnya lebih dalam.

Heechul merengkuh tubuh Yeosin dan melepaskan ciumannya. Ia memeluk Yeosin dengan erat, “Karena aku terlalu bodoh, sampai-sampai tidak tau cara menunjukan cintaku padamu.” bisik Heechul lembut di telinganya.

Pertahanan Yeosin runtuh. Ia menangis dalam pelukan Heechul dan mengenggam ujung jas Heechul.

>>deson<<

Namhee mengerutkan keningnya saat melihat kerumunan yang ada di lobi. Semua orang bergurumul menyaksikan tontonan langka di KNI dan mulai berbisik-bisik.

“Kim Heechul dia kabur dari rapat tanpa mengucapkan apapun dan sekarang dia membuat kekacauan.”

Namhee menoleh saat dua orang itu menyebutkan nama ayahnya. Ia mencoba menyusup untuk melihat apa yang terjadi. Ia kaget saat melihat orang tuanya saling berteriak di depan umum. Ini adalah pertengkaran pertama yang ia lihat seumur hidupnya. Mereka tidak pernah bertengkar, setidaknya tidak pernah di hadapannya.

“Omo~ bukannya itu Jung Sooyeon. Dia kan wanita yang menaruh hati pada Kim Heechul.”

Namhee melihat wanita itu berteriak pada ibunya. Ia tersenyum saat ibunya berhasil membuat wanita itu jatuh tersungkur. Wanita itu tampak tidak asing di kepalanya. Ah~ ia tau bahwa ia pernah melihat foto wanita itu dari Yonghwa di masa depan.

Namhee tidak melepaskan pandangannya dari Sooyeon, wanita yang menaruh hati pada Kim Heechul. Namhee bukan anak kecil lagi. Ia tau bahwa Sooyeon cemburu melihat ibunya. Semua orang tau itu, kecuali ibunya.

“Eomma kau memang hebat.” Ucap Namhee dalam hati saat melihat Yeosin memukul Sooyeon sampai terjatuh. Jujur saja, ia tidak suka ayahnya dekat dengan wanita itu. Mungkin ini juga yang dirasakan Yeohee kemarin saat melihat Jiyong. Marah.

Namhee melongo saat kedua orang tuanya saling berciuman di depan umum. Ini memang bukan pertama kalinya ia melihat ayah dan ibunya berciuman dengan mesra. Ia pernah memergoki mereka sedang berdua. Tapi ia tidak menyangka bila ayahnya akan melakukan hal itu di depan umum. Ayahnya benar-benar hebat.

Mereka terdiam selama beberapa detik. Heechul mengusap air mata Yeosin. Ia menggenggam tangan Yeosin lalu membawa Yeosin keluar dari kerumunan.

“Aku benar-benar mempunyai orang tua yang hebat.” Ucap Namhee sambil berjalan ke ruang latihan KIA.

>>deson<<

Yeosin terdiam tidak mengucapkan sepatah katapun. Selama berada di mobil Heechul. Pikirannya benar-benar kacau, ia tidak tau apakah perasaanya benar atau tidak.

“Ayo keluar.” Heechul sudah membukakan pintu untuk Yeosin.

Yeosin menatap rumahnya yang sejak lama ia tinggalkan. Ia ragu untuk melangkah. Heechul menggenggam tangan Yeosin kemudian mendororongnya untuk masuk kedalam.

Han Yonghoon dan istrinya duduk sambil menatap kedatangan mereka.

“Yeosin-ah.” Nyonya Han memeluk putri bungsunya. Ia lalu mengusap air matanya dan menggiring putrinya untuk duduk di sebelahnya.

“Duduklah!!” Yonghoon menyuruh Heechul duduk dihadapannya.

Heechul menggenggam tangannya untuk mengatasi rasa gugupnya.

“Aku yang menyebabkan dia pergi dari rumah dan sekarang aku yang membawanya pulang.” ucap Heechul mantap, “aku juga kesini untuk melamarnya.”

Yeosin membelakakan matanya, begitu juga dengan ibunya sementara ayahnya dengan santai mengisap kopinya.

“Aku benar-benar ingin menjadikannya sebagai istriku.”

“Apa kau tau resikonya?” tanya Yonghoon.

“Aku tau.”

“Yeosin-ah… ada yang ingin kau ucapkan?” tanya Yonghoon pada putri bungsunya.

Yeosin tidak menjawab.

“Apa kau ingin menjadi istrinya, menerima resikonya sebagai istri dari Agen KNI. Menerima kelebihan dan kekurangannya. Dan menjadikan dia satu-satunya pria dalam hidupmu. Atau kau ingin menolaknya?”

Yeosin terdiam

“Yeosin-ah…” panggil Yonghoon sekali lagi tentu dengan nada yang lebih tinggi.

“Yeobbo.” Ucap Nyonya Han, “dia baru saja pulang setelah empat tahun. Biarkan dia berfikir dulu.”

Nyonya Han memberikan pengertian kepada suaminya agar mengerti posisi Yeosin kemudian menarik suaminya agar meninggalkan Yeosin dan Heechul sendiran.

“Kenapa kau baru menemuiku setelah 4 tahun?” tanya Yeosin setelah orang tuanya pergi.

“Prof Goo yang mempertemukan kita.” Jawab Heechul, “Aku tidak menyangka bahwa aku akan bertemu denganmu.”

“Kau tidak pernah mencariku.”

“Tanpa mencarimu pun kau selalu ada disekelilingku.”

“Kenapa kau tidak menghampiriku.”

“Aku tidak mempunyai banyak waktu untuk mengajakmu pergi dan melakukan hal lainnya. Kau tau aku bukan pria yang bebas.”

Yeosin mendecak, “Jika kau lebih mementingkan pekerjaanmu kenapa kau datang melamarku?”

“Aku tau aku salah karena lebih mementingkan pekerjaan. Aku tau kau marah padaku. Tapi sekarang aku benar tidak bisa melepasmu. Tidak bisa membiarkamu dalam bahaya.”

“Bahaya?? itukah alasan kau melamarku. Hanya untuk pekerjaan.”

Heechul menggangguk, “Iya… aku terlahir kedunia ini untuk menjagamu, melindungimu dan mencintaimu. Itulah aku. Aku takkan membiarkan orang lain menyakitimu lagi. Cukup kebodohanku di masa lalu.”

>>deson<<

“Dulu kami dekat. Ayah adalah segalanya bagiku. Ia sering menemaniku dan Eonni bermain. Semuanya berubah saat ayah menjabat sebagai Kepala Divisi di kemetrian. Dia menjadi proptektif dan menjadi curigaan.”

“Mungkin dia trauma karena kau pernah di culik.”

Yeosin menghela nafas panjang, “Awalnya ku pikir seperti itu. Aku dan Eonni di jaga dengan ketat. Setelah ayah mendapat kedudukan sebagai mentri pertahanan. Dia memaksaku untuk menerima salah satu anak kepercayaannya, Kim Heechul. Awalnya aku menerima kami saling berbalas surat dan menelepon dan yah kau tau sendiri pada akhirnya kami bertemu dan…”

“Mungkin ada alasan lain kenapa dia meminta temannya untuk menggantikannya.”

“Alasannya sudah jelas.” Yeosin meneguk kopinya, “Dia lebih memilih pekerjaannya.”

“Lalu kenapa kau mau menikah dengannya?”

“Demi ayahku.”

Seohyun mengerutkan keningnya, “Maksudmu??”

“Tiga bulan setelah aku pergi dari rumah. Eonni menikah dengan Lee Seung-Gi. Putra ke dua Presiden Lee. Padahal sebelumnya mereka hanya teman biasa.”

Seohyun semakin tidak mengerti.

“Kasus kemarin.”

“Acara tembak-tembakan di Seoul Hall?”

Yeosin menggagguk, “Sebelumnya ayahku pernah bercerita bahwa kejadian ini akan terjadi dan benar semuanya. Aku mendengar bahwa mereka hanya menjadikanku sebagai tameng untuk melancarkan pekerjaan mereka. Mereka masih mengincarku.”

“Seohyun-ah…” Yeosin menatap Seohyun lekat, “Kau tau sebentar lagi akan ada pemilihan Presiden dan itu artinya mentri-mentri akan turun dan digantikan oleh yang baru. Saat ayahku tidak bisa memengang kendali dan tidak bisa membela dirinya sendiri. Kejadian kemarin bisa di jadikan sebagai alat untuk menyudutkannya.”

Seohyun membekap mulutnya tidak percaya, “Bagaimana ini bisa terjadi?”

“Saat aku melihat ayahku, Aku bisa melihat ke khawatiran. Aku tidak punya pilihan. Jika aku menikah dengan Heechul aku bisa menyelamatkan ayahku.”

Hening.

“Kenapa semuanya menjadi rumit.”

Yeosin mengedikan bahunya.

Seohyun mencondongkan wajahkan ke wajah Yeosin dan menatap mata Yeosin dengan tatapan menilik, “Yeo-ah~ apa kau masih mencintai Heechul??”

Yeosin menatap balik Seohyun, “Molla~”

Seohyun tergelitik mendengar jawaban Yeosin. Ia  Yeosin tidak pernah menyukai Heechul secara fisik. Tapi gadis itu selalu merindukan kata-kata Heechul yang sangat indah. Ia pikir Heechul terlalu puitis untuk menjadi seorang agen KNI.

>>deson<<

“Kau akan menikah dengannya???” Sooyeon masuk kedalam ruangan Heechul dengan mata yang berkaca-kaca, “Dengan perempuan yang sudah mencampakanmu?”

Heechul mengerutkan keningnya.

“Kau gila Kim Heechul-ssi, kau tidak boleh melakukan ini.”

“Apa maksudmu??”

“Kau maksa kekasih gadis itu untuk memutuskan gadis itu dan kau membawa pulang gadis itu lalu melamarnya ckckck… kau benar-benar gila.”

“Aku memang sudah gila Sooyeon-ssi.” Ucap Heechul kemudian mengalihkan perhatiannya pada berkas-berkas di hadapannya.

“Dia tidak mencintaimu. Dia mencintai Joongki dan sekarang dia mencintai Jiyong. Kau bahkan tidak pernah ia kenal. Untuk apa menyiksa dirimu sendiri.”

Heechul menaruh berkasnya di meja dan menatap Sooyeon tajam, “apapun yang kau katakan itu tidak berpengaruh pada keputusanku.”

“Dia bahkan tidak mengingatmu. Dia sudah melupakanmu. Dia membencimu.”

“Dia ingat padaku dan aku akan membuatnya kembali mencintaiku.”

Sooyeon menatap Heechul tidak percaya, “bagaimana dengan pekerjaanmu. Kau tidak lupakan siapa ayah gadis itu.”

“Kukatakan padamu untuk tidak mencampuri urusanku. Kembalilah berkerja.” Heechul mengambil jasnya lalu berjalan meninggalkan Sooyeon yang masih di ruangannya.

>>deson<<

Senyum di wajah Sulli terus mengembang. Wajahnya tidak henti-hentinya memerah saat melihat pasangan di hadapannya yang menjadi salah tingkah. Ia menjadi geli sendiri, ayah dan ibunya benar-benar lucu. Berbeda dengan mereka di masa depan yang tidak pernah malu melakukan skinship.

“Ya~ kenapa kau tertawa?” tanya Heechul

“Ani…” Sulli menggeleng, “Appa… Eomma… bolehkan aku mengajak seorang teman.”

Yeosin dan Heechul saling berpandangan. Sulli memaksa mereka untuk pergi ke taman hiburan sebagai tanda jadian mereka. Sulli adalah orang yang paling bahagia saat Heechul mengatakan bahwa dua minggu lagi mereka akan menikah. Sulli pun merengek selama seharian penuh pada Heechul dan Yeosin agar mereka pergi ke taman bermain bersama-sama.

“Memangnya kau mempunyai teman?” ledek Heechul

Sulli menggembungkan pipinya, “Tentu saja aku punya.” Sulli berlari kedepan dan lalu datang dengan menggandeng seorang anak laki-laki.

“Taemin?” seru Yeosin

“Kau mengenalnya?” tanya Heechul sambil menatap Yeosin curiga.

Yeosin menatap Taemin. Taemin menempelkan telunjuknya di bibirnya.

“Aku pernah bertemu secara kebetulan dengannya.” Ucap Yeosin membuat Taemin lega.

“Ayooo kita pergi.” Ucap Sulli antusias.

Heechul melihat kode rahasia yang diberikan oleh Taemin pada Yeosin. terlihat jelas bahwa mereka tidak hanya sekedar saling mengenal. Heechul menggulum senyumnya tanpa melepaskan tatapannya dari punggung Taemin, Jika kau mengganggu keluargaku kau akan mati Lee Taemin.

>>deson<<

“Apa kau senang?” tanya Heechul saat melihat Taemin dan Sulli bermain roller coster.

Yeosin menggangguk masih tetap menyaksikan Taemin dan Sulli. Kedua anak itu masih terlihat berenergik meski sudah 5 kali naik permainan yang sama. Yeosin pun sampai bosan dan lelah, tapi sepertinya kedua anak itu sangat menikmati liburan mereka.

Heechul mendekatkan dirinya ke Yeosin lalu memeluk Yeosin dari belakang, “tetaplah seperti ini.”

Yeosin merasakan jantungnya berdetak dengan kencang. Ia bahkan kehilangan sebagian nafasnya, “Seperti ini?”

Heechul mencium pucuk kepala Yeosin lalu menarik dagu Yeosin ke depan wajahnya, “Seperti ini sampai maut memisahkan kita. Kita akan seperti ini terus sambil melihat anak-anak kita tumbuh besar. Akan terus bersama sampai tua nanti.”

Yeosin mengalihkan pandangannya. Ia tidak sanggup melihat ke wajah Heechul.

“Apapun yang terjadi jangan melepaskan tanganku. Karena aku tidak akan melepasmu untuk ke dua kali.” Heechul menatap Yeosin, “Kau tau rasanya seperti apa? Kau seperti mempermainkanku. Kau terus ada disekelilingku tapi kau tak pernah melihatku.”

“Mungkin aku sudah gila… aku bahkan tidak bisa membencimu.” Ucap Yeosin getir, “tapi aku tidak bisa memastikan apa yang terjadi jika kau meninggalkanku lagi.”

“Tidak akan…” Haeechul menarik dagu Yeosin sambil menundukan kepalanya. Ia baru saja hendak menyentuk bibir Yeosin jika seseorang tidak berteriak menggagetkannya.

“Eomma~ Appa~”

Yeosin langsung mendorong Heechul. Heechul menggaruk kepalanya salah tingkah.

“Kenapa tidak jadi? Ayo lanjutkan!” seru Sulli antusias diikuti kekehan Taemin.

“Mwo??” ucap Heechul dan Yeosin bareng, “Tch, anak nakal.”

>>deson<<

Yunho melemparkan sesuatu ke hadapan Jungsoo, membuat pria itu mengalihkan pandangannya dari layar tablet PC-nya. Foto Heechul dan Yeosin terpampang jelas di atasnya saling menatap dan tersenyum. Di bawahnya tertera nama keduanya. Jungsoo sudah familier dengan benda itu, itu adalah undangan pernikahan Heechul dan putri mentri pertahanan Han Yeosin.

“Kau tau apa artinya?” tanya Yunho saat Jungsoo menatapnya penuh tanya. Tidak mungkin jika Yunho ingin mengajaknya pergi kepesta itu bersama-sama.

“Yonghoon berhasil merebut orang kepercayaanmu dan kau tidak mempunyai banyak waktu untuk menunda kasus ini.”

“Semakin banyak senjata yang di selundupkan ke dalam negri semakin goyah negara ini.” ucap Yongbae salah satu dari divisi Politik Sosial- yang entah sejak kapan sudah berdiri di hadapannya, “Kita harus mengadakan rapat besar tanpa mengundang Kim Heechul.”

“Yonghoon benar-benar berbahaya, setelah putri pertamanya Han Hyojoo menikah dengan anak presiden Lee dan sekarang putri bungsunya akan menikah dengan seorang agen KNI yang handal. Dia benar-benar membentuk pertahanan yang bagus.” Ucap Yunho

Jungsoo memandang undang itu sekali lagi. Lagi-lagi ia terkesima melihat cara berpikir Heechul yang tidak terduga atau Cinta yang telah membutakan mata Heechul hingga ia mempertaruhkan hidupnya demi gadis itu.

“Aku akan mengirimnya sehari setelah pernikahannya. Aku tidak bisa menahannya terlalu lama. Kalian hanya punya waktu selama satu bulan.” Jungsoo menatap kedua atasannya bergantian

“Itu terlalu sebentar.” Ucap Yongbae

“Terlalu menimbulkan kecurigaan jika aku menahannya lebih lama dari itu.”

“Kami setuju.” Ucap Yunho langsung meninggalkan ruangan Jungsoo. Tak peduli dengan tatapan penuh tanya dari Jungsoo.

Yunho berhenti di ujung koridor dan membiarkan Yongbae berjalan lebih dulu.

“Kau gagal. Kau tidak berhasil membuatnya tertarik padamu.” ucap Yunho pelan, “Jung Sooyeon, kau mengecewakanku.” Yunho kemudian berjalan meninggalkan seorang gadis yang sedang berurai air mata.

tbc.. 



-PANDORA KEY’S-5

Standar

Bagian 5

“Some memories are the best forgotten” –Momento (2000)–

-Prev-

“Eomma katakan padaku kenapa kau tidak bertunangan dengan Appa??? Kenapa kau bersikap seolah tidak saling mengenal.”

Hening…

Tidak ada lagi suara setelah itu. Heechul merasakan tubuhnya menjadi kaku. Bahkan untuk bernafas saja ia tidak bisa.

Ketakutannya menjadi kenyataan. Yeosin akan mengingat tentang pertunangan itu dan… haruskah ia senang??? Bagaimana jika gadis itu semakin membencinya.

Heechul menarik nafasnya. Ia memilih untuk dilupakan gadis itu selamanya dari pada melihat tatapan benci gadis itu padanya.

Siapa Sulli sebenarnya… kenapa gadis itu tau banyak rahasianya dan Yeosin.

>>deson<<

“Apa kau sudah gila!!!” Seru Seohyun tidak percaya saat Yeosin mengatakan bahwa ia tidak akan melakukan hal yang disuruh oleh Heechul.

“Aku rela jika Prof Goo memberiku nila D.” ucap Yeosin

Sulli yang memperhatikan pertengkaran kecil hanya bisa mengerutkan keningnya tidak mengerti.

“Yeosin-ah apa kau mau mengulang mata kuliah itu???”

Yeosin menggeleng, “Tanpa bantuan darinya aku bisa mendapatkan nilai A+. Yang penting aku tidak mau berhubungan dengan dia.”

“Kau benar-benar gila.” Seohyun mendecak kesal, “Apa penjahat itu mencuci otakmu atau otakmu terganggu karena obat-obat dari Dokter Shin???”

“Aku tidak mau karena dia seorang A…” Yeosin mengunci mulutnya saat matanya menatap Sulli. Gadis itu tidak boleh tau siapa Heechul sebenarnya. Itulah mengapa gadis itu ada bersamanya, “lupakan.”

“Appa seorang agen KNI… aku sudah tau kok…” ucap Sulli saat ingat cerita dari Taemin tentang Heechul.

Yeosin menatap Sulli tapi gadis itu sibuk menyantap sarapannya. Bagaimana gadis itu tau tentang Heechul. Hufft… ia benar-benar di buat oleh gadis kecil itu.

“Dia anggota KNI???” tanya Seohyun kaget, “pantas saja aku merasa familiar dengannya.”

Yeosin menggangguk pasrah, “Aku tidak ingin berhubungan dengan anggota KNI dan sejenisnya, kau sudah tau kan alasannya.”

Seohyun menggangguk, “Aku mengerti.”

“Kenapa?? Aku tidak mengerti?” ucap Sulli sambil menatap Seohyun dan Yeosin, “Kenapa jika Appa agen KNI?”

>>deson<<

Namhee tersenyum puas saat ia mentap dirinya di cermin. Ia baru saja mendapat kabar bahwa ia diterima menjadi treeine baru KNI. Ia akan masuk KIA atau Killer intelegent Academy. Ia berhasil mendapatkan identitas dengan mencuri kartu tanda penduduk seorang yang bunuh diri. Dengan sedikit sentuhan foto di kartu itu menjadi tidak terlihat jelas. Ia lalu pergi ke bagian kependudukan untuk meminta kartu yang baru. Tanpa curiga sedikitpun mereka membuatkan kartu baru dengan foto Namhee.

Namhee tersenyum melihat nametag barunya. Lee Taemin.

Namhee menatap dirinya di cermin sekali lagi, “Appa… sampai jumpa di tempat latihan. Lihatlah aku juga bisa menjadi sepertimu.” Ucap Namhee penuh percaya diri.

Namhee membereskan alat-alatnya. Ia melihat alat GPS milik Yeohee. Ia tersenyum. Adiknya tidak boleh tau tentang rencana ini. Meski mereka hanya berpaut 10 menit tapi Yeohee adalah kunci terakhir yang harus di selamatkan jika misinya gagal.

Kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan. Oleh karena itu ia menyapkan ribuan rencana,

Namhee membuka alat GPS Yeohee. Ia sudah memperbaiki alat itu dan mengganti bagian yang rusak. Ia membuka folder foto lalu menatap foto keluarga mereka..

“Appa, Eomma, Yeohee… aku pasti akan menemukannya.” Namhee mengusap wajah kedua orang tuanya, “Tunggulah, sebentar lagi aku kan pulang.”

>>deson<<

“Siapa kau??” Tanya Heechul pada pemuda yang baru keluar dari apartermen Hankyung. Pemuda diam membatu, “Bukannya Hankyung pulang ke China beberapa bulan yang lalu.”

Pemuda itu membalikan badannya dan menurunkan topinya.

“Annyeonghaeso, Lee Taemin imnida. Aku pelajar yang menyewa kamar ini selama Hankyung Hyung pergi.”

Heechul memperhatikan anak itu sesaat. Heechul bisa melihat pin KIA di belakang jaketnya. Ia mengamati wajah anak itu dan memasukan kedalam memori otaknya. Semakin ia menatap anak itu semakin famliar wajah anak lelaki itu bukan karena wajahnya yang bisa di katakan cantik tapi ia merasa…

“Ada yang ingin ada tanyakan lagi….” tanya anak itu melihat tatapan aneh Heechul.

“Kim Heechul.” Heechul memperhatikan anak itu sesaat, “Aku tinggal disini.”

“Senang bertemu denganmu, Kim Heechul-ssi.”

“Senang bertemu denganmu juga.” Heechul lalu menutup pintu apartermennya, “Aku duluan.”

Heechul melangkahkan kakinya keluar apartermen. Meninggalkan Taemin yang masih menatapnya penuh haru, “seperti itukah ayahku dulu?”

>>deson<<

Heechul masuk kedalam mobilnya lalu mengambil ponselnya. Ia mengetikan kode lalu menghubungi seseorang. Dalam dua nada tunggu sambungan terangkat, “Hankyung~ah… apa kau menyewakan kamarmu???”

“Tidak?” Hening Heechul berkerut, “Tidak apa-apa maaf mengganggu.”

Heechul memutus sambungan lalu menatap anak laki-laki baru itu yang keluar dari apartermen mewah itu dengan tatapan menyelidik.

Heechul kemudian menekan angka 9 di ponselnya, “Kyuhyun-ah bisa kau selidiki Murid KIA yang bernama Lee Taemin. Secepatnya.”

Heechul menutup sambungannya kemudian menstrater mobilnya dan meninggalkan anak laki-laki itu berjalan di belakangnya tertinggal jauh.

>>deson<<

Yeosin menatap wajahnya di cermin berkali-kali. Ia melihat jam dindingnya lalu akan menghela nafas panjang kemudian membenarkan riasanannya.

“Eomma kau kenapa?? Kau begitu senang?” Tanya Sulli yang aneh dengan tingkah Yeosin.

Yeosin menjawab dengan cengiran lebar.

Tting ttong…

Yeosin langsung berlari menuju pintu dan langsung memeluk Jiyong dengan mesra.

“Bogosipoyo” ucap Yeosin sambil menarik Jiyong masuk kedalam

Sulli melihat hal itu hanya bisa terdiam syok. Ia tidak pernah melihat ibunya dekat dengan pria selain dengan ayahnya. Tangannya terkepal saat melihat itu.

“Apa dia gadis yang kau ceritakan??” tanya Jiyong sambil memperhatikan gadis itu. mengakui bahwa gadis itu mirip dengan Yeosin. Potongan rambutnya. Matanya. Bahkan cara mengekspresikan rasa tidak sukanya pun sama.

“Iya biarkan saja dia.” Yeosin mengalungkan tangannya di leher Jiyong

“Eomma~” Sulli menarik tangan Yeosin dan Jiyong.

“Ya~ sudah kukatakan berkali-kali aku bukan Eomma-mu.” Ucap Yeosin.

Sulli mengigit bibirnya dengan mata berkaca-kaca, “Eomma…” ia lalu berlari keluar.

“Bahkan cara menangisnya pun mirip.” Gumam Jiyong.

“Aishhh… anak itu membuatku gila.” Yeosin menghempaskan tubuhnya ke sofa.

>>deson<<

Yonghwa sedang berkutat dengan mesin-mesin dan kabel ketika seseorang mengalungkan tangannya di lehernya. Ia tersenyum saat mencium parfum khas itu. Ia menaruh kacamata tiga dimensinya.

“Hyun~~~” Yonghwa menarik tangan Seohyun lebih dekat lagi dengannya, ia tidak percaya bila gadis itu di hadapannya sekarang, “Kenapa kau ada disini?”

Yonghwa menarik Seohyun lalu mendudukannya di atas mejanya. Lalu mendongkakkan wajahnya.

“Apa aku boleh berkerja disini?” Seohyun menatap Yonghwa lalu menudukan wajanya agar bisa meraih bibir Yonghwa yang sedang duduk di kursi.

“Ehmmm…”

Yonghwa dan Seohyun langsung melepaskan diri satu sama lain. Seohyun langsung turun dari meja sambil menundukan wajahnya.

“Kau tau sesama anggota KNI tidak boleh saling menjalin hubungan khusus.”

Yonghwa menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “Hyung ada apa kau kemari?”

Heechul menatap Seohyun sesaat, “Tidak usah pura-pura. Aku tau kau sudah tau siapa aku sebenarnya.” Seohyun menoleh lalu memanyunkan bibirnya, ia tidak suka cara Heechul menatapnya, “Oppa mu sedang menunggumu dan jangan mengganggu orang yang sedang berkerja.”

Seohyun menatap Heechul dengan tatapan sebal. Ia mengambil tasnya sambil menggerutu dengan tidak jelas.

“Setelah bertemu dengan Oppamu, pergilah keruanganku.” Ucap Heechul sebelum Seohyun pergi.

“Kenapa dia bisa masuk kemari Hyung?” tanya Yonghwa masih penasaran dengan kemunculan Seohyun.

Heechul berjalan memutar meja lalu duduk dihadapan Yonghwa, “Jungsoo ingin mengintrograsinya tentang penangkapan di Seoul Hall. Karena ia adik In-Guk makanya ia bisa bebas bergerak.”

“Kenapa Seohyun yang diintrograsi? Bukankah Yeosin diculik?” tanya Yonghwa, “Kenapa kalian tidak mengintrogasinya?”

“Sulit. Kita harus mendapat izin dari ayahnya. Han Yonghoon melakukan penjagaan eksra ketat disekeliling gadis itu. Meski mereka hanya diijinkan berjaga di radius 20 meter. Tapi tetap saja susah untuk mendekatinya.”

“Radius 20 meter??” ucap Yonghwa tidak percaya, “bagaimana jika ada orang lain yang bisa menyusup tanpa sepengetahuan pengawalnya?”

“Itulah yang kutakutkan. Tapi kau tenang, ada seseorang yang menjaganya dari dekat.” Ucap Heechul tenang.

“Hyung apa kau masih menyukai gadis itu?” ucap Yonghwa membuat Heechul salah tingkah, “Apa kau ingin kembali ke masalalu dan memperbaiki kesalahanmu. Aku punya sebuah alat penjelajah waktu… kau bisa ke masa itu dan kau bisa …”

“Aku tidak mau menjadi kelinci percobaanmu.”

Yonghwa mendengus kecewa.

“Aku ingin memintamu untuk membuatkan sebuah alat untukku.”

“Apa???”

“Sebuah alat navigasi untuk selalu memantau keberadaan seseorang tanpa menggunakan satelit.”

Yonghwa menatap Heechul tidak percaya. Pria itu memang senang membuatnya gila dengan permintaan yang aneh.

>>deson<<

Seohyun berjalan menuju tempat latihan kakanya. Ia harus menghindari beberapa orang sedang berlatih bela diri. Ia bergedik saat mereka mencoba menjatuhkan lawan tandingnya. Ia heran kenapa In-Guk sangat menggilai pekerjaannya dan begitu berjuang untuk masuk KNI.

Seohyun melihat In-Guk sedang melatih seorang anak remaja.

“Oppa~” In-Guk menoleh dan membuat pria itu oleng dan akhirnya serangannya di patahkan oleh anak kecil itu.

“Aishhh…” In-Guk mendengus kesal

Seohyun terkekeh melihat kekalahan In-Guk. Mata Seohyun kemudian tertarik ke anak yang menjadi tandingan In-Guk. Anak itu mengelap keringatnya dengan punggung tangannya. Ia juga tersenyum dan membungkuk saat melihat Seohyun.

“Ayo keruanganku.” Ucap In-Guk membuat Seohyun melepaskan pandangannya dari anak itu.

Seohyun menoleh kebelakang dan melihat anak itu lagi. Ia benar-benar tidak salah melihat. Anak itu mirip dengan Sulli dengan kata lain anak itu mirip dengan Yeosin dan Heechul. Ah~~ anak itu seperti Heechul versi muda.

“Siapa dia?” Seohyun mengimbangi jalan In-Guk.

“Lee Taemin, dia treeine di bawah mengawasanku.”

>>deson<<

“Kau dari mana?” tanya Yeosin saat melihat Seohyun dengan wajah berbinar.

“Aku menemui In-Guk Oppa, dan menjelaskan membatalan kontrakmu dengan Heechul. dan juga…” Seohyun mengedarkan pandangannya, “Dimana Sulli??”

“Dia pergi.”

“Pergi???” ucap Seohyun tidak percaya, “kau tau tadi di KNI aku melihat seorang anak pria yang mirip dengannya. Dia seperti Heechul dalam bentuk lebih muda dan juga aku ingat kebiasaanmu yang selalu mengelap keringat dengan punggung tangan. Dia juga melakukan yang sama.”

Yeosin mendengarkan penjelasan Seohyun dengan tidak semangat. Ia masih memikirkan kemana perginya Sulli. Gadis itu tidak pernah pergi keluar apartermen sedikitpun. Siapapun gadis itu, gadis itu dalam keadaan berbahaya. Tidak boleh ada yang tau gadis itu sedang bersamanya terlebih gadis itu mengetahui rahasia dirinya dan Heechul dan entah berapa rahasia lagi yang tidak ia ketahui dari gadis itu.

“Aku heran kenapa wajahmu sangat pasaran, ada berapa orang lagi didunia ini yang mirip denganmu. Apa Tuhan sudah kehabisan ide untuk membuat wajah lain yang sedikit berbeda.”

“Aku harus pergi.” Yeosin tidak mempedulikan ucapan Seohyun. Ia harus menemukan Sulli secepatnya, sebelum ia terlibat kedalam masalah yang semakin rumit.

>>deson<<

Namhee kaget saat melihat alat GPSnya. Yeohee ada di dekat gedung KNI. Ia lalu segera menyelesaikan tugasnya dan berlari menemui Yeohee.

Ia melihat Yeohee sedang menangis sambil memeluk lututnya. Gadis itu tidak memakai jaket, hanya kaos tipis dan sendal rumahh. Musim dingin sudah berlalu tapi udara masih terlalu dingin.

“Yeohee-ya…” Namhee mendekati adiknya.

Yeohee mengangkat kepalanya, “Oppa~”

Yeohee langsung memeluk Namhee sambil terus menangis.

“Kenapa kau ada disini dengan pakaian seperti ini?” tanya Namhee

“Aku benci Eomma.” Ucap Yeohee sambil menunduk

Namhee mengedarkan pandangannya kesekeliling, “Terlalu berbahaya bagimu disini. Ayo pulang.”

Yeohee menggeleng, “Shirooo… Aku ingin bersamamu.”

Namhee mendecak, “Tidak bisa.”

“Aku ingin pulang kerumah. Aku ingin pulang.” rengek Yeohee.

Namhee memeluk Yeohee, “tunggulah sebentar lagi.”

Namhee membenarkan gendongannya. Yeohee masih menangis di punggungnya. Mereka terus berjalan. Untung saja apartermen yang ia tempati tidak jauh dari gedung KNI.

“Oppa kenapa Eomma berpacaran dengan penyanyi itu. Kenapa Eomma begitu memujanya. Aku tidak pernah berpikir bahwa mereka pernah berpacaran sebelumnya. Oppa apa kita benar-benar anak mereka. Apa mereka benar-benar akan menikah?” rutut Yeohee

“Mereka terlihat berbeda. Seperti saling tidak mengenal. Mereka juga tidak melakukan apa-apa. Apa benar Appa sangat mencintai Eomma. Apa Eomma juga mencintai Appa?”

“Kita tidak bisa mengetahui isi hati mereka. Hanya mereka yang tau.”

“Tapi bagaimana jika terus begini?” keluh Yeohee, “ini tanggal berapa?? Tidak lama lagi kita akan lahir. Jika mereka tidak menikah bagaimana kita bisa lahir. Atau kita lahir karena ketidaksengajaan tapi bagaimana bisa jika mereka tetap seperti ini.”

Namhee menurunkan gendongannya, “ini rumah Appa.”

Yeohee menatap pintu apartermen itu sejenak, “Oppa~”

“Kenapa kau tidak menjadi mak comblang mereka?” ucap Namhee saat membuat Yeohee mengerutkan keningnya, “Bukankah kau ingin melihat mereka bersama. Buatlah mereka bersama. Aku akan melakukan tugasku.”

“Oppa~”

“Kau mau membantu oppa kan?”

Yeohee menggagguk.

Namhee tersenyum kemudian memencet bel apartermen

>>deson<<

Heechul menatap berkas-berkas tentang tetangga kecilnya Lee Taemin. Ia dari keluarga biasa tidak ada darah seorang tentara, Polisi bahkan agen. Dia hanya seorang anak dari pengusaha kue beras terkenal di Seoul.

Heechul lalu mengamati nilai tes Taemin. Heechul akui bahwa anak itu cukup jenius dalam bidang tekhnologi tapi payah dalam fisik. Nilainya sempurna tanpa cacat. Hanya… Heechul mengamati foto Taemin dari kecil hingga sekarang ada perubahan yang mencolok apalagi di poto terakhir.

Tting ttong…

Heechul mengerutkan keningnya. Ia tidak mempunyai janji bertemu dengan siapapun. Ia membereskan dokumen-dokumen rahasianya kemudian menyimpan dalam brangkas.

Heechul melihat tetangga kecilnya didepan pintu rumahnya.

“Apa kau mengenal gadis itu. Dia mengatakan bahwa dia ingin bertemu denganmu.”

Heechul menatap gadis yang sedang menunduk itu, “Sulli-ah…”

Sulli menggangkat wajahnya. Wajahnya memerah karena tangis dan cuaca dingin.

“Apa yang kau lakukan disini? mana Yeosin??” Heechul mengedarkan pandangannya, “masuklah…”

Heechul menatap Taemin sesaat, dia tau rahasia kecilnya, “Kau juga masuklah kerumahmu.”

Heechul merasakan tubuh Sulli yang panas. Ia memengang kening Sullli yang juga panas. Ia mendecak saat melihat penampilan Sulli yang acak-acakan dan memprihatinkan.

“Appa…” Sulli memeluk Heechul, “Jangan tinggalkan aku bersama Eomma lagi.”

Heechul membalas pelukan Sulli.

Heechul menatap Sulli yang tertidur pulas di kasurnya. Demamnya tidak kunjung turun meski ia sudah mengompresnya. Heechul tidak tau harus berbuat apa lagi. Tubuh Sulli semakin memucat.

Ia mengambil ponselnya kemudian menghubingi Yeosin.

“Yeosin-ssi…” Heechul menghela nafas sesaat, “Sulli ada di rumahku, dia demam dan aku tidak tau cara merawatnya. Bisakah kau kemari.”

Heechul menunggu jawaban dari Yeosin sambil menahan nafasnya.

>>deson<<

Yeosin tidak yakin jika Sulli akan kerumah Heechul. Ia mengurungkan niatnya saat melihat gedung apartermen Heechul yang menjulang tinggi, apartermen paling mewah yang ada di Seoul. Ia tidak yakin untuk bertemu dengan pria itu. Ia takut jika ia bertemu dengan pria itu ia akan mengingat kenangan itu.

“Noona…”

“Taemin-ah.” Yeosin menatap pemuda itu dengan senang, “Kau sedang apa disini?”

“Rumahku disini.” ucap Taemin, “Kau??”

Yeosin menatap Taemin ragu-ragu, “Apa kau melihat seorang gadis kira-kira seumuran denganmu berkeliaran disini dengan sendal rumah.”

“Yeohhhh…” taemin mengigit bibirnya, “Yeoja??”

“Iya… kau lihat??”

Taemin menggangguk, “aku melihat seorang gadis menangis. Dia menanyakan rumah Kim Heechul dan aku mengantarnya ke rumahnya.”

Kali ini Yeosin yang mengigit bibirnya. Dugaannya benar, gadis itu pergi mencari Heechul.

“Kau kenapa Noona???”

Yeosin menggeleng, “Tidak aku tidak apa-apa.”

Drtttt… drttt…

Yeosin merogoh sakunya. Nama Heechul tertera dilayar ponselnya.

“Yobseyo…”

Yeosin mendengar suara Heechul, untuk pertama kalinya setelah satu bulan setelah ia mengingat siapa pria itu sebenarnya.

“Arraso… aku akan kesana.” Yeosin kemudian menutup ponselnya.

Yeosin menarik nafasnya panjang, “Taemin-ah… aku harus pergi. Sampai jumpa.”

Taemin menggagguk.

“Noona…” teriak Taemin membuat Yeosin menoleh.

“Apa kita akan bertemu lagi??”

Yeosin mengerutkan keningnya.

“Apa kita mempunyai takdir untuk bertemu? Atau kita akan bertemu dalam ketidaksengajaan atau kebetulan?”

Yeosin tersenyum, “Tidak ada yang kebetulan didunia ini. Semuanya ini terjadi pasti ada alasannya. Meski tidak semuanya tau alasannya.”

Taemin tersenyum mendengar kata-kata Yeosin, “Noona… sampai jumpa.”

>>deson<<

Heechul memperhatikan Yeosin yang tertidur sambil duduk. Gadis itu tidak berkata apapun padanya sejak pertama kali datang. Ia terus mengompres Sulli dengan telaten hingga ia akhirnya ia terjatuh tidur.

Heechul menggendong Yeosin lalu membaringkannya di sebelah Sulli. Ia menyingkirkan anak rambut Yeosin yang menutupi wajanya.

Heechul menatap Yeosin dan Sulli bergantian. Mereka mirip. Heechul seperti melihat Yeosin dalam usia tujuhbelas tahun dan duapuluh dua tahun. Heechul menghela nafas panjang. Sandainya ia bisa pergi ke masa lalu…ia ingin memperbaiki kesalahan.

“Mungkin aku harus mencoba alat Yonghwa suatu hari nanti.” Heechul terkekeh, “sepertinya tidak mungkin. Lalu bagaimana jika aku tidak mau melepasmu lagi.”

Ia lalu mematikan lampu dan pergi meninggalkan mereka

>>deson<<

Yeosin kaget saat ia mendapati tubuhnya berada diatas ranjang. Ia mengang kening Sulli, “sudah tidak panas.”

Yeosin lalu turun dan keluar dari kamar. Ia melihat Heechul tertidur di sofa sambil memengang sebuah kertas. Ia mencibir, pria itu masih workholic. Bahkan ia memilih masih tetap berkerja meski di rumah.

Yeosin mengedarkan pandangannya dan kemudian tertuju pada sebuah lemari. Ia mendekati pria itu dan kaget saat melihat benda yang tidak asing dimatanya.

Ia melihat hadiah-hadiah yang dulu di berikannya untuk Heechul. Pria itu masih menyimpan dengan sangat rapih.

Yeosin membuka kotak yang ada di antara hadiah-hadiah itu. Ia melihat puluhan surat yang dulu dikirimnya. Ia selalu mengirim surat saat Heechul mempunyai tugas lapangan dan tidak bisa di hubungi. Mereka saling mengirimi surat di bulan-bulan pertama sebelum kencan buta itu. surat-surat yang membuatnya jatuh cinta bahkan pada orang yang belum pernah ia lihat.

Yeosin mengambil fotonya dan Joongki saat kencan pertama. Ia memaksa Joongki untuk berfoto, ia berbicara tanpa henti dan tidak membiarkan Joongki bicara.

Yeosin melihat tulisan di ujung pojok foto.

Apakah dia akan tersenyum jika aku yang berada disana? Apakah dia akan tersenyum jika tau dia bukan aku?

Yeosin melihat fotonya sendiri. Entah darimana pria itu mendapatkan fotonya.

Yeosin membaca tulisan di belakang fotonya.

Tanpa sadar aku selalu menunggu surat darinya dan aku bingung apa yang harus kutulis di suratku. Otakku serasa mati. Ini lebih susah dari pada ujian masuk KIA dan KNI. Apa ini yang namanya jatuh cinta??

“Yeosin-ssi.”

Suara Heechul membuat Yeosin menjatuhkan kotak yang ada di tangannya. Ia langsung memunguti surat-surat itu dan memasukan kembali kedalam kotak berserta hadiah-hadiahnya dulu.

“Apa yang kau lakukan?”

“Kau harus membuangnya.” Yeosin hendak membuang kotak itu ke tempat sampah ketika Heechul menahan tangannya, “kau tidak berhak menyentuh barang-barangku.”

Yeosin menepis tangan Heechul.

“Biar barang-barang itu tetap disana.” Ucap Heechul

“Untuk apa?” Yeosin mendorong kotak itu ke dada Heechul, “untuk kenang-kenangan bahwa kau pernah mempermainkan perasaanku?”

Heechul menggeleng lalu menaruh kotak itu di lemarinya. “Mianhae… mianhae… aku tidak bermaksud untuk…”

“Aku sudah berusaha untuk melupakanmu, Kim Heechul-ssi. Aku tidak ingin melihat dirimu lagi. Aku tidak ingin berurusan denganmu.” Yeosin mendorong Heechul agar menyinggir dari hadapannya.

Heechul menggenggam tangan Yeosin lalu mengarahkan kedadanya. Yeosin bisa merasakan sebuah benda di dada Heechul.

Heechul mengeluarkan kalung yang bersembunyi di balik kaosnya. Yeosin menatap cincin yang menggantung di leher Heechul. Ia bisa melihat ukiran namanya dan Heechul disana.

“Maafkan aku karena tidak bisa memilih antara kau dan perkerjaan. Aku menyesal.” ucap Heechul.

“Maafkan aku Kim Heechul-ssi” Yeosin merasakan matanya perih. Ia terharu melihat Heechul masih menyimpan cincin pertunangan mereka. Tapi tidak berarti ia bisa mudah memaafkan Heechul. Yeosin melepaskan tangannya, “tapi hubungan kita hanya sekedar masa lalu yang pahit.”

Yeosin melangkahkan kakinya keluar apartermen Heechul tanpa berniat untuk menoleh pada Heechul lagi.

>>deson<<

Yeohee melihat dengan jelas pertengkaran Yeosin dan Heechul. Ini pertama kalinya ia melihat pertengkaran orang tuanya, hatinya menjadi sakit. Ia marah kenapa tidak bisa membuat mereka berdamai.

Yeohee memeluk lututnya sendiri lalu menangis.

“Kenapa kau menangis?” Heechul menghampirinya.

“Aku menangis karena kebodohanmu.” Cerutunya, “Jika kau mencintainya harusnya kau mengatakan padanya. Harusnya kau mempertahankannya. Harusnya kau membuat dia mencintaimu juga dan yang terpenting kau harus melakukannya. Bukan hanya melihat ke masalalu dan melihat dia dalam bayang-bayang.”

Heechul tertegun mendengar gadis muda itu, “kau…”

“Aku tidak ingin melihat dia dengan pria itu. Aku tidak suka. Kau harus merebutnya. Kau harus menunjukan bahwa kau mencintainya.”

Gadis itu kemudian kembali menangis.

TBC…