8 Rahasia Sukses Untuk Menciptakan Kepuasan Pelanggan

Standar

Berusaha memberikan kepuasan kepada para konsumennya menjadi salah satu tugas utama bagi seorang pelaku usaha. Berhasil tidaknya bisnis yang mereka jalankan bahkan ditentukan langsung oleh respon dari para pelanggan. Bila pelanggan merasa senang dengan pelayanan yang diberikan pelaku usaha, maka tidak mustahil mereka akan semakin loyal dengan bisnis tersebut. Dan begitu juga sebaliknya, bila mereka tidak puas dengan pelayanan yang Anda berikan, maka jangan heran bila mereka akan berbalik memberikan penilaian buruk terhadap bisnis Anda dan tidak akan kembali menggunakan produk atau jasa Anda.

Karena itulah, mengetahui kebutuhan konsumen dan menciptakan kepuasan pelanggan bisa dibilang cukup penting untuk menjaga kelangsungan hidup peluang usaha yang Anda jalankan. Lalu, bagaimana caranya menciptakan kepuasan pelanggan?

Berikut ini kami informasikan kepada para pembaca mengenai 8 rahasia sukses untuk menciptakan kepuasan pelanggan.

1. Produk (barang atau jasa)

Poin pertama yang mempengaruhi kepuasan pelanggan yaitu kualitas produk yang Anda tawarkan. Baik produk berupa barang maupun jasa, sebisa mungkin berikan nilai tambah pada produk Anda sehingga memiliki daya saing yang cukup kuat dan tidak kalah bagus dengan produk lainnya yang ada di pasaran. Hal ini penting karena semakin berkualitas produk yang Anda tawarkan, maka semakin kecil pula peluang konsumen untuk berpaling ke produk lain.

2. Harga produk

Tak bisa dipungkiri lagi bila faktor harga selalu memegang peranan penting untuk menarik perhatian konsumen. Selain kualitas produk yang terjaga, konsumen selalu mempertimbangkan faktor harga sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk membeli produk atau jasa. Karena itulah, penting bagi Anda untuk menyesuaikan harga produk yang ditawarkan dengan target pasar yang telah Anda tentukan. Bila target pasar Anda kalangan masyarakat menengah ke bawah, maka tawarkan harga yang cukup terjangkau. Namun bila target Anda adalah kaum menengah ke atas, maka berikan produk yang paling berkualitas sesuai dengan mahalnya harga yang telah Anda tawarkan.

3. Lokasi Usaha

Selain kualitas produk dan harga, lokasi usaha yang strategis dan mudahnya akses kendaraan menuju lokasi usaha tersebut, memberikan kepuasan tersendiri bagi para konsumen. Semakin strategis lokasi yang Anda miliki, maka akan semakin mempermudah para pelanggan untuk mengunjungi bisnis yang Anda jalankan. Sehingga tidak menutup kemungkinan bila para pelanggan akan sering mampir membelanjakan uangnya ke tempat usaha Anda.

4. Strategi promosi

Kegiatan promosi yang Anda jalankan menjadi salah satu daya tarik bagi para konsumen untuk mengunjungi bisnis Anda sesering mungkin. Konsumen sangat senang dengan penawaran khusus yang memberikan keuntungan besar bagi mereka, misalnya saja seperti event potongan harga (diskon) pada hari-hari libur, atau memberikan bonus khusus bagi para pelanggan yang melakukan transaksi pembelian diatas nominal tertentu.

5. Kualitas pelayanan yang diberikan

Mendapatkan pelayanan prima tentunya menjadi dambaan setiap calon konsumen. Ibarat kata “Pembeli adalah raja” mereka menginginkan pelayanan optimal atas harga yang telah mereka bayarkan. Karenanya, penuhi kebutuhan konsumen Anda dan biarkan loyalitas mereka mulai terbangun secara bertahap.

6. SDM handal, ramah dan sopan

Setiap pelanggan pastinya ingin dilayani oleh pegawai atau tenaga kerja yang benar-benar handal, sopan dan juga ramah terhadap pelanggannya. Tak jarang terjadi komplain dari para pelanggan apabila pelayanan yang diberikan pedagang maupun tenaga kerjanya kurang memuaskan hati konsumen, karena itu biasakan budaya 3S+1A (Senyum, Salam, Sapa dan Antusias) terhadap semua pelanggan yang Anda hadapi.

7. Pelayanan cepat dan Tepat

Nah, disamping ingin dilayani oleh SDM yang berkualitas. Para pelanggan juga menginginkan pelayanan yang cepat dan tepat. Mereka tidak suka menunggu terlalu lama untuk produk atau jasa yang mereka butuhkan. Jadi, sebisa mungkin perhatikan manajemen waktu yang paling tepat, agar tidak ada pelanggan yang merasa terabaikan karena harus menunggu produk atau jasa dalam kurun waktu yang cukup lama.

8. Bangun kepercayaan pelanggan dengan bukti nyata

Ketika Anda mempromosikan sebuah produk atau jasa kepada calon konsumen baru, bisa dipastikan mereka tidak akan langsung percaya sebelum melihat atau merasakan sendiri bukti nyata dari omongan Anda. Oleh sebab itu, berikan bukti kepada para konsumen sebelum akhirnya mereka memberikan imbal balik bagi perusahaan Anda. Bila produk atau jasa Anda berhasil memuaskan konsumen, maka konsumenpun akan loyal dan tidak ragu untuk mempromosikannya kepada konsumen lainnya.

Semoga informasi strategi pemasaran untuk pekan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca, penuhi kebutuhan konsumen Anda dan dapatkan untung besar dari loyalitas yang mereka berikan terhadap bisnis Anda. Salam sukses.

7 Strategi Bisnis Yang Wajib Dimiliki Entrepreneur

Standar

Menjamurnya berbagai peluang usaha baru di Indonesia, ternyata tidak hanya menuntut kreativitas dari para pengusaha untuk terus bisa berkarya, namun juga mengharuskan sebagian besar dari mereka untuk mulai menyusun beberapa strategi bisnis yang jitu guna memenangkan persaingan yang ada. Ketatnya persaingan pasar, dan munculnya para pemain baru di berbagai penjuru negeri, membuat sebagian besar pelaku usaha di Indonesia harus siap bersaing dengan pelaku usaha lainnya guna mempertahankan eskistensi kerajaan bisnisnya.

Karenanya, untuk membantu para pemula maupun para pelaku usaha dalam mempertahankan eksistensi bisnisnya, berikut ini kami informasikan 7 strategi bisnis yang wajib dimiliki entrepreneur sebelum akhirnya mereka terjun di tengah ketatnya persaingan pasar.

1. Berani berpikir kreatif dan segera mulai melangkah.
Modal utama yang perlu dimiliki seorang entrepreneur sukses adalah berani berpikir kreatif dan mewujudkan ide-ide gila yang telah mereka ciptakan. Modal kreatif saja ternyata tidaklah cukup. Sebagai seorang pengusaha, tentunya Anda dituntut untuk segera mulai melangkah dan menemukan cara paling efektif untuk segera mewujudkan mimpi-mimpi besar yang telah dicita-citakannya.

2. Mulailah dari lingkungan Anda
Tak jarang para pemula bersikap terlalu berlebihan dalam mencari sebuah ide bisnis. Mereka sering menginginkan bisnis yang bonefit, menghasilkan banyak keuntungan, namun tidak membutuhkan modal besar. Padahal, untuk menciptakan peluang bisnis yang potensial Anda bisa memulainya dari hal-hal sederhana yang ada di sekitar kita. Contohnya saja seperti ide sang pengusaha sukses dari Grobogan yakni Rustono, yang sekarang ini berhasil menjadi juragan tempe di negara maju seperti Jepang.

3. Tetapkan biaya produksi yang proposional
Sebagai seorang pelaku usaha, tentunya Anda harus lebih jeli dalam menganggarkan biaya pengeluaran dan menyiapkan strategi pemasaran jitu untuk bisa mendatangkan penghasilan yang maksimal. Sebisa mungkin tekan biaya produksi agar harga jual yang Anda tawarkan kepada konsumen bisa terjangkau, dan keuntungan yang didapatkan semakin hari kian berlipat-lipat. Strategi inilah yang berhasil mengantarkan kesuksesan Waroeng Steak and Shake, karena dengan tagline “Bukan Steak Biasa”, sang pengusaha berusaha menawarkan menu kuliner serba steak dengan harga jual yang bersahabat dengan kantong konsumen yang rata-rata adalah para mahasiswa, pelajar, dan masyarakat menengah ke bawah.

4. Manfaatkan teknologi untuk menjangkau pasar yang lebih luas
Perkembangan teknologi dan informasi di era serba digital seperti sekarang ini, tentunya bisa Anda manfaatkan dengan baik untuk menjangkan peluang pasar yang lebih luas. Bila sebelumnya Anda belum menjamah pasar online untuk memasarkan produk Anda, maka tidak ada salahnya bila mulai sekarang Anda mengoptimalkan penggunaan situs jejaring sosial seperti facebook, twitter, blog, website, dan lain sebagainya untuk mengurangi besarnya biaya iklan offline yang semakin tinggi serta menjangkau calon konsumen di berbagai belahan dunia.

5. Terus kembangkan brand Anda
Tak bisa kita pungkiri bila kekuatan sebuah brand masih sangat penting dalam mengembangkan sebuah usaha. Oleh karena itu, terus hidupkan brand bisnis Anda dan jagalah reputasinya agar semakin dikenal banyak orang dan disukai para pelanggan. Untuk menjalankan strategi tersebut, Anda bisa melengkapi profil perusahaan Anda dengan sejarah singkat mengenai pendirian usaha maupun kisah dibalik pembuatan produk unggulan yang menjadi brand utama bisnis Anda.

6. Tumbuhkan bakat berwirausaha
Setiap orang bisa menjadi pengusaha sukses apabila mereka mau dan mampu menumbuhkan bakat wirausaha yang ada dalam diri mereka. Berbekal niat, semangat, dan tekad yang cukup kuat, setiap orang bisa mendapatkan ilmu dan ketrampilan khusus tentang wirausaha melalui buku-buku atau majalah bisnis yang beredar di pasaran, mengakses informasi dari media internet, maupun bergaul dengan para pengusaha sukses yang bisa memotivasi diri Anda untuk terus maju dan merintis sebuah usaha.

7. Siap menghadapi berbagai resiko
Ketika menjalankan sebuah usaha, hadirnya sebuah hambatan, tantangan, maupun berbagai kendala yang muncul di tengah perjalanan usaha, menjadi salah satu resiko yang harus dihadapi para pelakunya. Karenanya, untuk menghadapi resiko tersebut, pastikan bahwa semua perencanaan bisnis Anda sudah dipersiapkan dengan matang agar munculnya sebuah resiko bisa diminimalisir sekecil mungkin.

5 Kunci Sukses Menjadi Seorang Marketing

Standar

Kegiatan marketing tidak hanya terpaku pada proses bagaimana menjual produk saja, tetapi lebih kepada bagaimana sebuah produk yang kita jual dapat dikenal dan melekat kuat pada benak konsumen kita. Bahkan bisa dikatakan kegiatan marketing atau pemasaran merupakan jantung dari rangkaian aktifitas bisnis. Hal ini dikarenakan strategi pemasaran yang tepat, akan menghasilkan angka penjualan yang cepat, dengan loyalitas konsumen yang kuat. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa penghasilan yang didapat tentunya akan semakin besar dan akan terus meningkat.

Bagi Anda yang sedang menjalankan strategi pemasaran, berikut ini kami informasikan 5 kunci sukses menjadi seorang marketing yang dapat Anda terapkan :

Kenali perilaku konsumen Anda
Sebelum menawarkan produk atau jasa ke konsumen, terlebih dahulu tentukan target pasar yang akan Anda bidik. Bisa jadi Anda membidik komunitas anak muda, khusus wanita, ataupun masyarakat umum yang berasal dari kalangan menengah atas atau kalangan menengah ke bawah. Pastikan bahwa Anda memasarkan produk atau jasa kepada target pasar yang tepat. Karena itu kenali perilaku konsumen yang Anda bidik, untuk mengetahui minat dan kebutuhan mereka.

Tingkatkan product knowledge Anda
Salah satu senjata yang harus dikuasai seorang marketing adalah product knowledge (informasi produk). Dengan mengetahui segala informasi tentang produk atau jasa yang ditawarkan, maka secara tidak langsung dapat membantu Anda untuk meyakinkan para calon konsumen. Sampaikan informasi tentang kelebihan produk, kegunaannya, kualitasnya, serta harga produk kepada calon konsumen Anda, agar mereka semakin yakin untuk memilih produk atau jasa yang Anda tawarkan.

Selalu optimis dan pantang menyerah
Kegiatan marketing memiliki tantangan dan hambatan yang cukup besar, sehingga tidak semua orang bisa bertahan dengan profesi tersebut. Di kejar-kejar dengan target perusahaan, atau mengalami penolakan dari calon konsumen merupakan salah satu tantangan kecil yang harus diterima para marketing. Karena itu usahakan untuk selalu optimis dalam melayani konsumen, dan pantang menyerah dalam setiap keadaan. Antusiasme dan semangat yang Anda tunjukan kepada calon pelanggan menjadi kunci utama kesuksesan Anda sebagai seorang marketing.

Perluas jaringan bisnis Anda

Memperluas jaringan bisnis sama halnya dengan menciptakan peluang pasar. Semakin luas jaringan yang Anda miliki, maka semakin besar pula peluang yang Anda ciptakan untuk mendapatkan calon konsumen baru. Jadi, jangan pernah ragu untuk membuka jaringan baru dan perluas pengetahuan Anda untuk mendapatkan pelanggan baru.

Perhatikan respon pelanggan
Terkadang setiap pelanggan memberikan respon yang berbeda terhadap produk atau jasa yang kita tawarkan. Bila pelanggan puas dengan produk atau jasa Anda, maka cantumkan respon tersebut sebagai bukti nyata untuk memperkuat keunggulan produk yang ditawarkan. Namun bila respon konsumen kurang memuaskan, jadikan sebagai bahan evaluasi bagi Anda untuk mencapai hasil yang lebih baik kedepannya.

Buatlah strategi pemasaran produk yang menarik
Terakhir, buatlah kegiatan promosi yang dapat menarik minat pelanggan. Misalnya saja dengan memberikan potongan harga, menawarkan bonus tertentu untuk pembelian diatas rata-rata, menambahkan undian berhadiah pada event-event khusus, atau mengadakan beberapa kegiatan promosi yang melibatkan konsumen sebagai pesertanya (seperti menjadi sponsor utama kegiatan sepeda gembira, jalan sehat bersama, serta acara lainnya yang bertujuan membangun loyalitas konsumen).

Setelah memahami beberapa kunci sukses dalam pemasaran produk atau jasa, selanjutnya cobalah untuk mempraktekannya langsung dalam menjalankan bisnis Anda. Mulailah dari yang mudah, mulailah dari yang kecil, dan mulailah dari sekarang !!! Salam sukses.

THE SECRET LOVER

Standar

THE SECRET LOVER
April 22, 2012

AUTHOR: PARK HYE-RIN
HYE-NA’S POV
Hai… namaku Han Hye-Na. Ehm, saat ini aku sedang bersiap pergi ke sekolah. Sekolah baruku. Ya. Hari ini aku resmi menjadi seorang siswi SMA. Tapi… aku sama sekali tidak bersemangat untuk bersekolah hari ini. Wae? Karena aku tidak suka sekolah baruku. Aku dipaksa sekolah di tempat yang tidak aku inginkan. Dan ini semua karena namja sialan itu. Cho Kyuhyun.
Aku bertemu dengannya saat aku masuk menjadi anak baru di SMP-nya dulu. Aku murid pindahan dan langsung duduk di bangku kelas dua. Sementara dia sunbae-ku. Dia setahun di atasku, kelas tiga.
Saat Kyuhyun lulus SMP, dia bercerita akan melanjutkan SMA-nya di Cheon-Joo High School. Dan langsung memintaku untuk menyuruhnya melanjutkan SMA disitu bila tamat nanti. Tentu saja aku tidak mau. Memangnya siapa dia berani memerintahku?
Lalu dia mengancamku, bahwa dia akan berhenti sekolah kalau aku tidak mengiyakan perkataannya. Tentu saja aku tidak percaya begitu saja. Aku tahu sifatnya. Evil, jahil, suka membentak, suka mengerjai orang… belum lagi hal-hal menyebalkan lainnya.
Tapi tiba-tiba saja aku dapat kabar, kalau dia memang berhenti sekolah dan itu sudah berlangsung selama dua minggu. Aku otomatis emosi melihat tingkahnya yang kekanak-kanakan seperti itu. Hanya karena aku tidak satu sekolah dengannya, dia harus berhenti sekolah? Dasar namja babo! Dan dengan amat sangat terpaksa aku mengiyakan perkataannya.
Jadi disinilah aku sekarang, merutuki nasibku bersekolah di tempat namja sialan itu berada.
Aku melangkahkan kakiku dengan malas ke arah pintu gerbang sekolah baruku. Aku mengambil nafas dalam-dalam, menatap gedung besar dan luas ini dengan tatapan kosong. Dan masih sempat-sempatnya berpikir, apa aku sebaiknya bolos saja?
Hwaiting, Hye-Na~ya! batinku mencoba memberi semangat.
Aku mengambil nafas dalam-dalam lagi, kemudian berjalan santai melewati pos sekuriti dekat gerbang sekolah. Sampai akhirnya aku mendapati siluet seorang namja itu yang dari tadi mondar-mandir tak karuan. Akhirnya dia menyadari kedatanganku dan langsung menghampiriku. Menatapku tajam dan… mmm… sedikit kesal?
“Yak! Kenapa baru datang? Kau lupa ini hari pertama sekolahmu?” ucapnya sedikit membentak. Aish, namja ini pagi-pagi sudah membuatku naik darah.
“Heh, kau ini cerewet sekali. Yang penting kan aku datang!” bentakku tak mau kalah.
“Satu menit lagi kau tidak datang, aku pasti sudah mengambil tasku dan berencana untuk berhenti sekolah lagi.”
“Aish, kau menyebalkan, Cho Kyuhyun.”
Namja ini benar-benar nekat. Bagaimana kalau tadi aku tiba-tiba punya pikiran untuk bolos sekolah? Aigoo… aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Kami saling bertatapan sengit. Tiba-tiba saja sudah terdengar suara bel tanda pelajaran akan di mulai.
“Apa aku bilang… sudah bel. Kau jadi tidak punya waktu mencari kelasmu. Kau sih, lambat sekali berangkatnya,” keluhnya sambil setengah berlari menuju kelas kami masing-masing.
“Tidak usah khawatir, Cho Kyuhyun! Aku bukan anak kecil yang harus kau antar ke kelasnya. Aku bisa cari kelasku sendiri.”
“Cih, kau ini! Sudahlah… aku duluan.” ucapnya sambil mempercepat larinya menuju kelasnya sendiri. Kami berpisah arah.
***
Aku melangkahkan kakiku ke sepanjang lorong sekolah yang luas ini. Mengalihkan pandanganku ke segala arah untuk mencari ruangan kelasku. Sedikit menyesal ternyata. Karena dari tadi aku berjalan, aku tidak berhasil menemukan ruanganku!
Sekolahnya besar dan bertingkat 3. Lapangannya luas. Ada dua lapangan basket serta lapangan bola. Ada juga taman mini yang sangat cantik yang semakin memperindah sekolah ini. Aku menggumam sejenak mengagumi bangunan sekolah ini.
Bagus.
Itu kata pertamaku untuk sekolah ini. Ya… meski tidak di sekolah yang kuinginkan, tapi sepertinya aku akan betah bersekolah disini. Oke, baiklah. Mungkin aku akan berterima kasih pada Kyuhyun yang sudah memaksaku untuk sekolah disini.
Aku mulai melewati lorong-lorong dan mendongak ke atas untuk melihat papan yang tercantum di dekat pintu yang menunjukkan nama-nama dari ruangan itu.
“I-2…. I-2…. Kelas I-2….”
Aku sedikit bergumam mencari-cari ruanganku. Saat asyik melihat nama-nama papan itu, tiba-tiba seseorang menabrakku.
“Akh… mian… mian,” kataku refleks.
“Ne, gwaenchanayo,” jawabnya singkat dengan aksen Korea yang terdengar aneh.
Aku berniat meninggalkannya dan melanjutkan pencarian ruangan kelasku. Huft! Kenapa dari tadi tidak ketemu-ketemu, sih? Tapi tiba-tiba dia mencegat langkahku dan bertanya, “Chogi… apa kau murid baru juga disini?”
“Ne.”
“Kau… di kelas mana?”
“Aku di kelas I-2”
“Wah… kebetulan sekali itu juga kelasku,” sahutnya sedikit bersemangat.
“Bagaimana kalau kita mencarinya bersama-sama?”
“Ide yang bagus,” kataku menyetujui. “Ngomong-ngomong namamu siapa?”
“Park Hye-Rin.”
***

:: Loker’s Room, 15.00 PM ::
Aku memasukkan beberapa barangku ke dalam loker. Kegiatan sekolah sudah berakhir beberapa menit yang lalu. Kegiatan sekolah hari ini lumayan menyenangkan. Aku bertemu banyak teman baru. Mereka baik dan ramah padaku. Dan guru-guru disini juga tak kalah menyenangkannya. Oh ya… aku duduk sebangku dengan gadis yang bernama Park Hye-Rin itu.
Saat aku menutup pintu lokerku, mataku tertuju pada secarik kertas biru kecil yang tertempel disana. Sebuah memo.
Ige mwoya? Kenapa tadi aku tidak memperhatikannya?
Aku menarik kertas itu lalu membacanya.
Hai…
Selamat datang di Cheon-Joo High School.
Aku harap kau betah dengan sekolah barumu.
Senang rasanya melihatmu di sekolah ini.
^__^
Aku mengernyit membaca isi kertas biru yang sedang kupegang ini. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang, begitu? Aku meneliti dan membolak-balikkan kertas itu. Eobseo. Sama sekali tidak ada nama pengirimnya.
“Waeyo, Hye-Na~ya?” tanya Hye-Rin menghampiriku yang sedang menatap lekat kertas biru ini.
“Aku juga tidak tahu. Tapi… ada yang menempelkan ini di lokerku,” ucapku sambil menyodorkan kertas tadi padanya. Hye-Rin mengambil dan membacanya.
“Mwoya?” serunya. “Hahahahaha… kau hebat sekali, Hye-Na~ya. Baru masuk sekolah sudah ada yang memberimu ini. Seorang fans. Aigooo….”
Hye-Rin menepuk bahuku dengan bangga, tidak menyangka bahwa temannya ini begitu mempesona dan cukup menarik banyak perhatian.
“Hye-Rin~a, jangan bercanda! Masa ini kau sebut fans?”
“Keurom-eoyo, lalu itu artinya apa?”
“Molla,” jawabku pendek tidak terlalu memikirkan hal itu lebih dalam. “Ah, sudahlah, tidak usah dipikirkan. Aku pamit dulu, Hye-Rin~a. Annyeong!!!”
***

:: Hye-Na’s Room, 04.50 AM ::
Ddddrrtt… ddrrtt… ddrrtt….
Aku sedikit menggeliat karena merasa ada sesuatu yang bergetar di dekatku. Tapi aku tidak peduli. Rasa kantuk ini lebih mendominasi daripada harus mempedulikan suara itu. Aku kembali memfokuskan pikiranku untuk masuk ke dunia mimpi lagi. Tapi tiba-tiba suara berisik itu lagi-lagi menggangguku. Argghhh! Tidak bisakah kau diam?
Aku membuka setengah mataku, masih dalam keadaan mengantuk. Tanganku sibuk mencari benda yang dari tadi mengeluarkan suara berisik dan itu cukup mengganggu tidurku. Aku tidak menemukan HP-ku.
Aku bangkit dan mulai fokus mencari HP-ku yang masih bergetar. Aku menyibakkan selimutku sampai jatuh ke bawah. Tapi tidak ada juga. Aigoo… bahkan posisi tidurku sampai berubah 180 derajat. Perasaan semalam aku tidur tenang-tenang saja.
Kulempar asal bantal gulingku, lalu bantalku. Dan, ah, dapat! Ternyata di bawah bantal rupanya. Aku memang selalu menaruh HP-ku di bawah bantal. Tapi, aku juga selalu lupa keesokan harinya bahwa ternyata aku menaruhnya disana.
“Yak! Kenapa lama sekali mengangkat teleponku, Hye-Na~ya!” teriaknya. Aku buru-buru menjauhkan telingaku dari HP-ku. Haaahh~ bisa-bisa pria itu membuat telingaku menjadi tuli mendadak.
“Kau yang tidak punya otak, Cho Kyuhyun! Kenapa menelepon pagi-pagi buta begini, hah?” teriakku balik setelah aku memperhatikan jam weker di meja dekat ranjangku.
05.10 AM. Tak tahukah dia kalau di jam itu aku masih sibuk mengurusi mimpi-mimpiku?
“Heh, yeoja pemalas! Cepat bangun!”
“ Untuk apa?”
“Main basket.”
“Ya sudah. Main saja sendiri. Tidak usah mengajakku.”
Cih, jadi dia repot-repot meneleponku hanya untuk main basket. Seperti tidak ada kegiatan yang lebih penting saja dari basket!
“Aku beri waktu 20 menit untuk sampai ke lapangan basket sekolah kita. Kalau dalam 20 menit kau tidak datang, aku akan menyeretmu dari tempat tidur. Arasseo?”
Klik.
“MWOYA?!! Ditutup???? Kau pikir kau siapa, hah???” teriakku kesal di depan HP-ku. Namja menyebalkan itu sudah mengganggu tidurku dan sekarang seenaknya menyuruhku!
“CHO KYUHYUN, MENYEBALKAN KAU!!!!!!!!!!”
***

KYUHYUN’S POV

:: Basketball School Yard, 05.28 AM ::
“Aku beri waktu 20 menit untuk sampai ke lapangan basket sekolah kita. Kalau dalam 20 menit kau tidak datang, Aku akan menyeretmu dari kasur. Arasseo?”
Dengan segera aku menutup teleponku tanpa mendengar balasan suara dari gadis itu. Karena sudah pasti dia akan marah-marah tidak jelas karena acara tidurnya diganggu dan diperintah seenaknya olehku.
Aku memandangi layar HP-ku sambil tersenyum singkat. Lalu aku mengambil bola basket dari dalam tas. Sambil menunggu Hye-Na, aku mencoba untuk latihan sebentar. Pemanasan tepatnya. Aku men-dribble bola basket dan sesekali memasukkan bola ke dalam ring dalam satu kali tembakan.
Bermain basket adalah salah kegiatan kami saat kami punya waktu luang. Walaupun sebenarnya selalu aku yang mengajaknya bermain basket. Hye-Na sangat membenci olahraga. Olahraga apapun itu.
Han Hye-Na. Aku menyukainya atau mungkin lebih tepatnya jatuh cinta kepadanya saat pertama kali melihatnya sebagai murid pindahan di sekolahku. Pada saat itu, teman sekelasku yang memberitahuku bahwa ada anak baru di kelas dua. Dengan rasa penasaran aku dan temanku melihat anak baru itu. Aku memperhatikannya dari balik jendela kelasnya.
Dia duduk sendirian di pojok kelas. Rambut ikalnya yang cokelat kehitaman itu terurai di sepanjang bahunya. Membuat aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Dia terus saja menunduk. Sibuk melakukan kegiatannya. Ehmmm… menggambar?
Dia menegakkan bahunya dan sedikit mendongak ke langit-langit atap kelas. Sedetik kemudian, dia mulai mengikat rambutnya yang terurai dengan ikat rambut yang entah muncul darimana.
Got it! Wajahnya terlihat olehku! Saat aku memicingkan mataku untuk semakin memfokuskan pandanganku padanya, saat itulah aku merasakan sesuatu yang aneh dan memuncak di dadaku.
Mata yang bulat, bibirnya yang mungil dan tipis, kulitnya yang putih tapi tidak pucat tampak bersinar dan terlihat menyilaukan di mataku. Tiba-tiba saja jantungku berdegup kencang. Aku merasa aneh pada saat itu.
Ada apa ini? Dia yang duduk disana sama sekali tidak melakukan apa-apa untukku. Tapi kenapa? Kenapa? Kenapa aku merasa gugup dan tidak bisa bernafas dengan benar? Ada apa ini? Ada sesuatu yang tidak beres denganku.
Aku terlalu asyik menatapnya dari jauh. Sampai-sampai aku tidak mendengar suara bel berbunyi usai istirahat. Temanku buru-buru langsung meninggalkanku karena tidak mau terlambat masuk kelas dan dimarahi guru. Saat aku mencoba meninggalkannya, tanpa sadar aku bergumam dengan pandangan yang tetap terfokus padanya.
“Selamat datang di duniaku, gadis manis.”
Lalu aku mencoba mendekatkan diri padanya. Saat pertama kali mengenalnya, Hye-Na adalah gadis yang pendiam dan suka menyendiri. Aku terkadang suka kebingungan mencari topik pembicaraan bila mengobrol dengannya di sekolah maupun di luar. Rasanya sama saja dengan mengobrol dengan diri sendiri. Karena itu, aku mulai bersikap kasar padanya. Kasar bukan dalam arti yang kebanyakan seperti dipikirkan orang. Aku mulai bersikap jahil padanya, mengganggunya setiap hari, membuatnya kesal dan marah.
Hahahaha… sepertinya aku jahat sekali. Awalnya dia diam saja. Dan lebih memilih menahan kemarahannya. Tapi, hei… aku mendapat respon yang bagus darinya! Dia jauh lebih hidup dengan sikapku yang abnormal ini daripada aku yang bersikap lembut padanya.
Akhirnya Hye-Na mulai bereaksi dengan segala tindakan yang kulakukan padanya. Dia mulai membalasku, mulai menunjukkan tampang kesalnya saat dia tidak suka dengan sikap jahilku. Terkadang membentak bahkan berteriak kalau aku sudah mengejeknya habis-habisan. Mulai beradu mulut denganku ketika kami berselisih pendapat. Dan sama sekali tidak mau kalah dalam memperebutkan sesuatu hal. Entah itu makanan, mainan, atau apapun itu.
Kami akhirnya mulai akrab, semakin akrab, dan terus semakin akrab sampai aku tidak menyadari bahwa perasaanku terhadapnya semakin bertambah.
Kami selalu bertemu di halte bis agar bisa berangkat sekolah bersama, walaupun jarak rumah Hye-Na lebih dekat ke halte, jangan mengira kalau dia akan tepat waktu datang kesana. Karena pada kenyataannya dia selalu terlambat datang. Gadis itu tukang tidur. Bahkan tidurnya mengalahkan seekor babi. Aku saja sampai geleng-geleng kepala melihatnya. Bagaimana bisa ada gadis seperti itu?
Aku pernah berniat mengutarakan perasaanku saat acara kelulusan SMP. Aku sudah berlatih di depan cermin agar bisa mengucapkannya dengan lancar dihadapannya. Tapi saat aku menemuinya dan bertatapan mata dengannya… entah bagaimana aku kehilangan keberanian saat mengutarakan perasaanku padanya. Mendadak lidahku kelu untuk berbicara. Dan seperti ada batu besar di kerongkonganku yang mencegahku untuk mengatakannya.
Pikiran-pikiran buruk mulai berkeliaran di otakku. Bagaimana kalau dia tidak menyukaiku? Dan hanya menganggapku sebagai sahabatnya saja dan tidak menginginkan lebih dari itu. Bagaimana kalau dia malah membenciku setelah dia tahu perasaanku? Bagaimana kalau dia menertawakanku dan menganggap ini hanya lelucon. Bagaimana kalau…. Ah, sudalah! Terlalu banyak memikirkan hal seperti itu hanya akan semakin memperburuk keadaanku. Hanya akan semakin menambah ketakutanku.
Jadi, aku memutuskan untuk menyimpan semuanya di dalam hati. Membentaknya, mengejeknya, menjahilinya, bertengkar dengannya. Aku hanya bisa melakukan itu. Hanya dengan cara itu aku mencintainya. Mencintai gadis ini. Hye-Na-ku…
***

:: HYE-NA’S POV ::
“19 menit lewat 57 detik,” ucapnya enteng sambil bersedekap dada. Memamerkan tampang tidak bersalahnya itu. Dia sama sekali tidak mengasihani aku yang hampir mati kehabisan nafas karena berlari kesini.
“Cho Kyuhyun, kenapa kau menyebalkan sekali, hah? Aku sedang asyik-asyiknya bermimpi dan kau malah menyuruhku main basket!” semprotku tajam dengan nafas tersengal parah. Dadaku naik-turun mencoba untuk menghirup udara sekitar lebih banyak.
“Kau harus banyak olahraga, Hye-Na~ya. Olahraga kan baik untuk kesehatan.”
“Aku rasa ini bukan olahraga. Ini taruhan. Kau pikir aku tidak tahu?”
Sedetik kemudian aku sudah mendengarnya tertawa terbahak-bahak. Benar kan tebakanku?
“Seperti biasa, Hye-Na~ya. Yang menang harus memenuhi permintaan yang kalah.”
“Tidak perlu dibilang pun aku sudah tahu,” sungutku.
Sejak aku mengenal Kyuhyun, taruhan menjadi kegiatan turun-temurun kami. Entah apa pun itu, kami selalu mengaitkannya dengan taruhan. Tanding basket, tanding lari, nonton balap motor di TV, atau tanding balap mobil di game center dan masih banyak lagi. Yang menang harus menuhi permintaan yang kalah. Dan dengan sangat menyesal aku katakan bahwa aku selalu kalah darinya. Bisa dipastikan, akulah yang selalu mentraktirnya.
Hiks. Menyedihkan. Tapi, tidak untuk game. Hahaha. Untuk yang satu ini, aku bisa berbangga hati sedikit. Karena aku lebih ahli daripada Kyuhyun.
Aku memang lemah dalam olahraga, sementara Kyuhyun kebalikannya. Itu sebabnya dia selalu menjadikan olahraga sebagai bahan taruhannya. Dengan kemampuanku yang hanya bisa mendribble bola dengan pelan dan nyaris kaku, tentu saja dia yang menang. Memasukkan bola ke ring dari jarak yang paling dekat walaupun dari sepuluh kali lemparan saja sudah untung jika ada satu saja bola yang masuk. Aku memang payah.
Selain basket, kami juga sering tanding lari. Yah… walaupun pada akhirnya aku juga yang kalah. Bagaimana tidak? Dia namja, aku yeoja. Soal kecepatan tentu saja dia lebih unggul. Dan dia itu bukannya tidak tahu. Amat sangat tahu. Dan jangan tanya olahraga yang lain lagi. Karena jawabannya sama!
Aku sedang mencari ide agar taruhan kali ini batal. Sebenarnya, aku sudah lelah kalah terus darinya. Aku tidak bisa menabung gara-gara harus mentraktirnya terus-terusan. Jangan mengira dia bakal minta benda yang murah-murah. Karena yang selalu dia minta itu adalah KASET GAME! Aku hampir menangis saat mengeluarkan uangku untuk membelikannya kaset game. Dia tega sekali. Tidak punya rasa pengertian.
“Kyu~a,” panggilku sedikit memelas.
Dia menoleh kearahku dan menghentikan kegiatan melempar bolanya ke ring. Dia menatapku curiga karena aku memanggilnya seperti itu. Dia tahu, kalau aku sudah memanggil seperti itu pasti ada yang tidak beres.
“Mwo?” tanyanya cuek sambil mendribble bola.
“Ng… uang jajanku bulan ini hampir menipis, Kyu~a,” ucapku dengan amat sangat memelas. Benar-benar berharap dikasihani olehnya. Haaaah~ andai saja aku bisa mengalahkannya satu kali saj, akan aku minta kembali semua uangku itu!
“Lalu?”
“Yak, kau kan tahu aku selalu kalah darimu!”
“Aigooo… pesimis sekali kau, Hye-Na~ya.”
“Yak Cho Kyuhyun, ini bukan pesimis, tapi ini kenyataan!” tukasku tajam. Sia-sia saja aku menjatuhkan harga diriku untuk memohon padanya tadi.
“Sudah berapa lama kita melakukan taruhan seperti ini?”
“Hampir 2 tahun. Sejak SMP, kan?”
“Nah… itu kau tahu. Jadi kau tahu betul kan siapa pemenangnya setiap kali kita mengadakan taruhan?” ucapku tak sabaran.
“Aku,” ujarnya enteng sambil melemparkan bola dari tempat dia berdiri sekarang dan dengan sukses masuk dengan mulus ke ring itu. Dasar sok pamer!
“Apa lagi???? Aku sudah tidak punya uang lagi,” ucapku lagi penuh emosi.
“Yang penting main saja dulu. Soal taruhan kita pikirkan nanti.”
Dia sudah berlari-lari kecil menuju ring basket dan siap melakukan lay up. Bola masuk lagi ke dalam ring itu. Dia mengambil bola yang menggelinding di lantai dan menaruhnya di pinggang kanannya.
“Kalau kau menang,” ucapnya penuh penekanan. “aku akan mengabulkan semua permintaanmu selama 3 hari.”
Mataku melonjak ingin keluar dari tempatnya sedetik setelah dia mengatakan hal itu. Aku berlari mendekat ke arahnya. Ingin mendengar ulang perkataannya barusan.
“Jinjja???” seruku berapi-api terlalu senang. Kalau begini, aku harus berusaha keras.
“Dari 5 kali memasukkan bola, kau hanya perlu memasukkan 1 kali. Kalau kau bisa memasukkan 1 bola saja sebelum aku, kau menang.”
“1 kali? Hanya 1 kali????”
“Ya… Nona Han.”
“Baik! Aku terima!” sahutku penuh keyakinan sambil menjabat tangannya penuh arti.
***

KYUHYUN’S POV
“Jinjja???” tanyanya tak percaya, seolah yang kuucapkan tadi adalah lelucon belaka.
“Dari 5 kali memasukkan bola, kau hanya perlu memasukkan satu kali. Kalau kau bisa memsukkan 1 bola saja sebelum aku, kau menang.”
“1 kali? Hanya 1 kali????”
“Ya… Nona Han,” jawabku santai. Tapi sedetik kemudian senyum terpajang di wajah cantiknya itu. Gadis itu selalu tampak begitu menyilaukan saat tersenyum.
“Baik! Aku terima!” serunya semangat. Aku yakin dia akan berusaha dengan sekuat tenaga mengalahkanku. Seharusnya dia tidak usah khawatir, karena aku akan memberikannya secara cuma-cuma. Hari ini aku sedang tidak ingin mencari gara-gara dengannya.
Ehm, sepertinya aku sedang dihinggapi malaikat kebaikan. Hari ini aku ingin menyenangkannya. Aku lagi ingin melihat dia tersenyum dan tertawa bahagia. Ah, sepertinya aku sudah tidak pernah melihat yang seperti itu. Kapan, ya? Aigoo… aku lupa! Bukankah selama ini aku selalu bertengkar dengannya?
Berterima kasihlah padaku, Hye-Na~ya. Karena akhirnya aku bersedia berbaik hati padamu.
***
Aku dan Hye-Na berdiri di tengah lapangan. Kami saling memajukan kaki kanan kami ke depan. Aku memegang bola basket dan meletakkan di antara kami. Kami sama-sama sedikit membungkukkan badan. Aku dan dia mendekat dan saling memfokuskan pandangan pada bola.
Aku bisa melihat mata Hye-Na hanya tertuju pada bola ini. Terlalu serius. Aku terkekeh melihatnya yang menatap bola ini dengan sangat antusias. Sebegitu inginnyakah dia menang dariku?
“Mulai!” kataku cepat dan bola langsung kulambungkan ke udara. Aku berhasil meraih bola, mulai mendribble dan berlari mendekat ke arah ring. Hye-Na mencoba merampas bola dari tanganku dan mulai mencoba menghalangi jalanku, tapi dengan mudahnya, aku terbebas darinya. Dan….
Tkkk!
“Satu,” kataku bangga. Sementara dia langsung memasang wajah kesalnya.
Kini giliran Hye-Na mencoba mendribble. Aigoo… dribble seperti apa itu? Anak SD saja bisa mendribble lebih baik daripada dia. Aku hanya bisa menggeleng pasrah melihat caranya mendribble bola.
Aku mencoba menghalanginya. Dan berusaha mengambil bola dari tangannya. Kuakui usahanya keras juga. Dia sama sekali tidak mau menyerahkan bola itu ke tanganku. Aku sedikit memberi kelonggaran padanya. Dan dia sudah mulai berlari menuju ring. Ehm, apa dia ingin melakukan lay-up?
“Ugghh… sial!” gerutunya sambil menghentakkan kakinya kuat. Bibirnya mengerucut.
“Kalau tidak bisa lay-up, jangan lay-up!” ejekku karena yang tadi itu sama sekali bukan lay-up yang benar. Gadis ini benar-benar payah!
“Tidak butuh komentar!” serunya kesal setengah mati.
Aku hanya tersenyum kecil menatapnya. Yeoja ini….

#A Few Minutes Later#
Tkk!
“Empat,” kataku hampir bosan.
Ya ampun, aku bahkan belum mengeluarkan setengah dari tenagaku, tapi keringatnya bahkan sudah bercucuran dimana-mana seperti atlet yang sedang lari marathon 1000 m.
***

HYE-NA’S POV
“Empat,” ujarnya enteng.
Arggh!!! Eotteokhae? Eotteokhae???? Bagaimana ini. Aku sudah tidak punya tenaga lagi. Kenapa yang begini saja benar-benar harus menguras tenaga?
Andwae. ANDWAE!!!! Kyuhyun tidak boleh menang. Namja ini tidak boleh menang. Aku sudah tidak punya uang jajan lagi.
Aku mulai menghalangi jalannya agar tidak berlari mendekat ke ring. Dia masih terus mendribble. Dan mataku fokus menatap bola di tangannya. Aku mencoba meraihnya, tapi lagi-lagi dengan mudah dia menghindar. Sial!
Dia mulai mendekat ke arah ring. Aku sedikit menyenggol tubuhnya dan berusaha lagi mengambil bola darinya. Aku kesal setengah mati karena tubuhnya itu tinggi dan lebih besar dariku. Sia-sia saja aku berusaha mengambil bola tapi tidak dapat.
Aku sudah pasrah. Kali ini kalau tidak dapat ya sudah.
Dengan penuh emosi aku hentakkan tanganku pada bola itu agar bolanya terlepas, meski tidak ada kemungkinan kalau hal itu akan terjadi.
Mati kau! Aku malah mengumpat tidak jelas pada sebuah bola. Dasar bodoh!
Terlepas! Omo! Terlepas!!!
Buru-buru aku kejar bola yang sudah menggelinding dan hampir keluar garis lapangan. Aku mendribble bola tersebut dan berlari ke arah ring. Kali ini aku akan melakukan shoot dari jarak dekat. Tidak mau lagi dari jarak yang jauh. Aku bisa mendengar derap langkah kaki Kyuhyun yang mencoba menahanku.
Kutembakkan bolanya.
Ck! Tidak masuk! Aigoo… Kyuhyun sudah semakin dekat.
Ayolah… kau harus masuk!
Tkkk!!!
Masuk!
Masuk!
Sepersekian detik kemudian aku melihat Kyuhyun lompat mencoba mengambil bola yang ternyata sudah masuk duluan ke dalam ring.
Aku menatap bola itu tidak percaya.
Masuk!
MASUK!!!!!!!
BOLANYA MASUK!!!!!!!!!!!
“KYAAAAAAAA!!!” teriakku kegirangan sambil melompat-lompat. Seperti baru memenangkan undian.
“Yak, Hye-Na~ya! Kenapa kau berteriak seperti orang gila begitu?”
“Kau lihat itu? Bolanya masuk, Cho Kyuhyun!” seruku dengan mata berbinar-binar.
Aku sedikit merasa ada cairan bening di sudut mataku. Aiggoooo… aku kelewat senang sampai mengeluarkan air mata begini. Seorang Han Hye-Na akhirnya bisa mengalahkan seorang Cho Kyuhyun dalam bermain basket. OMO… aku tidak percaya ini!!!!!!!
“Tidak perlu diulang. Aku juga tidak buta, Hye-Na~ya,” komentarnya cuek, nyaris tidak peduli.
Huh! Biarkan saja. Yang penting taruhannya. TARUHANNYA! Aish, kenapa rasanya aku seperti mendapatkan harta karun, ya??? Hahahaha….
“Cho Kyuhyun… bisakah aku menambah 2 hari lagi? Ini kan sejarah kalau aku menang darimu,” pintaku polos dan langsung mendapat tatapan tajam darinya.
“Mwoya? Sudah bagus aku beri 3 hari!” serunya dan melenggang pergi meninggalkanku sendirian di lapangan basket.
Aku menatap punggungnya. Dia asyik memutar bola basketnya itu di jari telunjuknya, makin lama makin menjauh dariku.
Aku merentangkan tanganku dan menghirup nafas dalam-dalam. Menengadah ke atas melihat langit cerah dan penuh dengan awan putih tebal. Aku menghirup udara nafas sekali lagi sambil tersenyum bangga sambil menikmati cahaya matahari yang menyinari wajahku.
“Yak, Hye-Na~ya! Ayo pulang! Cepat!” teriaknya dari kejauhan.
“NE!” sahutku penuh semangat.
Ah, iya. Sampai lupa. Selamat datang di hari pembalasan Cho Kyuhyun!!!!
***

:: Loker’s Room, 15.05 PM ::

Hai…
Pasti lelah ya?
Bagaimana rasanya menjadi seorang siswi SMA?
Ada hal menarik yang kau temukan?
Aku ternganga kaget membaca kertas biru kecil ini. Aku dapat memo lagi hari ini. Aku memperhatikan tulisan yang tertera disana. Sudah seminggu aku sekolah disini dan seminggu ini juga kertas ini datang berkunjung ke lokerku. Awalnya, aku menganggap ini hanya kerjaan orang iseng saja. Tapi… sepertinya aku salah.
Aku mengedarkan pandanganku ke sepanjang lorong. Menerka-nerka mungkin saja si penulis kertas ini masih berada di sekitar sini. Aku melangkahkan kakiku menyusuri lorong, memperhatikan setiap loker-loker yang kulewati. Menoleh kesana-kemari. Tidak ada siap-siapa disini. Sepi.
“Hye-Na~ya, dari tadi aku tunggu ternyata kau masih disini. Aish!” Hye-Rin mengagetkanku. Aku terkesiap saat menyadari bahwa dia ternyata sudah berdiri di sampingku.
“Ah… mian, Hye-Rin~a.”
“Kajja! Aku tidak punya banyak waktu berlama-lama di toko buku, Hye-Na~ya.”
“Ne….”
***

:: At a Book Store, 16.00 PM ::
“Hye-Na~ya, sepertinya buku ini cocok,” kata Hye-Rin sambil menyodorkan sebuah buku padaku. Kami sedang mencari beberapa buku tambahan untuk mata pelajaran Matematika. Aku memperhatikan buku yang dipegang Hye-Rin lalu membukanya sekilas. Aku mengangguk singkat. Sepertinya buku ini bisa bermanfaat.
Hye-Rin pergi ke rak buku yang lain mencari buku-buku tambahan lainnya. Dan aku juga begitu. Setelah melewati beberapa rak buku, akhirnya aku mendapatkan buku yang inginkan.
Aku beralih ke rak buku selain tentang buku-buku pelajaran. Aku melihat label di atas rak buku itu. Novel.
Kuambil salah satu novel yang lumayan tebal, membukanya sekilas dan membaca sedikit sinopsis di sampul belakangnya.
“Hye-Na~ya… mian. Aku harus pergi sekarang. Aku masih ada urusan lain,” ujar Hye-Rin yang tiba-tiba sudah berada di sampingku.
“Eo? Buku yang kau butuhkan sudah dapat?”
“Sudah,” jawabnya singkat sambil menunjukkan 2 buah buku berukuran sedang. Salah satu bukunya sedikit lebih tipis dari buku yang satunya.
“Aku pergi ya, Hye-Na~ya.”
“Ne… hati-hati.” Dengan cepat Hye-Rin mengangguk dan berlari kecil menuju pintu keluar toko buku. Bergegas untuk pergi.
Aku mengeluarkan HP-ku dan menekan beberapa tombol. Butuh beberapa detik untuk menunggu si penelepon mengangkat teleponnya.
“Heh, Cho Kyuhyun!”
“Apa?”
“Cepat ke toko buku sekarang. Toko buku yang sering aku datangi.”
“Untuk apa?”
“Aish, tidak usah banyak tanya. Cepat kemari!!!”
“….”
“Kalau dalam 15 menit kau tidak datang, tamat riwayatmu!”
“Mwoya? Hye-Na~ya… kau….”
“15 menit! Tidak ada toleransi!”
***
Aku kembali melanjutkan aktivitasku yang tertunda. Kubaca ulang sinopsis di cover belakang novel yang kupegang.
“Hmm… lumayan.”
Aku mencari buku-buku yang lain dan mengambil beberapa buku novel yang ingin aku beli. Oke. Satu buku pelajaran dan dua buku novel. Sekarang tinggal menunggu Kyuhyun. Kemana namja itu? Kenapa lama sekali?
Aku melirik jam tanganku. Omo, sudah hampir 30 menit!
“Yak, Hye-Na~ya! Kenapa kau menyuruhku ke tempat seperti ini? Kau tidak tahu kalau aku sedang main game tadi?”
Aku menghentak-hentakkan kakiku keras. Tanda bahwa aku kesal karena dia terlambat 15 menit. Dan dengan santainya dia memamerkan tampang tidak bersalahnya itu.
Aku menunjukkan jam tanganku ke wajahnya. Agar dia tahu kalau dia sudah sangat terlambat datang.
“Aiiiish, kau ini! Yang penting kan aku datang!” jawabnya enteng. Apa-apaan dia?
Baik. Tidak perlu basa-basi lagi. Aku langsung melemparkan 3 buku yang cukup tebal itu ke arahnya. Dan dia sedikit kelimpungan menangkapnya, walau tidak ada yang jatuh ke lantai karena berhasil dia pegang.
“……….” Kyuhyun hanya menatap bingung buku-buku yang ku lempar tadi.
“Cepat bayar!” ucapku cuek. Dan wajah Kyuhyun langsung berubah drastis.
“Enak saja! Ini kan punyamu. Bayar sendiri.” Kyuhyun berniat mengembalikan buku-buku itu padaku.
“Kau lupa kalau kau akan mengabulkan semua permintaanku selama 3 hari?” Aku mencoba mengingatkan tentang taruhan kami tempo hari. Wah, Cho Kyuhyun aku baru tahu kalau kau sudah tua. Cepat sekali lupa!
“Ah… iya! Aku lupa.” Kyuhyun nyengir sesaat tapi kemudian wajahnya berubah tak senang melihatku. “Haahh~ kau ini licik sekali!” keluhnya tak terima.
***

KYUHYUN’S POV
“Cepat bayar!” perintah Hye-Na. Seketika itu juga aku langsung menatapnya gusar. Kenapa harus aku yang bayar?
“Enak saja. Ini kan punyamu. Bayar sendiri!” protesku tak terima.
“Kau lupa kalau kau akan mengabulkan semua permintaanku selama 3 hari?”
Benar juga. Kenapa aku bisa melupakan hal itu?
“Ah… iya! Aku lupa,” ujarku polos. “Haaah~ kau ini licik sekali.”
Aku dan Hye-Na segera menuju kasir sambil membawa buku-buku ini. Penjaga kasir tersenyum dan aku langsung memberikan buku itu.
“Semuanya 85.000 won.” Aku tercengang mendengar harga buku yang disebutkan oleh penjaga kasir itu.
Apa katanya? 85.000? Aku langsung menatap tajam Hye-Na yang berada disampingku. Dan Hye-Na hanya bisa memamerkan senyum tiga jarinya yang membuatku ingin mencekiknya. Tersenyum penuh kemenangan karena berhasil balas dendam padaku. Dasar yeoja sialan!!
Aku mengeluarkan beberapa lembar uang dan menyerahkannya pada penjaga kasir itu.
“Kamsahamnida, agasshi.”
“Ne, cheonmaneyo.”
***
“Kau membeli buku Matematika?” tanyaku saat meriksa jenis buku yang dibelinya tadi. Kami sedang berjalan di sekitar jalanan kota Seoul berbaur dengan keramaian manusia. Jalanan Seoul sedang ramai berhubung karena sekarang sudah sore. Semua orang sudah pulang kerja dan bergegas ingin cepat-cepat pulang ke rumah.
“Hanya mencari buku tambahan saja. Karena aku tidak terlalu mengerti dengan penjelasan guru matematikaku di kelas.”
“Cih! Bukan tidak mengerti. Dasar kau saja yang babo. IQ-mu itu kan di bawah rata-rata!” ejekku dan dia langsung menatap dengan tatapan ingin membunuh.
“Seolah kau pintar saja!” ejeknya balik. “Percaya diri sekali kau, Cho Kyuhyun!” sungutnya tetap tidak terima.
“Itu memang kenyataan, Hye-Na~ya.”
Tiba-tiba langkahnya terhenti di depan toko es krim. Aku memperhatikan bangunan toko yang memakai kaca transparan sehingga aku bisa melihat dengan jelas orang-orang yang berlalu lalang di dalamnya. Toko itu didesain dengan aneka bentuk es krim. Warna dindingnya putih polos, namun ada banyak tempelan foto-foto bentuk es krim dan sebagainya, membuat toko itu terkesan sangat manis. Warna-warna cerah lainnya juga sangat mendukung seperti biru muda, coklat, membuat semua pengunjung betah berlama-lama duduk di kursi-kursi itu.
Aku melihat Hye-Na masuk ke toko itu dengan langkah yang terburu-buru. Gadis itu langsung mengambil tempat di sudut ruangan. Aku hanya mengikutinya saja persis seperti anak ayam yang mengikuti induknya kemana pun dia pergi.
“Mau pesan apa?” Seorang pelayan datang menghampiri kami dan tidak lupa mengeluarkan senyum termanisnya.
“Mmm, aku mau satu mangkuk besar es krim vanillanya!”
Aku mengernyit dan menatap yeoja aneh ini dengan heran.
“Satu mangku besar? Kau sudah gila, ya?”
“Wae? Terserah aku mau pesan porsi yang bagaimana,” ucapnya enteng.
“Mohon tunggu sebentar,” kata pelayan itu lalu menghilang dari hadapan kami untuk mengambil pesanan Hye-Na.
Dan tak berapa lama kemudian es krim pesanan Hye-Na datang. Ek krim vanilla dengan taburan meses warna-warni diatasnya, ditambah cherry dan dihiasi dengan 2 waffle panjang kesukaannya.
Aku melihat mata Hye-Na berbinar-binar menatap es krim miliknya itu. Dia langsung menyendokkan es krim itu banyak-banyak ke mulutnya. Tidak peduli betapa dinginnya es krim itu. Dia terus melahapnya seperti orang yang tidak pernah makan es krim.
“Yak, Hye-Na~ya… makannya pelan-pelan. Tidak ada yang akan merebut makananmu.”
Hye-Na sama sekali tidak mempedulikan ucapanku dan terus melahap es krimnya. Baru beberapa menit es krim miliknya sudah tinggal setengah. Aigoo… yeoja ini benar-benar….
Aku menatap wajahnya dalam-dalam. Memperhatikan setiap ekspresi yang tergambar di wajahnya. Aku tersenyum kecil.
Ekspresi senangnya melahap es krim itu begitu alami. Seperti apa, ya? Seperti anak kecil yang kegirangan karena dibelikan balon. Lalu ekspresi kagetnya, karena es krimnya yang terlalu dingin. Matanya sampai mengerjap menahan dinginnya es itu.
Semuanya aku suka. Semua ekspresi wajahnya. Tanpa sadar aku berpikir bahwa gadis ini adalah makhluk terindah yang pernah aku lihat sepanjang hidupku.
“Habiiiiiiis!!!” tunjuknya bangga padaku. Benar saja. Mangkuknya sampai bersih mengkilap begitu !
“Jangan lupa dibayar ya, Cho Kyuhyun.”
“Naega?” Hye-Na hanya mengangguk polos.
“Yak! Neo…” protesku tak terima. Kenapa aku lagi yang harus membayar es krimnya.
“Ta-ru-han,” ejanya mencoba mengingatkan.
Aku terdiam tak berkutik. Aish… taruhan lagi… taruhan lagi.
Tak lama kemudian pelayan es krim tadi datang kembali ke meja kami dan menyerahkan bon. Di kertas itu tertulis 12.000 won.
“Ayo bayar!” perintahnya.
Ck!
Aku mengeluarkan uangku dari dalam dompet dan segera membayarnya. Pelayan toko membungkuk singkat dan segera pergi dari hadapan kami.
“Ah, chakkamman!” panggil Hye-Na, membuat langkah si pelayan terhenti dan berbalik lagi ke arah gadis itu.
“Bisakah kau buatkan yang seperti ini lagi untukku? Aku ingin bawa pulang.”
Aku mengernyit heran dan menatapnya bingung. Jangan bilang kalau dia….
“Heh, Han Hye-Na, kau ini lapar atau apa?”
“Memangnya kenapa? Apa salah aku beli es krim lagi?”
“Lalu siapa yang akan bayar es krim itu?”
Aku yakin 100% bahwa dia akan menyuruhku lagi membayarnya.
“Kau.” Benar, kan? “Memangnya siapa lagi?” lanjutnya.
“Bukankah tadi kau sudah memakannya? Kenapa pesan lagi?”
“Aish, kau ini cerewet sekali, Cho Kyuhyun. Yang perlu kau lakukan itu hanya membayarnya saja. Tidak perlu berkomentar.”
“Mwo? Apa kau bilang?” tanyaku masih tak percaya dengan perkatannya barusan. “Yak! Kau sedang memerasku, ya?”
“Memeras? Heh, Cho Kyuhyun siapa yang memerasmu?”
“KAU!” tukasku emosi. “Bukumu aku yang bayar! Es krim tadi juga aku yang bayar! Dan sekarang… es krimmu yang kedua JU-GA A-KU YANG BA-YAR?!!”
“Perkataanmu perlu diralat, Cho Kyuhyun ssi. Aku tidak sedang memerasmu.”
Nada bicaranya terdengar santai. Sama sekali tidak merasa bersalah.
“Lalu apa yang sekarang kau lakukan, hah?”
“Aku hanya mengambil uangku kembali.”
“Mwo?” tanyaku tak mengerti.
“Ne, uangku….”
Hye-Na mengambil nafas dalam-dalam lalu melipat tangannya dan bersandar ke kursi.
“Coba kau pikir, selama 2 tahun ini kau selalu menang dariku. Jadi sudah berapa banyak uangku yang habis karena dirimu?”
“He?” gumamku heran.
“Jadi wajar kan aku meminta uangku kembali?
“Lagipula….” Ucapnya terhenti selagi dia memutar bola matanya sambil menerawang ke langit-langit, kemudian menatapku kembali. “…siapa suruh buat taruhan seperti itu.”
“Dan sialnya, malah kau yang kalah.” tambahnya lagi.
Aku mendengus kesal sambil menyandarkan punggungku ke kursi. Sebenarnya aku tidak benar-benar kalah darinya. Saat dia mencoba menggapai bola dari tanganku, aku dengan bodoh masih sempat-sempatnya mengagumi wajahnya yang kelewat serius itu. Ekspresinya pada saat itu benar-benar menunjukkan kalau dia harus menang. Bagaimana pun caranya. Fokusku jadi hilang sesaat. Antara sadar dan tidak, ternyata bola itu sudah terlepas dari tanganku.
“Jadi… kau benar-benar sudah merencanakan ini semua. Begitu?” ujarku tidak senang. “Selama 3 hari ini apapun yang kau inginkan dan apapun yang kau butuhkan, untuk urusan finansial, aku yang mengurusnya, begitu?”
“Tepat sekali,” serunya, disertai jentikan jarinya yang penuh semangat dan anggukan singkat dari kepalanya. Dia bahkan masih sempat untuk tersenyum.
“Dasar tukang peras!”desisku pelan.
“Mwo?”
“TU-KANG PE-RAS!!” Aku mengulanginya lagi.
“Yak, aku bukan tukang peras!” teriaknya tak terima.
“Tukang peras!”
“Bukan!”
“Tu-kang pe-ras!”
“Bukan!!!”
“Tukang peraaas!!!”
“BUKAAAN”
“Heiii… kalian pikir toko es krim ini milik nenek moyang kalian? Kalau mau bertengkar KELUAR!!!!” bentak salah satu pengunjung toko es krim ini penuh emosi.
Aku dan Hye-Na berpandangan menatap sekeliling kami. Dan benar. Semua pengunjung toko es krim ini melihat kami dengan tampang kesal dan emosi. Tidak ketinggalan juga pemilik toko, pelayan, serta penjaga mesin kasir menatap dengan ekspresi yang sama dengan pengunjung disini.
“Semua ini gara-gara kau!” bisikku pelan menyalahkannya.
“Gara-gara kau!” protesnya balik. Hye-Na juga ikut memelankan suaranya.
“Kau!”
“Kau!” ucapnya dengan suara yang sedikit lebih keras.
Ucapan kami terhenti lagi karena mendapat tatapan baru dari para pengunjung dan pemilik toko. Mereka tidak memasang tampang kesal mereka melainkan memasang tampang membunuh mereka pada kami. Aish, mengerikan!
Aku dan Hye-Na bangkit dari tempat duduk kami dan melirik pemilik toko yang sudah berdiri di dekat meja kasir. Dia berkacak pinggang melihat kami dan wajahnya memerah menahan emosi. Jika kami melakukan kesalahan kecil lagi, sudah pasti kami menerima amukan badai darinya. Dia hanya memberi isyarat dengan jari telunjuknya untuk mengusir kami dari dalam tokonya.
Sedetik kemudian kami langsung keluar dengan langkah yang tergesa-gesa sambil menahan malu karena diperhatikan seperti itu.
Saat sudah berada diluar toko, Hye-Na memanyukankan bibirnya. Ya ampuuunn di saat seperti ini pun, aku jadi ingin mencubit pipinya yang mulus itu. Haah~ dia lucu sekali!
“Gara-gara kau aku jadi tidak mendapatkan es krim lagi!” gerutunya sambil menunduk, sedikit menghentakkan kakinya ke tanah untuk memperlihatkan bahwa dia menyayangkan kejadian tadi.
“Haah~ semua ini gara-gara kau, Cho Kyuhyun sialan!”
Cih! Yang sial siapa, yang beruntung siapa?
“Heh, aku yang sial. Harus menjadi pohon uangmu selama 3 hari!”
“Sedang sial, ya?” tanyanya pura-pura, dengan nada yang terdengar sangat menyebalkan dan terkesan mengejekku karena sudah kalah darinya. Kalah dari seorang gadis.
“Yak… neo!!! Arggghhhh!!!” ucapku gusar sambil mengacak-ngacak rambutku. “Aku jadi menyesal mengajukan taruhan itu padamu.”
Sedetik kemudian dia terkekeh dan memamerkan senyumnya yang lebar dan yang paling manis. Rasanya senyum itu… senyum ter-ikhlas yang pernah dia tunjukkan padaku. Sama sekali tidak ada paksaan. Sesaat aku tercengang melihatnya seperti itu.
DEG! Apa-apaan dia?
***

HYE-NA’S POV

Hai…
Tadi pagi, kau benar-benar beruntung.
Penjaga sekolah masih berbaik hati mengizinkanmu masuk.
Kalau tidak, mungkin hari ini aku tidak bisa melihatmu.
Lain kali jangan terlambat lagi, ya.
^__^
Aku mendapatkan kertas biru tanpa nama lagi di lokerku. Ini memo entah sudah yang keberapa tertempel di lokerku. Aku memegang kertas biru itu dengan kebingungan. Aku mengerutkan keningku membaca tiap tulisan di kertas ini. Dia tahu aku terlambat? Apa dia membuntutiku?
Tapi… tunggu dulu. Sebenarnya siapa penulis surat ini???? Kenapa dia bisa tahu kalau aku hampir di usir oleh satpam penjaga sekolah. Apa dia mengikuti aku dari berangkat sekolah? Atau dia mengamatiku dari jauh?
Aish… membuatku pusing saja!
***

:: Hye-Na’s Room, 08.00 PM ::
Aku sedang memindahkan catatan yang kupinjam dari Hye-Rin tadi saat di kelas, tapi pikiranku tidak disitu. Aku menatap kertas-kertas biru yang berserakan sekitar meja belajarku.
Kertas-kertas dari si penulis yang aku tidak tahu namanya. Atau jangan-jangan dia hantu? Aku menarik nafas pelan dan menghembuskannya. Kalau dipikir-pikir, sedikit banyaknya memo itu menghiburku. Dia sering bertanya tentang suasana hatiku, kegiatanku, dan kejadian-kejadian yang kualami di sekolah. aku tersenyum tipis membayangkannya. Dia perhatian. Dan… peduli terhadapku.
Tapi karena dia misterius, kepalaku jadi sakit sendiri karena sibuk menebak-nebak sendiri siapa orangnya. Aku kan masih kelas 1 SMA, belum banyak yang aku kenal di sekolah ini, tapi aku malah sudah mendapat seorang pengagum rahasia.
Kuabaikan sejenak tentang memo itu lalu melanjutkan tugas mencatatku. Kupasang earphone ke telinga, memilih lagu secara acak dan menekan tombol play di I-pod-ku.

#A Few Minutes Later#
“Ah… akhirnya selesai!!!”
Aku meregangkan otot-ototku, menggeliatkan punggung dan menggelengkan leher ke kiri dan kanan. Mendadak merasa haus, aku ingin turun ke bawah mengambil minum. Tapi saat aku baru beranjak dari kursiku, tiba-tiba….
“KYA!!!!”
“Yak… pelankan sedikit suaramu!” Kyuhyun tersontak kaget mendengar teriakanku. Dia sedang sibuk memainkan PSP-nya di tempat tidurku. Aish, namja ini….
“Heh… kau… Cho Kyuhyun, apa kau tidak punya sopan santun? Seenaknya saja masuk ke kamar yeoja!”
Kebiasaan buruknya memang seperti itu. Suka sekali masuk ke kamarku diam-diam. Sudah berulang kali diingatkan, tapi tetap saja tidak berubah. Bagaimana kalau aku tadi sedang ganti baju?
“Beri aku alasan untuk membuktikan kalau kau itu seorang yeoja,” ujarnya santai, mencoba menilaiku.
“Ehm… secara fisik aku ini yeoja. Masa kau tidak lihat?”
“Cih! Cuma itu?” tanyanya lagi.
Lalu tiba-tiba dia bangkit berdiri. Dia menggesek kakinya ke lantai. Merasakan sesuatu disana.
“Kapan terakhir kali kau menyapu kamarmu?”
Aku berpikir sejenak. Kapan, ya? Ah… aku lupa. Otomatis aku juga menggesekkan kakiku dan merasakan banyaknya pasir di lantai. Ya ampun… itu….
Dia beranjak ke tempat boneka-boneka yang kususun di rak dekat tempat tidurku. Menepuk-nepuk boneka itu dengan kuat sehingga debunya beterbangan kemana-mana.
“Aigoo… apa boneka ini tidak pernah kau mandikan?”
Dia melihat meja belajarku dan lacinya. Banyak sekali kertas-kertas, buku-buku berserakan dan tidak tertata rapi disana.
“Ckckckckck… Ini meja belajar atau….” Dia tidak melanjutkan ucapannya dan hanya menggeleng pasrah, sementara aku hanya nyengir tak jelas. Aish, benar-benar memalukan! Kalau aku perhatikan sekilas, yaaah… kamarku agak beran… takan.
Aku memperhatikan lagi ke seluruh sudut kamarku. Baiklah… baiklah… kamarku bukan agak berantakan tapi amat sangat berantakan.
“Kau pernah dengar tidak istilah ‘yeoja jadi-jadian’?”
“Ne?” tanyaku tak mengerti apa maksudnya.
“Iya. Yeoja jadi-jadian. Secara fisik dia memang yeoja, tapi sifat dan kelakuannya sama sekali bukan yeoja.”
“Lalu?”
“Nah… kau itu Hye-Na~ya… jenis yeoja jadi-jadian,” tunjukknya ke arahku sambil memelototkan matanya.
“MWO?” teriakku tak terima.
“YEO-JA JA-DI-JA-DI-AN!” ejanya supaya aku mendengar jelas ucapannya itu. Dan berhasil membuatku emosi.
“YAK!!!! Akan kubunuh kau… Cho Kyuhyun!”
Secepat kilat aku mengambil bantal tidurku dan melempar benda itu ke arahnya sekuat tenaga. Tapi reaksinya cepat sekali sehingga dia berhasil menghindar dari seranganku. Aku mencari cara lain dan mulai kulempari semua bonekaku ke arahnya. Dan sialnya, tidak ada satupun yang berhasil mengenainya.
Kyuhyun dengan bangganya malah meleletkan lidahnya ke arahku. Tersenyum evil seolah mengatakan ‘kau-takkan-menang-dariku’.
Namja ini benar-benar minta dihajar!!
“CHO KYUHYUN!!! TAMAT RIWAYATMU!!!!”

***
Cinta adalah kekuatan untuk memberi.
Sebagaimana hangatnya mentari pada setiap pagi.
Sebagaimana belai kasih bunda pada buah hati.
Sebagaimana pesan pelangi.
Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya.
Bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya.

-Secret Lover-
Memo misterius lagi. Kali ini bukan sapaan. Tapi puisi. Semakin hari tulisannya semakin berkembang saja. Bahkan ada sesuatu di kalimat terakhirnya. Secret Lover, eh?
“Jadi namamu, Secret Lover, ya?” Aku tersenyum memandangi kertas itu karena cukup terhibur dan senang membaca tulisannya sebelum akhirnya menutup pintu lokerku.

***
Aku dan Kyuhyun akan pergi ke toko buku sehabis pulang sekolah karena dia sudah berjanji akan menemaniku, tapi tiba-tiba saja guru kimiaku memberitahu bahwa sepulang sekolah kami ada jadwal tambahan karena beliau pernah tidak masuk kelas dan berniat menggantinya, jadi acara ke toko buku batal. Aku ingin memberitahu Kyuhyun dan bergegas pergi ke lantai dua, tempat kelasnya berada.
Lantai dua sudah mulai sepi. Murid-murid sudah banyak yang pulang karena jam sekolah memang sudah usai. Saat melewati kelas Kyuhyun, aku mendengar suara-suara. Aku mengintip dari balik jendela dan emndapati bahwa ternyata itu adalah suaranya.
Tapi dia tidak sedang sendirian disana. Dia bersama orang lain. Seorang yeoja. Dan mereka tertawa bersama.
“Bagaimana sudah mengerti, kan?” tanya Kyuhyun pada gadis itu.
“Ne. Gomaweo, Kyuhyun~a. Ternyata soalnya mudah sekali,” balas gadis itu sambil tersenyum manis, memperlihatkan deretan giginya yang bagus dan sempurna.
Ada apa dengan yeoja itu? Kenapa terlihat… ehm… menyebalkan? Kenapa harus tersenyum seperti itu? Apa dia ingin dipuji Kyuhyun, bahwa senyumnya indah dan giginya bagus? Begitu?
Aku memandangi mereka berdua secara bergantian dalam diam. Lama sekali. Seperti mereka asyik sendiri dengan kegiatan mereka. Sama sekali tidak mempedulikan sekitar. Perasaanku langsung tidak enak.
Lalu aku melihat Kyuhyun yang membalas senyum gadis itu. Mendadak aku merasa aneh. Kenapa baru sekarang aku melihat Kyuhyun tersenyum seperti itu?
***

Happines is like a butterfly.
The more you chase it.
The more it will elude you.
But if you turn your attention
To other things. It will
Come and sit softly
On your shoulder.

-Secret Lover-

***

Cinta adalah keabadian… dan…
Kenangan adalah hal terindah
Yang pernah dimiliki.

-Secret Lover-

***

:: At Canteen, Rest Time ::
“Haahhhh…..”
Aku mengacak-ngacak rambutku frustasi, memandang nanar ke makanan yang ada di hadapanku.
“Kau kenapa, sih?” tanya Hye-Rin tak tahan melihat tingkahku yang seperti orang gila.
Aku mengeluarkan beberapa kertas biru itu dari saku rokku dan menunjukkannya pada Hye-Rin.
“Woa, aku tidak menyangka sampai sejauh ini.” Ck! Hanya itu komentarnya?
“Hye-Rin~a, ini sudah 3 bulan. Dan memo itu terus saja mendatangiku.”
“Kau keberatan tidak dengan memo yang ditulisnya?”
“Tidak.” Justru sebaliknya. Memo-memo itu sangat membantuku. Setidaknya memo itu menjadi penyemangatku. Dia menulis kata-kata indah yang membuatku terharu dan berpikir betapa romantisnya dia.
Dia menyapaku dalam tulisannya. Seolah-olah itu adalah rutinitas sehari-hari yang harus dilakukannya. Dia menanyakan kabarku di tulisannya. Seolah-olah kabarku seperti berita penting yang wajib dia tahu. Dia menanyakan keadaanku. Sedihkah atau senang? Seolah-olah kalau aku memberitahunya, dia akan berusaha menghiburku jika aku sedih dan ikut bahgia jika aku sedang senang.
Dia mengenalku dengan sangat baik. Dan sungguh egois sekali kalau aku mengacuhkannya begitu saja. Aku juga ingin tahu tentangnya. Siapa dia. Mungkin bisa menjadi teman. Tidak ada salahnya kan berteman?
“Lalu?”
“Masalahnya, aku penasaran setengah mati dengan secret lover itu?”
“Kau menyukainya, ya?” goda Hye-Rin bermaksud untuk bercanda.
“Apa penasaran bisa disamakan dengan suka? Kau ini aneh sekali.”
“Sedikit banyak iya.”
“Rin~a…” panggilku sedikit manja dan terkesan merengek.
“Haahhh~ kalau sudah memanggilku seperti itu pasti ada maunya.”
“Bantu aku.”
“Apa?”
“Cari tahu siapa dia. Siapa secret lover itu.”
***

KYUHYUN’S POV

:: Kyuhyun’s House ::
Ting…tong!!! Ting… tong!!!
Ting…tong!!! Ting… tong !!!
“Siaaal!!!” umpatku kesal dan hampir membanting PSP-ku ke tembok. Aku hampir saja menamatkan game-ku di level 30 dan sekarang harus mengulangnya dari awal lagi hanya karena bunyi bel sialan itu. Oh… terkutuklah orang yang memencet bel itu.
Aku bangkit dari sofa dengan malas-malasan, memasang tampang cemberut yang aku punya sambil membuka pintu rumahku dengan enggan, supaya dia tahu kalu aku benar-benar terganggu akibat perbuatannya itu. Tapi yang datang ternyata….
“Hye-Na~ya?”
“Yak, lama sekali kau membuka pintunya?” semprotnya kesal.
Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal dan tersenyum aneh padanya. Aku langsung menarik ucapanku terkutuk tadi terhadapnya. Sesaat kemudian aku tersadar….
“Aku mau….”
Belum selesai Hye-Na bicara aku tiba-tiba tersadar kalau ternyata tasku masih ada di dekat sofa tadi. Cepat-cepat aku mengambil tasku memindahkannya ke tempat yang aman. Aku tak mau Hye-Na memeriksa isi tasku.
“Yak… kenapa ditutup lagi pintunya???”
“Iya… iya!!!” seruku langsung berlari ke arah pintu setelah memindahkan tasku ke tempat yang menurutku aman.
“Kau ini cerewet sekali! Apa tidak bisa suaramu diperhalus sedikit? Telingaku bisa tamat riwayatnya kalau mendengar suara cemprengmu itu!”
Hye-Na menutup matanya sejenaknya dan mengambil nafas dalam-dalam. Lalu dia membuka matanya lagi.
“Aku kesini sedang tidak ingin bertengkar denganmu, Cho Kyuhyun,” ucapnya penuh penekanan, menahan emosinya yang mau meledak. Kalau di film-film kartun, aku yakin di kepalanya itu pasti sudah asap yang menguap keluar dan wajahnya yang merah padam karena menahan marah. Aku terkekeh membayangkannya.
“Aku kesini minta bantuanmu untuk mengajariku Matematika.” ujarnya enteng sambil berlalu masuk ke dalam, duduk di sofa dan langsung mengambil PSP-ku.
“Hah, Cho Kyuhyun…” komentarnya dengan nada mengejek. “Kau ini payah sekali. Game yang begini saja tidak bisa. Masih level 1 lagi. Aigooo… Cho Kyuhyun babo, aku saja sudah di level 4!”
“AWWWW!!!” ringisnya sambil menatapku sengit. “Kenapa memukul kepalaku?”
“Heh, semua ini gara-gara kau ya, Hye-Na. Kalau kau tidak memencet bel bertubi-tubi seperti orang kerasukan setan, aku sudah menamatkan game ini. Tahu tidak?”
Berdebat dengan gadis ini tidak ada habisnya. Dan aku sama sekali tidak berniat untuk mengalah darinya.
“Aiiiish… lupakan! Aku kan sudah bilang kalau aku sedang tidak berminat bertengkar denganmu!”
“Cih… yang duluan memulai siapa? Kau, kan?!!” ucapku tak mau kalah.
“Stop!” Hye-Na mengacungkan lima jarinya ke wajahku. Gadis ini….
“Oke, sekarang cepat bantu aku karena besok aku ada ujian Matematika.”
Aku bersedekap dada memandangnya tidak senang. “Begitu caramu minta tolong pada orang?”
“Aish… Kyuhyun~a, aku sudah tidak punya banyak waktu lagi. Aku masih harus mengerjakan PR-ku.”
Aku tak mempedulikan alasan-alasannya itu. Aku memandang ke arah lain, benar-benar mengacuhkan ucapannya barusan. Hening sejenak kemudian aku mendengar dia bersuara lagi.
“Arasseo… arasseo…” katanya dengan nada yang terpaksa. “Master Kyu… tolong ajari aku yang babo ini dalam hal Matematika.”
“Nah… begitu kan lebih baik didengar,” kataku sambil tersenyum tanpa dosa.
Sementara Hye-Na hanya menatapku dengan amarahnya yang terpendam, memandangku dengan tatapan terbengis yang dia punya, seolah-olah aku bisa terbakar karena tatapannya itu. Seolah tatapan itu mengandung arti ‘tunggu-saja-pembalasan-dariku!!!!’.
***

Hai…
Bagaimana dengan ujianmu?
Berhasilkah?
^_^
Aku mendapat memo lagi. Merasa terkejut karena ternyata dia juga tahu kalau aku sedang ujian. Lalu aku tersenyum getir bahwa ternyata dia mengikuti perkembanganku. Lama-lama aku bisa gila kalau seperti ini.
Semuanya campur aduk. Senang karena ternyata di sekolah ada yang memperhatikanku sampai seperti itu, tapi penasaran setengah mati karena dia sangat misterius, membuatku nyaris gila karena aku tak mengenalnya sedikit pun. Dia sudah terlalu sering membuatku senang dan menghiburku dengan tulisannya. Apa tidak bisa kami melakukan simbiosis mutualisme?
Siapa dia? Kenapa aku merasa dia tahu segalanya tentang aku? Kenapa aku merasa dia sudah mengenalku dengan sangat baik? Luar dan dalam.
***

Cinta sejati,
Mendengar apa yang tidak dikatakan
Mengerti apa yang tidak dijelaskan
Sebab cinta tidak datang dari
Bibir, lidah, ataupun pikiran
Melainkan… HATI

-Secret Lover-
Aku tersenyum membaca puisinya lagi. Aku mencabutnya dari lokerku lalu melipatnya dengan rapi dan memasukkannya ke dalam tas. Hye-Rin sendiri begitu bel pulang sekolah berbunyi langsung pamit padaku. Buru-buru sekali. Katanya ada urusan.
Aku berjalan ke luar menuju lapangan basket sekolah. Ternyata Kyuhyun ada disana sedang bermain basket dengan teman-temannya. Aku duduk di salah satu bangku panjang di sekitar lapangan basket. Pandanganku mengarah ke seberang lapangan. Melihat sesorang yang duduk disana. Gadis itu.
Belakangan ini aku dan Kyuhyun jarang bertemu. Dan akhir-akhir gadis itu sering bersama Kyuhyun. Kenapa ada rasa tidak suka dihatiku?
Aku tidak suka dia berada disitu. Aku tidak suka dia teriak-teriak menyemangati Kyuhyun yang terbilang norak di mata aku. Tidak suka. Aku tidak suka.
Tiba tiba gadis itu meraih tas yang ada di sampingnya. Mengeluarkan handuk dan botol minuman. Ada inisial MC di tas itu. Dan aku bisa melihatnya dengan jelas. Karena tulisannya lumayan besar. Apa itu milik Kyuhyun? Aku belum pernah melihat tas itu.
Pemandangan selanjutnya benar-benar membuat mataku panas. Gadis itu mengelap keringat Kyuhyun dengan handuk tadi.
Aish… gadis sialan! Dia mau mati, hah?
Tak perlu butuh waktu lama, aku langsung menyampirkan tasku ke bahu dan bergegas meninggalkan tempat itu.
***
“Yak… yak Hye-Na~ya… ireona!”
Hye-Rin mengguncang-guncangkan tubuhku, memaksaku untuk bangun. Aish… tidak tahukah dia kalau aku hampir tidur bersama matahari terbit gara-gara keasyikan baca novel.
“Ehhmm… lhhima mhenit laghii,” ucapku tak jelas karena aku menutupi wajahku dengan buku bacaan.
“Sebentar lagi Kim songsaengnim datang, Hye-Na~ya. Kau mau dihukum lagi karena ketahuan tidur olehnya?”
Hye-Rin mencoba mengingatkan dan suaranya agak melembut. Bahwa dia hanya tak ingin melihat temannya yang satu ini di hukum berdiri di depan kelas sambil mengangkat satu kaki.
“Annyeonghaseyo yeorobeun… Lee Donghae imnida.”
Aku tersontak kaget mendengar suara namja yang ternyata sudah masuk ke kelas kami. Aku menelan ludah dan sedikit mengerjap pada namja yang berdiri dihadapan kami semua. Kemana Kim songsaengnim? Dia tidak tewas, kan?
“Saya disini ditugaskan untuk menggantikan Kim songsaengnim dalam pelajaran Matematika. Berhubung karena Kim songsaengnim memiliki tugas lain yang harus diurusnya di luar kota, maka sayalah yang ditunjuk untuk menggantikan beliau.” Kemudian sambil tersenyum kecil, dia melanjutkan, “Mohon bantuannya, semua,” ucapnya lagi sambil membungkuk.
***

Cinta sejati,
Mendengar apa yang tidak dikatakan
Mengerti apa yang tidak dijelaskan
Sebab cinta tidak datang dari
Bibir, lidah, ataupun pikiran
Melainkan… HATI

-Secret Lover-
Sudah ke-10 kalinya aku membaca tulisan itu, sambil berpikir siapa orang yang menulis semua memo tersebut. Aku tidak terlalu begitu paham dengan puisi, tapi mendadak entah kenapa aku suka sekali membaca membaca puisi-puisi singkat ini. Aku membalik kertas itu lagi. Ada simbol aneh disana. Berbentuk seperti simbol gender wanita, tapi ada gambar panah di ujungnya dan liukan seperti huruf ‘t’ di bawah lingkarannya.
Perkembangan baru lagi darinya. Simbol itu seperti identitas barunya. Kemarin Secret Lover, sekarang simbol aneh ini. Mungkin selanjutnya aku bakal dapat tanda-tanda lain lagi darinya.
Siapa dia sebenarnya? tanyaku sambil menerawang memikirkan orang yang menulis tulisan ini.
“Sedang apa kau?” tanya Kyuhyun, tiba-tiba membuyarkan lamunanku. Cepat-cepat aku menyelipkan kertas-kertas itu di sela-sela bukuku. Tapi terlambat. Tangannya lebih gesit dari yang kukira.
“Apa ini?”
“Bukan urusanmu.”
“Kenapa ada kertas-kertas konyol seperti ini. Aigoo…” ejeknya sambil memandang rendah kertas biru itu.
Aku langsung merebutnya. “Karena ini kertas konyol, kau tidak keberatan kan aku menyimpannya untuk koleksi pribadiku?”
“Eh? Disimpan?” tanyanya keheranan. Kemudian dia melanjutkan lagi, “Ya… itu terserah padamu,” jawab Kyuhyun seadanya. Dia menggaruk-garuk kepalanya seperti terkesan salah tingkah. Kenapa dia?
“Kau sendiri tidak biasanya datang ke rumahku di jam-jam seperti ini. Apa kau sekarang sedang tidak sibuk dengan yeojachingu-mu?”
“Yeojachingu mwoya?”
“Tidak usah pura-pura! Aku tahu kau sudah punya yeojachingu,” sahutku dingin.
“Mak… sudmu, Goo Yeon-Ra?”
Aku sama sekali tidak mengangguk ataupun mengiyakan perkataannya.
Sedetik kemudian dia malah tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. “Hahaha… ya ampun Hye-Na~ya, dia itu teman sekelasku. Aku mana mungkin berkencan dengannya!”
Dia tertawa lagi, sampai aku merasa kesal melihatnnya. Apa aku ini dianggap bahan leluconnya? Cih!
“Apa kau cemburu?” Tiba-tiba saja pertanyaan itu terlontar dari mulutnya.
“MWO? Apa kau sudah gila? Aku? Cemburu? Yang benar saja!!!” gugupku. Sial!
“Hahaha… mengaku sajalah, Han Hye-Na! Wajahmu sudah memberikan jawabannya. Sampai merah begitu. Hahahaha!”
Aku sudah tidak tahu lagi harus mengatakan apa. Harga diriku sudah jatuh ke level terbawah di hadapan namja brengsek ini. Cepat-cepat aku menarik tubuhnya secara paksa agar bangkit dari sofa dan mendorong tubuhnya kasar ke arah pintu rumahku.
“Pergi kau!” usirku. “Aku mau tidur. Dan keberadaanmu disini amat sangat mengganggu tidurku.”
Tanpa mendengar penjelasannya aku langsung menutup pintu rumahku. Aku masih berdiri di pintu, menyandarkan punggungku disana. Memejamkan mata dan menarik nafas pelan. Aku menyadari bahwa jantungku berdegup kencang saat Kyuhyun mengatakan kata ‘cemburu’.
Apa katanya? Cemburu? Cih, jangan bercanda denganku kau, Cho Kyuhyun!
***

:: At I-2 Class, 07.15 AM ::
Aku menghampiri Hye-Rin yang sudah duduk manis di bangkunya. Tapi ada sesuatu yang berbeda dengannya pagi ini. Aku duduk di sebelahnya, menatapnya dengan seksama sambil mengernyit. Apakah dia….
“Sejak kapan kau berdandan ke sekolah, Park Hye-Rin?”
Hye-Rin balik menatapku, tergambar ekspresi senang di wajahnya. Dia terkekeh sesaat.
“Sejak Donghae songsaengnim jadi guru kita. Ya ampuuunn… uri songsaengnim amat sangat tampan. Parah sekali, kan?” ucapnya polos menatapku dengan mata berbinar-binar.
Ya ampun anak ini!!! Aku menutup kepalaku dengan kedua tangan seperti orang stress.
“Aigoo… sadar Hye-Rin~a, dia itu guru kita!”
“Wae? Apa ada larangan menyukai seorang guru? Lagipula Donghae songsaengnim masih terlihat muda. Sepertinya umurnya belum menginjak kepala tiga,” ujarnya enteng.
“Lagipula…” katanya sambil memandang ke seluruh kelas, ke arah siswi-siswi lain. “…bukan hanya aku saja yang seperti ini, mereka semua juga bertingkah sepertiku.”
Aku mengikuti arah pandang Hye-Rin, memandangi teman sekelasku. Hye-Rin benar. Mereka tidak ada bedanya dengan Hye-Rin. Lebih tepatnya yang yeoja.
Ada yang sibuk bercermin, ada yang sibuk menyisir rambutnya. Padahal rambutnya sudah terlihat rapi. Ada yang… aigoo, menyemprotkan parfum ke tubuhnya agar wangi tubuhnya menguar kemana-mana. Bahkan ada salah satu temanku yang paling sering absen di kelas, hari ini tiba-tiba saja masuk. Karena seorang guru muda. Peristiwa seperti ini patut disyukuri atau tidak, ya?
Bel berbunyi, tanda pelajaran akan dimulai. Donghae songsaengnim datang tepat waktu. Ceria sekali guru yang satu ini. Belum apa-apa sudah mengumbar senyum mautnya pada kami. Hari ini Donghae songsaengnim tampak lumayan dengan kemeja garis-garis berwarna coklat mudanya itu.
“Baiklah… kita akan melanjutkan pelajaran kita selanjutnya.”
20 menit pertama sudah berlalu, aku menyerap semua yang diajarkannya pada kami. Tidak sulit, malah terbilang mudah. Hei hei, bukankah aku sangat babo dalam pelajaran ini? Aku bahkan harus minta bantuan Kyuhyun bila ada tugas ataupun ujian. Apa karena Donghae songsaengnim tampan jadi aku dengan mudahnya aku bisa menyerap semua yang dia katakan?
Aku menulis penjelasannya yang ditulis di papan tulis ke dalam buku tulisku.
“Apa ada yang kurang kau pahami, Han Hye-Na?” Tiba-tiba saja Donghae songsaengnim sudah berdiri di dekatku. Terlalu dekat. Aku jadi kelimpungan sendiri.
“Eh… animnida… mmm… maksudku, aku mengerti yang songsaengnim ajarkan padaku.”
Sesaat kemudian dia mengangguk singkat dan tersenyum kecil, lalu melanjutkan kegiatannya berkeliling memperhatikan murid lainnya.
Hmm… apa sebenarnya dia tahu kalau senyumnya itu terkadang bisa membuat orang melongo parah makanya dia melakukan itu padaku? Aku menggoyang-goyangkan kakiku gugup, sedikit memutar-mutar penaku dan memainkannya. Huft, calm down!
***

Cinta adalah anugerah.
Membuat kita tertawa.
Membuat kita bernyanyi.
Membuat kita sedih.
Membuat kita menangis.
Membuat kita bertanya “kenapa?”
Membuat kita menerima.
Membuat kita memberi.
Dan yang paling penting,
Membuat kita hidup.

-Secret Lover-
Aku tersenyum membaca memo kecil yang ada di tanganku. Hari ini perasaanku sangat baik. Mungkin karena aku puas dengan nilai tugas Bahasa Korea-ku. Guruku memberi nilai 90. Lalu Donghae songsaengnim memujiku bahwa aku ini cukup pintar dalam pelajarannya. Coba bayangkan! Aku pintar? Dalam Matematika? Selama Kim songsaengnim mengajar saja aku sering ketiduran dan selalu dapat hukuman darinya. Lalu kenapa mendadak aku jadi pintar begini semenjak Donghae songsaengnim jadi guruku?
Ditambah lagi aku membaca memo singkat dari si secret lover itu. Tiba-tiba aku berpikiran mengambil penaku di dalam tas. Menuliskan sebaris kalimat dibawahnya.

Kau tahu? Hari ini aku senang sekali ^^ Aku dapat nilai 90 dari guruku.
Kubiarkan memo itu terpajang di lokerku, memasukkan buku-bukuku ke dalamnya lalu menguncinya dan bergegas pulang.
Aku berencana ke rumah Hye-Rin sore ini, seperti biasa mengerjakan beberapa tugas yang tidak aku mengerti. Akhir-akhir aku dan Kyuhyun sudah jarang bertemu. Sepertinya dia sedang asyik-asyiknya bersama yeojachingu barunya. Hahh~ menyebut yeojachingu, darahku langsung mendidih.
Aku menunjukkan memo kecil berwarna biru itu pada Hye-Rin. Kami sedang berada di kamarnya sekarang. Otak kami berdua sudah pusing memecahkan soal-soal menyebalkan ini, jadi kami putuskan untuk beristirahat sejenak dengan ditemani musik dan beberapa cemilan.
Hye-Rin mengunyah keripik kentangnya saat bertanya, “Masih berlanjut?”, yang terkesan tak mengharapkan jawaban dariku. Lalu dia berkata, “Ada perkembangan baru darinya?”
Aku membalikkan memo itu dan memperlihatkannya pada sahabatku itu.
“Simbol apa ini?” tanyanya heran melihat simbol itu.
“Molla.”
“Hmm… kita sepertinya banyak dapat petunjuk baru tentang si penulis misterius itu.” ucapnya antusias. “Coba kita perhatikan lagi…” katanya sambil melihat memo itu kembali.
“Kemarin secret lover, lalu simbol aneh ini. Apa kau punya dugaan siapa orang itu?” Hye-Rin menatapku menuntut jawaban.
“Molla, aku tidak bisa menebak-nebak siapa orangnya.”
Hening sejenak, kami sama-sama berpikir.
“Kau masih terbilang anak baru di sekolah, orang yang mengenalmu pun juga tidak terlalu banyak… lalu….” Hye-Rin menimbang-nimbang mencoba berpikir. Tiba-tiba dia menjentikkan jarinya sambil membulatkan mata.
“Ah… batta!!! Kenapa tidak kita cocokkan saja tulisannya dengan semua teman-teman kita di kelas? Kemungkinan besar kita bisa mengetahui siapa penulis misterius itu.”
***
Aku dan Hye-Rin memeriksa satu per satu catatan teman-temanku. Catatan teman-teman yang namja tepatnya. Karena tidak mungkin penulisnya seorang yeoja yang repot-repot menuliskan puisi-puisi seperti itu untukku.
Mulai dari bangku pertama sampai ke tiga puluh, bangku terakhir, aku mencocokkan tulisan itu. Tapi hasilnya nihil. Mendekati tulisannya pun tidak.
Aish, milik siapa sebenarnya tulisan ini? Aku bahkan memeriksa buku-buku mereka yang lain, siapa tahu mereka iseng menggambar sesuatu yang aneh disana. Mungkin saja simbol aneh itu pun ada disana. Tapi tidak ada juga.
***
Kelas telah berakhir sejam yang lalu dan aku masih betah memandangi tulisan memo yang berserakan ini di atas mejaku. Aku meniup poniku, menggembungkan pipiku kesal karena tak berhasil menemukan siapa pemilik tulisan ini.
Aku mengumpulkan kertas-kertas itu kembali ke dalam tas yang kemudian kusampirkan ke bahu. Aku melangkahkan kakiku menuju tempat loker para murid.
Saat itulah aku melihat siluet seorang namja dari kejauhan. Aku mulai memelankan langkah kakiku, mengendap-ngendap persis seperti pencuri.
Aku bersembunyi di balik tembok. Lalu memperhatikan siluet itu lagi, kumiringkan kepalaku sedikit untuk melihat sosok itu. Tapi tidak kelihatan jelas karena cahaya di lorong agak remang. Apa lampu di sekitar lorong ini mati?
Seorang namja ternyata dan baju yang dipakai sepertinya baju pemain basket. Sepertinya dia mau latihan atau baru siap latihan? Ada handuk kecil di bahunya. Aku melihatnya menuju sebuah loker. Ada banyak loker disitu, tapi dia berhenti di depan lokerku. Aku tahu betul letak lokerku. Loker nomor 5 dari sebelah kiri posisi namja itu sekarang. Dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Jangan-jangan…
Karena saking syoknya bahwa aku akan mengetahui siapa penulis itu, aku tidak memperhatikan langkahku sehingga menyenggol pot bunga yang tidak kusadari berada di dekatku dan parahnya, tingginya bahkan hampir sepinggangku. Pot itu jatuh dan menimbulkan suara berisik. Namja itu kaget dan menyadarinya, dia langsung bergegas pergi.
“Tunggu!!!” cegahku sambil berteriak. Aku mencoba mengejarnya tapi aku kalah cepat, sementara dia sudah menghilang di balik tembok. Nafasku terengah-engah. Cepat sekali larinya.
Saat aku kembali ke lokerku, ternyata memo yang akan ditempelnya tergeletak di lantai begitu saja daaann… ada handuk?
Aku mengambil memo itu dan juga handuknya. Handuknya tebal dan lembut. Aku menggesekkan handuk itu ke pipi itu merasakan kelembutan kainnya. Ada wangi cologne yang tercium dari handuk itu. Sepertinya dia belum menggunakannya untuk mengelap keringatnya. Handuknya berwarna sama persis dengan warna kertas memo yang sedang kupegang. Warna biru. Di sudut kanan bawah handuk itu, ada inisialnya. MC.
“MC?”
***

KYUHYUN’S POV

:: Tomorrow, At II-1 Class ::
Aku mencoret-coret asal buku catatanku. Membukanya, membacanya sekilas. Tapi pikiranku tidak terfokus.
“Hei!” Hyuk-Jae menepuk mejaku keras. Ck! Monyet satu ini….
“Mwoya? Kau mengagetkanku, Lee Hyuk-Jae.”
“Apa lagi yang kau pikirkan? Sudahlah, mengaku saja padanya. Mau sampai kapan kau jadi penulis misterius baginya?”
Hyuk-Jae mencoba memberi saran padaku. Dia tahu soal ini. Dia tahu kalau aku selalu menempelkan memo kecil sehabis pulang sekolah di lokernya Hye-Na. Tentunya dia juga tahu bahwa aku jatuh cinta pada gadis itu. Hanya pada Hyuk-Jae aku berani bercerita tentang Hye-Na.
Waktu aku tahu bahwa Hye-Na ternyata menyimpan semua tulisanku, aku senangnya bukan main. Aku pikir dia terganggu dengan tulisanku lalu membuangnya. Aku juga senang waktu Hye-Na membalas memoku. Dia dapat nilai 90 untuk tugas Bahasa Korea-nya. Senang sekali mengetahui bahwa dia bisa mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik. Aku lega mendengarnya.
Dengan bodohnya aku berpikir kalau Hye-Na juga punya perasaan yang sama denganku karena dia mau menyimpan tulisanku. Aku bahkan nyaris tidak percaya tentang Goo Yeon-Ra. Hye-Na menuduhku yang tidak-tidak, mengambil kesimpulan sendiri.
Aku bisa melihat emosinya yang tak terkendali. Belum lagi gelagatnya yang tidak karuan karena aku mengatakan dia cemburu. Sedikit banyaknya aku berharap bahwa pemikiranku ini benar. Bahwa dia juga menyukaiku. Tapi yang Hye-Na sukai itu bukan aku. Tapi si penulis misterius. Si Secret Lover. Bukan aku yang disukainya. Bukan aku.
Babo. Cho Kyuhyun babo. Bagaimana mungkin Hye-Na menyukaiku, kalau kerjaanku hanya membentaknya saja? Cish!!! Kasihan sekali kau, Cho Kyuhyun!!!
Aku merutuki diriku sendiri.
Lalu ada satu ketakutan yang tak ingin aku bayangkan sekalipun dalam benakku. Bagaimana kalau dia mulai menyukai namja lain? Pada temannya mungkin?
Menjadi penggemar rahasianya. Ide ini muncul begitu saja di benakku. Aku juga tidak tahu kenapa aku sampai memiliki pikiran seperti itu. Mungkin dengan cara itu aku bisa mengungkapkan hal-hal yang tak bisa aku ungkapkan langsung saat berhadapan dengannya. Aku sama sekali tidak meminta saran dari Hyuk-Jae untuk ide bodohku ini karena aku sudah tahu pasti jawabannya.
Dia akan mengatai aku bodoh jika mengungkapkan perasaan pada seorang gadis seperti itu. Bahkan dia bilang kalau aku ini pengecut. Untuk seorang Lee Hyuk-Jae yang terkenal sebagai cassanova, tidak heran kalau mengatai aku ini namja pengecut.
Keahliannya adalah menggoda para gadis. Pesonanya terletak pada senyum gusinya. Dan dia pintar sekali nge-dance. Hyuk-Jae aktif mengikuti kompetensi dance dan festival-festival lainnya baik di dalam maupun di luar sekolah. Semua yeoja pasti histeris dibuatnya jika dia sudah menari diatas panggung. Dalam waktu hitungan detik, Hyuk-Jae mampu membuat gadis yang sedang saat bersamanya itu meleleh.
Aku juga tidak habis pikir jurus apa yang dia pakai untuk mengoda gadis-gadis itu. Dia sering mengajariku jurus-jurus andalannya. Tapi aku tetap saja tidak mau. Semua sarannya itu menjijikkan menurutku.
“Jangan sampai kau menyesal, Kyuhyun~a.” Dia memperingatkanku lagi.
“Apa?”
“Kau tidak tahu? Atau memang hanya kau saja yang tidak tahu beritanya?”
“Berita apa?” desakku padanya penasaraan dengan kata-katanya barusan.
“Aku kira kau sudah tahu kalau Donghae songsaengnim memiliki hubungan yang dekat dengan Hye-Na.”
“MWO?!?”
Aku tak percaya dengan ucapannya. Dengan siapa katanya? Donghae songsaengnim guru pengganti itu? Hye-Na pernah bercerita bahwa ada guru pengganti Matematika di kelasnya. Pantas saja dia tidak pernah lagi datang ke rumah memintaku untuk mengajarinya. Apa sekarang guru itu yang mengajarinya?
“Nah ya… sekarang kau baru panik luar biasa. Aku suruh mengutarakan perasaanmu terang-terangan tapi kau tidak mau. Sekarang ada yang mendekati Hye-Na, kau tidak terima. Ckckckck.”
Aku membanting keras kursiku, membuat Hyuk-Jae kaget. Aku bangkit berdiri dan pergi menemui Hye-Na di kelasnya.
Saat aku berjalan menuju kelasnya, aku melihat Hye-Na dan guru pengganti itu dari kejauhan. Belum apa-apa aku sudah mendapati pemandangan yang tidak enak. Hye-Na dan guru pengganti itu duduk di salah satu bangku panjang dekat kelas Hye-Na. Mereka sedang mengobrol. Sesekali aku melihat guru itu tersenyum lalu Hye-Na tertawa-tawa. Mereka terlihat… akrab. Sangat.
Aku mengepalkan tanganku keras, menggertakkan gigiku, mataku membulat tak berkedip. Fokusku pada wajah gadis itu. Aku tak pernah melihatnya tertawa sepuas itu. Seolah-olah apa yang diceritakan guru itu adalah hal yang paling lucu sedunia.
Ini masih jam istirahat, apa mereka tidak punya malu di lihat banyak pasang mata begitu?
***
“Apa kau sedang berkencan?” tanyaku langsung saat berkunjung ke rumahnya. Dia sedang duduk di sofa sambil duduk bersila, melakukan kebiasaannya seperti biasa. Baca novel.
“Apa maksudmu?”
“Jawab saja pertanyaanku, Hye-Na!” tuntutku padanya.
“Untuk apa kau tahu aku berkencan atau tidak? Itu masalah bagimu?”
Aku tidak menjawab pertanyaannya. Dia benar. Hye-Na berkencan atau tidak bukanlah urusanku. Hubungan kami hanya sebagai sahabat. Tidak lebih. Hye-Na juga sama sekali tidak tahu kalau aku mencintainya. Karena aku memilih untuk memendamnya sendiri.
“Hebat sekali….” Tiba tiba dia berbicara dengan nada dingin. “Kau datang ke rumahku hanya untuk menanyakan hal konyol seperti ini. Selama ini kemana kau? Kau bahkan tidak punya waktu lagi untukku karena sibuk dengan gadismu itu.”
Aku menoleh ke arahnya menatap heran padanya. Kalimatnya itu terdengar seperti dia… merindukanku?
“Berapa kali lagi aku harus bilang bahwa Goo Yeon-Ra itu hanya teman biasa? Tidak lebih. Apa sih yang kau pikirkan?”
Dia tetap tak memandangku, matanya terus saja memandangi novel tebalnya itu, setengah mencengkram, membuatku menghela nafas pelan.
“Awalnya dia memintaku mengajari pelajaran yang tidak dia mengerti. Aku setuju karena aku pikir apa salahnya membantu teman. Dan ternyata dia bisa mengerti tentang apa yang aku jelaskan terhadapnya.”
Hye-Na masih tetap memandangi novelnya, tidak memandang ke arahku.
“Lama-kelamaan dia jadi sering bertanya semua hal padaku, entah itu pelajaran atau hal-hal lainnya. Tiba tiba dia menawarkan bagaimana kalau aku menjadi guru privatnya. Aku langsung menolak. Aku bahkan tidak mengharapkan bayaran ketika aku mengajarinya. Hanya sebatas membantu teman.”
“Tapi, justru itu membuatnya merasa tidak enak terhadapku. Dia menjadi sungkan terhadapku setiap kali aku mengajarinya. Jadi dia mengambil jalan tengah.”
“Sebagai gantinya dia akan mentraktirku makan atau membelikan sesuatu untukku. Dia juga bilang jika ada yang ingin aku beli, aku tinggal mengatakannya langsung padanya. Dia bilang anggap saja itu sebagai ucapan terima kasih. Walaupun aku sudah berulang kali mengatakan padanya tidak perlu.”
“Tiba-tiba dia langsung menyebutkan kaset game di kalimatnya. Ya.. .aku… aku….” Aku berpikir sejenak sebelum melanjutkan kata-kataku.
“Jadi semuanya karena kaset game?”
“Bu… bukan begitu, Hye-Na~ya….”
Aku belum selesai bicara saat dia beranjak dari sofa dan pergi ke kamarnya, membanting pintu dengan keras dan menguncinya.
***

HYE-NA’S POV

:: At I-2 Class, 04.47 PM ::
“Belum pulang, Hye-Na~ya?” tanya suara lembut itu dan aku yakin itu Donghae songsaengnim. Aku menegakkan tubuhku dan melihatnya sedang berdiri di pintu kelas, memegang banyak kertas dan dokumen lainnya.
“Aku belum mau pulang… songsaengnim.”
Aku memilin jari-jariku sedikit gugup, mennyembunyikannya di bawah meja.
“Kau masih saja bersikap sopan padaku,” ucapnya sambil terkekeh.
Aku hanya bisa tersenyum salah tingkah. Akhir-akhir ini aku memang dekat dengannya. Awalnya dia sering membantuku mengatasi soal-soal yang sulit, kemudian mengobrol seadanya ketika pulang sekolah. Donghae songsaengnim sering pulang lebih lama daripada biasanya. Karena dia guru pengganti jadi dia masih agak kerepotan sendiri menyesuaikan diri dengan pekerjaan barunya.
Biasanya setiap pulang sekolah aku dan Kyuhyun selalu pulang bersama. Jalan-jalan sebentar. Mengunjungi tempat favorit kami, pusat game, membeli kaset game, ke toko buku, kemana saja. Tapi sekarang aku dan Kyuhyun sudah jarang bertemu. Aku jarang ke rumahnya dan dan dia juga begitu. Itu sebabnya aku sering berada di sekolah menghabiskan waktu. Ke perpustakaan atau semacamnya.
Dan ternyata Donghae songsaengnim sering memperhatikanku. Dia jadi sering menghampiriku dan mengajakku mengobrol. Terkadang waktu mengobrol kami gunakan untuk mengulas pelajaran sekolah tadi pagi. Membahas soal. Bahkan songsaengnim membantuku mengerjakan semua tugas-tugasku. Jadi malamnya aku bisa bersantai di rumah.
Dari situlah kami saling bertukar cerita. Dia berasal dari Mokpo dan pernah kuliah di Amerika. Ayahnya sudah meninggal saat dia masih kecil. Hanya Ibunya yang tinggal di Mokpo. Dia dibiayai oleh pamannya sampai tamat kuliah. Dia juga lumayan sering mengunjungi toko buku, sama seperti aku. Tapi bahan bacaan kami tidak sama. Dia lebih menyukai buku-buku pengetahuan daripada novel.
Dia pernah berkata dan aku sendiri nyaris tidak percaya dengan yang dikatakannya waktu itu. Katanya dia sangat suka melihatku tersenyum. Dia bilang aku sangat mirip dengan adik perempuannya yang sudah meninggal karena kanker. Rambutku yang ikal, mataku yang bulat, bibirku yang mungil dan tipis. Hanya tinggi kami yang berbeda. Aku sedikit lebih tinggi dari adik perempuannya. Caraku tersenyum, aku yang suka sekali mengerucutkan bibirku ketika kesal, dan juga menggembungkan pipiku. Itu juga dimiliki adik perempuannya. Aku terheran-heran sendiri mendengar ceritanya.
Es krim, musim gugur, gerimis. Hal-hal seperti itu juga ada pada adiknya. Hanya saja dia tidak menyukai game, tidak suka baca novel. Dia lebih suka menonton daripada membaca. Dan adiknya gemar berolahraga. Olahraga favoritnya adalah berkuda dan basket.
Ngomong-ngomong tentang basket, aku jadi memikirkan namja itu.
Pertemananku dengan Donghae songsaeningnim terjadi begitu saja. Dia namja yang menyenangkan. Aku tidak pernah kehabisan cerita saat bersamanya. Aku sempat merasa kesepian saat Kyuhyun tak lagi menemuiku serutin dulu. Sedikit merasa kehilangan, karena aku harus menerima kenyataan bahwa dia sudah menemukan mainan barunya. Kalau kesepian begini, aku suka termenung sendiri membayangkan kejadian-kejadian menyenangkan saat aku bersamanya.
Kami pernah memanjat gerbang sekolah saat terlambat. Pernah dihukum sepanjang hari di tiang bendera karena mencoba bolos sekolah. Kami pernah disuruh lari keliling lapangan sekolah sebanyak tujuh kali, hanya karena Kyuhyun mencabut beberapa bunga mawar dari taman sekolah. Berniat memberikannya untukku, tapi malah ketahuan oleh penjaga kebun sekolah.
Memikirkannya membuatku jadi merindukannya.
Oke, kembali ke awal. Karena aku sangat mirip dengan adik perempuan sonsaengnim, dia tidak keberatan kalau aku memanggilnya oppa di luar jam sekolah. Dia juga memintaku bersikap biasa, tidak perlu seformal saat di kelas. Menganggapnya teman juga boleh, oppa apa lagi. Tapi sayangnya aku selalu pilih-pilih untuk namja yang pantas kupanggil oppa. Aneh bukan?
Dia melihat mejaku yang berserakan dengan memo-memo kecil. Merasa tidak enak, aku ingin mengumpulkannya. Tapi tidak jadi karena dia sudah lebih duluan meraih salah satu memo itu.

Cinta adalah caraku bercerita
Tentang dirimu
Caraku tersenyum,
Saat menatap indah wajahmu.
Dia tersenyum. Kemudian membaca memo lainnya. Aigoo..pasti dia akan mengejekku. Zaman sekarang masih gemar membuat tulisan-tulisan konyol seperti itu.

Friendship isn’t how you forget, but how you forgive,
Not how you listen, but how you understand.
Not how you see, but how you feel.
Not how you let go, but how you hold.
But, I want more.

Han Hye-Na, let me be your friend.
“Seorang penggemar, eh?”
Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku menundukkan kepalaku malu.
“Kau sudah tahu orangnya?” Aku hanya menggeleng tak jelas. Masih betah menundukkan kepalaku.

Cinta itu ibarat sebuah anak panah.
Sekali ia terlepas, ia akan menancap dimana saja
Tidak tanganmu atau tanganku yang mampu mematahkannya
Dia akan tetap di sanan, dan waktu tak mampu membuatnya berkarat.
Kadang cinta tak sepaham dengan logika
Memilih waktu dan orang yang tepat untuk jatuh cinta
Kata orang cinta itu tidak mempunyai mata
Tetapi semua orang mempunyai mata.
Memang benar, cinta tak bermata.
Hebatnya, cinta bisa butakan siap saja.
Semuanya bisa jatuh cinta.
Dan aku… jatuh cinta padamu. Han Hye-Na.
Dia diam. Mungkin membaca memo lainnya.
“Dia menyatakan perasaannya terhadapmu. Lalu kau bagaimana?” Sepertinya songsaengnim membaca memo yang isinya ungkapan perasaan secret lover padaku.
Aku nyaris tak percaya membacanya. Aku senang sekaligus bingung membacanya. Tanganku berkeringat saat membaca tulisannya waktu itu. Puisi-puisinya terdahulu selalu membuatku bahagia. Tapi sekarang, tulisannya semakin memperparah keadaanku.
Aku… tentu menyukainya. Tapi… aku juga punya perasaan terhadap orang lain. Terhadap Kyuhyun. Aku juga tidak tahu kenapa aku punya perasaan seperti ini. Aku cemburu ketika melihatnya bersama Goo Yeon-Ra. Aku merasa kehilangan ketika dia tak lagi datang ke rumahku, ketika dia tak lagi mengajakku bermain basket. Aku juga rindu bertengkar dengannya. Rindu mendengar suaranya yang membentakku.
Aku ingin memberitahunya bahwa aku tidak punya perasaan apa-apa padanya. Aku menyukainya. Sebagai teman. Sebagai seseorang yang selalu menghiburku ketika aku sedih. Sebagai seseorang yang ikut bahagia ketika aku senang. Dan… sebagai penyemangat ketika suasana hatiku sedang buruk.
Bahwa dengan sangat menyesal aku mengatakan perasaanku pada secret lover itu sama sekali tidak ada apa-apanya dibandingkan perasaanku pada Kyuhyun. Aku mengutuki diriku yang ternyata mencintai Kyuhyun habis-habisan.
Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Kami hanya sahabat. Baik dulu, sekarang, maupun nanti. Tapi apa aku siap menjadi sahabatnya selamanya?
Hanya saja menerima kenyataan ‘kami hanya sahabat’ itu membuat hatiku menjadi sakit. Bahwa aku sama sekali tidak siap sampai kapanpun jika suatu saat nanti Kyuhyun memperkenalkan Goo Yeon-Ra sebagai kekasihnya. Bahwa aku sama sekali tidak terima kalau Kyuhyun diambil orang lain.
Aku sudah berusaha untuk menghilangkan perasaan ini terhadapnya. Aku berusaha untuk melupakannya. Tapi semakin dicoba, malah semakin ingat. Kyuhyun sama sekali tidak mau keluar dari pikiranku. Lalu aku harus bagaimana?
“Nan… molla songsaengnim….”
“Mau aku bantu?” tawarnya.
Aku mendongak menatapnya. Lau dia melanjutkan, “Kenapa kau tidak mulai dari orang-orang terdekatmu? Kau bisa mulai dari teman-teman kelasmu. Teman sepermainanmu, atau teman yang kau kenal dari situs jejaring sosial.”
Aku memutar otakku memikirkan kata-katanya. Teman-teman sekelas? Aku sudah memeriksa mereka waktu itu dan tidak berhasil sama sekali aku tidak menemukan apa-apa disana. Teman sepermainanku? Hanya Kyuhyun. Apa dia orangnya? Tidak mungkin.
Bukankah dia sedang dekat dengan seseorang? Situs jejaring sosial. Aku tidak pernah bergabung dengan situs-situs yang seperti itu. Tidak berminat sama sekali.
“Mulailah berpikir Hye-Na~ya. Sekali lihat aku juga sudah tahu siapa orangnya,” ujarnya lagi dan sekarang dia sudah bangkit berdiri. Dia tahu? Aku hendak mau bertanya padanya, tapi….
“Aku pamit dulu. Masih banyak yang harus aku kerjakan,” Tambahnya sambil tersenyum manis seperti biasanya. Ah… terkadang senang sekali melihat senyum pria itu. Seperti sebuah penyemangat untukku.
***

:: BasketBall School Yard, 15.30 PM ::
Aku berjalan di sekitar arena lapangan basket. Aku memperhatikan orang yang sedang latihan. Ada Kyuhyun disana. Sudah lama sekali aku tidak melihat wajahnya. Sepertinya dia sudah siap latihan. Dan bergegas untuk berganti pakaian di ruang ganti. Aku berlari mengikutinya.
“Cho Kyuhyun!!!” teriakku keras. Kyuhyun menyadari suaraku dan menoleh ke belakang. Bukannya menungguku, dia tetap saja berjalan ke arah ruang ganti.
“Heh… aku memanggilmu kenapa kau tidak menungguku?” sungutku kesal saat aku sudah berada di sampingnya.
“Apa lagi? Aku lelah sekali.”
Aku tersenyum kecil karena bisa melihat wajahnya lagi. Tidak ada yang berubah. Masih sama seperti terakhir kali aku bertemu dengannya. Dan aku senang dia baik-baik saja seperti sekarang ini. Dan… Kyuhyun sedang memasang tampang kesalnya seperti biasa. Ekspresi yang amat sangat aku rindukan.
Aku memperhatikan penampilannya. Tangan kirinya memegang botol minuman, sedangkan tangan kanannya menyandang tas olahraga yang biasa dia pakai saat latihan basket. Aku melihat inisial MC itu di tasnya.
Jadi benar yang aku lihat waktu itu? Tas yang ada di dekat Yeon-Ra adalah tas Kyuhyun. Suasana hatiku langsung buruk mengetahui hal itu.
Aku mengeluarkan beberapa lembar kertas biru kecil itu dari dalam tasku dan menunjukkannya pada Kyuhyun.
“Ige mwoya?”
“Apa kau yang menulis semua ini?” tanyaku langsung. Padahal aku masih tak yakin dengan tebakanku. Tapi sekarang aku seperti terkesan sedang menginterograsi dirinya yang sudah tertangkap basah olehku.
“A… APA?!!” Dia kaget. Matanya membelalak lebar ke arahku. Lalu setelah itu, pandangannya tak fokus. Matanya memandang kemana-mana.
“A…apa kau bercanda? Apa kau pikir aku tidak punya kerjaan sampai punya waktu untuk menulis hal-hal menyebalkan dan menjijikkan seperti itu?” Kyuhyun mengembalikan kertas itu lagi kepadaku. Dia mendengus lalu mempercepat langkahnya. Mau tak mau aku juga ikut setengah berlari menyamai langkah kakinya yang besar-besar.
“Menjijikkan kau bilang??”
“Ne. Menulis puisi, mengumbar kata cinta, dan bla bla bla…” komentarnya yang terdengar emosi. Kenapa lagi dengan namja menyebalkan ini?
“Kau hanya perlu menjawab pertanyaanku. Aku tidak butuh komentarmu!” balasku sengit. Apa dia mau cari gara-gara denganku? Baik!
Tiba-tiba dia berhenti dan menoleh, menghadapkan tubuhnya ke arahku. Aku terkesiap karena gerakannya yang mendadak itu.
“Apa aku terlihat seperti orang bodoh yang akan menulis memo seperti itu untukmu?”
Aku sudah salah. Tidak seharusnya aku bertanya pada makhluk tidak waras seperti dia. Aku bicara baik-baik terhadapnya tapi dia seperti itu. Sudah pasti bukan dia orangnya. Aku jamin itu!
Aku langsung berbalik memunggunginya dan meninggalkannya, tapi setelah itu aku kembali menoleh ke belakang, menatap matanya dengan tatapan bengisku, dan berjalan mendekat ke arahnya lagi. Secepat kilat aku menendang tulang keringnya. Setelah itu aku bergegas lari sebelum aku tertangkap olehnya.
Sedetik kemudian aku hanya mendengar teriakannya yang menggelegar kuat.
“YAK… HAN HYE-NA!!! KUBUNUH KAU!!!!!!”
***
“Masih tidak menemukan jawabannya, ya?” tanyanya dengan nada mengejek. Cih, bahkan dia tersenyum menertawakan penderitaan aku. Apa model seperti ini yang harus di panggil oppa?
“Tidak ada yang lucu, songsaengnim.”
Donghae songsaengnim berdiri di sisi pintu kelasku. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celananya. Dia tersenyum geli melihat wajahku yang masam. Lalu dia berjalan masuk ke kelas dan duduk di sampingku.
“Bukti-bukti apa yang kau punya?”
Aku memanyunkan bibirku dan memandang ke arah lain, tidak mau melihat wajahnya.
“Jangan sampai aku berubah pikiran, Han Hye-Na,” ancamnya.
“Kau mengancamku?” Aku menatapnya sengit. Bahkan aku sudah berlaku tidak sopan padanya. Terlalu kesal dengan tindakannya yang menertawai aku begitu.
“Secret Lover itu namanya. Di bawah tulisannya selalu tergambar simbol aneh seperti ini.”
Aku mengambil salah satu memo yang ada gambar simbolnya dan menunjukkan padanya.
“Lalu?”
“Aku hampir berhasil mengetahui siapa dirinya kalau saja aku tidak menyenggol pot bunga pada saat itu.”
“Dan… ah iya!” Aku teringat dengan kejadian waktu itu. “Dia meninggalkan handuknya di dekat lokerku. Ada wangi cologne di handuknya, dan aku… suka sekali mencium bau itu,” ucapku sedikit malu. Bahkan handuknya selalu aku bawa kemana-mana.
“Apa kau bisa mengenal jenis parfum dari wangi cologne itu?”
“Sayangnya tidak.”
“Bukti lainnya?”
“Emmmm…”
Aku mendongak ke langit-langit kelasku mencari jawaban.
“Ada!” kataku pada akhirnya. Aku mengeluarkan handuknya dan menunjukkan inisial yang ada di handuk itu.
“MC?”
“MC.”
“MC… MC… MC.” Dia mengucap kata itu berulang-ulang seolah-olah sedang membantuku membuka jalan. Rasanya aku pernah melihat inisial itu dalam waktu dekat ini. Tapi dimana, ya?
“Aku sepertinya mengenal inisial itu, songsaengnim.”
“Ah… keurae? Dimana?”
“Rasanya seper… ti di tas….” Aku mencoba mengingat. “Tas… Kyu…????”
Aku menutup mulutkku dan tidak melanjutkan ucapanku barusan. Tas yang pernah aku lihat di samping Yeon-Ra dan juga tas yang dipakai Kyuhyun waktu itu adalah tas yang sama. Tas yang ada inisialnya. Inisial MC.
Diakah orangnya? Jadi… Kyuhyun? CHO KYUHYUN????
Donghae menatapku sambil tersenyum manis. Seolah-olah dari tatapan itu aku bisa membaca isi pikirannya. Bahwa nama Kyuhyun juga yang ada dalam pikirannya. Dan kali ini senyumnya berbeda dengan yang tadi. Senyum yang sangat tulus. Seolah bisa membaca pikirannya lagi, aku menebak bahwa dia menyuruhku untuk pergi. Pergi memastikan ini semua.
Aku langsung berlari keluar dari kelas menuju lorong sekolah tempat lokerku. Langkahku terhenti dan nafasku terengah-terengah. Itu dia! Sedang menempelkan kertas biru itu lagi di lokerku. Benar. Memang dia orangnya. Memang Kyuhyun orangnya.
Aku mengigit bibir bawahku menahan kesal. Nafasku memburu. Apa-apaan dia? Tega sekali dia berbuat begini padaku.
Brengsek! Dasar Kyuhyun brengsek!
Apa maksudnya kejadian waktu itu? Saat dia mengejek bahwa puisi itu konyol. Dan apa maksudnya ucapannya itu? Bahwa dia terlihat seperti orang bodoh jika menulis memo itu untukku. Dia menyukaiku… ah, ani. Dia bahkan mengungkapkan perasaannya di memo itu. Dia mencintaiku. Tapi kenapa memperlakukanku sebaliknya? Kyuhyun punya perasaan yang sama denganku, tapi kenapa tidak mau mengatakannya padaku?
Tanganku bergetar hebat, ada perasaan bahagia mengetahui bahwa pria misterius itu dia. Bahwa aku tidak perlu repot-repot menolak pernyataan cinta secret lover padaku. Karena ternyata namja menyebalkan itu sendiri secret lover itu.
Betapa bahagianya aku mengetahui bahwa bukan hanya aku yang tersiksa sendiri dengan perasaanku. Pantas saja dia emosi sekali ketika tahu aku dekat dengan Donghae songsaengnim. Ternyata dia juga sama menderitanya dengan aku.
Aku mendengar dia berbicara sendiri memandangi memo yang sudah tertempel di lokerku. “Andai aku punya keberanian mengatakan semuanya padamu….” Ucapannya terhenti. Dia menunduk menatap lantai. Perlahan aku mendekat dan berdiri di belakangnya.
“Tapi kenyataannya aku ini hanyalah….”
“Pengecut.” Aku melanjutkan kata-katanya. Dia terkaget dan langsung berbalik menatapku dan panik. Matanya membulat seperti mau keluar dari tempatnya. Seperti sedang melihat hantu.
“Hye… Hye-Na~ya?!! Ke… kenapa kau ada disini?”
“PENGECUT!!!” teriakku marah. Tiba-tiba air mataku keluar begitu saja dan membasahi pipiku. Meluapkan kelegaan dan perasaan bahagiaku.
“Aku… aku… aku….” Dia salah tingkah. Benar-benar persis seperti pencuri yang tertangkap basah.
“MASIH TIDAK MAU MENGAKU JUGA????”
Dia menunduk dan akhirnya pasrah dengan dirinya yang sudah terang-terangan ketahuan olehku.
“Ne…. Aku orangnya… tapi….”
PLETAK!!!
“Yak! Kenapa memukul kepalaku?” Kyuhyun mendongak sambil mengusap-usap kepalanya. Tak peduli bagaimana tatapannya sekarang yang seperti ingin memakanku, aku langsung memeluknya. Erat. Aku kelewat bahagia dan air mata ini jatuh lagi.
Tubuhnya mengejang dan kaku, terlalu syok karena perlakuanku yang tiba-tiba. Aku membenamkan kepalaku di lehernya. Ada aroma khas tercium oleh hidungku. Wangi cologne. Ah, ternyata aroma itu milik pria ini.
“Babo!!! Dasar namja babo!!!” umpatku kesal, masih betah memeluknya erat.
Dia melepas pelukanku. Mengusap air mataku dengan kedua tangannya. Aku merasakan sentuhannya di kulitku. Dia memegang daguku, mengangkat wajahku agar menatapnya. Tiba tiba saja jantungku bertalu-talu 10 kali lebih cepat. Aku bahkan bisa mendengar detakannya di telingaku. Aku berharap dia tidak mendengar detakan jantung sialan ini.
Jangan bilang kalau dia….
Aku tak tahu kapan aku menutup mata, karena yang ada di pikiranku sekarang hanyalah bibirnya yang sudah menempel di bibirku. Sangat lembut.
Perlahan dia melumat bibirku. Bibirnya terasa manis. Aku memegang ujung bajunya kuat karena lututku mendadak lemas. Takut tiba-tiba aku terjatuh karena lututku yang mendadak lumpuh akibat ciumannya.
Kami sama-sama melepaskan diri dan salah tingkah. Mendadak wajah kami berdua sudah memerah seperti kepiting rebus.
“Maaf,” ucapnya serba salah.
Aku mendengus.
“Tidak ku maafkan!” ujarku dengan tangan bersedekap.
“Lalu ciuman tadi? Ng… aku pikir kau sudah menerimaku tadi….”
“Menerima mwoya? Kau yang menciumku duluan, Cho Kyuhyun.”
Aku meninggalkannya mematung disana. Aku berjalan santai di sepanjang lorong sekolah. Dia berlari menghampiriku, menyamakan langkahnya denganku.
“Apa… kau… berniat berkencan dengan guru baru itu?” tanyanya. Ada nada takut dalam kalimatnya, membuatku terkekeh geli. Aigoo… dia masih berpikiran kalau aku ini berkencan dengan songsaengnim? Dasar bodoh…
“Tentu saja. Aku akan berkencan dengannya. Dia lebih manusiawi dibandingkan denganmu. Aku tidak suka namja pengecut.” Akan sangat menyenangkan mengerjainya seperti ini. Biarkan saja! Aku masih kesal dengannya!
“Lalu apa yang harus kulakukan?” pintanya sedikit memelas. Berharap aku benar-benar merubah jalan pikiranku. Aigoo… aku tidak bisa menahan tawaku melihat wajahnya seperti itu. Sebegitu takutnyakah kau, Cho Kyuhyun?
Aku memalingkan wajahku ke arah lain agar dia tidak melihat wajahku yang merah menahan tawa.
Aku menghentikan langkahku begitu juga dengannya. Lalu aku maju beberapa langkah sedikit menjauh darinya. Kemudian aku berbalik, kami berhadap-hadapan. Dia menatapku bingung.
Sambil tersenyum aku berkata, “Kejar aku kalau kau bisa.”
Lalu aku berlari sekencang-kencangnya. Dengan sekuat tenaga yang aku bisa.
“YAK, HAN HYE-NA!!! AWAS KAU!!!

END

TRILOGY LOVING YOU PER DAY: NIGHT

Standar

TRILOGY LOVING YOU PER DAY: NIGHT

============================================================================

Hidup selalu berulang. Seperti aku yang mencintaimu. Berulang kali. Dan akan terus berulang.

============================================================================

August 30, 2010

Kyuhyun’s & Hye-Na’s Home, Daechi-dong, Gangnam, Seoul

09.00 PM

Malam adalah jeda. Menyiapkan babak selanjutnya. Apakah aku akan mencintaimu lagi esok hari? Itu pasti. Jadi biarkan aku menatapmu untuk terakhir kali hari ini sehingga aku bisa mengisi energiku lagi.

“Kau masih marah padaku?” tanya Kyuhyun saat melihat bahwa Hye-Na tidak bereaksi sama sekali saat dia melangkah keluar dari pintu balkon kamarnya dan duduk di kursinya yang biasa. Gadis itu tetap dalam posisi awalnya, duduk di depan pagar pembatas balkon, dengan dagu terletak di atas pagar besi, melihat ke arah bawah yang Kyuhyun tahu jelas tidak ada menarik-menariknya, hanya ada pemandangan atap garasi rumahnya dari sana dan sedikit pemandangan taman belakang rumah, tapi itu bukan sesuatu yang bisa mendapat perhatian khusus dari gadis itu. Jadi kesimpulannya adalah, gadis itu masih marah padanya.

“Hei, aku benar-benar tidak bermaksud membuatmu menunggu berjam-jam dan kehujanan. Kau saja yang bodoh karena tidak pulang duluan.”

Gadis itu tidak menjawab, bahkan tidak bergerak sedikitpun. Ibu Hye-Na memang telah mengizinkan agar salah satu dari deretan terali itu dilepas, meninggalkan celah cukup besar untuk gadis itu mengulurkan tubuhnya dari balkonnya ke balkon Kyuhyun, tapi tidak cukup besar untuk membuat Kyuhyun bisa melompat kesana dan melakukan sesuatu kepada anak gadisnya. Baguslah kalau begitu, karena dia sekarang merasakan dorongan kuat untuk melompat kesana dan mengguncang-guncang tubuh gadis itu agar mau bicara padanya.

“Na~ya, kalau kau masih tidak menjawab pertanyaanku, aku akan ke rumahmu sekarang juga!”

Akhirnya gadis itu mendongakkan kepalanya, menatap Kyuhyun dengan wajah lesu dan bibir memberengut.

“Aku bosan,” ujarnya pelan, nyaris merengek, membuat Kyuhyun membulatkan mata tak percaya. Sejak kapan gadis itu memakai nada bicara seperti itu padanya?

“Kau sakit, ya? Kau demam setelah hujan-hujanan tadi?”

“Kau tuli? Aku bosan, bukan sakit!”

“Kau kan tinggal mengambil PSP-mu.”

“Aku sudah menyelesaikan semua gamenya, makanya aku bosan! Kau ini bodoh sekali!”

“Berhentilah mengataiku bodoh, Na~ya. Kalau-kalau kau amnesia, namja bodoh ini akan kau nikahi 9 hari lagi,” ucap Kyuhyun kesal.

“Ah… benar,” gumam gadis itu dengan nada seolah-olah dia akan dikirim ke tiang gantungan.

Kyuhyun berniat mencecar gadis itu lagi, tapi dia mengurungkan keinginannya dan malah mendesah keras.

“Tunggu disini. Aku temui kau 10 menit lagi. Dan ambillah selimut atau apapun, udara cukup dingin.”

***

“Calon suami macam apa kau sampai tidak tahu film kesukaan tunanganmu sendiri?” ejek Ah-Ra, membuat Kyuhyun yang sedang berdiri bersandar di pintu kamar kakak perempuannya itu mulai bergerak tidak sabar.

“Sudahlah nuna, tutup saja mulutmu! Sebutkan saja judulnya dan berikan padaku kasetnya.”

“More Than Blue. A Moment To Remember. The Notebook. The Lake House.” Ah-Ra menyebutkan setiap judul film itu, mengambil setiap DVD-nya dari rak dan menyerahkannya pada Kyuhyun. “Warna kesukaannya putih, hitam, biru, dan cokelat. Dia menyukai es krim dan cokelat, musim gugur, gerimis, benci sayur-sayuran, menyukai makanan apapun yang terbuat dari mie ataupun ayam. Dia takut ketinggian dan benci menjadi pusat perhatian. Masih ada yang ingin kau ketahui?”

Kyuhyun merasa wajahnya sudah terlihat tidak karuan saat Ah-Ra mengedip jahil ke arahnya. Astaga, dia baru sadar bahwa dia bahkan tidak tahu apa-apa tentang gadis itu. Gadis yang akan dinikahinya 9 hari lagi itu.

“Tidak,” ujarnya sambil menelan ludah dengan susah-payah. “Lain kali kalau ada yang ingin aku ketahui aku akan menanyaimu lagi.”

“Tidak usah malu-malu, Kyunnie.”

Kyuhyun mendengus kemudian melengos pergi begitu saja tanpa mengatakan apa-apa lagi. Dia baru akan kembali ke lantai atas, saat pandangannya terhenti di pintu dapur, tempat ibunya sedang berbincang dengan ayahnya. Ada secangkir teh ginseng hangat di atas meja dan dia mendadak teringat dengan udara luar yang cukup dingin setelah hujan deras seharian.

Dan dia tidak tahu apa yang ada di otaknya saat melangkah masuk ke dapur dan menanyakan sebuah pertanyaan yang membuat kedua orang tuanya itu syok dan memandangnya tak percaya.

“Eomma, bisa ajarkan aku cara membuat teh ginseng?”

***

Hye-Na sudah bergelung di balik selimutnya saat Kyuhyun kembali sambil membawa dua cangkir teh ginseng pertama yang pernah dibuatnya dengan tangannya sendiri dan dia merasa… ini amat sangat menggelikan. Sejak kapan dia mau masuk dapur? Dan mengenaskannya, sekarang dia bahkan melakukannya demi seorang wanita.

“Ini apa?” tanya Hye-Na curiga saat menerima uluran cangkir dari Kyuhyun.

“Teh ginseng. Udara kan dingin sekali. Dan kita akan masih tetap diluar sampai dua jam ke depan.”

“Wae?”

“Lihat saja,” ucap Kyuhyun singkat sambil menarik kursi dan meja ke pagar balkon, memberikan ruang yang cukup lebar di bagian tengah. Dia masuk ke dalam kamar dan kembali dengan sebuah proyektor di tangannya, meletakkannya ke atas meja dan mengarahkannya ke dinding luas di samping pintu balkonnya. Pria itu mondar-mandir selama 5 menit berikutnya dan Hye-Na hanya memperhatikannya sambil termangu, menopang dagunya dengan sebelah tangan. Sesekali dia menyesap teh ginseng itu, mendadak curiga bahwa pria itu sendirilah yang membuatnya.

Hye-Na sedikit terbelalak kaget saat mengetahui apa yang sedang Kyuhyun lakukan setelah pria itu duduk dan dinding di depan mereka menampilkan pantulan adegan yang sangat dikenalnya.

“Darimana kau tahu aku suka film ini?” tanya gadis itu heran, sedikit mencondongkan tubuhnya melewati terali besi yang masih mengapit di kanan-kirinya. Kursi yang didudukinya tepat mengarah kepada dinding yang sedang merefleksikan setiap adegan film kesukaannya, sedangkan Kyuhyun duduk sedikit ke arah kiri agar tidak menghalangi pandangan gadis itu.

“Aku hanya meminjam kaset dan nuna memberikan film ini padaku.”

Hye-Na menyandarkan tubuhnya lagi ke punggung kursi dengan selimut yang menutupi pahanya dan cangkir yang digenggam di antara kedua telapak tangannya, menyerap rasa hangat dari teh di dalamnya. Matanya tertuju ke film yang sedang diputar dan dia berhasil melakukannya setengah jam pertama. Tapi keindahan pemandangan, plot yang menarik, dan Keanu Reeves yang tampan sama sekali tidak berhasil menahan tatapannya tetap ke arah semula. Dia sendiri cukup syok saat menyadari bahwa bukannya menonton film, dia malah asyik memandangi punggung pria itu. Ulangi sekali lagi, PUNGGUNG! Sejak kapan punggung pria itu terlihat lebih menarik daripada wajah tampan seorang Keanu Reeves? Haaaaaaaaaiiiiiiiisssssh, dia pasti sudah gila!

***

Kyuhyun tersenyum samar saat melihat pantulan wajah Hye-Na dari pintu kaca yang membatasi kamarnya dengan balkon. Dia menyadari bahwa sejak 10 menit yang lalu konsentrasi gadis itu sudah terpecah dan pandangannya tidak lagi tertuju pada film, melainkan pada punggungnya. Mendadak dia ingin sekali mengerjai gadis itu. Jadi dia mengambil ponselnya dari atas meja dan mulai mengetik pesan singkat dengan seringaian lebar di wajahnya, tanda dia sedang bersenang-senang. Amat sangat bersenang-senang.

Sejak kapan punggungku menjadi pemandangan yang lebih menarik minatmu dibandingkan seorang Keanu Reeves… Na~ya?

Dia nyaris tidak bisa menahan tawanya saat melihat gadis itu gelagapan setelah membaca pesannya, menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti umpatan kesal, dan nyaris meledak saat melihat Kyuhyun berdiri dari kursinya, melangkah santai ke arahnya, dan dengan bodohnya melupakan segala hal yang seharusnya diteriakkannya kepada pria itu.

Kyuhyun berhenti di pinggir pagar pembatas, memangkukan tangannya di atas pagar besi, dan mencondongkan tubuhnya hingga nyaris menyentuh terali-terali yang mengelilingi balkon kamar gadis itu. Cukup dekat untuk menarik tubuh Hye-Na ke arahnya, dan memang itulah yang dia lakukan.

“Kalau kau sebegitu tertariknya padaku,” ujarnya pelan dengan senyum terkulum. “Kau kan bisa saja melompat ke kamarku.”

“Kau pikir aku jenis gadis seperti apa, hah?” desis Hye-Na marah, walaupun begitu tetap saja wajah gadis itu menjadi memerah tidak karuan karena ketahuan sedang terpana menatap pria itu. Ralat, punggung pria itu.

Hye-Na bergerak gelisah di bawah tatapan pria itu dan cekalan pria itu di lengan bagian atasnya. Matanya berputar kesana kemari, ke arah manapun selain wajah pria di depannya.

“Aku rasa aku maau tidur sekarang. Sudah malam,” ujar Hye-Na akhirnya, memecahkan kebekuan di tengah mereka.

“Benarkah?”

Hye-Na bisa menangkap nada geli dalam suara pria itu dan mendadak emosinya tiba-tiba saja jadi tidak terkendali.

“Kau senang sekali kan bisa menindasku?” serunya sengit, membuat Kyuhyun melepaskan tawa yang sudah ditahan-tahannya dari tadi. “Apa sesenang itu rasanya melihat kau bisa memberikan pengaruh seperti itu terhadap setiap gadis? Kau bangga sekali, kan? Tidak usah kau jawab, aku sudah bisa menebaknya.”

Kyuhyun menghembuskan nafas keras, berusaha menormalkan wajahnya lagi sebelum menatap Hye-Na serius dan melonggarkan cengkeramannya di lengan gadis itu tanpa benar-benar melepaskannya.

“Aku senang pengaruh itu juga berlaku terhadapmu,” ucapnya pelan, tanpa nada mengejek lagi. “Kadang-kadang aku berpikir bahwa kau bahkan tidak pernah benar-benar tertarik padaku sama sekali. Kau… selalu berbeda, aku jadi tidak tahu harus bersikap seperti apa.”

“Sialnya, aku bahkan tidak tahu apa-apa tentang gadis yang akan kunikahi, sampai-sampai nuna-ku sendiri yang harus memberitahuku. Kedengarannya aku calon suami yang payah, kan?”

“Tidak juga,” potong Hye-Na cepat. Terlalu cepat karena sesaat kemudian Kyuhyun tertawa lagi. Gadis itu menggerutu kesal dalam hati, menyalahkan mulutnya yang terkadang suka bergerak di luar kendali. “Maksudku… yah, dalam beberapa hal kau memang payah… tapi….”

“Kau sedang balas dendam dengan mengejekku, kan?” potong Kyuhyun dengan tatapan kesal.

“Benar sekali,” ucap Hye-Na dengan nada khidmat. “Ngomong-ngomong, aku mau tidur dulu. Sampai jumpa besok.”

“Kau melupakan sesuatu,” ujar Kyuhyun lambat. Tangannya yang masih mencekal lengan gadis itu bergerak, menarik gadis itu mendekat, dan dengan cepat menundukkan tubuhnya, menyentuhkan bibirnya ke permukaan bibir Hye-Na, membuat gadis itu tersentak kaget.

“Malam, Na~ya,” gumamnya, memperlihatkan senyum separuhnya yang sangat memukau, diikuti dengan umpatan memaki-maki dalam hati oleh gadis itu. Dia membenci kenyataan bahwa satu senyuman dari pria itu saja mampu membuat perutnya menggelenyar tidak nyaman, seolah-olah ada ratusan sayap yang sedang mengepak secara serentak di dalamnya. Dan dia tidak bisa memutuskan apakah dia menyukai reaksi itu atau tidak. Hanya saja… dengan bodohnya dia tahu bahwa dia tidak akan keberatan jika pria itu mengulanginya lagi. Dan itu benar-benar sial.

***

September 16, 2010

Kyuhyun’s Home, Daechi-dong, Gangnam, Seoul

07.20 PM

Hye-Na merengut saat ibunya memukul tangannya yang entah untuk keberapa puluh kalinya terulur mengambil potongan daging yang baru saja matang dan ditata dengan rapi ke atas piring. Ibunya dan ibu Kyuhyun sudah beberapa kali menukar daging yang sudah matang dari alat pemanggang dengan daging mentah, dan sebanyak itu pula tangannya bergerak dan giginya mengunyah. Daging yang awalnya menumpuk perlahan-lahan menghilang masuk ke dalam perutnya, membuat pekerjaan kedua wanita itu sia-sia karena tidak ada lagi daging yang tersisa di atas meja.

“Kau punya sopan santun tidak? Pikirkan suamimu, ayah mertuamu, dan kakak iparmu yang belum makan! Aish, Kyuhyun benar-benar bodoh karena memutuskan untuk menikahimu!”

“Sudahlah, dagingnya kan masih banyak! Kita panggang lagi saja,” ujar Ha-Na sambil tersenyum riang ke arah menantunya, yang langsung dibalas dengan cengiran oleh Hye-Na.

“Pergi sana! Kau main-main saja dengan suamimu, nanti kalau sudah selesai kami panggil.”

Hye-Na mendengus melihat ibunya yang jelas-jelas mengusirnya. Kadang-kadang dia heran sendiri, kenapa ibu Kyuhyun jauh lebih baik daripada ibunya sendiri yang seperti jelmaan nenek sihir. Tidak heran kalau dia terkadang bisa sesadis ibunya. Atau, kalau ibunya bilang, dia bahkan lebih mengerikan daripada ratu iblis sekalipun saat marah. Huh, apa ibunya itu tidak tahu bahwa itu sudah keturunan?

Hye-Na melirik ke seberang halaman tempat ayahnya dan ayah Kyuhyun sedang sibuk mengobrol. Pasti bisnis lagi. Sedangkan Ah-Ra asyik memotong buah dan membentuknya menjadi potongan-potongan yang membuat Hye-Na berpikir bahwa hal itu sama sekali tidak ada gunanya. Apa untungnya membentuk buah-buahan itu menjadi potongan-potongan cantik kalau pada akhirnya akan dikunyah dan dihancurkan juga di dalam mulut?

Hari ini tepat seminggu setelah pernikahannya dan Kyuhyun berlangsung, dan mereka semua berkumpul untuk mengadakan pesta barbeque. Dan yang kemudian terjadi adalah ibunya mencampakkannya. Benar-benar menyebalkan!

Hye-Na menyeret kakinya menaiki tangga dengan malas-malasan. Kyuhyun tidak berniat sekalipun mendekati arena pertempuran di halaman belakang rumahnya. Dia tidak suka dan tidak mau mencoba untuk memasak, jadi dia akan memilih berada sejauh mungkin dari para ibu ataupun kakak perempuannya, dan dia tidak mau terlibat dalam percakapan bisnis para ayah, sehingga pilihan satu-satunya hanyalah mendekam di kamar.

Hye-Na membuka pintu kamar, melangkah masuk, tapi anehnya Kyuhyun tidak tampak dimanapun. Gadis itu mengerutkan keningnya sesaat dan memasang wajah normalnya lagi saat mendengar suara air dari kamar mandi. Malam ini mereka memutuskan menginap di rumah Kyuhyun dan tidak pulang ke rumah mereka sendiri, dan Hye-Na dilanda ketakutan saat melihat tatapan menggoda dari ibu mertua dan kakak iparnya. Dua orang itu, ditambah ibunya, sudah menyinggung-nyinggung tentang cucu dan keponakan, membuat gadis itu merasa gerah dan berusaha mengalihkan topik pembicaraan dan dia tidak yakin bisa melakukannya lagi saat makan malam nanti, mengingat ada ayahnya dan ayah Kyuhyun yang akan bergabung dan pasti menganggap topik itu sangat menarik untuk dibicarakan.

Apa yang harus dikatakannya nanti? Berbohong? Atau mengungkapkan kenyataan bahwa Kyuhyun belum pernah mencoba menyentuhnya sedikitpun kecuali fakta bahwa ciuman-ciuman yang mereka lakukan memang jauh lebih panas dari sebelumnya tapi tidak pernah berlanjut ke arah percintaan? Beberapa kali mereka nyaris melakukannya, tapi Kyuhyun selalu mendapatkan akal sehatnya di detik-detik terakhir dan langsung melepaskannya. Dia tidak yakin, tapi pria itu sepertinya sedang berusaha menjaganya baik-baik, mengingat mereka berdua masih kuliah, walaupun Kyuhyun akan segera tamat tahun depan. Dan dia tidak berniat memberitahu pria itu bahwa dia tidak akan keberatan jika pria itu melakukannya. Apa yang akan dipikirkan pria itu nanti jika dia mengatakan hal memalukan seperti itu?

Hye-Na nyaris tersedak ludahnya sendiri saat pintu kamar mandi terbuka dan Kyuhyun keluar hanya dengan balutan longgar sebuah handuk di pinggang. Pria itu membulatkan matanya sesaat, sebelum dia akhirnya terkekeh geli melihat raut wajah syok istrinya itu.

Hye-Na tergagap-gagap mencari udara saat untuk pertama kalinya dia melihat pemandangan seperti itu langsung dari suaminya sendiri. Dan dia tidak bisa membayangkan betapa bodohnya wajahnya sekarang.

Tubuh pria itu bukan jenis tubuh pria berotot yang bisa membuat gadis manapun berteriak dan itu lebih baik, karena dia bahkan sama sekali tidak menyukai pria-pria yang memiliki otot biseps dan triseps yang membuatnya ngeri. Dada pria itu cukup bidang dan otot lengannya sudah terbentuk, meskipun tidak besar, dan perutnya rata, yang langsung disyukuri Hye-Na karena setidaknya dia tidak mau memiliki suami yang memiliki six-pack ataupun choco-abs di tubuhnya. Dan sialnya, dia tidak bisa memerintahkan dirinya sendiri untuk mengalihkan pandangan.

Tubuh gadis itu berubah kaku dan mendadak paru-parunya berada di luar kontrol dan gagal menghirup oksigen, sedangkan jantungnya memukul-mukul rongga dadanya dengan kecepatan di luar batas normal, membuatnya berpikir ketakutan bahwa tulang dadanya akan remuk sebentar lagi, saat pria itu melangkah ke arahnya dengan mata yang menatapnya intens.

“W…wae?” tanyanya gugup sambil mencengkeram pinggiran kasur yang didudukinya kuat-kuat.

“Kau menduduki bajuku, Na~ya,” ujar Kyuhyun santai tanpa raut wajah terganggu sedikitpun, bahkan sepertinya pria itu tidak menyadari efek kehadirannya terhadap gadis itu sama sekali, membuat Hye-Na merasa bodoh sudah berpikiran yang tidak-tidak.

“Ne?” seru Hye-Na kaget saat tangan Kyuhyun menyelip ke bagian bawah pahanya, menarik baju kaus yang memang diduduki Hye-Na tanpa sadar. Tapi pria itu sama sekali tidak bergerak untuk menjauhkan tubuhnya, melainkan tetap pada posisinya yang setengah menunduk dengan kepala yang sejajar dengan gadis itu, membuat Hye-Na menyadari panas yang menguar dari tubuh pria itu. Dia bahkan merasa kesusahan menelan ludahnya sendiri.

Kyuhyun terlihat seperti sedang menimbang-nimbang sesaat, sebelum akhirnya dia menarik tengkuk Hye-Na sehingga wajah gadis itu mendongak ke arahnya, dan saat bibirnya menyentuh bibir Hye-Na, dia tahu bahwa gadis itu sudah lebih dari siap untuk menyambutnya.

Tidak ada kata lembut dan berhati-hati dalam ciuman mereka. Ciuman itu terasa kasar, menuntut, dan begitu mendesak dan Hye-Na bahkan tidak sadar saat Kyuhyun membuang baju kaus yang masih berada dalam genggamannya ke atas lantai dan mendorong tubuh gadis itu sampai terbaring, menindihnya. Mulut gadis itu terbuka sehingga Kyuhyun mendapat kesempatan untuk melesakkan lidahnya masuk dan menjelajahi rongga mulut gadis itu, mencicipi rasa daging panggang yang masih tersisa di mulutnya.

Hye-Na merasa pusing dengan ciuman Kyuhyun yang terasa membabi-buta itu, dia bahkan tidak mendapat kesempatan untuk menarik nafas. Oh baiklah, dia tidak akan mengatakan omong kosong. Ciuman pria itu luar biasa dan rasa aneh di perutnya setiap kali pria itu menciumnya menjadi lebih parah. Bukan sesuatu yang tidak menyenangkan, bahkan bisa dibilang dia sangat menikmatinya. Astaga, jangan sampai pria itu bisa membaca isi otaknya!

Lutut pria itu menekan pahanya, membuatnya merenggangkan pahanya tanpa diminta. Tangannya sendiri turun dari rambut hitam acak-acakan Kyuhyun ke punggungnya yang telanjang dan sedikit basah setelah mandi, sedangkan bibir pria itu beralih ke relung lehernya, memberinya waktu untuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

Dia sedikit terkesiap saat tangan Kyuhyun menelusup masuk ke balik kausnya dan telapak tangan pria itu langsung menyentuh kulitnya tanpa penghalang apapun, padahal biasanya pria itu tidak pernah melakukannya dan langsung melepaskannya saat pria itu merasa bahwa dia tidak bisa mempertahankan tangannya agar tidak menggerayang kemana-mana. Tapi kali ini berbeda, semuanya berbeda. Cara pria itu menyentuhnya, ciumannya… dan dia tahu kemana semua ini mengarah.

Hye-Na bisa merasakan tangan Kyuhyun yang berkutat dengan kancing celana jinsnya, menarik turun resletingnya, tapi hanya sampai disitu saja. Pria itu malah melepaskan bibirnya dan menatapnya lekat dengan nafas menderu, seolah meminta izin.

“Sebentar lagi makan malam,” ucap Hye-Na susah payah dengan suara serak, nyaris tidak bisa menemukan akal sehatnya.

Kyuhyun mendengus dan membiarkan tangannya menyentuh pinggul gadis itu.

“Kau pikir aku peduli?” gumamnya sambil menyentakkan kaus yang masih dipakai Hye-Na ke atas, meloloskannya melewati kepala. Tangannya yang lain bergerak menurunkan celana jins gadis itu, melemparkannya ke lantai menggunakan kakinya.

Dia berusaha keras seminggu terakhir untuk menjaga gadis itu baik-baik, berusaha untuk tidak menyentuhnya, karena dia tahu status mereka masih mahasiswa dan Hye-Na akan kesulitan kalau sampai dia berhasil membuat gadis itu hamil. Hanya saja, hal itu terlalu sulit dilakukan. Gadis itu berada dalam jangkauannya dan dia tidak bisa memerintahkan tangannya untuk bergerak menjauh. Sejauh ini dia berhasil melakukannya, tapi dia gagal malam ini. Seharusnya dia tidak membiarkan tangannya bergerak. Karena dia tahu saat dia telah menyentuh gadis itu, dia tidak akan pernah bisa berhenti.

***

“Aish, kalian ini lama sekali! Kami semua sudah lapar, jadi kami makan duluan. Apa sih yang kalian lakukan di atas? Bertanding game lagi?” omel Ah-Ra sambil menyodorkan piring ke arah Kyuhyun dan Hye-Na yang baru mengambil tempat di meja makan yang diletakkan di tengah-tengah halaman. Semua orang sudah menghabiskan lebih dari setengah jatah makan malam mereka dan menatap kedua pengantin baru itu dengan pandangan heran. Jelas karena hal ini baru pertama kali terjadi, mengingat Hye-Na tidak akan pernah terlambat menyantap makan malamnya, bahkan biasanya gadis itulah yang menghabiskan semua menu makanan yang tersedia di atas meja tanpa malu.

“Mmm. Game yang sangat menyenangkan,” komentar Kyuhyun santai dengan cengiran lebar di wajahnya, sedangkan Hye-Na terpaksa berpura-pura fokus ke makanannya agar tidak ada yang menyadari perubahan wajahnya yang sudah memerah seperti kepiting rebus. Tapi tentu saja Ah-Ra tidak bisa dibohongi, karena dia langsung memiringkan wajahnya menatap Hye-Na dan mendadak sebuah pemahaman terlintas di wajahnya. Kakak perempuan Kyuhyun itu tertawa dengan nada mengejek.

“Aigoo, benar-benar tidak sopan! Kami semua menunggu kalian disini dan kalian malah asyik…. Aish, awas saja kalau aku tidak segera mendapat keponakan!”

“Wae?” tanya Ha-Na ingin tahu, dan Ah-Ra dengan penuh semangat langsung berbisik ke telinga ibunya. Ha-Na tertawa keras dan dengan senang hati langsung memberitahu Min-In yang kemudian memberitahu suaminya dan akhirnya sampai ke telinga ayah Kyuhyun.

“Wah wah… dasar anak-anak muda yang masih dikendalikan hormon!” ujar Young-Hwan sambil terkekeh menatap anak laki-lakinya. Hye-Na sendiri merasa ingin mengubur dirinya hidup-hidup dan enyah dari tempat itu. Apa pria di sampingnya ini tidak bisa menahan mulutnya sedikit dan berhenti pamer?

***

March 6, 2011

KyuNa’s Home, Gapyunggun, Gyeounggi-do

07.20 PM

Malam adalah saat kita di meja makan. Aku bertanya bagaimana harimu dan kau bertanya bagaimana pekerjaanku. Saat itu aku berpikir bodoh, apakah aku memerlukan hal lain lagi selain memilikimu?

“Apa ini semua aman untuk dimakan?” tanya Kyuhyun sangsi sambil menatap beberapa piring masakan di depannya. Semuanya kelihatan menarik dan menggugah selera, tapi pria itu merasa harus berpikir ulang sebelum menyantapnya mengingat itu semua adalah hasil kreasi Hye-Na yang untuk pertama kalinya bersedia masuk ke dapur setelah dipaksa oleh ibunya dan ibu gadis itu sendiri. Ini semua masakan pertama gadis itu dan jelas sekali dibuat dengan puluhan kata caci maki yang dilontarkan gadis itu dalam hati, jadi siapa yang bisa menjamin bahwa dia tidak akan sakit perut setelah memakannya?

“Ah-Ra onnie masih hidup setelah mencicipinya tadi.”

“Masih hidup?” ulang Kyuhyun, langsung waspada dengan penggunaan kata yang digunakan Hye-Na.

“Sudahlah, aku jamin kau tidak akan sakit perut. Apa kau tidak bisa menghargai kerja kerasku sedikit?”

Kyuhyun mencomot daging bulgogi dengan sumpit di tangannya lalu memasukkannya ke dalam mulut, mengunyahnya perlahan. Masakan gadis itu tidak bisa dikatakan buruk, walaupun tidak bisa juga dimasukkan ke dalam kategori sangat enak.

“Bisa dimakan,” putus Kyuhyun akhirnya, mengambil suapan kedua. “Bagaimana kuliahmu hari ini?”

“Membosankan.”

“Aku selalu penasaran kapan kau akan mengubah jawabanmu setiap kali aku bertanya,” ejek Kyuhyun.

“Aku akan berkata bahwa kuliahku menyenangkan jika saja dosen yang mengajarku masih berumur akhir 20-an dan tampan, bukannya dosen-dosen tua yang kapan saja bisa terkena serangan jantung.”

Kyuhyun mendengus dan mencibir. “Kau berangan-angan terlalu tinggi, Na~ya.”

“Dan aku masih saja diserang pertanyaan bagaimana mungkin aku bisa menjadi istrimu.”

“Sudah sepantasnya dipertanyakan. Itu pasti sangat mengherankan.”

“Sialan kau!” umpat Hye-Na disela-sela kunyahannya. “Apa semua gadis itu tidak bisa menerima saja bahwa kau sudah menikah dan sebentar lagi akan memiliki anak?”

“Mereka pasti akan berhenti bertanya jika saja aku menikahi seorang gadis cantik, pintar, dan memenuhi setiap kriteria sebagai istri yang baik dan kau jelas tidak memenuhi harapan mereka.”

“Kapan kau akan berhenti mengejekku, hah?”

“Aku tidak mengejek. Aku kan hanya bilang bahwa kau tidak memenuhi harapan mereka, bukan harapanku. Kalau kau tidak memenuhi harapanku untuk apa aku menikahimu? Jadi berhentilah memikirkan apa yang mereka katakan, yang kau nikahi kan aku bukan mereka,” tandas Kyuhyun santai.

Hye-Na terbatuk-batuk sesaat dan bergegas meraih gelasnya, meneguk air banyak-banyak. Kapan pria itu akan beerhenti menggodanya?

“Pekerjaanmu baik-baik saja?” tanya Hye-Na mengalihkan pembicaraan.

Kyuhyun tersenyum sesaat sebelum menjawab. Dia tahu apa yang sedang Hye-Na lakukan. Gadis itu selalu saja merasa tidak nyaman jika pembicaraan sudah mulai menyangkut hal pribadi.

“Hanya ada beberapa meeting penting dan kantor sedang heboh karena perusahaan saingan kami mengeluarkan produk baru yang sangat mirip dengan produk yang akan kami luncurkan bulan depan. Aku rasa ada mata-mata di perusahaan.”

“Kau tidak akan membiarkanku berpikir bahwa kau sedang putus asa dan tidak bisa memikirkan kreasi baru yang lebih bagus, kan? Karena aku sudah cukup mengenalmu untuk tahu bahwa kau tidak akan memedulikan hal-hal seperti ini.”

Kyuhyun tertawa kecil dan mengangguk.

“Bagus. Jadi sepertinya perusahaanmu akan baik-baik saja. Ya, kan?”

Tentu saja. Apapun yang dikatakan gadis itu, dia akan meyakininya. Jika gadis itu berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja, tentu saja semuanya akan berjalan seperti itu. Selama dia masih memiliki gadis itu, semuanya akan baik-baik saja. Pasti baik-baik saja.

***

June 3, 2012

KyuNa’s Home, Gapyunggun, Gyeounggi-do

10. 17 PM

Malam adalah saat kau terlelap di pelukanku. Dan aku melupakan keinginan awalku untuk beristirahat karena terlalu sibuk memuaskan diri menatap wajahmu.

Hye-Na menyandarkan punggungnya ke kaki sofa dan menyelonjorkan kakinya, mencoba meregangkan otot-ototnya yang mulai berteriak kelelahan. Matanya sudah sedikit berkunang-kunang karena memperhatikan layar laptop sejak berjam-jam yang lalu dan otaknya sudah mulai mengalami disfungsi kerja. Dan kabar buruknya adalah, dia bahkan belum berhasil menyelesaikan tugasnya sama sekali.

Gadis itu sedikit tersentak saat merasakan pijatan ringan di pundaknya dalam gerakan lambat dan menenangkan. Dia mendongak dan mendapati tangan kiri Kyuhyun yang terjulur ke arahnya, sedangkan mata pria itu masih sibuk menekuri setumpuk file di pangkuannya dengan tangan kanan yang sesekali mencoret-coret kertas. Hye-Na sedikit merengut saat mengingat bagaimana pria itu begitu membuatnya iri. Kyuhyun mengambil jurusan bisnis dan juga beberapa kuliah malam dan kuliah tambahan di akhir minggu untuk jurusan musik sebagai penyaluran hobi, walaupun hal itu sama sekali tidak bisa disebut hobi. Pria itu terlalu berbakat. Dan sialnya, dia berhasil tamat di kedua jurusan itu dengan gelar summa cumlaude. Coba tebak, pria itu bahkan masih bisa santai untuk sekedar bermain game saat dia disibukkan dengan dua skripsi di waktu bersamaan, sedangkan Hye-Na saja nyaris mati hanya karena tumpukan tugasnya yang mengerikan. Entah dia yang bodoh, atau pria itu saja yang terlalu jenius.

Gadis itu memejamkan matanya dan menikmati pijatan yang diberikan pria itu. Sepertinya dia terlalu memforsir tenaganya akhir-akhir ini. Dia masih harus kuliah di siang hari, mengurus Hyun-Ah, dan menyibukkan diri dengan tugas kuliah malam harinya.

“Lebih baik sekarang kau tidur. Tugasmu kan masih bisa diselesaikan nanti. Besok kau kan tidak ada kuliah,” ujar Kyuhyun tanpa menatap Hye-Na sama sekali, sibuk dengan pekerjaannya.

“Kau menyuruhku tidur tapi kau masih sibuk begitu.”

“Kalau aku berhenti, kau harus tidur, oke?” Kali ini Kyuhyun mendongak saat dia menawarkan kesepakatan. Pria itu selalu berusaha mengalah dan melakukan apapun agar gadis itu bisa mendapatkan istirahat yang cukup dan tidak tidur larut malam lagi. Bukankah itu salah satu alasan kenapa dia sangat ingin menikahi gadis itu?

Hye-Na memutar bola matanya selagi berpikir dan mengangguk beberapa saat kemudian.

Kyuhyun menutup berkas-berkasnya, meninggalkannya di atas meja, bangkit berdiri, dan mengulurkan tangannya ke arah gadis itu.

“Kajja.”

***

Kyuhyun tersenyum saat merasakan gerakan beraturan dari dada gadis itu yang naik turun saat paru-parunya bekerja menghirup udara. Gadis itu sudah tertidur sekitar 15 menit yang lalu, tapi seperti yang selalu dilakukannya sejak 2 tahun yang lalu, dia malah menghabiskan waktu menatap wajah lelap gadis itu dalam pelukannya, melupakan niat awalnya untuk beristirahat setelah lelah bekerja seharian.

Dia ingat betapa seringnya dia pulang larut malam karena harus lembur di kantor dan mendapati gadis itu sudah tertidur lelap. Dia ingat betapa lelahnya dia setiap kali itu terjadi, bermaksud segera tidur sesampainya di rumah, tapi selalu gagal melakukannya saat tubuh gadis itu sudah berada dalam dekapannya dan dia bisa menatap wajah polos gadis itu dengan leluasa. Ada sesuatu yang membuatnya betah melihat wajah gadis itu selama berpuluh-puluh menit, dan masih betah melakukannya bertahun-tahun kemudian tanpa rasa bosan. Kedengarannya memang tidak masuk akal, tapi itulah yang terjadi. Ada begitu banyak hal bodoh yang dilakukannya karena gadis ini, dan ada terlalu banyak alasan baru yang membuatnya jatuh cinta pada gadis yang sama. Lagi dan lagi.

***

July 15, 2012

Prague, Czech

08.00 PM

Saat ini… aku masih saja mencintaimu. Dan tidak pernah merasa jemu.

Kyuhyun mengulurkan tangannya ke arah Hye-Na yang balas menatapnya dengan kening berkerut.

“Kau tidak mau tersesat di negara orang, kan? Jadi lebih baik kau berpegangan padaku.”

Hye-Na mengerucutkan bibirnya dengan raut wajah kesal.

“Kau pikir aku bodoh?” protesnya, tapi tetap menerima uluran tangan Kyuhyun. Jari mereka saling bertaut dan mereka mulai melangkahkan kaki menuruni tangga hotel.

Udara musim panas Praha cukup hangat, mengingat pada musim semi pun cuaca disini lumayan dingin dan setiap orang masih harus mengenakan jaket saat keluar rumah.

Liburan mendadak ini adalah ide Kyuhyun. Pria itu mengatakan sesuatu seperti bulan madu dan hadiah ulang tahun. Mereka memang belum pernah bulan madu sama sekali, walaupun Hye-Na juga tidak berharap pria itu akan mengingatnya. Dan lagipula sangat sulit menemukan waktu luang di antara kesibukan mereka masing-masing. Liburan kali ini bahkan hanya bisa dilakukan selama dua hari. Mereka baru sampai disini tadi pagi dan harus kembali ke Korea besok siang, mengingat mereka juga tidak bisa meninggalkan Hyun-Ah terlalu lama di rumah keluarganya dan keluarga Kyuhyun yang bersemangat untuk menjaga anak itu bergantian. Oh, dia bisa membayangkan akan seperti apa penampilan Hyun-Ah saat dia pulang nanti. Kakak ipar, ibu mertua, dan ibunya sendiri pasti akan mendandani anak itu dengan gaun-gaun cantik yang memilki pita dan renda. Membayangkannya saja sudah berhasil membuat perutnya mual.

Hye-Na membuang semua pikiran-pikirannya itu jauh-jauh dan mulai menikmati pemandangan di sekelilingnya. Sebenarnya tadi siang mereka bisa saja mulai jalan-jalan, tapi… Kyuhyun berhasil menahannya seharian di atas tempat tidur. Jujur saja, pria itu merupakan godaan yang terlalu besar dan sulit ditolak. Dan… aigoo, dia tidak tahu apa yang ada di pikirannya saat terjebak oleh rayuan pria itu.

Tidak terlalu banyak turis maupun penduduk kota yang berkeliaran malam ini, mengingat ini juga bukan waktu yang biasanya digunakan untuk liburan. Praha sendiri adalah ibukota Republik Ceko, sejak Ceko dan Slowakia memisahkan diri menjadi negara merdeka tahun 1993. Dan malam ini mereka berniat menjelajahi beberapa tempat terkenal di kota itu, dimulai dari Old Town Square atau Kota Lama. Tempat itu masih dihuni bangunan-bangunan asli warisan Bohemia yang berdiri dengan cantiknya. Powder Gate, sebuah gerbang kuno mistik dari abad ke-13, menyambut mereka begitu melangkahkan kaki menuju Old Town. Tidak jauh dari gerbang terdapat Municipal House, sebuah bangunan cantik khas Art Nouveau yang dalam masa Revolusi Velvet digunakan sebagai tempat pertama bertemunya pemerintah komunis Cekoslowakia dan pemerintahan sipil yang baru.

Old Town Hall sendiri adalah tempat dimana hampir seluruh turis internasional berkumpul. Dan tidak ada seorang pun yang tidak akan terkagum-kagum melihat jam astronomikal atau Old Town Orloj yang tersohor. Setiap satu jam sekali jam ini berbunyi dan uniknya, terdapat boneka-boneka yang bergerak, lengkap dengan suasana menyeramkan seperti keberadaan tengkorak ataupun hantu-hantu yang sedikit menakutkan.

Mereka melanjutkan perjalanan melewati Charles Bridge, yang juga menjadi salah satu ikon Praha. Jembatan tertua di Praha ini secara strategis menghubungkan Old Town dan Lesser Town. Di jembatan ini juga mengalir Sungai Vltava. Dan entah kenapa, walaupun udara malam terasa cukup hangat dan bersahabat, Hye-Na merasa bahwa senja dan malam di Praha terasa tua, mistis, dan senyap, seolah ingin menunjukkan betapa kunonya kota itu sendiri, berikut bangunan-bangunan di dalamnya.

Tempat yang wajib dikunjungi berikutnya adalah Prague Castle, kompleks kastil terluas di seluruh Praha. Di dalamnya terdapat St. Vitus Cathedral yang bernuansa gothic. Katedral itu menyimpan pesona tersendiri. Sisi-sisi yang runcing menjulang, hitam, ditambah patung-patung iblis semakin menambah kesan menyeramkan.

Tepat di belakang katedral ini terdapat area yang dinamakan Hradcany. Bangunan-bangunan di sekitarnya tidak kalah cantik, seperti Schwarzenberg Palace yang mudah dikenali keberadaannya karena arsitektur kaya khas Sgraffito yang dibangun pada abad ke-16. Pemandangan Golden Lane juga salah satu hal yang tidak boleh terlewatkan. Tempat itu adalah jalanan tersempit di kawasan Prague Castle bahkan Praha sekalipun. Di dalamnya terdapat miniatur-miniatur rumah di masa lalu lengkap dengan aksesorisnya.

Di sisi barat daya Hradcany terdapat tempat wisata yang tidak kalah menarik. Kompleks gereja Strahov Monastery adalah salah satu yang tertua di Republik Ceko. Kompleks ini bergaya Baroque dan ditemukan pada tahun 1140. Di tempat lain, Lesser Town menawarkan gereja St. Nicholas, masih bergaya sama dengan arsitektur yang juga indah. Atau Josefov, tempat bermukimnya orang-orang Yahudi di Praha. Lokasi yang sangat dekat dari Old Town ini terkenal berkat Parizska Street-nya, jalanan yang diadopsi dari jalanan-jalanan di kota Paris, kawasan super elit dimana puluhan bahkan ratusan rumah mode terkenal dunia berkumpul. Old New Synagogue, sinagog tertua di seluruh daratan Eropa berada di sini. Terdapat pula Old Jewish Cemetery, tempat dimana orang-orang Yahudi dikebumikan maupun sinagog lain yang tidak kalah tuanya, Pinkas Synagogue. Mereka mengunjungi beberapa bangunan berarsitektur megah lain seperti National Museum (Wenceslas Square) dan National Theatre yang keduanya bergaya Neo-Renaissance atau The Dancing House yang terkenal berkat bentuk gedungnya yang miring. Semua itu semakin menanamkan kesan bahwa Praha adalah kota tua yang budaya Eropa-nya amat kental sekaligus beragam.

Mereka sedang berada di atas Metro B jurusan Namesti Republiky dan Hye-Na sibuk menempelkan wajahnya ke jendela kereta yang tertutup, berusaha melihat keluar dan tidak berhasil memandang apapun kecuali kelebatan-kelebatan tidak jelas karena kecepatan kereta yang super cepat, saat Kyuhyun tiba-tiba mendorong kepalanya, membuatnya keningnya sedikit terantuk ke kaca jendela.

“Mwoya?” gerutunya sambil mengusap-ngusap keningnya dan menatap Kyuhyun kesal.

“Saengil chukhahae,” ujar pria itu pelan, tersenyum saat melihat raut wajah Hye-Na yang tampak tidak senang.

“Aish, kan aku sudah bilang kalau kau dilarang mengucapkan itu! Aku masih bisa terima dengan umur 20, tapi kalau 21… apa itu tidak sedikit keterlaluan? Aku ini kan masih terlalu muda! Aish, jinjja!” seru gadis itu gusar.

“Muda? Kau tidak ingat bahwa kau sudah menjadi istri dan seorang ibu?” ujar Kyuhyun dengan nada mengejek.

“Tidak usah dibahas!” sahut gadis itu kesal. “Mana hadiahku?”

“Hadiah?” tanya Kyuhyun tak percaya. “Kau tidak mau ulang tahunmu dirayakan tapi kau minta hadiah?”

“Itu kan lain soal! Hadiah itu sesuatu yang wajib!”

Kyuhyun mendengus kemudian menghela nafas, bertepatan dengan saat metro yang mereka naiki berhenti. Dia menarik tanagn Hye-Na dan menyelip di antara puluhan orang yang juga berdesakan keluar dari stasiun. Bangunan-bangunan tinggi lain menyambut mereka diluar. Modern, tanpa meninggalkan kesan kunonya.

Kyuhyun menunjuk ke salah satu bangunan tinggi yang tampak di kejauhan. Tempat itu disebut Palladium, mal belanja sangat besar yang baru saja dibuka pada tahun 2007. Ada empat lantai, dengan lebih dari 200 toko dan lebih dari 30 restoran dan kafe. Ada beberapa nilai historis di balik Palladium, karena fondasinya terkait dengan struktur abad ke-12 yang telah diintegrasikan ke dalam arsitektur sebuah mal.

“Itu hadiahmu.”

“Mwo?” tanya Hye-Na tidak mengerti dengan kening berkerut.

“Belanja sepuasnya. Aku tahu kau tidak suka shopping, tapi aku yakin kau pasti tidak akan keberatan melakukannya kalau kau bisa membeli apapun tanpa mengeluarkan uang sepeser pun, kan?”

Dan Kyuhyun tidak perlu menunggu jawaban dari mulut Hye-Na, karena cengiran lebar di wajah gadis itu sendiri sudah menjawab semuanya.

***

April, 2017

KyuNa’s Home, Gapyunggun, Gyeounggi-do

08. 10 PM

Malam adalah saat aku kembali padamu setelah hari yang melelahkan. Dan kau membuka pintu, menungguku dengan senyum di wajah, lalu… aku berpikir bahwa… beberapa jam yang terlewat bukanlah apa-apa.

“Appa pasti tidak akan pulang kan malam ini?”

Hye-Na menatap Dae-Hyun dengan pandangan kasihan. Bagaimana caranya dia harus menjelaskan kepada anak laki-lakinya itu bahwa Kyuhyun harus berada di Jeju selama 3 hari dan besar kemungkinan melupakan ulang tahun anak itu hari ini? Kyuhyun baru berangkat kemarin dan akan pulang besok malam, jadi dia tidak mungkin memberi harapan yang tidak-tidak kepada anak itu.

“Apa appa melupakan ulang tahunku? Apa appa marah karena selama ini aku jahat padanya? Aku janji tidak akan jahat kepada appa lagi asalkan appa pulang malam ini,” ujarnya dengan tampang polos khas anak umur 4 tahunnya, membuat Hye-Na menelan ludahnya dengan susah payah. Anak itu pasti benar-benar merindukan ayahnya sehingga bersedia mengucapkan janji seperti itu, mengingat betapa tidak rukunnya mereka berdua selama ini.

“Appa sedang berada di luar kota dan baru bisa pulang besok. Ada banyak pekerjaan yang harus diurusnya, jadi dia tidak mungkin pulang malam ini,” ujar Hye-Na berusaha menjelaskan.

“Appa pasti marah padaku, kan?”

“Aniya. Appa tidak marah padamu. Appa hanya sedang sibuk.”

“Tapi dia bahkan tidak menelepon untuk mengucapkan selamat ulang tahun padaku.”

“Sudahlah, appa sedang mencari uang yang sangat banyak, jadi dia bisa membelikan hadiah ulang tahun untukmu. Kau tenang saja!” sela Hyun-Ah sambil menepuk-nepuk kepala adiknya itu.

“Kakakmu benar. Jadi kau tidak perlu bersedih lagi, eo?”

Dae-Hyun mengangguk, tapi Hye-Na tahu bahwa anak itu tidak bisa dibujuk sama sekali. Sifat keras kepala yang sudah diwariskan turun-temurun.

Hye-Na mendongak saat mendengar suara mobil memasuki halaman. Kedua anak itu sepertinya sama sekali tidak tertarik dengan kemungkinan kedatangan tamu, jadi dia bangkit berdiri dan menengok ke depan.

Dan sepertinya, pria itu suka sekali membuat kejutan.

***

Kyuhyun mematikan mesin mobil dan mencabut kunci. Dia mengemudi dari Jeju kesini secepat yang dia bisa setelah pertemuan dengan relasi bisnisnya tadi berakhir. Seharusnya dia baru pulang besok karena masih ada satu kali pertemuan lagi, tapi dia berhasil membujuk kliennya itu agar bertemu dengan manajer perusahaannya saja, jadi dia bisa bergegas pulang ke Seoul malam ini juga. Dia tidak mungkin melewatkan ulang tahun anak laki-lakinya begitu saja, walaupun anak itu selalu saja bersikap bermusuhan terhadapnya. Yah, setidaknya dia harus berusaha menjadi seorang ayah yang baik. Dan selain itu, ada alasan yang lebih mendesak lagi. Dia perlu melihat wajah gadis itu secepatnya atau dia bisa bertindak bodoh hanya karena terlalu merindukan gadis itu.

Kyuhyun membuka pintu mobil dan turun. Wajahnya mendongak saat mendengar pintu depan terbuka dan mendadak tatapannya terkunci di wajah gadis yang baru saja muncul dari balik pintu, balas menatapnya dengan senyum tipis.

Dia tidak bisa mengingat dengan jelas bagaimana wajah gadis itu saat mereka terpisah, jadi yang bisa dilakukannya saat ini hanyalah memuaskan diri menatap setiap sudut wajah gadis itu. Bentuk mata, hidung, dan bibirnya, setiap hal yang dilupakannya. Dia menghabiskan beberapa detik untuk menyegarkan ingatannya lagi, sebelum akhirnya dia menghampiri gadis itu, setengah berlari menaiki tangga undakan, dan menarik gadis itu ke arahnya, menciumnya secara membabi-buta.

Dia berusaha menahan diri, tapi menyerah di detik pertama bibir mereka bersentuhan. Bibir gadis itu terasa manis, dan yang bisa dipikirkannya hanyalah bagaimana caranya menahan gadis itu beberapa menit lebih lama dalam pelukannya.

Tangannya turun dari rambut gadis itu ke tengkuknya, menarik leher gadis itu mendekat dan menjelajahi bibirnya dengan leluasa. Tangan kirinya terjuntai di samping tubuh, satu-satunya pertahanan terakhirnya untuk tidak menyentuh gadis itu di tempat-tempat yang sangat diinginkannya. Dia selalu ingat betapa tepatnya gadis itu dalam dekapannya, betapa tepatnya tubuh mereka untuk satu sama lain, dan betapa gadis itu mempengaruhinya seperti candu.

Dan sepertinya dia harus menghentikan diri sekarang juga selama dia masih mengingat tujuan utamanya pulang malam ini.

***

“APPA!!!”

Kyuhyun merentangkan tangannya dan menggendong Dae-Hyun yang berlari penuh semangat ke arahnya. Seingatnya, anak itu tidak pernah terlihat sesenang ini karena melihatnya.

“Mana hadiahku?”

Baiklah, itu pasti sifat yang diwarisinya mentah-mentah dari ibunya.

“Kau ingin aku pulang hanya karena menginginkan hadiah?”

“Ani,” ucap Dae-Hyun sambil menggeleng-gelengkan kepalanya kuat-kuat. “Aku benar-benar merindukan appa. Appa kan tidak pernah pergi keluar kota dan meninggalkan kami, jadi biasanya aku merasa bosan melihat wajah appa setiap hari. Tapi ternyata saat appa tidak ada aku malah merasa aneh.”

Lihat apa yang baru saja dikatakan anak itu! Dia merasa bosan?

“Jadi mana hadiahku?”

“Kau ini matre sekali!” gumam Kyuhyun sambil menggendong anak itu keluar rumah, berjalan menuju mobilnya.

“Hyunnie~ya, kau tidak ikut?” teriaknya memanggil anak perempuannya yang langsung berlari-lari kecil mengejarnya.

“Aku juga dapat hadiah?” seru Hyun-Ah penuh semangat, mengekori ayahnya dari belakang.

Kyuhyun membuka bagasi mobilnya, meenurunkan Dae-Hyun, dan mengeluarkan sepeda kecil yang masih terbungkus rapi dari dalam bagasi. Anak laki-lakinya itu langsung melonjak-lonjak senang dan memeluk pinggangnya singkat sebelum mendorong sepeda itu ke rumah, berhenti dengan bingung di tangga undakan, karena jelas dia tidak cukup kuat untuk mengangkat sepeda itu naik. Hye-Na melangkah mendekatinya dan membantu anaknya itu, yang langsung menyeretnya masuk untuk membantunya mencoba sepeda barunya di halaman belakang rumah mereka yang sangat luas.

Kyuhyun berbalik ke arah Hyun-Ah yang menatapnya dengan penuh harap, lalu membuka pintu belakang mobil, mengeluarkan bungkusan besar yang langsung direbut Hyun-Ah, dengan tidak sabar merobek bungkusnya di tempat. Mata Kyuhyun berkilat-kilat geli saat melihat betapa cepatnya raut wajah anak perempuannya itu berubah kesal.

“Ige mwoya????” protesnya saat mendapati bahwa hadiahnya berupa satu set peralatan masak-memasak yang jelas-jelas tidak diminatinya sama sekali. “APPAAAAA!!!!” rengeknya sambil menatap Kyuhyun kesal. Kyuhyun sendiri sibuk tertawa karena berhasil mengerjai anaknya itu. Hal itu sama menyenangkannya dengan saat dia menjahili istrinya. Raut wajah mereka berdua mirip sekali.

“Sudahlah, tidak usah menangis. Aku hanya bercanda. Ini hadiahmu,” ujar Kyuhyun sambil menyodorkan setumpuk kaset game keluaran terbaru.

“Hyunnie~ya, ayo kita bermain bersama.”

“KYAAAA!!!!” teriak Hyun-Ah kaget saat mendapati Hye-Na yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangnya, menatapnya dengan senyum manis yang sudah pasti tidak bisa membohongi siapapun.

Kyuhyun tertawa dan mendorong kepala istrinya itu sampai tersentak ke belakang.

“Berhentilah menakuti anakmu!”

***

June 3, 2017

KyuNa’s Home, Gapyunggun, Gyeounggi-do

11. 16 PM

Pertemuan pertama itu yang harus selalu dikenang. Agar aku ingat mengapa aku begitu mencintaimu. Waktu itu, sekarang, kelak.

Kyuhyun membuka pintu rumah hati-hati dan menutupnya perlahan tanpa suara. Dia terpaksa lembur hari ini karena ada begitu banyak pekerjaan yang menumpuk, membuat tubuhnya nyaris remuk kelelahan.

Pria itu memijat tengkuknya dan meregangkan lengannya, berusaha merilekskan otot-ototnya yang sudah kaku. Dia melemparkan tas kerja dan jasnya ke atas sofa, melepas kancing teratas kemejanya dan melonggarkan dasinya, kemudian melipat lengan kemejanya sampai siku. Dia melongokkan wajahnya ke kamar, tapi tidak menemukan siapa-siapa disana, jadi dia memutuskan pergi ke kamar anak-anaknya yang saling bersebelahan. Hyun-Ah sudah tertidur dan Hye-Na tidak ada disana, jadi dia beranjak ke kamar Dae-Hyun. Sepertinya anak itu selalu mendapat apa yang diinginkannya. Akan mudah sekali membujuk Hye-Na ke ranjangnya jika anak itu sudah menggunakan wajah aegyo-nya yang menyebalkan itu. Dia sampai sekarang tidak pernah mengerti bagaimana Hye-Na selalu luluh menghadapi rayuan anak laki-lakinya itu. Entah darimana letak keimutan anak itu sampai istrinya selalu menuruti permintaannya.

Kyuhyun membuka pintu kamar Dae-Hyun dan mendapati Hye-Na sedang berbaring di samping anak itu, menepuk-nepuk punggungnya dalam gerakan lambat. Gadis itu mendongak saat menyadari kehadirannya dan langsung bangkit berdiri, merapikan selimut yang menutupi tubuh Dae-Hyun sebelum dia berjalan menghampiri Kyuhyun dan menutup pintu kamar.

Kyuhyun menarik gadis itu ke dalam pelukannya dan merasakan gadis itu berjinjit, membenamkan wajah ke lehernya. Dia sendiri membiarkan wajahnya berada di atas permukaan rambut gadis itu, menghirup aroma yang menguar dari setiap helaiannya. Gadis itu masih beraroma lilac, wangi yang sama seperti 7 tahun yang lalu, saat mereka pertama kali bertemu. Wangi yang begitu familiar dalam indera penciumannya. Aroma yang membuatnya jatuh cinta.

Dia tidak tahu bagaimana setelah 7 tahun bersama, dia masih bisa merasakan jantungnya berdetak di luar kendali setiap berada di dekat gadis itu. Dia masih bisa terpesona dengan wajah yang sudah ditatapnya selama bertahun-tahun. Dia tidak pernah merasa bosan setiap kali melihat wajah gadis itu saat dia membuka mata di pagi hari dan masih tidak bosan saat wajah gadis itu menjadi hal terakhir yang dilihatnya setiap berangkat tidur. Dia selalu jatuh cinta lagi saat melihat bagaimana gadis itu merawat anak-anaknya, saat gadis itu memasangkan dasinya, membuatkan sarapannya, atau senyum yang gadis itu berikan saat dia baru pulang setelah lelah bekerja seharian. Dia bisa menggunakan alasan sekecil apapun untuk jatuh cinta pada gadis itu lagi. Gadis itu… seperti morfin yang mematikan. Narkoba pribadinya.

Dia bisa merasakan deru nafasnya yang perlahan menjadi normal dan otot-otot tubuhnya yang berangsur rileks, efek yang selalu didapatkannya setiap kali dia memeluk gadis itu. Efek yang hanya bisa diberikan oleh obat-obatan terlarang. Karena itu gadis ini selalu membuatnya kecanduan.

Kyuhyun menurunkan wajahnya dan menyapukan kecupan ringan di kening gadis itu, tersenyum di puncak kepalanya.

“Hai,” bisiknya pelan. “Senang bisa melihatmu lagi.”

SUMMER BLOSSOM

Standar

SUMMER BLOSSOM

FF WINNER FOR CHO HEE-KYUNG

Music:

Schubert – Serenade

Yoo Mi-Sook – Serenade

Nana Mouskouri – Serenade

==============================================================

What happens when he’s your prince charming, but you’re not his Cinderella?

==============================================================

HEE-KYUNG’S POV

Aku berjalan keluar dari rumahku dengan semangat penuh. Musim panas sudah datang, musim yang paling aku sukai dari 4 musim yang ada di Korea. Bukankah musim panas adalah musim yang paling indah? Bunga-bunga bermekaran dimana-mana, semua orang memakai baju berwarna-warni, bukan pakaian tebal membosankan seperti yang mereka pakai saat musim dingin. Ditambah lagi di musim panas sering terjadi hujan, walaupun aku lebih suka gerimis karena tidak terlalu membuat basah.

Aku menunduk dan melihat pakaian yang kukenakan hari ini. Tank-top berwarna oranye lembut dan cardigan berwarna kuning muda, plus rok kotak-kotak berwarna cokelat. Benar-benar warna musim panas.

Biasanya aku baru akan keluar rumah untuk bekerja pada malam hari. Aku bekerja sebagai pelayan di sebuah kafe di jalanan paling sibuk seantero Korea, Myeongdeong. Aku tinggal sendiri di kota ini karena orang tuaku tinggal di Busan. Setamat SMA, aku memilih untuk menetap di kota ini, mencari pekerjaan dan membiayai hidupku sendiri. Orang tuaku sudah cukup kerepotan tanpa harus ditambah dengan kecemasan mengenai hidupku, jadi lebih baik aku menyenangkan hati mereka saja. Dan musim panas kali ini aku memutuskan untuk mengambil shift dari siang sampai malam saat aku tidak ada kuliah siang.

Aku berlari menaiki bis yang baru saja berhenti di depan halte. Hanya tersisa satu kursi kosong dan aku bersyukur bahwa akulah satu-satunya yang naik di halte ini, jadi aku mendapatkan tempat duduk itu.

Aku menoleh ke arah pria yang duduk di sampingku. Dia menyandarkan kepalanya ke jendela bus dan menatap ke jalanan di luar. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, tapi aku rasa umur pria itu hanya berjarak 1 atau 2 tahun di atasku. Dan rupa wajahnya dari samping terlihat sangat tampan. Pria itu memiliki hidung mancung, bibir penuh, dan rahang yang tegas. Ada headset yang tergantung di telinganya, menandakan bahwa dia tidak ingin diganggu atau mungkin dia memang lebih senang mendengarkan musik dibandingkan mendengarkan hiruk-pikuk di sekelilingnya.

Pria itu mengenakan kemeja biru langit yang hanya dikancingkan sebagian, memperlihatkan kaus singlet putih yang dijadikannya sebagai dalaman. Sebuah tas ransel tergeletak di pangkuannya, sedangkan kakinya tertekuk di antara sela sempit kursinya dan kursi di depannya, menunjukkan bahwa dia adalah pria yang cukup tinggi. Dan rambut hitamnya terlihat sedikit berantakan karena sering disentuh. Secara keseluruhan, pria itu benar-benar sangat menarik.

Aku menyadari bahwa aku menghabiskan banyak waktu untuk memandanginya, padahal aku bukan jenis gadis yang suka memperhatikan orang lain. Terakhir kalinya aku memperhatikan seorang pria bahkan saat aku masih SMA, itupun hanya karena pria itu adalah kekasihku. Ngomong-ngomong tentang itu aku jadi teringat bahwa aku tidak pernah pacaran lagi sejak saat itu. Kedengarannya kehidupan percintaanku cukup menyedihkan.

Aku baru akan beranjak karena bus yang kutumpangi sudah sampai di depan halte tempat aku turun, saat tiba-tiba pria di sampingku juga bangkit berdiri sehingga aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Dan detik itu juga aku hanya bisa terpaku syok, akhirnya mengetahui apa yang orang sebut sebagai jatuh cinta pada pandangan pertama.

***

“YAK! Kenapa kau lama sekali, hah? Aku bahkan sudah menunggumu lebih dari setengah jam! Cuaca panas sekali! Kau tahu tidak?”

“Kau berisik!”

Aku melangkah perlahan, berusaha menetapkan jarak yang cukup dekat untuk mendengar percakapan mereka, tapi tidak terlalu dekat sampai mereka mengetahui bahwa aku menguping. Coba tebak apa yang aku lakukan sekarang. Aku mengikuti pria tadi. Benar, pria tadi. Pria yang saat turun dari bus langsung disambut oleh seorang gadis berpenampilan tomboy yang anehnya masih terlihat sangat cantik walaupun aku yakin tidak ada sentuhan make-up sedikitpun di wajahnya itu kecuali bedak, make-up paling standar di dunia. Apa… saat akhirnya aku menyukai seorang pria lagi, aku harus menyerah di menit berikutnya karena kehadiran gadis lain?

“Yak, Cho Kyuhyun, kau pikir menunggu itu menyenangkan?”

“Kalau bukan aku yang harus menunggu sepertinya itu cukup menyenangkan… Na~ya.”

Jadi namanya Kyuhyun? Cho Kyuhyun? Namanya bahkan terdengar bagus sekali.

“Aish, dalam waktu dekat kau pasti akan mati di tanganku!” timpal gadis itu sambil melayangkan pukulan yang cukup keras ke lengan Kyuhyun, membuat pria itu sedikit meringis kesakitan.

“Yak, Han Hye-Na! Berani sekali kau!”

Aku membulatkan mata saat tersadar bahwa mereka melangkah masuk ke dalam kafe tempatku bekerja. Apa itu berarti… hari ini hari keberuntunganku?

Mereka mengambil tempat di sudut di dekat jendela, tempat yang strategis, karena aku bisa memperhatikan mereka dari meja layan.

Aku bergegas masuk ke ruang ganti dan dengan tergesa-gesa mengambil celemek yang menjadi ciri khas kafe kami, kemudian berlari lagi ke ruang depan, mengambil buku menu dan menyerahkannya kepada dua orang itu. Untung saja belum ada pelayan lain yang mendahuluiku.

“Coffee latte dan tiramisu.”

Aku bahkan nyaris melonjak-lonjak saat mencatat pesanannya. Suara pria itu bagus sekali, terdengar berat dan menenangkan di saat yang bersamaan.

“Dua,” sahut gadis yang duduk di depannya, yang seingatku bernama… Hye-Na. Sepertinya. Aku tidak tahu apakah aku sudah memutuskan untuk membencinya atau tidak. Dia bahkan tidak mendongak sama sekali dari PSP yang sedang ditatapnya dengan penuh perhatian, atau boleh kubilang… penuh nafsu membunuh.

“Tidak boleh. Makanlah sesuatu yang lebih berat. Kau belum makan dari pagi, kan?”

“Apa urusannya denganmu? Kau bukan seseorang yang punya hak untuk mengatur apa yang harus kumakan!” ucap gadis itu sinis.

“Ngomong-ngomong, kalau kau mengalami amnesia lagi, aku ini sahabatmu, dan itu berarti aku mendapat hak penuh,” tandas Kyuhyun tajam. Dan anehnya, saat pria itu mengucapkan kata ‘sahabat’, aku merasa mimik wajahnya menunjukkan raut ketidaksukaan. Seolah pria itu sangat membenci statusnya di mata gadis itu. Kalau seandainya aku berusaha menutup mata, aku akan berpura-pura tidak melihatnya, tapi yang ada di pikiranku sekarang hanyalah bahwa pria ini, pria yang kusukai ini, menyukai gadis lain. Gadis yang sama sekali tidak menyadari perasaannya.

“Ganti tiramisu yang dipesannya dengan kimbab,” ujar Kyuhyun, terlihat puas saat gadis di depannya tidak menyuarakan penolakan sama sekali.

“Baik,” ucapku sambil membungkuk sopan sebelum beranjak pergi. Aku menyerahkan pesanan mereka ke dapur dan menunggu di balik meja layan.

“Hmm… aku mencium adanya bau cinta disini,” ujar Park Hae-Yeon, sahabatku yang juga mengambil shift yang sama denganku. Dia mengedip ke arahku dengan tatapan jahil. Dia tetanggaku, biasanya mengambil shift siang, dan menambahnya dengan shift malam selama musim panas.

“Mereka biasanya bertiga. Ada satu namja lagi. Namanya Lee Donghae. Dan mereka semua satu kampus dengan kita. Donghae sunbae bahkan satu jurusan. Aku dengar kita mengambil kelas Puisi yang sama dengannya. Hanya saja dia memang belum pernah masuk kelas.”

“Jenis nappeun namja?”

“Lebih buruk dari itu. Dia itu playboy kelas berat. Ada puluhan gadis yang sudah dikencaninya dan kemudian dicampakkannya begitu saja. Bahkan ada beberapa yang dikabarkan hamil, tapi tidak pernah ditindaklanjuti kebenarannya. Rekor pacarannya yang paling singkat adalah dua jam, aku dengar dia mencampakkan gadis itu karena gadis itu payah dalam berciuman. Dan rekor terlamanya adalah dua hari, itu jika dia tertarik untuk menarik gadis itu ke atas tempat tidur.”

“Apa dia berkuasa? Ayahnya pemilik kampus?” tanyaku dengan nada tidak suka.

“Kau benar. Ayahnya pemilik saham terbesar. Lebih tepatnya, ayah mereka bertiga adalah pemilik saham, hanya saja ayah Donghae sunbae-lah pemilik 40% saham, jadi dia yang paling berkuasa.”

“Dan membuatnya bisa bertindak seenaknya? Belum melihatnya saja aku sudah membencinya.”

“Coba kalau kau sudah melihat wajahnya. Dia tampan sekali, dan anehnya, wajahnya itu sepolos malaikat. Dan Kyuhyun sunbae yang terkenal dingin dan tidak pernah dekat dengan wanita manapun selain Hye-Na malah memiliki aura seperti setan.”

“Gadis itu lebih kecil dari kita?”

“Siapa? Hye-Na? Dia lebih kecil satu tahun dari kita. Mahasiswi baru. Dan langsung dibenci semua mahasiswi lain karena dia terlihat dekat dengan dua namja yang paling diinginkan seantero kampus.”

“Aku bahkan belum pernah mendengar tentang dua namja itu sama sekali.”

“Kau kan memang tidak pernah tertarik dengan gosip apapun, pantas saja kau tidak mengenal mereka,” tandas Hae-Yeon. “Jadi… kau menyukai Kyuhyun sunbae?”

Wajahku tanpa bisa dikendalikan mulai memerah, memperlihatkan dengan jelas jawabanku tanpa perlu kusuarakan secara langsung.

“Berhati-hatilah. Mungkin lebih baik kau menghentikannya sekarang.”

“Kenapa? Karena dia menyukai Hye-Na? Gadis itu sepertinya hanya menganggapnya sebagai sahabat.”

Hae-Yeon tersenyum prihatin ke arahku, sesuatu yang tidak kusukai.

“Bahkan baru sekali bertemu kau sudah bisa menebaknya dengan tepat? Aku terkadang heran bagaimana bisa Hye-Na berpura-pura tidak menyadari tatapan segamblang itu,” ujar Hae-Yeon sambil menggelengkan kepalanya. “Aku sudah memperhatikan mereka bertiga selama berbulan-bulan, Hee-Kyung~a. Mereka selalu kesini setiap makan siang. Dan aku bersedia mempertaruhkan gajiku selama sebulan bahwa Hye-Na juga memiliki perasaan yang sama dengan Kyuhyun sunbae. Hanya tunggu waktu sebelum mereka berdua mau mengakuinya. Kau yakin bisa masuk di tengah-tengah dua orang itu? Sebelum kau sakit hati, aku sarankan agar kau segera berhenti.”

“Tidak,” ujaru tegas. “Selama dia masih belum menjadi milik siapapun, aku tidak akan berhenti.”

***

“Apa namja itu yang bernama Lee Donghae?” tanyaku sambil mengedikkan dagu ke arah seorang namja yang baru saja duduk di meja yang ditempati Kyuhyun dan Hye-Na.

“Mmm,” gumam Hae-Yeon. “Tampan, kan?”

Yah, aku tidak mau mengatakan omong kosong bahwa namja itu tidak tampan dan Hae-Yeon memang benar, wajahnya tampak seperti malaikat tanpa dosa. Tidak heran ada begitu banyak gadis yang bersedia dicampakkan olehnya.

“Sudah pergi sana, tanya apa ada yang mau dia pesan.”

“Tidak mau. Kau saja.”

“Dari awal kan kau yang melayani meja mereka. Lagipula apa kau mau melewatkan kesempatan melihat wajah Kyuhyun sunbae dari dekat lagi?”

Aku mengerang pelan. Gadis satu ini tahu saja kelemahanku.

***

DONGHAE’S POV

Aku memarkirkan mobil di pelataran kafe yang cukup sepi dan langsung meloncat turun, setengah berlari masuk ke dalam kafe. Kira-kira, aku sudah terlambat 15 menit dari jadwal pertemuan yang sudah dijanjikan, dan mengingat kedua orang itu selalu tepat waktu, aku mendadak mual membayangkan pelototan yang akan kudapatkan nanti. Mereka berdua benar-benar pasangan yang mengerikan.

Aku melemparkan senyum kepada seorang gadis yang cukup cantik di dekat pintu masuk. Gadis itu hanya duduk sendiri dan mengirimkan pandangan bahwa dia tidak akan keberatan jika aku menawarkan diri untuk duduk bersamanya. Tentu saja itu akan aku lakukan jika aku tidak punya janji dengan dua setan menyeramkan itu.

Oh, baiklah, sudah jelas sekali kan kalau aku ini pria macam apa? Aku tidak mau bersusah-payah mengingkari kenyataan itu. Untuk apa? Itu malah sesuatu yang membanggakan. Aku mencintai wanita dan sangat mengagumi mereka. Apalagi jika wanita itu cantik dan menyenangkan. Sayangnya, aku belum menemukan satu wanita cerdas pun yang bisa memahami setiap topik yang aku bicarakan. Satu-satunya yang memenuhi setiap kriteria wanita sempurna idamanku hanya Hye-Na, dan jelas bahwa aku sudah mengurungkan niatku dari awal untuk mendekatinya. Aku tidak akan mengejar buruan sahabatku sendiri. Kyuhyun pasti akan melakukan segala cara untuk menjauhkanku dari Hye-Na, yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, mengingat gadis itu tidak menunjukkan minat sedikitpun terhadapku. Jadi sejauh ini aku harus memuaskan diri dengan mendekati setiap wanita yang cukup menarik, lalu meninggalkan mereka jika mereka tidak sesuai harapan. Ada begitu banyak wanita yang membenciku, tapi ada lebih banyak lagi yang bersedia jatuh ke pelukanku. Bukan hal yang sulit.

“Kau pikir kau Tuan Besar sehingga punya hak untuk datang kapanpun kau mau?” sambut Hye-Na saat aku baru saja menjatuhkan tubuhku ke atas kursi.

“Gadis mana lagi yang baru kau campakkan?” ujar Kyuhyun tanpa menunjukkan minat sedikitpun.

“Salah satu dosenku,” ucapku sambil tersenyum, tahu bahwa aku baru saja mendapatkan perhatian Hye-Na. Kami berdua satu jurusan, kecuali Kyuhyun yang memilih jurusan musik.

“Yang mana?” sentak gadis itu tajam.

“Lee Soo-He.”

“Dan kau masih punya muka untuk masuk ke kelasnya?”

“Tentu saja,” jawabku santai. “Dia sudah berjanji padaku bahwa dia tidak akan menggagalkanku di kelasnya hanya karena aku mencampakkannya. Dan aku tidak heran kenapa wanita secantik dia belum menikah. Dia pencium yang buruk. Dan masih perawan.”

“Dan kau mencampakkannya hanya karena dia tidak bersedia kau tiduri?” dengus Kyuhyun.

“Tidak juga. Dia memang pintar, tapi aku mendapatkan tanda-tanda bahwa dia ingin menarikku ke altar.”

Kyuhyun tertawa keras dan mendapatkan lirikan tajam dari Hye-Na.

“Itu bukan sesuatu yang harus kau tertawakan, bodoh!” sentak gaadis itu marah.

“Aku hanya penasaran wanita mana yang akan berhasil menarikmu ke altar.”

“Nah, yang seperti itu juga lumayan,” ujarku sambil mengerling ke arah salah seorang pelayan yang melangkah ke arah meja kami. Gadis itu cantik dan kelihatan cukup terpelajar. Lagipula kakinya sangat indah.

“Selamat siang, apa Anda sudah memutuskan ingin memesan sesuatu?”

“Apa kau tidak termasuk dalam daftar menu?”

Aku mendengar Hye-Na menghela nafas keras tapi tidak memedulikannya sama sekali. Aku malah memfokuskan pandangan ke arah gadis pelayan itu. Dia tampak manis dalam balutan pakaian musim panasnya yang terang benderang, seperti sinar matahari. Warnanya maksudku.

Sial! Hae-Yeon benar! Pria ini benar-benar tidak bisa melihat makhluk berjenis kelamin perempuan! Apa dia tidak bisa menghentikan mulut penuh rayuannya itu sebentar saja? Dia bahkan berani menggodaku yang jelas-jelas seorang pelayan! Benar-benar tidak tahu sopan-santun!

Aku tersentak kaget saat mendengar rentetan kalimat yang seperti disemburkan langsung ke mukaku tapi juga terdengar seperti gaung, seolah suara itu berasal dari otakku sendiri. Dan aku merasa sangat tidak waras saat menyadari bahwa aku baru saja membaca pikiran gadis pelayan di depanku.

“Siapa Hae-Yeon?” tanyaku, memastikan tebakan tidak masuk akal yang terlintas di benakku. Dan benar saja, gadis itu tampak terkesiap kaget, seolah aku baru saja merangsek masuk ke dalam pikirannya. Dan aku memang sedang melakukannya.

Bagaimana pria itu tahu apa yang baru saja aku pikirkan? Darimana dia tahu nama Hae-Yeon? Astaga, pria ini bukan seorang peramal yang bisa membaca pikiran, kan?

“Tidak, aku bukan peramal, tapi sialnya, aku memang bisa membaca pikiranmu.”

“Heh, Lee Donghae, apa itu jurus barumu untuk menarik perhatian seorang gadis? Itu sama sekali tidak lucu, kau tahu?” sela Kyuhyun dengan tatapan memperingatkan.

Aku sama sekali tidak memedulikannya. Aku hanya ingin tahu….

Benar, pasti itu hanya tekhnik barunya untuk menarik perhatianku saja. Apa dia pikir aku akan jatuh ke pelukannya seperti gadis-gadis lainnya? Bodoh sekali dia karena berpikir begitu. Lihat, jelas bahwa sahabatnya jauh lebih baik dan punya otak. Tidak salah kan kalau aku menyukainya? Tidak seperti pria bernama Lee Donghae yang tidak punya sopan santun ini.

Jadi kenapa aku bisa membaca pikiran gadis yang jelas-jelas membenciku dan tertarik pada sahabatku sendiri? Menggelikan! Bagaimana bisa aku terjebak dalam situasi bodoh seperti ini?

Aku mendorong kursiku ke belakang dengan suara keras dan bangkit berdiri, tanpa berkata apa-apa meninggalkan ketiga orang itu. Aku harus tahu apa yang sedang terjadi. Di duniaku yang normal, tidak ada sesuatu yang tidak masuk akal seperti membaca pikiran. Dan aku harus tahu kenapa. Kenapa hanya gadis itu saja? Di antara begitu banyak gadis, kenapa hanya satu orang yang bisa aku baca pikirannya dan kenapa harus gadis itu? Kenapa harus seorang gadis yang tidak menyukaiku?

***

“Jadi kau terlambat menemukan takdirmu?”

Aku mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan ayahku. Aku memang langsung ke kantornya setelah kabur dari kafe dan menyerangnya dengan pertanyaan bertubi-tubi.

“Apa maksud pertanyaan itu?”

“Kau tidak ingat bahwa aku pernah menanyaimu saat ulang tahunmu yang ketujuh belas? Aku bertanya apakah ada sesuatu yang aneh dan tidak masuk akal sedang terjadi. Kau bilang tidak ada dan kau juga tidak bertanya lebih jauh, jadi aku tidak punya kesempatan untuk menjelaskan.”

“Jadi… ayah punya penjelasan yang masuk akal untuk ini semua?” tanyaku sangsi.

“Tidak juga. Kau pikir apa yang masuk akal dari membaca pikiran seorang wanita?”

Aku berhenti berkacak pinggang di depannya dan memilih duduk di atas kursi yang tersedia di depan meja kerjanya.

“Aku mendengarkan,” putusku, berharap bisa segera terbebas dari semua ketidakwarasan ini.

“Sebenarnya itu kemampuan turun-temurun, melampaui tiap satu generasi. Kakekmu menjelaskan kepadaku, berharap aku bisa menjelaskannya padamu. Kekuatan membaca pikiran itu hanya muncul saat kau bertemu dengan takdirmu. Kau bisa membaca pikiran seorang wanita dan itu berarti wanita itulah yang akan menjadi pendampingmu seumur hidup. Tidak ada yang tahu asal-usul kekuatan ini, setiap orang yang mengalaminya hanya menerimanya saja dengan senang hati. Bukankah menyenangkan kau bisa tahu yang mana takdirmu tanpa perlu kebingungan mencarinya?”

Aku bergerak gelisah di kursiku. Apa yang baru saja ayahku katakan? Takdir? Pendamping seumur hidup? Omong kosong macam apa itu?

“Apa tidak ada cara untuk menghentikannya?”

Ayahku menatapku sesaat sebelum menjawab.

“Ada. Kekuatan itu akan hilang saat wanita itu berkata bahwa dia mencintaimu. Tanpa paksaan dan atas kemauannya sendiri.” Ayahku melipat tangannya di atas meja dan mencondongkan tubuh. “Jadi beritahu appa, kenapa kau ingin kekuatan itu menghilang? Apa gadis itu tidak sesuai dengan seleramu? Kau tidak menyukainya?”

“Bukan begitu,” ucapku setengah hati. “Aku baru bertemu gadis itu hari ini dan sepertinya dia sudah mendengar hal-hal yang buruk tentangku. Bukan aku yang tidak menyukainya, tapi dia yang membenciku. Dan sepertinya dia menyukai Kyuhyun.”

“Tentu saja gadis baik-baik tidak akan menyukaimu. Kau suka bergonta-ganti wanita, apa yang bisa diharapkan dari pria sepertimu?”

“Appa memata-mataiku, ya?” tanyaku curiga.

“Tidak. Tapi kau mengencani sekretarisku dan dia mengundurkan diri karena merasa tidak enak padaku. Untung saja aku masih bisa mempertahankannya. Kerjanya bagus, kau tahu? Lain kali tolong jangan ganggu karyawanku. Mengerti?”

Aku tidak menjawab. Tentu saja sulit memenuhi permintaan seperti itu. Radarku selalu bekerja lebih cepat dari otakku kalau sudah menyangkut wanita cantik.

“Mulai sekarang hentikanlah sifat Cassanova-mu itu. Kau tidak perlu mencari gadis lain lagi karena kau sudah menemukan takdirmu. Tidak ada lagi gadis yang lebih pantas untuk mendampingimu selain gadis itu.”

“Tidak peduli apakah dia menyukaimu atau tidak, kau harus mengubah pikirannya,” lanjut ayahku saat aku tidak berkomentar apa-apa.

Aku menghela nafas kemudian mengedikkan bahu santai. “Akan kupikirkan.”

***

Untung saja kaca kafe itu transparan dan untung saja kaca mobilku gelap, jadi aku bisa dengan leluasa memandang ke arah kafe dari dalam mobilku tanpa ketahuan. Gadis itu masih bekerja. Sepertinya dia baru kali ini mengambil shift siang, makanya aku baru bertemu dengannya. Dan sepertinya dia juga melanjutkan dengan shift malam. Tipe mandiri dan pekerja keras?

Aku mengetuk-ngetukkan jari ke dashboard mobil. Sudah dua jam aku melakukan pengintaian ini dan tidak tahu kenapa aku melakukannya. Tapi cukup berguna, karena aku jadi bisa mempelajari seperti apa gadis itu sebenarnya. Dia gadis yang baik, ramah, dan jelas bahwa satu-satunya orang yang tidak disukainya hanya aku saja. Dia membalas senyuman semua pelanggan pria dengan manis, jadi kenapa dia malah melotot kepadaku?

Aku keluar dari mobil saat semua pegawai kafe keluar dari pintu depan. Salah seorang dari mereka mengunci pintu dan aku melihat gadis itu berjalan bersisian dengan seorang agdis lainnya. Sepertinya itu gadis yang bernama Hae-Yeon.

“Kyung~a, bisa kita bicara sebentar?” tanyaku, membuat gadis itu menghentikan langkahnya kaget.

“Darimana kau tahu namaku?” tanyanya defensif.

“Karena itu kita harus bicara,” ujarku tenang.

Dia menatapku sangsi dan menggeleng. “Aku rasa tidak ada yang perlu kita bicarakan,” putusnya sambil berjalan melewatiku. Aku dengan cepat mengunci mobilku dan setengah berlari menjejeri langkahnya.

“Hee-Kyung~a, kau tidak apa-apa berjalan ke halte sendirian?” tanya Hae-Yeon sambil melirikku.

“Tidak apa-apa. Kau pulang saja,” ucapnya sambil melambaikan tangan dan berjalan ke arah berlawanan.

“Kau tidak penasaran kenapa aku bisa membaca pikiranmu?” kejarku.

“Kau tidak bisa membaca pikiranku,” ucapnya dengan nada tegas tanpa menoleh ke arahku sama sekali.

Apa pria ini tidak bisa meninggalkanku sendiri? Menyebalkan!

“Sekarang kau ingin aku meninggalkanmu sendirian, kan? Dan kau berpikir bahwa aku menyebalkan.”

“Berhentilah mencoba menebak-nebak isi otakku!” serunya kesal.

“Aku tidak menebak-nebak. Aku memang bisa membaca pikiranmu.”

“Terserah kaulah,” ucapnya tak peduli, dan tiba-tiba saja dia sudah berlari kencang dan menyelip masuk ke dalam bus yang baru saja berhenti di halte. Aku terpana sesaat sebelum ikut berlari dan berhasil naik di detik-detik terakhir saat pintu bergeser menutup. Aku melihat gadis itu duduk di bagian belakang dan bergegas menghampirinya.

“Kau tidak akan melepaskanku, ya?” ujarnya sinis, memalingkan wajahnya ke jendela.

“Di keluargaku, melangkahi setiap satu keturunan, para pria mendapat kekuatan untuk membaca pikiran takdirnya. Kami semua mendapat kekuatan itu saat berumur 17 tahun, tapi tidak sadar bahwa kami memiliki kekuatan itu sampai kami menemukan takdir kami sendiri. Dan aku baru mengetahuinya tadi siang.”

Akhirnya aku mengucapkan sesuatu yang cukup menarik untuk mendapatkan perhatiannya, karena kemudian dia menoleh ke arahku, walaupun masih dengan wajah tanpa ekspresi.

“Kau serius, ya?” tanyanya enggan. “Apa yang sedang aku pikirkan sekarang?”

Kau pria brengsek tidak berperasaan yang suka sekali menyakiti hati para gadis!

“Haruskah kau memikirkan kalimat seperti itu?” ujarku sambil sedikit meringis. Dia sama sekali tidak menanggapiku, hanya menatapku datar, meminta bukti dari ucapanku tadi. “Kau bilang aku pria brengsek tidak berperasaan yang suka sekali menyakiti hati para gadis.”

Aku tersenyum puas saat melihat matanya membulat tak percaya.

“Kita ditakdirkan bersama. Lucu, kan? Aku ditakdirkan hidup bersama seorang gadis yang bahkan tidak menyukaiku sama sekali.”

“Bagus kalau kau tahu,” ucapnya sinis, tapi aku tahu bahwa ada pergolakan dalam dirinya sendiri. Mengetahui bahwa ada seseorang yang bisa membaca pikiranmu, menjadi takdirmu, dan jelas adalah orang yang sangat tidak kau sukai, bukanlah sesuatu yang menyenangkan.

Dia memalingkan wajahnya lagi dan mengeluarkan sebuah MP3 player dari dalam tasnya. Aku mengerutkan kening saat merasa mengenali benda itu. Benda itu hanya ada dua di dunia karena itu buatan khusus, hanya berbeda warna saja. Dan setahuku, MP3 player dalam genggaman gadis itu adalah milik Kyuhyun.

“Apa itu milik Kyuhyun?” tanyaku tanpa berpikir.

Gadis itu mengernyit sesaat sebelum akhirnya mengangguk. “Dia menjatuhkannya tadi di bawah kursi kafe dan aku memungutnya. Aku berencana mengembalikan benda ini besok.”

“Biar aku saja yang mengembalikannya,” tawarku.

Dan membiarkanmu merusak rencanaku untuk berbicara langsung dengan Kyuhyun sunbae?

“Kau menyukainya, ya?” tanyaku dengan nada tidak suka.

“Memangnya apa yang kau harapkan? Aku menyukaimu?”

“Bisa tidak kau berhenti menggunakan nada sinis itu padaku?”

Dia tidak menjawab dan malah memasang headset ke telinganya, memainkan lagu dari MP3 pria yang disukainya itu. Dan tanpa tahu malu, aku merebut salah satu headset-nya dan memasangkannya ke telingaku sendiri.

Lagu Serenade yang awalnya hanya instrument tanpa lirik ciptaan Schubert dan dinyanyikan ulang oleh penyanyi seriosa Korea, Yoo Mi-Sook, mengalun pelan di telingaku. Aku tahu apa saja daftar lagu di playlist Kyuhyun. Diam-diam pria itu menyalin semua daftar lagu dari MP3 Hye-Na ke miliknya sendiri dan bersikap seolah tidak tahu apa-apa. Tidak heran kalau dia selalu berusaha menjauhkan benda ini dari gadis kesayangannya itu.

“Kau baru saja berpikir bahwa kau ingin memindahkan semua lagu ini ke ponselmu, kan? Apa kau tahu kenapa Kyuhyun menyukai lagu-lagu ini?”

Dia menatapku dengan tatapan kesal, tapi aku melanjutkan ucapanku tanpa memedulikannya sama sekali.

“Karena Hye-Na menyukai lagu-lagu ini, makanya pria yang kau sukai itu juga menyukainya. Apa sekarang kau masih tertarik juga padanya?”

“Bukan urusanmu!” sergahnya tajam, tapi aku tahu bahwa dia mulai berpikir ulang tentang cintanya yang baru dimulai. Dia baru menyukai Kyuhyun hari ini, kan? Perasaannya jelas masih dangkal, dan aku bisa mengubah pikirannya segera. Dia harus mulai melihat ke arahku. Dan kemudian jatuh cinta padaku. Bukankah jika sudah ditakdirkan bersama, cinta juga termasuk di dalamnya?

***

HEE-KYUNG’S POV

I get the best feeling in the world when you say hi or even smile at me because I know, even if it’s just for a second, that I’ve crossed your mind.

Aku bergegas mempercepat langkahku saat melihat Kyuhyun sunbae yang berjalan ke arahku dengan wajah menunduk. Dia pasti baru mengantarkan Hye-Na ke kelas. Memangnya apa lagi yang dilakukan pria itu di gedung fakultasku kalau bukan itu?

“Sunbae,” panggilku sambil membungkukkan tubuh, menunjukkan sopan-santunku.

“Ne?” Dia menatapku lama dan kemudian berkata ragu. “Kau… pelayan di kafe kemarin, kan?”

Astaga! Apa dia baru saja mengatakan bahwa dia mengingat wajahku?

Aku mengangguk penuh semangat, sebelum teringat bahwa ada sesuatu yang harus kuberikan padanya.

“Ng… sunbae, kemarin kau menjatuhkan MP3 player-mu di kafe dan aku memungutnya. Ini.” Aku menyodorkan benda miliknya yang dari tadi terus-terusan kupegang. Dia melihat benda itu sesaat kemudian tersenyum.

“Gomaweo,” ucapnya sambil memasukkan MP3 itu ke dalam tasnya. Aigoo, apa tidak bisa sekali saja dia tersenyum? Wajahnya itu dingin sekali.

“Aku masih ada kuliah. Sampai jumpa,” pamitnya, dan pergi begitu saja. Lagi-lagi tanpa senyum, tidak melambai, dan tidak menoleh ke arahku sama sekali setelah dia berlalu. Yang kulihat malah Donghae yang baru saja muncul di koridor. Dia menyapa Kyuhyun sekilas dan melambai ke arahku dengan senyum lebar di wajah. Sebenarnya, dia itu terlihat kekanak-kanakan sekali. Semalam bahkan dia memaksa menemaniku sampai ke rumah, seolah dengan begitu dia bisa membuatku naksir padanya.

“KYUUUUUUUUUUUNG!!!” serunya sambil berlari menghampiriku.

Aish, nama panggilan macam apa itu? Membuatku malu saja!

“Jangan panggil aku seperti itu!” gerutuku. Langkahku langsung terhenti saat dia merangkul bahuku dengan tiba-tiba dan menarik tubuhku sampai menempel ke sisi tubuhnya.

“Apa-apaan kau?”

“Mau memamerkanmu.”

“APA?” seruku keras, membuat jumlah orang yang sudah menonton kami menjadi semakin banyak.

“Nah, jadi semua orang sekarang sudah tahu bahwa kau milikku dan aku juga milikmu.”

Aku mendengus dan memandangnya dengan tatapan bosan.

“Sejak kapan kau menjadi milik seseorang? Bukannya kau datang dan pergi kapan pun kau mau?”

“Sekarang tidak,” ucapnya dengan raut wajah yang tiba-tiba menjadi serius. “Aku tidak akan pergi sesukaku lagi,” lanjutnya. “Dan bukannya kau yang mau kabur dariku?” tukasnya dengan bibir cemberut.

Dan kenapa jantungku malah berdetak kencang? Tidak setia kawan sama sekali!

***

AUTHOR’S POV

Hee-Kyung mengaduk-aduk teh di depannya tanpa fokus. Konsentrasinya tercurah kepada dua orang yang duduk di sudut. Ini hari kelimanya mengambil shift siang, hari kelima dia menahan iri melihat kedua orang yang sama sekali tidak sadar bahwa mereka sedang diperhatikan itu.

Hye-Na sibuk mengalahkan lawannya di PSP yang sepertinya kuat sekali karena gadis itu tidak hentinya menggumam tidak jelas dengan nafsu membunuh terpancar dari matanya, sedangkan Kyuhyun memegang benda yang sama, hanya saja pria itu tidak memainkannya. Matanya terarah pada gadis di depannya itu, memandangi wajah gadis itu seolah itu adalah pemandangan terindah di dunia. Dan Hee-Kyung menyadari bahwa dia sudah kalah telak tanpa memulai pertandingannya, peringatan keras agar dia segera menghentikan perasaannya pada pria itu. Hanya lima hari, dan dia langsung menyerah.

Benar, memangnya apa yang bisa dia harapkan dari pria yang jelas sedang tergila-gila pada gadis lain?

“Kyuuuuuuuuuuuung!!!!”

Suara itu lagi.

Hee-Kyung membenamkan wajahnya ke lengannya yang terlipat di atas meja. Dia sepertinya mendengar suara itu dimana-mana, bahkan saat pria itu tidak ada di dekatnya. Benar-benar berisik! Sejak kapan namanya terdengar sejelek itu?

“Kyung Kyung Kyung! Annyeong!”

“Yak, Lee Donghae! Berhenti memanggil namaku seperti itu!”

Dia sudah kehilangan energi untuk menyuruh pria itu enyah sejak dua hari yang lalu. Pria itu selalu saja mengikutinya kemana-mana, menungguinya sampai pulang bekerja, kemudian naik bus bersamanya, mengantarnya sampai ke depan pintu rumah. Pria itu lebih bersikap seperti pesuruh yang patuh daripada seorang pria yang sedang berusaha mendapatkan cintanya.

“Berhentilah menatap Kyu,” ujaar Donghae sambil mencondongkan tubuhnya, menyejajarkan wajahnya dengan wajah gadis itu. Hee-Kyung heran setengah mati bagaimana bisa pria itu merubah kepribadiannya dengan amat sangat mendadak. Satu detik yang lalu dia bertingkah kekanak-kanakan, satu detik kemudian dia malah terlihat begitu serius, seolah dia sedang menggantungkan hidupnya sendiri pada jawaban Hee-Kyung.

“Kau tidak bisa menatapku saja?”

Hee-Kyung merasakan wajahnya memanas mendengar ucapan pria itu. Dia mengumpat dalam hati, mengutuki ketidak-konsistenan saraf-saraf tubuhnya.

“Lagipula apa sih yang kau lihat dari pria dingin tanpa ekspresi seperti itu? Aku kan lebih tampan!”

Nah, lihat saja itu! Pikirannya langsung saja terbukti! Pria di depannya itu ajaib!

“Aku tidak ajaib! Aku kan hanya menyampaikan fakta!”

Satu keburukan lagi. Pria itu bisa membaca pikirannya, dan itu membuatnya kesal setengah mati! Seperti ditelanjangi di tempat umum. Dia harus berusaha keras untuk membenahi pikirannya. Dia tidak akan membiarkan pria itu tahu bahwa dia mulai sedikit, hanya sedikit, terbiasa dengan kehadiran pria itu. Terang saja, pria itu suka sekali muncul tiba-tiba, merecokinya, membuatnya kesal, kemudian menerbangkannya ke awang-awang. Dia….

“Kau mulai menyukaiku, ya?” seru Donghae dengan wajah berbinar-binar.

Aish sial, jangan bilang pikirannya berhasil dibaca pria itu lagi!

***

HEE-KYUNG’S POV

Aku memangku tanganku ke dagu dan menatap dosen yang sedang memberi penjelasan di depan dengan pandangan bosan. Sesekali tanganku bergerak untuk mencoret-coret kertas, membuat bentuk-bentuk aneh yang tidak beraturan.

Aku menatap Donghae yang duduk di sampingku dengan mata mendelik kesal saat sebuah kertas dengan sengaja dilemparkan ke atas mejaku. Dia tersenyum dan memberi tanda dengan tangannya agar aku membuka kertas itu.

Baik, anggap saja aku memang tidak ada kegiatan lain sehingga tidak keberatan membaca entah apa yang tertulis di kertasnya itu. Awas saja kalau dia mencoba merayuku lagi!

Should I compare you to a summer’s day?

Although you are much more lovely and gentle

(Haruskah aku membandingkanmu dengan hari-hari di musim panas?

Meskipun kau lebih indah dan lemah lembut)

Violent winds destroy the beautiful buds of the May flower

And summer is too short

Sometimes the sun shines too hot, and

Sometimes his glory is too bright that dims our visions

(Angin yang bengis memusnahkan kuncup-kuncup bunga di bulan Mei

Dan musim panas terasa begitu singkat

Terkadang matahari bersinar begitu panas, dan

Terkadang cahayanya terlalu menyilaukan sehingga menyuramkan penglihatan kita)

Normally beauty will fade because of the change of time and nature

But your beauty will not fade nor will you lose possession of your fairness

Death can’t boast that you’re wondering in his shadow

You will last forever with the lines of this poem

As long as men live or eyes can see,

This poem will exist and so will you

(Normalnya, kecantikan akan pudar digerus perubahan waktu dan sifat

Tapi kecantikanmu tidak akan memudar meskipun kau kehilangan kemudaanmu

Kematian tidak bisa membual bahwa kau berada dalam bayangannya

Karena kau akan bertahan selamanya di dalam barisan puisi ini

Selama manusia hidup atau selama mata masih bisa melihat

Puisi ini akan tetap hidup, begitu juga kau….)

Jadi… darimana pria itu tahu bahwa ini adalah puisi kesukaanku? Aku rasa aku tidak memikirkan apa-apa tentang puisi ini sejak aku bertemu dengannya, jadi mustahil jika pria itu membacanya dari pikiranku. Atau… hanya karena ini adalah musim panas?

Aku menoleh ke arahnya lagi dan kali ini dia membuat gerakan agar aku membalik kertas itu. Ada sebaris tulisan di belakangnya.

Wanna have a date? With me?

Dan aku tidak yakin apakah karena aku tersentuh membaca puisi yang dia tulis ulang dengan tangan, menunjukkan bahwa besar kemungkinan dia menyukai puisi itu juga sehingga menghapalnya di luar kepala, atau entah karena senyumnya yang manis, atau karena aku baru menyadari daya tariknya beberapa hari terakhir, sehingga aku menganggukkan kepala mengiyakan ajakannya.

***

AUTHOR’S POV

“Kau mau mengajakku kemana?” tanya Hee-Kyung penasaran. Dia membiarkan Donghae menggenggam tangannya, merasa aneh saat mengetahui bahwa dia menyukai cara pria itu menyentuhnya. Hati-hati dan sangat ringan, seolah-olah pria itu sedang mengetes reaksinya terhadap sentuhan pria itu di kulitnya. Dia tidak habis pikir, bagaimana mungkin seorang Lee Donghae terlihat tidak terlalu percaya diri seperti biasanya.

“Aku harus membelikan sepatu dulu untukmu.”

“Mwo?” seru gadis itu kaget. “Mian, tapi aku tidak bisa….”

“Tenanglah. Aku hanya ingin membelikanmu sepatu kets biasa. Sepatu yang kau pakai sekarang akan membuatmu kesusahan di tempat yang kita tuju nanti,” ucap pria itu menenangkan sambil menarik Hee-Kyung memasuki sebuah toko sepatu.

Donghae mendudukkan gadis itu ke atas kursi dan menghilang di balik rak-rak sepatu. Dia kembali beberapa saat kemudian dengan sebuah sepatu kets di tangannya. Pria itu berjongkok di depan Hee-Kyung dan melepaskan sepatu yang dipakai gadis itu dari kakinya. Dia kemudian memasangkan sepatu kets pilihannya dan mengikat tiap talinya dengan rapi.

“Aku tidak perlu membaca pikiranmu kan untuk tahu ukuran kakimu?” ucap pria itu sambil tersenyum lebar. “Tunggu sebentar disini. Aku akan membayarnya, lalu kita berangkat.”

***

If you love two people at the same time, choose the second one, because if you really loved the first one you wouldn’t have fallen for the second.

Pria itu membawanya ke pinggiran kota, tempat pemandangan masih terlihat begitu asri dan udara masih sangat segar untuk dihirup. Tempat itu merupakan wilayah perkebunan yang cukup luas dan Donghae membawanya ke bagian sebelah utara, area ladang kentang manis yang sudah siap untuk dipanen.

Mereka menghabiskan satu jam mengasyikkan dengan memetik kentang bersama, lalu beristirahat di rumah salah satu petani disana dan menikmati kentang manis rebus yang terasa begitu nikmat, sambil mempelajari cara membuat liontin kalung dari tanah liat. Selama menunggu kedua liontin itu kering, mereka pergi menangkap ikan ke danau untuk dimasak sebagai makan siang. Dan Hee-Kyung sama sekali tidak bisa mempercayai penglihatannya saat seorang Lee Donghae dengan semangat melipat lengan kemejanya sampai ke siku dengan celana jins yang sudah digulung sampai batas lutut, melompat masuk ke dalam air sungai yang begitu jernih, memperlihatkan pemandangan di bawah permukaannya. Donghae memegang sebuah tombak dari kayu yang sudah diruncingkan kemudian mulai berusaha menangkap ikan-ikan besar yang berenang disana. Pria itu gagal dalam beberapa kali percobaan, membuat Hee-Kyung tertawa keras sambil berseru mengejeknya.

“Lebih baik kau kesini daripada mengejekku terus! Kau mau makan siang tidak?”

Hee-Kyung tertawa geli dan melompat masuk ke dalam air, mencipratkan tetes-tetes air ke wajah dan tubuh Donghae sehingga pria itu mengeluarkan gerutuan kesal dan balas menghempaskan kakinya ke air, memberikan efek yang persis sama terhadap gadis itu. Mereka melakukan hal itu selama beberapa saat dan baru berhenti ketika seekor ikan besar berhasil ditangkap oleh Donghae. Pria itu memasang pose superior kemudian semakin percaya diri untuk menangkap buruan berikutnya. Kali ini hanya membutuhkan waktu lima menit saja untuk mendapatkan seekor ikan lagi.

Donghae meninggalkan Hee-Kyung untuk meminta kayu bakar dan bumbu-bumbu yang diperlukan untuk membakar ikan ke rumah petani yang mereka singgahi tadi, sedangkan gadis itu sibuk membersihkan dua ekor ikan yang sudah ditangkap Donghae tadi.

Mereka mulai sibuk mempersiapkan segala hal untuk membuat ikan bakar setelah Donghae kembali. Membutuhkan waktu satu jam lebih untuk menghasilkan masakan yang bisa mereka makan, sesuatu yang membuat rasa puas terpancar dari wajah mereka berdua.

“Itu masih panas,” seru Donghae. Terlambat, karena Hee-Kyung sudah memasukkan potongan ikan bakar itu ke dalam mulutnya. Langsung saja gadis itu membuka mulutnya lebar-lebar karena kepanasan, dan Donghae dengan refleks mengulurkan tangannya, memberi tanda agar Hee-Kyung meludahkan daging ikan itu ke telapak tangannya.

“Lidahmu bisa terbakar tahu!” gerutu pria itu sambil menyodorkan tisu dan sebotol air.

Hee-Kyung terpana melihat bagaimana pria itu memperlakukannya. Taanpa rasa jijik sedikitpun dan jelas kesal karena gadis itu membahayakan dirinya sendiri.

Dan saat itu… dia bisa melihat apa yang wanita lain lihat dari pria itu. Pria itu memang memiliki penampilan yang sangat mengagumkan, tapi caranya memperlakukan wanita yang disukainya jauh lebih mengagumkan lagi. Dan… dia tidak bisa memutuskan apakah dia akan menjadi wanita-wanita lain juga. Tergila-gila setengah mati pada seorang Lee Donghae.

***

Hee-Kyung menggerak-gerakkan kaki merasakan tekstur rumput yang terasa kesat di telapak kakinya. Dia berbaring sambil menghadap ke atas, ke arah langit yang terlihat cerah karena pancaran sinar matahari, menghirup dalam-dalam aroma familiar musim panas yang disukainya.

Donghae menoleh ke arah gadis itu, bertanya-tanya dalam hati apakah gadis itu masih ingat bahwa dia masih bisa membaca pikirannya, karena sepertinya gadis itu merasa bebas sekali, memikirkan hal-hal menyenangkan yang disukainya, seolah tidak keberatan jika Donghae bisa mengetahui semuanya.

Pria itu mengulurkan tangannya perlahan, merengkuh kepala gadis itu sampai berbaring di atas lengannya, kemudian menarik tubuhnya mendekat. Gadis itu tidak mengatakan apa-apa, dan juga tidak memikirkan apa-apa, membuat rasa lega nyaris membludak di dada pria itu.

“Kyung~a…” panggilnya dengan nada pelan, terdengar sedikit ragu.

Gadis itu memalingkan wajah ke arahnya. Ada seulas senyum di bibir tipisnya. Senyum pertama yang diberikan gadis itu untuknya. Wajah cerah pertama yang diperlihatkan gadis itu untuknya. Dan saat itu… yang dipikirkannya hanyalah betapa berkilauannya gadis itu di bawah siraman cahaya matahari yang menusuk. Betapa gadis itu terlihat cantik di matanya, dan betapa yakinnya dia bahwa saat itu dia tidak butuh apa-apa lagi, dia tidak ingin mencari gadis lain lagi.

“Mmm?”

Kata itu terasa begitu berat untuk dikatakan, karena belum pernah diucapkannya kepada gadis manapun. Karena memang tidak ada gadis lain yang membuatnya berpikir untuk mengucapkannya. Dan saat ini, dia begitu ingin memberitahu gadis itu, bahwa untuk pertama kalinya ada seorang gadis yang membuatnya terpesona sampai nyaris gila, bahwa ada seorang gadis yang baru dikenalnya beberapa hari, tapi berhasil melintas di benaknya seperti bayangan menyebalkan yang tidak bisa diusir pergi. Bahwa ada gadis yang membuatnya berpikir tentang sebuah rancangan masa depan yang membutuhkan gadis itu sebagai pelengkapnya. Bahwa dia….

“Saranghae.”

Hee-Kyung mengerjapkan mata kaget. Dia menyukai ide pria itu untuk mengajaknya jalan-jalan. Dia juga menyukai cara pria itu memperlakukannya. Tapi saat pria itu mengucapkan kata tersebut, dia jadi mempertanyakan perasaannya sendiri.

Apa semudah itu? Apa secepat itu?

Dia tidak bisa menjawab, tapi yang ada di pikirannya saat itu … bagaimana pria itu hanya membutuhkan waktu satu hari untuk membuat Hee-Kyung menyukainya. Dan satu kata untuk membuat gadis itu jatuh cinta.

***

Mereka berdua menghentikan langkah di depan pagar rumah Hee-Kyung. Donghae dengan sengaja memarkirkan mobilnya di dekat halte yang berjarak 10 menit berjalan kaki dari rumah Hee-Kyung agar dia bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan gadis itu. Dan anehnya, gadis itu tidak berusaha mendebatnya sama sekali.

Donghae mengusap tengkuknya salah tingkah dan menatap gadis itu dengan wajah memerah. Astaga, sejak kapan dia menjadi hilang akal begini hanya karena seorang gadis?

“Ng… apa kau keberatan memakai kalung ini?” tanya pria itu ragu sambil menyodorkan sebuah kalung hasil karyanya di perkebunan tadi. Ada tulisan “HAE” di liontin kalung itu, hal yang dari tadi disembunyikannya dari gadis itu, menolak keras saat gadis itu berniat mengintip apa yang dibuatnya. “Aku punya satu lagi. Tulisannya “Kyung”. Maksudku… ng… kalau kau tidak keberatan.”

Hee-Kyung tersenyum dan mengambil kalung itu cepat dari genggaman Donghae, sebelum pria itu berubah pikiran.

“Gomaweo,” ucapnya sambil memandangi kalung itu lekat-lekat. “Aku pasti akan memakainya.” Kalung itu memang indah sekali, dan dia selalu suka benda buatan sendiri.

Tubuh gadis itu sedikit menegang saat merasakan jari Donghae menyentuh dagunya dan wajah pria itu semakin mendekat. Dia bisa saja mendorong pria itu menjauh, tapi seluruh otot tubuhnya berubah kaku dan otaknya kosong tiba-tiba, berada di luar fungsi kerjanya.

Hee-Kyung merasakan nafasnya tercekat di kerongkongan saat bibir Donghae hanya berjarak seinci dari bibirnya, tapi kemudian pria itu tersenyum, sedikit menegakkan tubuhnya, dan menyapukan sebuah kecupan singkat di pipi kirinya.

Wae? Aku bahkan 100% yakin bahwa dia benar-benar ingin menciumku, tapi….

Donghae tersneyum saat mendengar pikiran Hee-Kyung menggema di kepalanya. Dia menyentuh pipi yang tadi dikecupnya dalam sebuah sentuhan yang sangat ringan, merasakan dinginnya kulit wajah gadis itu.

“Aku tidak akan memperlakukanmu sama seperti gadis lainnya. Aku ingin menjagamu baik-baik,” ucapnya sambil menaikkan tangannya untuk mengacak-acak rambut Hee-Kyung, kemudian mendorong tubuh gadis itu ke dekat pagar.

“Masuklah,” suruhnya. “Dan sampai jumpa besok… Kyung.”

***

“Kau yakin?”

Donghae mengangguk, memutar-mutar gelas berisi air putih di depannya.

“Kenapa tiba-tiba?” tanya ayahnya heran.

“Aku… hanya ingin memperbaiki diri,” jawabnya singkat.

“Untuk gadis itu?”

“Appa sedang menggodaku?” tukasnya dengan nada suara yang tiba-tiba berubah sengit.

Ayah Donghae tertawa dan mengulurkan tangan untuk menepuk-nepuk punggung pria itu.

“Kenapa tidak disini saja? Kenapa harus keluar negeri? Kau kan juga bisa belajar menjadi pria baik-baik disini.”

Donghae tidak menjawab, seolah sedang berpikir. Tangannya bergerak mengangkat gelas yang tadi asyik dimainkannya dan membawanya ke bibir, meminum isinya sampai tandas.

“Aku hanya ingin tahu perasaannya. Jika aku meninggalkannya cukup lama, apa dia bersedia menungguku? Aku bahkan tidak tahu apakah dia mencintaiku atau tidak.”

“Kau tidak mempercayai kemampuanmu sendiri?” tanya ayahnya kaget.

Donghaae menggeleng lemah. “Khusus gadis ini, aku kehilangan seluruh kepercayaan diriku, appa.”

***

DONGHAE’S POV

“Oke, hari ini kita akan adakan ujian akhir. Saya sengaja tidak memberitahu kalian semua karena ingin mengetes sejauh apa kemampuan kalian dan apakah kalian merasa perlu untuk belajar meskipun tidak ada kuis ataupun ujian. Letakkan semua tas ke depan dan hanya pena saja yang ada di atas meja.”

Aku menatap gusar ke arah pintu kelas. Dimana gadis itu? Sudah lewat 10 menit setelah kelas dimulai dan gadis itu tidak tampak dimanapun. Dan aku rasa gaadis itu bukan jenis orang yang suka datang terlambat. Apa terjadi sesuatu? Apa gadis itu sakit sehingga dia tidak masuk kelas?

Aku memandang kertas soal di depanku dan mulai mencurahkan konsentrasi untuk menjawab soal. Tapi otakku masih saja memikirkannya. Apa seharusnya memang begini? Apa aku punya hak untuk mencemaskannya sebanyak ini?

Aku mendongak cepat saat mendengar pintu kelas terbuka dan bernafas lega melihat Hee-Kyung-lah yang datang. Gadis itu menarik nafas dengan terengah-engah dan membungkuk meminta maaf kepada Soo-He. Dia sedikit terbelalak saat melihat kertas yang disodorkan Soo-He ke arahnya. Pasti gadis itu syok saat mengetahui bahwa dia baru saja datang terlambat dan harus menghadapi ujian mendadak yang tidak diharapkannya.

Astaga, bagaimana ini? Apa yang harus kuiisi di kertas ujianku? Otakku hanya penuh dengan bayangan kondisi ibu sekarang. Bagaimana mungkin ada ujian mendadak? Aish!

Tanganku terhenti di udara saat mendengar pikirannya. Juga bayangan-bayangan samar tentang percakapannya dengan ayahnya semalam. Ibunya masuk rumah sakit karena kecelakaan dan berada dalam kondisi cukup kritis karena kehabisan darah, sedangkan dia tidak bisa ke Busan mengingat pekerjaan dan jadwal kuliahnya yang cukup sibuk. Apalagi ayahnya juga melarangnya untuk pulang ke Busan dan menyuruhnya agar tidak terlalu menngkhawatirkan kondisi ibunya. Aku bisa membayangkan betapa sakitnya kepala gadis itu sekarang.

Aku menunduk menatap kertas jawabanku yang sudah separuh terisi, tahu bahwa kertas jawaban gadis itu belum terisi sedikitpun karena dia hanya bisa menatapnya bingung, tidak tahu harus mengisi apa.

Dengan sekali gerakan aku mencoret nama di bagian atas kertas ujianku dan memikirkan cara agar aku bisa mendapatkan kertas ujian Hee-Kyung untuk melakukan hal yang sama. Di tengah pikiran itu, aku membaca barisan soal yang belum kukerjakan dan menuliskan jawabannya dengan lancar.

Nah, seharusnya gadis itu akan lulus kelas ini dengan mudah.

***

Aku berjalan dengan kedua tangan terbenam di saku celana, sesekali membungkuk ke arah gadis-gadis yang menyapaku, tanpa berniat meladeni mereka sama sekali. 5 hari yang lalu, pasti aku akn mengajak mereka mengobrol dengan senang hati, tapi sekarang… aku bahkan tidak tahu kenapa aku mau menghabiskan waktu untuk membicarakan hal tidak penting dengan mereka semua. Lebih kasarnya lagi, aku tidak tahu dimana letak otakku sehingga bisa merasa tertarik pada mereka. Memalukan!

“Sunbaenim.”

Aku berbalik saat mendengar sebuah suara memanggilku. Seorang mahasiswa yang sekelas denganku di kelas Puisi tadi. Dia pasti sepantaran dengan Hee-Kyung. Siapa namanya? Seung-Hwan? Aku tidak yakin. Otakku hanya bekerja cepat untuk para gadis saja dan namja itu jelas tidak masuk daftar.

“Ne?”

“Seung-Hwan imnida.” Nah, memori otakku lumayan, kan?

“Soo-He songsaengnim memintaku mencari sunbae dan Hee-Kyung lalu menyuruh kalian menemuinya di ruang kerjanya segera.”

Aku mengerutkan kening. Cepat juga Soo-He menyadari bahwa tulisankulah yang ada di kertas ujian bertuliskan nama Hee-Kyung dan sebaliknya. Aku seharusnya mempertimbangkan ketelitian gadis satu itu.

“Baik, aku akn menemuinya.”

Seung-Hwan tersenyum dan membungkuk, berniat pergi saat tiba-tiba aku teringat sesuatu.

“Hei… bisakah kau tidak usah memberitahu Hee-Kyung? Biar aku saja yang mencarinya.”

“Ne, sunbae. Arasseo.”

Seharusnya gadis itu tidak tahu apa yang sudah aku lakukan. Kadang-kadang aku tidak yakin perbuatanku yang mana yang tidak akan membuatnya marah.

***

Aku memutar-mutar kursi yang kududuki dengan kedua tangan terbenam di saku jaketku, bosan. Pintu ruangan terbuka sekitar satu menit kemudian dan Soo-He masuk diiringi dengan siulan pelan dari bibirku. Dia mendelik sesaat tapi segera memperbaiki ekspresi wajahnya lagi, membuatku terkekeh dalam hati. Aku selalu bisa menggodanya kapanpun, dengan cara apapun. Membuatnya, yang terkenal tegas dan dingin, menjadi hilang kontrol.

“Lee Donghae ssi, aaku rasa kau harus menunggu beberapa saat lagi. Aku akan menjelaskan kenapa aku memanggilmu kesini setelah Cho Hee-Kyung bergabung dengan kita.”

“Tidak perlu. Kyung tidak akan datang.”

“Apa maksudmu?”

“Aku melarang Seung-Hwan memberitahunya. Jadi hanya aku saja yang datang,” ucapku santai.

“Kau tidak punya hak melakukan itu!” serunya kesal.

“Sudahlah, tidak perlu marah. Aku tahu kenapa kau memanggil kami dan aku rasa dia tidak perlu tahu,” ujarku, kali ini menegakkan tubuh dan menatap wanita itu serius. “Ibunya sakit dan yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana caranya dia bisa pulang ke Busan. Dia datang terlambat hari ini dan sedang banyak pikiran lalu kau juga memberikan ujian tiba-tiba di kelas, tentu saja dia tidak bisa berkonsentrasi dan mengerjakan soal ujiannya dengan baik. Padahal kau tahu kan kalau dia cukup pintar di kelas?”

“Tapi itu bukan berarti kau bisa menulis namanya di kertas ujianmu dan mengganti kertas ujiannya agar dia bisa mendapat nilai bagus sedangkan kau sendiri gagal!” semprotnya.

“Soo-He ssi,” potong Donghae. “Saat melakukannya tentu saja aku tahu konsekuensi apa yang harus aku dapat dan aku sama sekali tidak keberatan.”

“Kau tidak keberatan mengulang kelas yang sama tiga kali?”

Aku mengangkat bahu tak peduli. “Bisa saja, kalau kau tidak keberatan untuk mengajarku lagi. Tapi tidak, tidak perlu. Aku tidak akan mengulang lagi. Lagipula, aku akan melanjutkan kuliah di luar negeri.”

Aku memperhatikan bagaimana dia menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan pandangan lekat ke wajahku

“Kau benar-benar serius, ya?”

“Apa?” tanyaku tak mengerti.

“Kau tidak pernah memanggil gadis manapun dengan panggilan kesayangan, Hae~ya. Kau bahkan tidak pernah memanggil kekasihmu sendiri dengan panggilan informal, kau selalu memanggil mereka dengan embel-embel ssi. Kau memanggilku Soo-He ssi, bukan Soo-He~ya. Dan aku tahu itu tidak ada hubungan dengan umurku yang lebih tua darimu. Satu-satunya yang tidak kau panggil seperti itu hanya Hye-Na, dan itu karena dia adalah sahabatmu. Lalu bertambah satu gadis lagi. Gadis yang kau panggil Kyung. Dan… dia satu-satunya gadis yang berhasil membuatmu bertahan selama lebih dari satu minggu. Apa aku salah?”

Aku mengerjap dan tanpa sadar tersenyum.

“Kau tahu sesuatu tentang takdir?” gumamku, membiarkan tanganku membentuk pola-pola tak kasatmata di atas meja kerjanya. “Ini sesuatu yang tidak bisa aku jelaskan, tapi… aku sudah memutuskan untuk tidak mencari gadis lain lagi.”

“Jadi kenapa kau harus melanjutkan kuliah ke luar negeri jika gadis itu ada disini?”

“Karena aku harus mempersiapkan diri dengan baik sebelum melamarnya. Aku ingin menjadi pria yang baik, pintar, dan cukup pantas untuk mendampinginya. Aku harus memperbaiki diri dulu. Jika sudah berhubungan dengannya, aku tidak cukup percaya diri, kau tahu?”

***

HEE-KYUNG’S POV

Aku mempercepat langkahku menuju ruangan Soo-He songsaengnim. Aku tahu ujianku tadi jelek sekali dan aku berharap dia bersedia memberiku ujian susulan. Aku harus menjelaskan sebisaku dan tinggal berharap seandainya dia mau berbaik hati dan memahami keadaanku.

Aku berhenti di depan ruangannya dan bermaksud mengetuk pintu saat aku mendengar suara yang sangat aku kenal sedang berbicara di dalam. Aku tidak bisa mendengar dengan jelas pembicaraan mereka, jadi aku sedikit mengintip di celah pintu yang terbuka dan langsung terpaku di tempat di detik yang sama.

Pria itu sedang berpelukan dengan Soo-He songsaengnim! Pria yang seminggu terakhir tanpa henti mengejarku dan telah berhasil membuatku mempercayainya saat ini sedang berpelukan dengan dosenku sendiri. Dan aku bisa menebak apa hubungan mereka. Banyak gosip tentang kedekatan mereka berdua, tapi tidak pernah ada bukti. Tidak perlu ada bukti, karena sekarang aku sudah melihat mereka berdua dengan mata kepalaku sendiri.

Aku sedikit menghentakkan pintu, cukup untuk membuat mereka tersadar dan dengan terburu-buru memisahkan diri. Aku menatap lekat ke arah Donghae yang tampak terpana sebelum akhirnya aku berlalu pergi dan menghempaskan pintu sampai tertutup.

Baik, seharusnya aku tidak dengan bodohnya mempercayai pria dengan imej sangat buruk seperti itu. Tidak ada yang bisa diharapkan dari seorang Lee Donghae. Pria itu benar-benar sudah tidak bisa terselamatkan lagi.

***

DONGHAE’S POV

“Kapan kau akan berangkat?”

“Besok siang. Ayahku sudah menyiapkan semuanya, jadi aku tinggal berangkat saja.”

“Kau pasti belum memberitahu gadis itu, kan?”

Aku menggeleng.

“Aku tidak tahu alasan apa yang harus aku berikan padanya.”

“Kenapa kau tidak mengatakan alasan yang sebenarnya saja?”

Aku tertawa dan menggeleng lagi. “Dia bukan jenis gadis yang akan senang mendengar alasan seperti itu. Aku bahkan tidak tahu harus memberikan rayuan seperti apa lagi agar dia jatuh cinta padaku.”

“Jadi ada juga gadis yang tidak jatuh pada rayuan seorang Lee Donghae?” ejek Soo-He. Ada senyum geli yang bermain di sudut bibirnya.

“Tidak usah mengejekku!” dengusku sambil bangkit berdiri.

“Kau sudah mau pergi?” tanyanya cepat.

“Kenapa? Apa songsaengnim merasa sangat merindukanku?” godaku, terkekeh geli melihat raut wajah kesalnya.

“Jadi kau akan pergi besok? Berapa lama?” tanyanya, mengabaikan godaanku.

“Satu tahun. Aku akan menyelesaikan kuliahku disana.” Aku sedikit merentangkan tanganku, memberi tanda bahwa aku tidak akan merasa keberatan jika dia menginginkan pelukan perpisahan.

“Anak kecil, kau benar-benar pintar merayu!” gerutunya sambil menyelusup ke dalam pelukanku.

“Kau kan pernah jatuh cinta pada anak kecil ini. Dan Soo-He ssi, kita hanya berbeda 5 tahun.”

Aku berbalik saat mendengar suara aneh di pintu dan langsung terbelalak saat melihat siapa yang sedang berdiri disana.

Sial. Sial. Dia pasti salah paham.

***

Aku menatap Hae-Yeon dengan sorot mata memohon, tapi gadis itu menggeleng dan aku tahu bahwa aku tidak akan bisa bertemu Hee-Kyung sama sekali.

“Tolonglah sunbae, dia tidak akan mau keluar selagi kau masih disini dan kau bisa melihat bahwa kami sedang banyak pelanggan. Kami bisa kesusahan.”

Aku memandang ke arah pintu tertutup di belakang gadis itu dan mengangguk lesu.

“Bisa tolong berikan ini padanya?” tanyaku sambil menyodorkan sebuah amplop.

“Akan aku coba.”

Aku tahu tatapan prihatin yang diberikan gadis itu padaku mendadak membuatku merasa kesal, tapi aku tidak memedulikannya, dan tanpa mengatakan apa-apa lagi berjalan keluar dari kafe. Jelas gadis itu tidak akan mau bicara padaku sama sekali dan mustahil aku bisa membuatnya memaafkanku dalam waktu kurang dari satu hari, jadi percuma saja jika aku memaksa.

Aku membuka pintu mobil dan menunduk masuk, menghempaskannya lagi sampai tertutup. Masih ada satu hal lagi yang harus aku lakukan. Dan sebaiknya aku bergegas.

***

“Selamat malam, Bibi,” sapaku sambil meletakkan karangan bunga yang kubawa ke atas meja. Aku berjalan menghampirinya dan menyalami tangannya dengan sopan. Tangan itu sudah sedikit keriput dan sering digunakan untuk bekerja. Tangan seorang ibu.

Aku menatap wajahnya lekat, melihat sisa-sisa kecantikan di wajah yang sudah kelelehan dan menua itu. Wanita itu masih terlihat cantik, dan tampak sangat mirip dengan anak perempuannya.

Aku tersenyum saat melihat raut wajahnya yang kebingungan.

“Namaku Lee Donghae,” ucapku memperkenalkan diri. “Aku teman Hee-Kyung.”

Wanita itu menatapku sesaat sebelum akhirnya tersenyum dan menepuk-nepuk sisi ranjangnya, menandakan bahwa dia ingin aku duduk disana.

“Apa anakku baik-baik saja? Kau sendirian? Dia tidak bersamamu?”

Aku menggeleng dan menangkupkan kedua tanganku di atas tangannya.

“Hee-Kyung baik-baik saja. Dia hanya sibuk bekerja dan besok masih harus kuliah. Tapi aku rasa akhir minggu dia akan pulang ke Busan dan menjengukmu.”

Wanita itu mengangguk dan tersenyum. Wajahnya tampak begitu keibuan. Sudah berapa tahun berlalu sejak aku terakhir kali menatap ibuku? Kalau dia masih hidup, dia pasti akan terlihat secantik wanita ini. Tidak, ibu pasti lebih cantik. Tapi dia juga akan memiliki raut wajah kelelahan seperti ibu Hee-Kyung. Dia pasti tidak akan menyukai sifatku dan akan hidup menderita karenanya.

Aku mendengus dalam hati. Apa di saat-saat seperti ini aku baru menyadari betapa buruknya sikapku selama ini?

“Bibi dengar, ada seseorang yang mendonorkan darahnya untuk Bibi. Apa itu kau?”

“Tidak usah dipikirkan,” ujarku, menolak untuk menjawab.

“Apa Paman tidak menginap disini?” tanyaku mengalihkan pembicaraan. Ibu Hee-Kyung tampaknya mengerti ketidaknyamananku sehingga dia menggeleng dan mengusap punggung tanganku lembut.

“Tidak. Bibi menyuruhnya pulang supaya dia bisa istirahat. Dia sudah kelelahan sesudah bekerja seharian, jadi Bibi tidak akan mau merepotkannya dengan menyuruhnya menunggui Bibi disini.”

“Apa aku boleh menginap disini?” tanyaku hati-hati. “Sudah cukup larut untuk pulang ke Seoul dan aku rasa aku akan kesulitan jika mencari hotel sekarang.”

“Tentu saja boleh,” sahutnya cepat. “Tapi mungkin kau akan sedikit tidak nyaman. Kasur untuk keluarga pasien tidak terlalu empuk.”

“Tidak apa-apa.”

“Jadi, apa kalian sedang bertengkar?” tanyanya tiba-tiba.

“Ne?” sahutku tak mengerti.

“Kalau kalian tidak bertengkar Hee-Kyung pasti sudah memaksamu untuk mengajaknya kesini.”

“Kami memang bertengkar,” ucapku malu. “Tapi sepertinya Bibi salah paham. Aku bukan pacarnya atau apapun yang Bibi pikirkan.”

“Baiklah,” ucapnya, jelas sedang menggodaku. “Tapi sepertinya kau tertarik pada anakku.”

“Eh… itu….” Aku tersenyum salah tingkah sambil mengusap tengkukku malu.

“Tidak apa-apa. Santai saja. Bibi tidak akan keberatan memiliki menantu tampan dan baik hati sepertimu.”

“Aku bukan pria baik-baik, Bibi,” potongku dengan raut wajah serius.

“Tentu saja kau pria baik-baik. Kalau tidak, kau tidak akan berada disini sekarang,” ujarnya sambil mengibaskan tangan. “Jadi beritahu aku, apa kau akan menjaga anakku baik-baik?”

Aku terdiam sesaat mendengar pertanyaannya. Aku pasti akan menjaga gadis itu baik-baik, tapi aku juga tidak mau mengucapkan janji yang mungkin tidak bisa kutepati.

“Aku tidak bisa menjaganya untuk satu tahun ke depan,” ucapku perlahan, mencoba membaca raut wajah wanita di depanku. Tapi wajah itu nyaris tanpa ekspresi, persis seperti wajah yang selalu diperlihatkan Hee-Kyung padaku. “Tapi… selewat satu tahun, aku akan kembali,” lanjutku, mulai merasa percaya diri. “Dan memintanya menikah denganku.”

***

HEE-KYUNG’S POV

Aku membolak-balik buku di pangkuanku tanpa minat. Aku melakukan hal yang sama selama lima menit kemudian sebelum akhirnya menyerah dan menghempaskan buku itu sampai tertutup, meletakkannya ke atas bangku kosong di sampingku. Aku menoleh ke sekeliling dan memperhatikan mahasiswa-mahasiswa yang berlalu lalang di kejauhan.

Kampus terlihat cukup indah dengan mekarnya bunga-bunga cherry blossom dan petak-petak mawar di taman. Dan aku memilih menjauh dari keramaian mahasiswa yang duduk-duduk santai di atas rerumputan, menyudut di bagian utara kampus, duduk di atas kursi besi di bawah sebuah pohon maple, menikmati kesendirianku. Tapi hanya sebentar, karena aku mendengar sebuah suara yang menyapaku dan suara gerakan seseorang yang mengambil tempat disampingku.

“Bisa kita bicara?”

Aku menoleh dan mendapati Soo-He songsaengnim-lah yang telah mengajakku bicara. Mendadak aku merasakan serbuan kebencian saat melihatnya, tapi aku menahan diri dan mengangguk sesopan yang aku bisa.

“Apa kau sudah tahu bahwa Donghae telah berangkat keluar negeri?”

Aku mengangguk, tidak berniat mengeluarkan suara sama sekali.

Pria itu kabur. Itu yang ada di pikiranku saat mendapat kabar tentang kepergiannya. Setelah mengejarku, mencampakkanku, dia kemudian pergi keluar negeri. Ironis sekali. Setidaknya dia pasti juga akan tetap membuangku kemarin walaupun aku tidak memergoki adegannya dengan wanita di sampingku ini.

“Kau tahu kenapa dia pindah keluar negeri?”

Apa sebenarnya yang mau dibicarakan wanita ini?

“Tidak,” jawabku singkat.

“Karena kau.”

Nah, jawaban macam apa itu? Biar kutebak, pria itu tahu bahwa aku sudah jatuh cinta padanya dan merasa bahwa akan sangat sulit menghindar dariku, jadi dia mengambil tindakan nekat dengan pindah keluar negeri.

“Dia merasa bahwa dia bukan pria baik-baik yang pantas untuk mendampingimu, jadi dia memutuskan pindah keluar negeri untuk menamatkan kuliahnya dengan serius dan memperbaiki kepribadiannya. Dia ingin kembali setahun lagi sebagai pria yang pantas untukmu.”

“Apa?” seruku syok, merasa bahwa ada yang bermasalah dengan pendengaranku barusan. Atau wanita inilah yang sudah gila.

“Kau tahu apa yang dilakukannya kemarin?” tanya Soo-He, mengabaikan keterkejutanku. “Dia tahu bahwa kau tidak bisa mengerjakan ujian dengan baik, karena itu dia mengambil kertas ujianmu dan mengganti nama kalian. Jadi kertasmu yang nyaris kosong diganti dengan kertas ujiannya yang terisi penuh, sehingga kau lulus dengan nilai memuaskan sedangkan dia sendiri gagal. Itulah mengapa aku memanggilnya ke kantorku kemarin.”

“Aku akui, kami berdua memang sempat menjalin hubungan. Tapi semuanya sudah berakhir. Dan kemarin kami berpelukan hanya untuk mengucapkan selamat tinggal. Aku kesini untuk memberitahumu bahwa kau salah paham terhadapnya.”

“Kau yakin mau melepaskan pria sepertinya begitu saja? Dia sudah berubah dan kali ini, aku bisa jamin bahwa dia tidak ada rencana untuk mencampakkanmu seperti wanita-wanita lainnya. Apa kau tidak bisa memaafkannya?”

***

“Dia kesini, kau tahu? Dia tampan sekali dan yang lebih penting adalah dia mendonorkan darahnya untuk eomma. Dan dia sangat mencintaimu. Kau akan menyesal seumur hidup kalau melepaskan pria seperti itu begitu saja! Eomma tidak membesarkanmu untuk menjadi wanita yang seperti itu, kan?”

“Dan dia memanggilmu Kyung. Setahuku satu-satunya gadis yang mendapat panggilan kesayangan darinya hanya Hye-Na dan Hye-Na hanya sahabatnya. Jadi kau pasti berbeda. Dari awal aku sudah tahu ada yang berbeda dari caranya menatapmu.”

“Donghae oppa sepertinya sangat mencintaimu. Ah bukan, dia memang mencintaimu. Kau buta ya sampai tidak bisa melihatnya, onnie?”

“Dia meninggalkan surat ini untukmu. Dan aku tidak akan mau berbicara denganmu lagi sebelum kau membacanya. Aku saja sedih melihatnya tanpa semangat begitu, kau pasti tidak punya perasaan sampai tidak mau berbicara padanya.”

“Kau yakin mau melepaskan pria sepertinya begitu saja? Dia sudah berubah dan kali ini, aku bisa jamin bahwa dia tidak ada rencana untuk mencampakkanmu seperti wanita-wanita lainnya. Apa kau tidak bisa memaafkannya?”

Aku menyandarkan kepalaku ke jendela bus dan merasa bahwa kepalaku bisa meledak sebentar lagi jika ucapan-ucapan itu tidak berhenti mewabah. Sial, apa seluruh dunia sedang melawanku sekarang?

Aku meraih tas di pangkuanku, membuka resletingnya, dan mengeluarkan sebuah amplop cokelat yang masih tersampul rapi, kemudian merobek ujungnya hati-hati, mendapati ada dua helai kertas di dalamnya. Aku membuka lipatan surat pertama dan mulai membaca.

Untuk Kyung, gadis musim panas….

Aku selalu bertanya-tanya kenapa baru musim panas kali ini aku bertemu denganmu? Kenapa aku tidak pernah mau masuk ke kelas Puisi agar setidaknya kita bisa lebih cepat bertemu? Atau… mengapa musim panas tahun-tahun sebelumnya kau tidak mengambil shift siang? Kenapa kita tidak bertemu 5 tahun yang lalu saat aku baru berumur 17 tahun? Saat aku mendapatkan kekuatanku?

Aku sudah mendapatkan jawabannya. Mudah saja. Aku… kau… terikat dalam satu lingkaran takdir. Seperti bumi yang berevolusi mengelilingi matahari atau bulan yang berotasi melingkari bumi. Seperti setiap hal yang sudah memiliki takdirnya masing-masing, akan seperti apa, akan jadi apa, akan berguna untuk apa. Kau… aku… juga memiliki takdir sendiri-sendiri yang kebetulan terkait satu sama lain. Jadi kapan kita bertemu, itu juga permainan takdir.

Saat menyadari bahwa aku bisa membaca pikiranmu, saat aku tahu alasan kenapa aku hanya bisa membaca pikiranmu saja, aku mulai menyesali setiap hal yang telah kulakuakn dalam hidup. Hal baik apa yang sudah aku lakukan sehingga aku memiliki takdir gadis baik-baik sepertimu? Hal sangat buruk apa yang sudah kau lakukan sehingga harus menderita mendapatkan takdir sepertiku?

Hari itu, aku memperhatikanmu seharian, mempelajari gadis seperti apa kau sebenarnya. Saat itu aku mulai berpikir bahwa betapa tidak pantasnya aku jika memutuskan untuk mulai mengejarmu. Tapi aku juga tahu bahwa aku memang harus membuatmu jatuh cinta padaku, karena selama apapun dan kemanapun aku mencari, aku tidak akan menemukan wanita lain lagi. Wanita itu harus kau. Kemudian aku mengejarmu.

Apa aku menyebalkan? Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk menarik perhatianmu karena jelas kau tidak akan termakan rayuanku seperti gadis-gadis lainnya. Aku perlahan-lahan mulai memperbaiki kepribadianku, berusaha menjadi pria baik-baik. Awalnya aku rasa aku akan gagal, tapi ternyata itu cukup mengasyikkan. Menjadi diri sendiri, sekaligus menjadi pria yang baik untukmu terasa sangat menyenangkan.

Tapi itu belum cukup, Kyung~a. Aku ingin terlihat lebih sempurna lagi untukmu. Aku ingin menjadi pria pintar yang berhasil menamatkan kuliahku tepat waktu, bukannya berkeliaran kesana kemari dan tidak pernah muncul di kelas. Aku berhenti melirik wanita lain, bersikeras ingin melihatmu saja. Aku ingin menjadi pria mandiri yang bisa bekerja dan mendapatkan uang untuk menghidupimu. Aku ingin menjadi pria yang baik, suami yang baik, pasangan yang pantas. Karena itu aku memutuskan pergi ke luar negeri.

Kau tahu kenapa aku tidak pernah berusaha menyentuhmu? Karena aku sangat ingin menjagamu baik-baik. Kau lebih istimewa daripada wanita manapun, jadi kau juga harus diperlakukan isstimewa.

Mungkin saat ini kau masih membenciku, tapi aku harap, satu tahun cukup untuk memperbaiki kesalahanku. Aku harap aku cukup berharga untuk kau tunggu. Hanya satu tahun. Dan setelah itu… aku akan kembali padamu. Kita akan menikah, membangun keluarga, dan aku pasti akan membuatmu bangga.

Aku mencintaimu, Kyung~a. Dan aku tidak memiliki cukup kepercayaan diri untuk berpikir bahwa kau juga menginginkanku.

-Donghae-

Aku menarik nafas dengan susah payah dan dengan tangan yang gemetaran membuka lipatan surat berikutnya.

If love be beaten by difficulties, don’t let me be in love

Love is not love if it changes when meeting alteration

Or be defeated by situation

(Jika cinta bisa terpukul mundur oleh kesulitan, jangan biarkan aku jatuh cinta

Cinta bukanlah cinta jika bisa berubah saat bertemu dengan perbedaan

Atau terkalahkan oleh keadaan)

Oh, no! Love is an everlasting mark

When love faces the violent storm, it will not be shaken

Love is the star to every wondering ship

Although they don’t know the real value of love,

Still, like the ship, they will always follow the star

(Tidak! Cinta adalah pertanda keabadian

Saat cinta berhadapan dengan badai yang hebat, dia tidak akan terguncang sedikitpun

Cinta adalah bintang untuk setiap kapal yang tersesat

Meskipun mereka tidak tahu kebenaran akan cinta itu sendiri

Tetap saja, seperti kapal, mereka akan selalu mengikuti bintang)

Love will not be fooled by time,

But beauty and youth cannot escape from time

Love will never change with the short time,

Even till the end of the world

If I am wrong and being proved on,

I have never written this poem nor did any men have ever been in love

(Cinta tidak akan dibodohi oleh waktu

Tapi kecantikan dan masa muda tidak bisa melarikan diri dari sang waktu

Cinta tidak akan pernah berubah dalam jangka waktu singkat

Bahkan sampai akhir dunia

Jika aku salah dan terbukti salah

Aku tidak akan pernah menulis puisi ini dan manusia di bumi tidak akan pernah jatuh cinta)

(William Shakespeare – Let Me Not To The Marriage of True Minds)

Pria itu benar-benar sedang merayuku habis-habisan, ya? Ah, tidak, tidak perlu merayuku juga. Aku kan memang sudah jatuh cinta padanya.

Jadi aku harus menunggu satu tahun? Cukup adil jika dia menjadi hadiah penutupnya.

***

1 year later…

HEE-KYUNG’S POV

Musim panas tahun ini masih seperti biasa. Hujan kadang turun tiba-tiba tanpa bisa diprediksi, tapi selebihnya Seoul masih secerah biasanya.

Tentu saja ada yang berbeda. Dia tidak ada. Masih tidak kasatmata.

Aku melangkah turun dari bus dengan tangan yang menyelip di antara tali tasku. Aku sedikit menghirup nafas, merasakan sengatan matahari tepat di wajah, dan berjalan melewati orang-orang yang melangkah cepat ke arah yang berlawanan. Ada banyak orang yang memakai masker, mengingat musim panas adalah puncak dimana jumlah korban alergi serbuk bunga meningkat pesat.

Aku menghabiskan 3 jam shift kerja siangku dengan berjalan bolak-balik menyambut setiap pelanggan yang datang, menyapa mereka dengan ramah, dan membawakan pesanan mereka. Kegiatan rutinku setiap hari.

“Hei, datangi pelanggan yang baru datang sana!” suruh Hae-Yeon sambil menyikut lenganku, padahal aku baru saja istirahat untuk pertama kalinya selewat 3 jam. Dan tulang-tulangku nyaris remuk kelelahan.

“Kenapa harus aku? Kenapa tidak kau saja?”

“Kau saja! Kau pasti akan senang melihat pria setampan itu.”

“Aku tidak tertarik,” ucapku dingin sambil meraih buku menu dari atas meja dan pergi ke meja di sudut tanpa berkata apa-apa lagi pada Hae-Yeon.

“Selamat siang, Tuan. Apa Anda sudah siap untuk memesan?” tanyaku sambil membungkuk sopan. Pria itu sedikit menunduk sehingga aku tidak bisa melihat wajahnya, hanya saja… aroma tubuhnya terasa familiar sekali. Seperti…. Astaga, aku harus benar-benar berhenti memikirkannya!

“Aku mungkin menjadi satu-satunya orang yang menyadari betapa mempesonanya kau dalam setiap hal yang kau lakukan,” ucap pria itu tiba-tiba, membuatku tersentak kaget mendengar suaranya. Suara itu… aku tidak mungkin salah.

Dia mendongak ke arahku dan untuk pertama kalinya… setelah satu tahun berlalu, aku bisa menatap wajah itu lagi. Wajah dengan senyum manis itu lagi. Pria itu masih tampak sama dan masih tetap mempesona.

Aku menutup mulutku dengan sebelah tanganku yang bebas, berdiri dengan kaki gemetaran. Aku ingin sekali meneriakinya, memarahinya karena tidak memberi kabar apa-apa selama setahun terakhir. Dan di saat bersamaan aku juga ingin sekali memeluknya dan nyaris tidak bisa menahan tanganku agar tetap diam tak bergerak.

“Dan aku memandang mereka semua, heran bagaimana bisa mereka melihatmu membawakan makanan untuk mereka, dan membersihkan meja mereka,” ujarnya tanpa sekalipun mengalihkan tatapannya dari mataku. “Dan tidak pernah sadar bahwa mereka baru saja bertemu dengan wanita terhebat di seluruh dunia.”

Dia mengambil buku menu dari tanganku dan meletakkannya ke atas meja, kemudian meraih tangan kananku dan menggenggamnya ringan. “Tapi aku senang menjadi satu-satunya orang yang menyadarinya, jadi aku tidak perlu mengkhawatirkan seorang saingan.”

Senyumnya tampak lelah, tapi matanya berbinar-binar dan wajahnya begitu berseri, seolah dia baru saja mendapat setumpuk kebahagiaan sekaligus.

Pria itu berdiri, menarik tanganku yang berada dalam genggamannya dan meraihku ke dalam pelukannya, tanpa memedulikan dimana kami berada. Aku bisa merasakannya nafasnya di rambutku dan getaran tawanya, saat dia merangkul pinggangku dan menarik tubuhku merapat.

“Hai… Kyung,” gumamnya pelan. “Aku merindukanmu.”

***

AUTHOR’S POV

“Aku tidak ingat bahwa musim panas bisa seindah ini,” ucap Donghae dengan nada rendah. Dia mengeratkan genggamannya di tangan gadis itu, merasakan kulit tangannya yang halus, dan jari-jari gadis itu yang bertautan dengan jari-jarinya sendiri.

Dia lupa betapa menawannya gadis itu di matanya, betapa manisnya wajah gadis itu saat tersenyum, betapa tepat rasanya saat dia bisa menggenggam gadis itu. Lagi.

Donghae mengalihkan pandangan ke arah pohon-pohon cherry blossom yang tampak rimbun dengan bunga-bunganya yang berwarna putih dan merah muda. Memandang kelopak-kelopak bunga yang berserakan di tanah, melihat betapa indahnya Seoul di musim panas.

Dia teringat betapa sulitnya minggu-minggu pertamanya di Amerika. Betapa dia sangat ingin kembali ke negara ini, tapi bertahan sekuat tenaga saat teringat alasannya datang kesana, alasan kenapa dia meninggalkan tanah kelahirannya. Gadisnya.

“Kau tidak pernah menghubungiku,” ujar Hee-Kyung, terdengar seperti pernyataan.

“Karena akan terlalu sulit bertahan jika aku mendengar suaramu, mengetahui kau sedang apa, apa kau sehat-sehat saja, apa yang kau lakukan.” Donghae berhenti dan menggeleng. “Keadaan sudah sangat sulit karena aku merindukanmu, tanpa perlu ditambah keinginanku untuk segera melihatmu lagi.”

“Aku pikir kau jatuh cinta pada salah satu gadis disana dan melupakanku.”

Donghae tertawa kecil melihat wajah merengut gadis itu kemudian mengulurkan tangan untuk mencubit pipinya. Dia melepaskan genggaman tangan mereka dan menggantinya dengan sebuah rangkulan di bahu Hee-Kyung, menarik gadis itu lebih rapat ke arahnya.

Pria itu tersenyum diam-diam saat merasakan tangan Hee-Kyung yang melingkar ragu-ragu di pinggangnya. Dia menunduk sedikit dan menhirup aroma menyenangkan yang menguar dari rambut gadis itu. Wangi gadis itu seperti calla, bunga lili kesukaan ibunya. Dan gadis itu sama mengagumkannya seperti ibunya.

“Bodoh, bagaimana bisa kau berpikiran seperti itu.”

“Tentu saja bisa,” sela Hee-Kyung. “Aku tidak tahu apa yang kau lihat dariku. Kita nyaris seperti langit dan bumi, kau tahu? Kau langitnya dan aku buminya.”

Donghae tersenyum dan memiringkan wajahnya agar bisa menatap wajah gadis itu dengan lebih jelas.

“Tapi bumi adalah rumahku,” jawab Donghae lirih. “Bumi tidak bisa hidup tanpa langit yang menaunginya dan langit, tidak akan ada tanpa bumi yang menjadi penopangnya. Itu definisi lain dariku tentang kalimat yang sangat dibenci oleh banyak orang. Seperti bumi dan langit. Sekarang… kalimat itu terdengar lebih indah kan, Kyung~a?”

Hee-Kyung menghentikan langkahnya dan menatap pria itu lekat-lekat. Dia tidak tahu ada berapa banyak kata-kata rayuan yang sudah diberikan pria itu terhadap wanita lainnya, dan dia tidak peduli sudah berapa banyak wanita yang dicium dan ditiduri oleh pria itu. Yang dia tahu hanya pria itu sudah memutuskan untuk berubah demi dirinya, pria itu sudah memutuskan untuk menghabiskan hiddup bersamanya. Dan dia tidak akan mengungkit-ungkit masa lalu pria itu lagi. Yang dia butuhkan hanya kenyataan bahwa pria itu sudah kembali padanya. Bahwa pria itu menjaga kehormatannya dengan begitu baik dan memperlakukannya layaknya seorang pria bersikap. Pria itu mencintainya dan dia….

“Saranghae,” bisik gadis itu lambat, tenggelam dalam hiruk-pikuk taman kota. Tapi pria itu tersenyum ke arahnya dan dia tahu bahwa seribut apapun keadaan di sekeliling mereka, pria itu masih bisa mendengarnya. Dan menyukai ucapannya.

“Kau benar-benar mengucapkannya dengan serius, ya?”

“Wae?”

“Sepertinya kau akan senang kalau tahu bahwa baru saja aku sudah kehilangan kemampuan untuk membaca pikiranmu,” ujar Donghae sambil merangkul bahu gadis itu lagi dan melanjutkan langkah mereka. Pria itu mengernyitkan keningnya saat menyadari bahwa gadis itu tidak berteriak senang mendengar ucapannya.

“Wae? Kau kelihatannya… tidak senang,” kata pria itu bingung.

“Berarti mulai sekarang kau tidak bisa membaca pikiranku saja untuk tahu apa yang kuinginkan? Kenapa kau tidak bilang bahwa kekuatan itu bisa hilang karena aku berkata seperti tadi? Kalau begitu kan aku tidak usah mengatakannya.”

Donghae tertawa keras saat menyadari apa maksud gadis itu.

“Jadi kau mau diam saja dan membiarkanku memenuhi setiap permintaan yang terlintas di benakmu? Begitu?”

Hee-Kyung mengangguk kuat-kuat, membuat Donghae menyentil dahinya.

“Curang!”

“Appo!” protes Hee-Kyung.

Donghae tertawa lagi kemudian memegangi tangan gadis itu yang sedang mengusap-usap dahinya, menggantinya dengan tangannya sendiri. Pria itu menunduk dan menyapukan kecupan ringan di kening Hee-Kyung, membuat gadis itu menghentikan rengekannya dan menatap pria itu dengan wajah memerah.

Donghae menghela nafas pelan dan menarik gaadis itu ke dalam pelukannya.

Dia bisa menghabiskan seumur hidup dengan mendengarkan omelan gadis itu setiap harinya. Dia bisa menghabiskan berpuluh-puluh tahun ke depan dengan menatap wajah gadis itu setiap detiknya. Dan dia yakin dia akan menikmatinya. Dia pasti bisa melakukan apapun asalkan gadis itu tetap bersamanya. Gadis itu. Cho Hee-Kyung. Gadis musim panasnya.

END

RÉINCARNÉ 3

Standar

RÉINCARNÉ {3rd Phase} (PG-17)

Inspired by Melissa de la Cruz – Blue Blood & Masquerade

Kyuhyun’s Home, Yeoju, South Korea

08.30 PM

“Kenapa kau tidak melupakan gengsimu dan menyelesaikannya sekarang juga?” gumam Kyuhyun, mengatupkan mulutnya dengan gigi yang saling beradu, berupaya keras menahan tangannya tetap di pinggang Hye-Na, bukannya memenuhi keinginannya untuk merobek setiap lapis pakaian yang menutupi tubuh gadis tersebut detik itu juga.

Dan saat itu, saat matanya menatap wajah yang seolah dipahat dengan seluruh kesempurnaan yang bisa diciptakan, terikat pada aroma tubuh yang membuat perutnya memberontak minta diisi, sedangkan dia nyaris sekarat karena dahaga yang menyesakkan, Hye-Na tahu bahwa dia tidak bisa mundur lagi. Bahkan saat dia benar-benar menginginkannya, seluruh sel tubuhnya tetap saja menyerah pada godaan memabukkan yang dimiliki pria itu. Jadi gadis tersebut sama sekali tidak heran saat tangannya bergerak menyentuh leher dihadapannya, tubuhnya yang membuat gerakan membungkuk sehingga posisi bibirnya tepat berada di cekungan leher Kyuhyun, tempat nadi pria itu bergerak secara teratur, dan lidahnya yang menyentuh ujung gigi taringnya yang mendadak menjadi lebih tajam dan runcing, tanpa menyadari bahwa tubuhnya benar-benar sudah berada di atas pangkuan pria itu dalam pose yang tidak akan pernah dia bayangkan bisa dia lakukan meski dalam keadaan tidak sadar.

Kyuhyun mengernyit saat helaian rambut gadis itu tepat membelai permukaan wajahnya dengan aroma yang tidak kalah menyakitkan tenggorokan. Pria itu mengangkat tangannya lalu mendorong kepala Hye-Na sampai benar-benar terbenam di lehernya, membuat gadis itu tidak punya pilihan selain menggoreskan taringnya di kulit yang sekeras batu granit itu, membuat luka tipis yang sudah lebih dari cukup untuk mengalirkan darah segar ke dalam kerongkongannya.

Hye-Na nyaris mengerang saat merasakan tetesan pertama mengalir masuk ke mulutnya, membuat saraf-saraf tubuhnya terbangun dan bersuka cita. Manis, dan anehnya memberikan kesan mengenyangkan, menghilangkan rasa kering yang beberapa hari terakhir menyerang tenggorokannya tanpa henti. Dia menelan dan menyesap tetesan berikutnya, akhirnya mengetahui mengapa kenikmatan kegiatan itu disamakan dengan hubungan seks, seolah memang ada sesuatu yang membuat kepalanya tenang dan tubuhnya terasa nyaman, seolah tidak ada hal lain lagi yang perlu dikhawatirkannya selagi dia masih bisa menikmati cairan berwarna merah itu. Bahwa dengan cepat dia merasa mendapatkan limpahan energi dan berpikir bisa melakukan apapun yang dia inginkan.

Setiap inci kulitnya terasa lebih sensitif terhadap sentuhan apapun, sehingga akhirnya dia menyadari bahwa pegangan Kyuhyun di tengkuknya perlahan mulai melemah, merasakan bagaimana tubuh mereka berdekatan tanpa jarak, membuatnya berpikir bahwa mustahil seorang Renatus bisa bertahan dengan sekedar menghisap darah Cruor-nya saja tanpa melanjutkannya ke hal lain yang sama menyenangkannya, mengingat godaannya yang begitu besar.

Hye-Na tersadar bahwa dia harus menghentikan ini semua sebelum dia terlanjur menghisap habis darah Kyuhyun, tapi gadis itu bahkan tidak tahu cara untuk berhenti selagi luka tipis di leher pria itu masih terus mengeluarkan darah.

“Bagaimana…” bisiknya terputus, kehilangan akal untuk menemukan kata-kata yang tepat untuk ditanyakan.

“Jilat lukanya dengan lidahmu. Air liur Renatus mengandung cairan untuk menyembuhkan luka dengan cepat,” ujar Kyuhyun tersendat, tahu bahwa dia seharusnya memberi peringatan dulu sebelum membiarkan gadis itu menghisap darahnya hingga nyaris habis. Ditambah dengan kenyataan bahwa dia bahkan belum meminum darah satu minggu terakhir, keadaannya sekarang bisa dikatakan jauh lebih mengkhawatirkan daripada keadaan gadis itu beberapa menit sebelumnya.

Hye-Na melakukan apa yang dikatakan pria itu, menjulurkan lidahnya dan menjilat luka yang langsung menutup sedetik setelah terkena air liurnya, kemudia menegakkan tubuhnya, bermaksud menatap pria itu, tapi hanya dibutuhkan sepersekian detik saat badannya terhempas ke sudut ranjang, membuat kepala ranjang itu langsung terbelah dalam retakan panjang, dan menyadari bahwa Kyuhyun sudah berdiri dengan raut wajah berkerut penuh konsentrasi di seberang ruangan, menatapnya intens. Alih-alih merasa senang bahwa pria itu tidak menuntut hal yang sama, gadis itu malah keheranan dan sedikit khawatir melihat betapa pucatnya wajah pria itu.

“Pulanglah. Kau tidak mau kakekmu sampai harus mencarimu kesini, kan?” ucap pria itu. “Kau juga tidak mau aku menyerangmu, jadi lebih baik sekarang kau jauh-jauh dari hadapanku. Mmm?”

***

Hye-Na’s Home, Daechi-dong, Gangnam, Seoul

11.45 AM

“Dia tidak datang,” ujar Donghae saat melihat Hye-Na terus-menerus mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin, seolah sedang menunggu seseorang dan berharap orang tersebut muncul tiba-tiba dari tengah-tengah kerumunan mahasiswa.

“Wae?” tanya gadis itu spontan, melupakan fakta bahwa dia memperlihatkan dengan jelas apa yang sedang mengganggu pikirannya.

“Apa kau kemarin meminum darahnya?”

“Darimana kau tahu?” tanya gadis itu kaget. “Dia memberitahumu?”

“Mudah saja, Nona. Kulitmu terlihat lebih memerah, padahal sebelumnya kau terlihat pucat dan lemah. Dan warna bola matamu terlihat lebih cerah. Itu tandanya kau sedang kenyang.”

“Ng… apa… saat menghisap darah… memang selalu ada keinginan untuk… melakukan hal lain? Maksudku… ng….”

“Seks?” ujar Donghae, melanjutkan ucapan Hye-Na. “Kadang-kadang. Itu sudah insting dasar manusia, apalagi jika pria dan wanita berada dalam jarak sedekat itu dan melakukan hal seintim itu. Tapi keinginan itu mungkin lebih mengganggu jika mengingat kalian berdua adalah Moira. Kenapa? Apa semalam dia menidurimu?”

Hye-Na melemparkan tisu yang sedang dipegangnya ke arah Donghae, lagi-lagi gagal karena Renatus sebodoh apapun pasti memiliki refleks yang sangat bagus.

“Aneh sekali,” komentar Donghae heran. “Mengingat sifatnya yang bisa sewaktu-waktu memaksamu melakukan apapun yang dia inginkan, seharusnya dia berhasil mendapatkan dua hal sekaligus. Darah dan tubuhmu. Apa semalam dia tidak memaksa melakukannya?”

“Dia menyuruhku pergi.”

“MWO?” seru pria itu kaget. “Tanpa menidurimu?”

“Tanpa meminum darahku,” dengus Hye-Na, kesal dengan pertanyaan pria itu yang terus-menerus menyudutkannya seolah dia dan Kyuhyun bisa berhubungan seks kapanpun pria pemaksa itu menginginkannya. Seolah dia tidak bisa melawan saja.

“Apa kau meminum darahnya lebih dari dua liter?”

“Apa?”

“Dia tidak memberitahumu? Jumlah maksimal darah yang bisa kau minum hanya dua liter, jika lebih dari itu kau bisa membuat Cruor-mu kekurangan darah. Dan kau masih bertanya kenapa dia tidak datang hari ini padahal kau tahu dia bahkan belum meminum darahmu sediktpun? Kau sudah gila, ya? Dia pasti sedang sekarat sekarang! Aish, Nona, kau membuatku bernafsu ingin mencekikmu saja!”

“Sekarat?” ulang Hye-Na pelan, mendadak merasa perutnya dipenuhi timah panas. Apa yang sudah dilakukannya semalam? Seharusnya dia tidak seegois itu, kan? Setelah pria itu membiarkannya menghisap darahnya hingga nyaris habis, dia masih bersikeras menolak melakukan hal yang sama untuk pria itu dan malah meninggalkan pria itu dalam keadaan… sekarat?

“Kau tahu kenapa dia menyuruhmu pergi? Apa kau tidak bisa menebak bahwa dia sedang berusaha menyelamatkan kehormatanmu? Dia tidak bisa meminum darahmu tanpa mengakhirinya dengan menidurimu, Nona. Itu sulit sekali. Bukan hanya karena kalian berdua adalah Moira, tapi juga karena Lovelya dan Deathan harus menahan diri mereka untuk tidak menyentuh satu sama lain, dan sekarang kalian berdua memiliki separuh Jiwa mereka, jelas saja keinginan untuk melakukan hal itu juga menurun pada kalian. Dan jelas dalam taraf yang lebih membahayakan.”

“Jadi maksudmu dia akan membiarkan dirinya sekarat sampai mati dan bersikeras tidak akan meminum darahku selama aku tidak mau tidur dengannya begitu?”

“Bisa dikatakan begitu,” tandas Donghae ringan sambil mengedipkan matanya. “Tapi walaupun kau bersedia tidur dengannya pun aku masih sangsi dia mau melakukannya.”

“Wae?”

“Jelas sekali bahwa dia ingin menjagamu baik-baik, Nona. Dia tidak akan menyentuhmu sebelum kalian memiliki hubungan resmi. Jalan satu-satunya hanya kau harus menggodanya sampai dia kehilangan kendali diri dan meminum darahmu.”

“MWOYA?” Hye-Na menunduk saat menyadari seisi kantin menoleh ke arah mereka setelah mendengar teriakannya barusan. “Neo michyeoseo?”

“Kalau dia sekarat, kau pikir siapa lagi yang bisa membantumu mengalahkan Reezar, hah? Lagipula… apa kau sanggup kehilangan pasangan seumur hidupmu?”

“Sial,” umpat Hye-Na, menyadari kebenaran ucapan Donghae.

“Benar. Memang sial sekali. Ya, kan?”

***

Kyuhyun’s Home, Yeoju, South Korea

09.30 PM

“Ini sudah malam. Mau apa kau kesini? Aku sudah memberitahu Donghae bahwa kita tidak ada jadwal latihan, apa dia tidak memberitahumu?” sambut Kyuhyun tepat saat dia membuka pintu dan mendapati Hye-Na berdiri di depannya.

“Dua hari tidak bertemu kau benar-benar berubah menjadi sombong, ya?” sindir Hye-Na, sedikit mendorong tubuh Kyuhyun agar mendapatkan celah untuk masuk ke dalam rumah. Dan dia berhasil dengan mudah. Terlalu mudah. Bahkan tubuh Kyuhyun sedikit terdorong kesamping seolah-olah pria itu tidak punya kemampuan untuk berdiri dengan benar lagi.

Hye-Na mengerutkan kening bingung, tapi akhirnya tersadar saat melihat kulit Kyuhyun yang terlihat jauh lebih pucat dari biasa, padahal warna kulit asli pria itu bahkan sudah nyaris seputih marmar.

“Benar-benar payah, ya? Kau bahkan lebih lemah daripada manusia. Kau masih bersikeras tidak mau meminum darahku?”

“Beritahu saja apa maumu dan kemudian kau bisa pulang,” sahut Kyuhyun dingin.

“Mudah saja kalau begitu. Kau tinggal meminum darahku, lalu aku bisa pulang. Aku juga tidak berencana terlalu lama disini,” ujar Hye-Na sabil menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. Dia menatap televisi yang menyala di depannya tanpa fokus.

“Bukannya kau tidak suka kalau aku membenamkan taringku di lehermu?”

“Hanya sebagai balas budi karena kau membiarkanku meminum darahmu.”

“Lupakan saja kalau begitu,” sergahnya, mengambil tempat di samping Hye-Na lalu mulai sibuk menggonta-ganti channel TV, walaupun Hye-Na tahu bahwa pria itu sama tidak fokusnya dengan dia.

“Daripada kau membuang-buang waktumu tanpa hasil, lebih baik kau pulang saja sekarang. Aku perlu istirahat,” ucap Kyuhyun beberapa menit kemudian, beralih ke PSP-nya yang terletak di atas meja, dan mulai tenggelam dengan permainan di dalamnya. Kali ini dia benar-benar mengrahkan seluruh fokusnya kesana dengan bibir terkatup rapat, berusaha mengabaikan aroma tubuh gadis di depannya yang kali ini terasa nyaris membunuh. Dia tidak tahu apa yang direncanakan gadis itu, tapi pasti berhubungan dengan usaha untuk membuatnya mau meminum darah, jadi dia hanya bisa berharap gadis itu segera bosan karena diabaikan dan memilih pulang. Setidaknya dia masih bisa berusaha menahan diri beberapa menit lagi, tergantung seberapa kuat kendali diri yang bisa dikerahkannya malam ini. Kalau dia tidak berhasil, sudah jelas bahwa itu adalah kesalahan gadis itu sendiri. Dia tidak akan bertanggung jawab atas apa yang akan terjadi nanti. Lihat saja. Memangnya gadis itu begitu bodoh sampai tidak tahu apa yang dia inginkan?

“Sejak kapan PSP terlihat lebih menarik dari aku?” tanya Hye-Na sambil melongokkan wajahnya tepat di depan Kyuhyun, membuat pria itu melongo dan tanpa sadar menjatuhkan PSP-nya. Pria itu dengan cepat meraih remote TV di atas meja dan mulai melakukan kegiatan membosankannya tadi, mengacak-acak saluran TV.

“Kau benar-benar mau mengabaikanku, ya? Baik, ayo bermain. Lihat sejauh apa kau bisa bertahan, Cho Kyuhyun ssi.”

Hye-Na bangkit dari sofa, dan berdiri menutupi layar TV, sehingga mau tidak mau Kyuhyun harus menatapnya. Pria itu tiba-tiba menyeringai dan melipat tangannya di depan dada.

“Baik. Ayo lihat tontonan apa yang akan kau berikan, Han Hye-Na ssi.”

Hye-Na balas menyeringai dan memosisikan tangannya tepat di depan kancing kemejanya yang paling atas. Gadis itu berdiri tenang, walaupun sejujurnya dia merasa sangat gugup. Astaga, seumur hidup dia tidak pernah membayangkan bahwa dia harus melakukan sesuatu untuk menggoda seorang pria. Bahkan dengan kemungkinan yang sangat besar bahwa pria itu akan menidurinya. Pasti dia sudah gila! Tidak, lebih dari gila. Dia benar-benar sudah hilang akal.

Gadis itu berhasil melepaskan kancing pertamanya, menarik nafas lega, dan mulai lebih percaya diri untuk melanjutkan dengan kancing berikutnya. 5 detik kemudian dia sudah membebaskan kemeja itu dari tubuhnya dan berdiri sambil bertolak pinggang hanya dalam balutan tank-top hitam yang terlihat begitu kontras dengan kulitnya yang seputih pualam.

Mata Kyuhyun menggelap. Hanya membutuhkan waktu yang sangat singkat bagi pria itu sampai berhasil mencapai Hye-Na dan menggapai tangan gadis tersebut, menariknya dengan paksa. Hye-Na tersenyum diam-diam, mengira bahwa taktiknya berhasil membuat pria itu menyerah, tapi tidak sampai sedetik kemudian matanya membulat sempurna saat menyadari kemana pria itu membawanya.

“Dapur?” ceplosnya kaget, menyuarakan isi pikirannya.

“Buatkan aku makanan. Aku lapar.”

“MWO? YAK! Yang kau butuhkan itu darahku, bukan makanan manusia!”

“Kenapa? Kau tidak bisa memasak? Tenang saja, kemampuan Renatus membuatmu tidak akan gagal dalam pekerjaan sepele seperti itu. Dan mengingat kau disini sedang dalam rangka menggodaku, anggap saja ini salah satu cara tercepat. Siapa tahu kau bisa berhasil. Ya, kan?” ujar Kyuhyun, masih dengan seringai setannya, dengan mudah mendorong Hye-Na masuk ke dalam dapur, membuat mata gadis itu membelalak ngeri.

“Kau sedang menjebakku. Ya, kan? Kau pasti tahu kalau aku sangat benci memasak. YAK!”

Kyuhyun mengabaikan teriakan gadis itu, menariknya ke depan konter dapur, membuka lemari dapur paling atas, dan melempar buku resep masakan ke tangan gadis itu.

“Masak saja bahan apapun yang kau temukan di dalam kulkas. Aku akan menunggu di meja makan. Kalau kau tidak mau, kau bisa pulang. Aku bisa memasak sendiri. Hmm?”

***

Hye-Na menatap bahan-bahan masakan di depannya dengan panik. Kekuatan apa yang harus digunakannya untuk membuat masakan yang bisa dimakan? Aish, dapur adalah tempat yang paling dibencinya setelah rumah sakit. Walaupun ruangan itu akan berbau harum setelah makanan selesai dimasak, tidak seperti rumah sakit yang berbau seperti kematian.

Gadis itu mengangkat pisau di atas konter, untuk pertama kalinya akan menggunakannya untuk memotong bahan makanan. Dan dia sama sekali tidak yakin akan hasilnya nanti walaupun Kyuhyun telah memberi jaminan.

Hye-Na membaca deretan tulisan di buku masakan yang diletakkannya di atas meja kemudian mengikuti setiap langkahnya. Dia sedang mencemplungkan wortel yang berhasil dipotongnya walaupun dalam bentuk yang tidak beraturan ke dalam air yang sedang dimasaknya di atas kompor gas, saat tiba-tiba seseorang melingkarkan lengan di pundaknya, kemudian merangkulnya erat, membuat tubuhnya berbenturan dengan tubuh keras orang tersebut.

“Kau pikir apa yang sedang kau lakukan, hmm?” geram Kyuhyun, menjatuhkan potongan-potongan wortel itu kembali ke atas piring. “Airnya bahkan belum mendidih. Masa itu saja kau tidak tahu? Apa aku juga harus mengajarimu memasak?”

Pria itu memindahkan piring yang tadi dipegang Hye-Na ke atas meja, lalu tanpa peringatan apapun membenamkan wajahnya ke dalam helaian rambut gadis itu.

“Aku kan sudah bilang kalau aku….”

“Benar-benar berencana menggodaku, eh? Siapa yang menyuruhmu? Donghae hyung? Alasan apa yang kau pakai sehingga bersedia melakukannya? Takut aku mati dan tidak bisa membantumu mengalahkan Reezar? Atau… kau tidak mau kehilangan aku sebagai pasangan hidupmu?” potong Kyuhyun, berujar di dekat telinga gadis itu, memberikan serangan listrik mematikan dari hembusan nafasnya yang membuat gadis itu kelimpungan.

“Dengar baik-baik Nona, kalau kendali diriku benar-benar tidak bisa kukontrol lagi, aku bisa pastikan bahwa aku akan mengambil apa pun yang aku inginkan darimu. Semuanya. Dan aku tidak akan berhenti walaupun kau menangis memohon-mohon padaku. Jadi jaga tingkah lakumu baik-baik kalau kau tidak ingin menyesal,” lanjutnya penuh ancaman.

“Semuanya?” ulang Hye-Na, nyaris hilang akal karena konsentrasinya yang terpecah antara menangkap ucapan pria itu atau menenangkan diri dari godaan keberadaan pria itu sendiri.

“Darahmu,” jawab Kyuhyun pelan, memberi jeda sesaat sebelum melanjutkan. “Dan tubuhmu tentu saja. Menurutmu apa lagi yang aku inginkan? Apa kau tidak bisa menebak bagaimana aku setengah mati berusaha untuk tidak merobek pakaianmu dan menidurimu di detik yang sama setiap kali kau berada di jangkauanku? Aku bahkan tidak bisa memutuskan mana yang lebih kuinginkan. Darahmu… atau kau. Jadi sudah jelas bahwa jika aku berhasil mendapatkan darahmu, aku harus mendapatkan tubuhmu juga. Kau mengerti?”

***

“Pulanglah. Apa kau tidak bosan membuang waktumu dengan sia-sia seperti ini?” tanya Kyuhyun sambil meletakkan sendoknya ke atas piringnya yang sudah kosong. Dia terpaksa menggunakan keahlian memasaknya setelah menyadari bahwa kemampuan gadis itu di dapur benar-benar sudah tidak terselamatkan lagi. Setidaknya dia berpikir bahwa dia harus mengisi perutnya walaupun makanan manusia tidak memberi pengaruh apapun untuk sekedar mengurangi rasa hausnya yang sudah dalam taraf mengkhawatirkan.

“Aku ingin mencoba sekali lagi. Eo?” ujar Hye-Na sambil mengacungkan jari telunjuknya.

“Apa lagi yang akan kau lakukan untuk menggodaku? Kalau kau bersedia membuka semua pakaianmu, aku akan mempertimbangkannya,” ujar pria itu dengan tampang sok serius, tapi sekali pandang saja Hye-Na langsung tahu bahwa pria itu sedang menjahilinya.

Hye-Na bangkit berdiri dari kursinya dan dalam satu gerakan sudah berubah posisi, mengambil tempat tepat di atas pangkuan Kyuhyun dan menunduk di atas pria itu.

“Kalau begini bagaimana?”

Kyuhyun tidak menjawab dan malah menarik nafas berat sebagai gantinya. Wangi tubuh gadis itu, tekanan tubuh gadis itu di atas tubuhnya, nafas gadis itu yang berhembus tepat di depan wajahnya, dan bibir gadis itu yang hanya berjarak beberapa senti sehingga dia bisa menjangkaunya jika dia mau memajukan wajahnya sedikit saja, membuat otaknya kehilangan fokus dengan mudah. Dia bahkan harus mengerahkan seluruh tenaga untuk sekedar menelan ludah saat tangan gadis itu beranjak naik ke leher kemeja yang dikenakannya, menyusuri kerahnya dengan jemarinya yang ramping dan panjang.

Pria itu menghitung perlahan dalam hati, akhirnya menyerah pada hitungan kelima, dan dengan kasar menarik tengkuk gadis itu ke arahnya untuk menyatukan bibir mereka, melumat bibir gadis itu dengan tidak sabar.

Tidak ada kata lembut dalam sentuhannya, bahkan meskipun dia sendiri menginginkannya. Bibirnya membuka dan memaksa bibir Hye-Na melakukan hal yang sama agar dia bisa menyusupkan lidahnya masuk, sedikit memberi gigitan agar gadis itu menuruti perintahnya. Tangan kirinya merambat naik dan mencengkeram rambut gadis itu selagi lidahnya bergerak liar menyusuri setiap inci bagian dalam mulut gadis tersebut, sedangkan tangan kanannya menyusup ke bawah paha gadis itu, dengan mudah mengangkat tubuh yang nyaris terasa tanpa bobot itu ke atas meja makan, menyingkirkan piring-piring di atasnya begitu saja, tanpa memedulikan suara memekakkan saat piring-piring dan gelas jatuh berserakan ke atas lantai, hanya karena dia ingin mendapatkan posisi yang lebih leluasa.

Kyuhyun menyibak rambut Hye-Na yang menutupi leher agar dia bisa mengakses titik nadi gadis itu dengan mudah kemudian membenamkan wajahnya disana, menghirup nafas dalam-dalam, dan benar-benar mengerang saat wangi tubuh yang memabukkan itu menghantam indera penciumannya yang tajam. Tanpa bisa dikendalikannya lagi, taringnya melesak keluar menembus gusinya dan langsung menggores permukaan kulit Hye-Na yang seharusnya tidak bisa ditembus apapun selain taring vampir dan Renatus. Darah gadis itu dengan cepat mengalir masuk ke mulutnya, dengan rasa yang tidak tergambarkan. Dia meminum sekaligus berusaha mengumpulkan konsentrasinya yang sudah terpecah, mengingat bahwa dia harus segera berhenti, bukannya meminum lebih banyak dari batas maksimal dan membuat gadis itu melemah kekurangan darah.

Pria itu menelan dan dengan susah payah menjulurkan lidahnya, menutup luka kecil itu tanpa meninggalkan bekas apa-apa. Dia kemudian mendongak dan berbicara di permukaan bibir gadis itu, mencium tanpa benar-benar menyentuhkan bibirnya.

“Aku sudah bilang bahwa aku tidak akan selesai sampai disini saja kan, Na~ya?” gumamnya, bersamaan dengan gerakannya meraup gadis itu ke dalam gendongannya, dan membawanya ke tujuan yang sudah jelas. Ranjang.

Seharusnya hanya butuh kurang dari satu detik untuk sampai disana, tapi dia menghabiskan lebih banyak waktu dengan merobek tank-top gadis itu menjadi robekan-robekan tak berbentuk, menyisakan sehelai bra yang tidak benar-benar menutupi apa yang seharusnya ditutupi. Jins adalah sasarannya berikutnya. Benda itu terlepas bertepatan dengan saat dia menjatuhkan tubuh gadis itu ke atas ranjang.

Dia menyadari bagaimana pintu kamarnya nyaris terlepas dari engselnya saat dia berusaha menutupnya dengan tendangan ringan dari kakinya, atau bagaimana ranjang yang baru saja digantinya kemarin karena rusak saat gadis itu meminum darahnya dua hari yang lalu kembali berderit mengerikan, berpotensi untuk mengalami nasib yang sama dengan ranjang pendahulunya. Tapi semuanya langsung terlupakan saat tangan gadis itu dengan ragu-ragu meraih kancing kemejanya dan melakukan gerakan cepat ke bawah, melepaskan semua kancingnya dari jahitan dalam satu sentakan, sehingga dia hanya mengenakan kaus singlet hitam saja sebagai dalaman.

Kyuhyun menunduk dan mencium bibir gadis itu lagi untuk mengalihkan perhatiannya dari syok sesaat karena tidak menyangka bahwa gadis itu benar-benar berniat melakukannya. Malu-malu, mungkin, tapi jelas bahwa gadis itu sudah siap.

Gerakannya terhenti saat Hye-Na menahan tangannya yang bermaksud melepaskan bra gadis itu tanpa mau repot-repot mencari pengaitnya di bagian belakang.

“Aku masih harus pulang, bodoh.”

Kyuhyun mendengus dan menatap gadis itu tidak percaya.

“Pertama, malam ini kau tidak akan beranjak kemanapun selain di atas ranjangku,” ucapnya dengan nada geli. “Kedua, aku akan mengambilkan pakaianmu besok pagi dan kau bisa berangkat kuliah bersamaku.”

“Jadi,” lanjutnya setelah beberapa saat. “Aku sudah boleh melanjutkannya, kan?”

Hye-Na memalingkan wajahnya yang sudah semerah kepiting rebus ke arah lain tanpa memberikan jawaban, tapi Kyuhyun dengan mudah meraih dagu gadis itu dan menghadapkan wajah gadis itu lagi ke arahnya. Pria itu tersenyum miring dan mulai melumat bibir gadis itu lagi. Lebih pelan, tapi sama tidak sabarnya. Tapi kali ini dia mengalah dan memosisikan tangannya di punggung gadis itu, menarik kaitan bra gadis itu sampai terlepas. Sama sia-sianya, karena pada akhirnya dia juga merobeknya walaupun dengan tidak sengaja.

Dia menatap pemandangan di depannya, nyaris dengan pikiran kosong, tapi perhatiannya kembali teralih karena gadis itu menarik kaus singletnya sampai terdengar bunyi cabikan dan melemparnya sembarangan, mulai berkutat dengan kancing atas celana jinsnya.

Dia sedang berusaha melakukan semuanya dengan urutan yang benar, tapi gadis itu malah memporak-porandakan rencananya begitu saja, sehingga yang tersisa dalam pikirannya sekarang hanyalah cara agar dia bisa secepatnya membenamkan tubuhnya di dalam tubuh gadis itu, tahu bahwa pikiran itu hanya membuatnya membenci diri sendiri karena bersikap egois. Ini kali pertama baginya, tapi juga kali pertama bagi gadis itu, dan seharusnya yang dia pikirkan adalah cara melakukan semuanya dengan perlahan dan hati-hati, bukannya serampangan tanpa kontrol seperti yang dilakukannya sekarang.

Dia menggertakkan giginya saat tangannya, tanpa memedulikan perintahnya sama sekali, bergerak naik dan menangkup dada gadis itu, sehingga dia memaksa diri untuk mencium bibir gadis itu lagi saat menyadari bahwa lagi-lagi gadis itu mengalihkan pandangan karena malu. Hanya beberapa detik, karena kemudian dia menyerah dan membiarkan bibirnya menggantikan posisi tangannya di dada gadis itu.

Kyuhyun tersenyum dalam hati saat mendengar bunyi tercekat yang sengaja ditahan Hye-Na untuk mencegah rasa malunya merambat lebih jauh lagi dan rasanya nyaris seperti pembalasan dendam saat gadis tersebut berhasil menarik jinsnya sampai terlepas hanya dengan gerakan kakinya, membuat pria itu menekan kasur lebih dalam dengan lututnya dan menggeser kedua kaki gadis itu sampai terbuka, sedangkan tangan kirinya bergerak turun mengelus paha gadis itu yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi, sebelum akhirnya berhenti di pangkal paha gadis itu dan melakukan hal yang sama disana, membuat gadis itu tanpa sadar mengeluarkan suara tercekik yang terlambat disadarinya sehingga dia menyumpah pelan detik berikutnya.

Dia tidak tahu sejak kapan mereka berdua sama-sama tidak mengenakan apa-apa lagi, yang dia tahu hanya dia sudah cukup bersabar dan sudah mencapai batasnya saat dia akhirnya menarik gadis ke arahnya, mencium gadis itu dalam-dalam, dan menyatukan tubuh mereka, bersyukur karena dia berhasil melakukannya dengan perlahan dan hati-hati, walaupun dia ragu bahwa gadis itu akan merasakan sakit. Rasa sakit seperti itu hanya akan dialami para manusia, tidak bagi para Renatus ataupun setengah malaikat seperti gadis ini. Hanya saja dia ingin memperlakukan gadis ini sebaik yang dia bisa. Gadis ini miliknya, dan dia akan sangat protektif terhadap apapun yang dia anggap berarti baginya. Lagipula… gadis ini makhluk hidup pertama yang berhasil menarik perhatiannya habis-habisan.

Dia mencengkeram bantal yang ditiduri gadis itu, meredam teriakannya di bibir gadis itu, senang saat gadis itu juga melakukan hal yang sama, mencengkeram rambutnya dan mendesah di sela-sela ciuman mereka. Pria itu mengangkat wajahnya saat serangan menakjubkan itu berakhir. Tubuhnya masih berdenyut, sisa dari kegiatan yang masih tidak dipercayainya akan dilakukannya dengan gadis itu hanya beberapa hari setelah mereka bertemu. Matanya menyusuri wajah gadis itu, berakhir tepat saat mata mereka berdua bertatapan, dan tersenyum perlahan, yang disambut gadis itu dengan senyuman yang sama, membuatnya memajukan tubuh dan menempelkan bibirnya di kening gadis itu dalam sentuhan ringan.

Dia memindahkan tubuhnya ke samping tubuh gadis itu, menarik selimut sekaligus gadis itu ke arahnya, melingkarkan lengannya di pinggang gadis tersebut. Bibirnya nyaris terbuka, mengucapkan kata yang ingin sekali diucapkannya, tapi dia tahu bahwa kata tersebut tidak akan ada artinya jika dia ucapkan sekarang. Seolah dia hanya mengucapkannya karena telah mendapatkan tubuh gadis itu saja. Akan ada waktu yang tepat dan dia sepertinya harus bersabar. Jadi sebagai gantinya dia hanya menunduk dan membenamkan wajahnya ke rambut gadis itu.

“Malam, Na~ya.”

Ada jeda sesaaat sebelum gadis itu membalas ucapannya, tapi dia cukup mengerti alasannya dan tidak mulai memperburuk suasana dengan ejekannya terhadap gadis tersebut.

“Malam, Kyu.”

***

Kali ini dia berada di sebuah taman kota yang cukup ramai di musim semi. Gambaran mimpi yang dilihatnya kali ini sama seperti sebelumnya, bukan seperti sebuah tontonan, tapi seolah dia benar-benar ada disana, melihat dengan mata kepala sendiri, tanpa perlu khawatir terlihat oleh orang lain. Dan mimpinya kali ini lebih terang dan penuh warna, sepertinya karena faktor sinar matahari, juga kondisi taman yang penuh bunga bermekaran dan orang-orang yang memakai pakaian warna-warni.

Dia melihat wanita itu lagi. Ibunya. Lovelya. Kali ini dalam balutan gaun sederhana berwarna hijau lembut selutut. Masih tampak semuda, semempesona, dan secantik sebelumnya. Bahkan gaun dengan potongan biasa itu saja masih tampak memukau hanya dikarenakan dialah yang memakainya.

Pria itu, Deathan, kali ini tidak tampak terlalu muram, tapi masih seberbahaya tampilannya di mimpi pertama Hye-Na, lebih cerah dengan kemeja putih dan celana jinsnya. Dua orang malaikat itu, jelas tidak akan pernah terlihat biasa-biasa saja bahkan saat mengenakan pakaian compang-camping sekalipun.

“Putih membuatmu terkesan lebih… normal,” komentar Lovelya, tidak bisa menemukan kata yang lebih tepat.

“Putih adalah warna kematian yang sebenarnya, Lovey.”

“Tapi hitam terkesan lebih gelap dan menakutkan.”

“Apa kau akan menghabiskan hari dengan mengomentari cara berpakaianku?”

Lovelya merengut dan akhirnya menggeleng. Bahkan dengan ekspresi seperti itu saja dia nyaris membuat gadis manapun menangis melihat kecantikannya.

“Kau tampak pucat, kau tahu? Kau sudah makan?”

“Aku sudah minum terlalu banyak tiga hari yang lalu. Aku tidak bisa membuat Il-Woo lebih lemah lagi daripada ini,” sahut wanita itu, menyebutkan nama Cruor manusianya.

“Kau harus beristirahat beberapa hari untuk mendapatkan kekuatanmu lagi.”

“Disaat ada terlalu banyak vampir baru yang diciptakan? Kau tahu aku tidak bisa. Lagipula kalau kau mau, kau juga bisa mencoba melakukannya.”

“Aku Malaikat Kematian, Lovey. Aku tidak bisa memberikan kehidupan yang lebih baik kepada vampir-vampir itu. Aku hanya bisa memusnahkan mereka. Pekerjaanku membunuh, bukan menghidupkan.”

“Aku tidak tahu,” gumam Lovelya, menyentuh semak bunga di dekatnya, dengan refleks membuat kuncup-kuncup bunga yang masih menutup bermekaran dengan indahnya. Dia berdiri di depan semak itu selama beberapa saat, menyembunyikannya dari pandangan, sebelum akhirnya beranjak setelah memastikan tidak akan ada orang yang menyadarinya. “Rasanya ada sesuatu yang sangat buruk akan terjadi. Aku melemah dari hari ke hari, dan bisa diserang kapanpun dengan mudah. Rasanya waktuku semakin menipis. Dan anehnya, aku juga mulai merasa ketakutan. Apa menurutmu itu wajar?”

“Aku sudah menyuruhmu agar tetap bersamaku. Kita bisa melakukannya bersama. Dan aku bisa memberikan perlindungan paling aman yang bisa kau dapatkan.”

“Tapi kau juga sama tahunya bahwa hal itu tidak akan efektif. Lebih baik berada di dua tempat agar kau bisa lebih leluasa melakukan pencarian. Kalau aku bersamamu, perhatianmu pasti lebih terfokus padaku. Itu membuatnya menjadi lebih sulit, kau tahu? Lagipula kita juga tidak bisa bersama terlalu lama,” ujar Lovelya, menekankan maksudnya pada kalimat terakhir.

“Peraturan bodoh. Aku tidak melihat letak kerugiannya jika kita bersama selain fakta bahwa kau mungkin akan mengecam keputusan-keputusan yang kubuat saat mencabut nyawa seseorang. Hal tersebut bahkan tidak seberharga itu.”

“Kau tetap tidak peduli seperti biasanya,” ucap Lovelya, nyaris bernada geli. “Dan terlalu percaya diri,” lanjutnya kemudian.

“Tidak juga,” elak pria itu dengan raut wajah yang mendadak terlihat lebih serius. “Aku juga memiliki firasat yang sama. Sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Dan akut idak berpikir bahwa kita akan cukup kuat untuk mencegahnya.”

“Kita sudah pernah membicarakan kemungkinan yang terburuk. Kau tahu apa yang harus dilakukan.”

“Dan aku berharap sama besarnya bahwa hal itu tidak perlu dilakukan,” tandas Deathan dengan nada tidak suka yang begitu kentara. “Aku tidak suka memikirkan kemungkinan bahwa aku akan kehilanganmu. Itu benar-benar membuat mual, kau tahu?”

***

Hye-Na membuka matanya, terjaga dalam seketika saat pikiran tidak menyenangkan menghampirinya. Entah kenapa dia mendapat firasat bahwa kejadian dalam mimpinya itu terjadi satu hari sebelum Lucifer datang dan menghancurkan segalanya. Dan dia yakin bahwa dugaannya itu tidak meleset. Mungkin mimpi berikutnya mencakup kejadian yang terjadi pada malam itu. Mungkin dia bisa melihat wajah Lucifer. Itu bukan harapan yang terlalu muluk menurutnya.

Gadis itu menoleh saat menyadari bahwa ranjang di sampingnya sudah kosong. Cukup dingin, menandakan bahwa Kyuhyun sudah terbangun cukup lama dan meninggalkannya begitu saja. Apa seburuk itu? Dia melakukan sesuatu yang tidak pantas semalam? Rasanya tidak. Untuk kali pertama, dia tahu bahwa semalam mungkin adalah salah satu, atau mungkin bahkan yang terbaik, jika dibandingkan dengan pasangan-pasangan lain juga melakukan hal yang sama untuk kali pertama. Jadi… pertanyaannya adalah, kenapa pria itu meninggalkannya sendirian di saat-saat sepenting ini?

Ingatan tentang semalam tentu saja masih sejelas saat dia mengalaminya. Sentuhan pria itu masih terasa, walaupun tidak meninggalkan bekas apa-apa di kulitnya. Tidak ada yang bisa melukai ataupun meninggalkan noda di tubuh Renatus setahunya dan hal tersebut cukup disyukurinya, karena dia tidak akan mau memamerkan bekas-bekas merah di tubuhnya kepada siapapun terutama pengawal pribadinya yang pasti akan meledak saking senangnya.

Gadis itu sedikit terlonjak saat mendengar suara klakson mobil yang cukup keras dari arah bawah. Dengan cepat dia bangkit dan menahan selimut yang menutupi tubuh polosnya agar tidak merosot jatuh dan bergegas berlari ke arah jendela kaca balkon, melongokkan wajahnya dan mendapati Kyuhyun sudah berdiri bersandar di pintu mobilnya, mendongak ke arahnya sambil tersenyum tipis, memberi tanda agar dia segera bersiap dan turun. Dan mendadak dia mendapat firasat bahwa… mungkin saja, pria itu juga tidak tahu cara bersikap biasa untuk menghadapinya di pagi hari. Mengetahui hal itu membuat beban di dadanya menghilang begitu saja. Jadi… semalam sama sekali tidak mengecewakan, kan?

***

Kyunghee University

09.30 AM

Hye-Na menghembuskan nafas lega saat akhirnya mobil Kyuhyun berbelok memasuki gerbang kampus. Pria itu memang cukup ‘manis’ karena menyiapkan pakaian dan sarapan untuknya, tapi berada dalam satu mobil selama lima belas menit lebih bersana pria itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Keadaannya benar-benar hening mencekam dan Hye-Na tidak berani memulai percakapan karena sepertinya pria itu sendiri berusaha untuk tidak menatapnya dan fokus ke arah jalanan, padahal jelas sekali hal tersebut tidak diperlukan. Seorang Renatus bisa mengemudikan mobil tanpa perlu memegang kemudinya sama sekali, apalagi untuk sekedar melihat jalanan agar tidak menabrak kendaraan lain, itu sama saja dengan omong kosong.

Kyuhyun menghentikan mobilnya di depan pelataran gedung kuliah Hye-Na, memarkirkan kendaraannya di lapangan parkir yang masih separuh kosong. Hye-Na membuka pintu dan melangkah turun, cukup terkejut saat pria itu ikut turun dan menunggunya agar mereka bisa masuk bersama. Padahal merujuk pada sikapnya sepagian ini, bukan sesuatu yang mengherankan jika pria itu langsung kabur menghilang ke kelasnya sendiri. Dan yang lebih membuat syok, alih-alih sekedar menggenggam tangannya, pria itu malah dengan santainya menarik tubuhnya mendekat dan melingkarkan lengannya ke leher gadis itu, seolah sedang berniat memamerkan kepada publik bahwa gadis itu miliknya dan tidak ada akses lagi bagi orang lain untuk mengganggu hak pribadinya atas gadis itu.

“Sepertinya semalam berjalan dengan sangat baik,” ujar Donghae sebagai sapaan saat kedua orang itu sampai di depan kelas Hye-Na. Pria itu tersenyum lebar dan mengedip ke arah Hye-Na, yang dimaksudkannya sebagai cara untuk menggoda gadis itu.

“Mau apa kau menungguku disini?”

“Alasan kedua adalah karena aku ingin melihat apa yang sedang aku lihat sekarang. Alasan pertama tentu saja karena aku baru mengantarkan gadisku ke kelas dan bermaksud baik untuk mampir melihat keadaanmu,” jelasnya panjang lebar, menoleh ke arah Kyuhyun dengan penuh minat. “Sepertinya kau sudah sangat sehat, Kyuhyun ssi. Nonaku mengusahakan yang terbaik kurasa.”

“Apa kau yang berhasil membuatnya menjadi wanita penggoda semalam?” tanya Kyuhyun enteng, yang langsung dihadiahkan sikutan yang cukup keras dari Hye-Na.

“Oh, ya? Padahal aku hanya mengancamnya sedikit dengan kemungkinan bahwa dia akan kehilanganmu kalau kau tetap bertahan untuk tidak meminum darahnya. Ancamanku benar-benar menghasilkan sesuatu yang luar bisa ternyata.”

“Sudah selesai dengan omong kosongmu pagi ini, Lee Donghae ssi?” sergah Hye-Na, tidak bisa menyembunyikan wajah memerahnya. Kenapa para pria suka sekali pamer dan membicarakan hal-hal tidak penting seperti ini? “Kalau kau masih mau melanjutkan, aku akan dengan senang hati meninggalkan kalian berdua. Permisi,” pamitnya sok sopan dan membebaskan diri dari rangkulan Kyuhyun, bergegas masuk ke dalam kelas, tidak menyadari bahwa kedua pria di belakangnya saling melemparkan tatapan penuh arti satu sama lain.

“Jadi? Bagaimana semalam?” bisik Donghae dengan cengiran menggoda.

“Urusan intern seperti itu tidak akan kubagi denganmu. Memangnya sejak kapan aku sebaik itu?”

“Aish, ayolah. Kau tidak ingat bahwa akulah yang membuatnya berubah pikiran?”

Kyuhyun mengernyit dan mengacak-acak rambutnya sampai berantakan, tidak bisa menemukan kata yang tepat tentang sesuatu yang sudah diberikan gadis itu padanya.

“Aku bisa…” ujarnya akhirnya, “mengorbankan 50 tahun hidupku sebelum bereinkarnasi untuk mendapatkan satu malam seperti itu lagi. Sudah puas?”

***

Kyunghee University

01.15 PM

Hye-Na mengerjap kaget dan membuka matanya saat merasakan hembusan nafas tepat di telinganya. Gadis itu mendongak dan membelalak saat mendapati bahwa Kyuhyun sudah duduk di sebelahnya, ditambah dengan kenyataan bahwa ruang kelasnya sudah kosong. Sepertinya dia tertidur lagi.

“Hanya karena kau mendapat daya ingat dan IQ tambahan karena menjadi Renatus dan Mi-Ange, bukan berarti kau bisa bersikap seperti mahasiswi pemalas, Na~ya,” komentarnya dengan tampang sok prihatin.

“Makan siang,” lanjutnya sambil menyodorkan kantong kertas berisi sandwich dalam porsi besar, yang langsung disambut gadis itu dengan penuh suka cita.

Hye-Na membuka bungkusan tersebut dan langsung menyantap makan siangnya dengan lahap. Dia baru menghabiskan setengah jatah sandwich-nya saat merasakan sesuatu bersandar di bahunya. Sepertinya Kyuhyun baru saja menemukan posisi yang nyaman untuk tidur dengan menyandarkan kepala di pundaknya dan kaki yang terjulur ke atas meja yang sudah didorongnya sedemikian rupa sehingga sesuai dengan jangkauan kakinya yang panjang.

“Maaf,” gumam pria itu pelan.

“Untuk apa?”

“Untuk sikapku sepanjang pagi. Aku tidak tahu sikap apa yang harus kutunjukkan padamu setelah tadi malam. Aku bahkan menghabiskan waktu bermenit-menit untuk berpikir apakah aku sebaiknya tetap di atas tempat tidur saat kau terbangun atau tidak. Dan berpikir selama bermenit-menit seperti itu bukan sesuatu yang wajar untuk seorang Renatus, kau tahu?”

“Jadi,” ucap Hye-Na sambil menelan ludah. “Apa alasannya sampai kau memutuskan untuk menungguku di bawah, bukannya tetap di tempat tidur?”

“Oh, itu. Aku pasti akan bersikap memalukan jika aku harus langsung menghadapimu saat kau bangun. Maksudku… aku tidak suka berada dalam kondisi seperti itu. Apalagi kau hanya mengenakan selimut. Kendali diri adalah hal lain lagi. Aku belum cukup kuat untuk menahannya dalam jangka waktu sesingkat itu. Lagipula aku ingin menjadi pria baik-baik dan tidak akan menyentuhmu lagi sebelum hubungan kita diresmikan.”

“Tidak menyentuhku lagi?” tanya Hye-Na cepat dan langsung menyesalinya pertanyaan spontan yang diutarakannya itu saat melihat mata pria tersebut berkilat geli.

“Kenapa? Kau mau melakukannya lagi?” guraunya sambil memainkan rambut gadis itu dengan jemarinya, sebelum kemudian menariknya sehingga gadis tersebut terpaksa menoleh dan dia bisa menjangkau bibir gadis itu dengan bibirnya sendiri, mengecupnya ringan. “Beberapa ciuman tidak masalah. Kau pikir aku akan tahan untuk tidak benar-benar menyentuhmu, hmm?”

“Tunggu,” ucap Hye-Na, akhirnya tersadar dari keterkejutannya. “Apa maksudmu dengan hubungan kita yang diresmikan?”

“Ikatan Suci tentu saja. Menikah, maksudku,” ralatnya saat melihat bahwa Hye-Na tidak mengerti dengan isitlah yang dia gunakan. “Memangnya apa lagi yang harus kulakukan selain mengikatmu dengan cara paling resmi yang bisa kulakukan?”

***

Kyunghee University

02.10 PM

“Kau berbicara dengannya,” tandas Sung-Rin setelah mempelajari ekspresi wajah Eunhyuk selama beberapa saat. Tatapan pria itu terarah pada sebuah buku tebal, tapi Sung-Rin tahu bahwa pria itu tidak membacanya sama sekali. Lagipula dia sendiri yakin bahwa Eunhyuk sudah menghapal isi buku itu kata per kata dengan ingatan Renatus-nya yang mengagumkan. Dia tidak suka dengan kenyataan itu, tapi dia tidak tahan untuk tidak membicarakannya. Raut wajah itu begitu cerah, seolah dia baru saja mendapatkan hal yang paling diinginkannya di dunia.

Tentu saja itu benar, batin gadis itu dalam hati. Keinginan terbesar seorang Lee Hyuk-Jae memang berbicara dengan Choi Ji-Yoo, dan dia baru saja mendapatkannya.

“Tidak usah dibahas,” sahut pria itu pelan, tidak mau memulai pertengkaran.

“Nanti juga kita harus membahasnya. Membicarakannya sekarang tidak akan membuat banyak perbedaan.”

Eunhyuk menutup bukunya dan menangkupkan tangan di atas meja, kali ini mengarahkan tatapannya pada gadis itu.

“Aku memang berbicara dengannya. Kau marah?”

Sung-Rin tertawa getir. “Marah ataupun tidak juga tidak ada gunanya bagiku. Cepat atau lambat kau juga tidak akan tahan, kan?”

“Kau tahu bahwa Moira….”

“Aku tahu,” potong gadis itu. “Aku sudah melihat Kyuhyun dan Hye-Na. Nyaris seperti mereka berdua menempel dan tidak terpisahkan. Kalau tidak ada aku, kalian juga akan menjadi seperti itu, kan?”

“Rin~a….”

“Kau sudah mengajaknya bicara. Sekarang tidak ada lagi pilihan bagimu selain menjelaskan semuanya padanya. Semuanya, Hyuk~a.”

“Aku tahu,” jawab Eunhyuk dengan wajah tertunduk. Hal itu tidak mudah. Jelas sama sekali tidak mudah.

“Mungkin karena dia Moira-mu, dia tidak akan keberatan dengan kenyataan makhluk seperti apa kau, bahwa kau membutuhkannya. Tapi apa kau yakin dia bisa menerima kehadiranku? Kalau dia memintamu meninggalkanku, apa kau mau melakukannya?”

“Hei hei,” ucap Eunhyuk cepat, mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi gadis itu. “Tidak perlu mengkhawatirkan itu, oke? Apapun yang terjadi, aku pasti akan mempertahankanmu. Kau sama pentingnya bagiku.”

“Tidak. Tanpa aku pun kau masih bisa meminum darahnya. Darahku tidak akan bisa menandingi rasa darahnya, kan?”

“Tapi aku tidak mau kau mati, bodoh!” sergah Eunhyuk, mulai merasa kesal. “Aku sudah menghabiskan bertahun-tahun bersamamu, dan kau masih berpikir bahwa aku tidak akan merasakan apa-apa jika aku kehilanganmu begitu?”

Eunhyuk berdiri dan melangkah ke arah gadis itu, berhenti disamping kursi yang didudukinya. Perlahan dia menarik pundak gadis itu ke arahnya sehingga kepala gadis itu bisa bersandar di dadanya, lalu menunduk sedikit untuk mengusap punggung gadis itu dengan gerakan menenangkan.

“Berhentilah berpikiran bodoh, Park Sung-Rin. Kau mengerti?”

“Pasti akan sulit. Dia mahasiswiku, kau tahu? Dia mengambil salah satu mata kuliahku. Kami akan sering bertemu kalau begitu.”

“Aku akan bicara dengannya. Menjelaskan semuanya. Dan… itu tergantung bagaimana dia menyikapinya. Sekarang kau tidak perlu memikirkannya. Aku yang akan menyelesaikannya.”

Baru saja pria itu mengakhiri ucapannya, pintu ruangan Sung-Rin terbuka perlahan. Nyaris tanpa suara, sehingga gadis itu tidak menyadarinya. Tapi tentu saja dia bisa mendengar suara sekecil apapun dengan pendengarannya yang tajam, jadi dia hanya bisa terpaku kaget saat menyadari siapa yang memergoki mereka berdua.

Untuk pertama kalinya, pria itu hanya bisa berdiri membeku, tidak bergerak ataupun menarik nafas. Untuk pertama kalinya, dia merasakan otaknya kosong, tidak bisa memikirkan ataupun berbuat sesuatu. Untuk pertama kalinya dia hanya bisa diam, seperti orang bodoh yang tidak tahu caranya untuk bersikap.

Takdir memang suka mempermainkannya, kan?

***

Ji-Yoo menutup pintu lagi dengan perlahan kemudian berlari menjauh secepat yang dia bisa. Gadis itu baru menghentikan langkahnya di anak tangga paling bawah dengan nafas yang terengah-engah, memegangi dadanya yang terasa sakit karena tekanan kerja paru-parunya.

Mendadak pikirannya mulai berangsur jernih dan dia mulai menyadari kebodohan yang baru saja dia lakukan.

Memangnya kenapa kalau dia melihat pria itu memeluk dosennya sendiri? Wanita itu kan kekasihnya, jadi kenapa dia harus marah? Mereka bahkan tidak ada hubungan apapun. Hanya pernah berbicara satu kali dan itupun juga sepertinya hanya sekedar basa-basi karena pria itu kasihan melihatnya kehujanan. Jadi kenapa dia harus merasa sekesal ini?

Karena kau menyukai pria itu, tolol!

Yeah, dan kenapa dia harus bodoh sekali sampai menyukai seorang pria yang sudah punya kekasih? Pria itu bahkan lebih tua 7 tahun darinya. Dia masih waras, kan? Dan bayangkan bagaimana dia harus menghadapi pria itu jika mereka bertemu lagi! Pria itu pasti akan menganggapnya aneh karena kabur begitu saja, kan?

Gadis itu menghela nafas dan melirik paper di tangannya. Sepertinya dia masih harus menunggu sampai besok untuk menyerahkannya pada kekasih pria yang disukainya itu.

***

Ga-Eul’s Home, Seoul

07.08 PM

“Pulang sana,” usir Ga-Eul saat Donghae sudah mengantarkannya ke depan pintu rumah, memberi tanda bahwa dia ingin masuk dan menghabiskan waktu lebih lama lagi bersama gadis itu.

“Mwo? Kau mengusirku?” seru pria itu tidak percaya. Dia sering kali tidak habis pikir dengan sikap yang ditunjukkan gadis di depannya itu. Terkadang gadis itu bisa sangat manis, tapi kemudian berubah ketus dan menakutkan di detik berikutnya.

“Ne. Wae?”

“Yak, biasanya kau selalu mengeluh karena waktuku habis untuk Hye-Na, tapi sekarang kau malah mengusirku setelah aku memiliki banyak waktu luang untuk dihabiskan bersama. Kau ini kenapa?”

“Tidak kenapa-napa,” jawab gadis itu singkat. “Aku hanya lelah, oke? Aku ingin istirahat. Kita masih akan bertemu lagi besok.”

“Baik. Aku mengerti,” ucap Donghae akhirnya setelah menatap gadis itu lama.

Raut wajah gadis itu memang terlihat sangat lelah, tapi mata gadis itu memperlihatkan ketakutan. Seolah ada hal buruk yang sedang terjadi. Dan gadis itu tidak mau memberitahukan hal tersebut padanya. Dia masih akan diam dan membiarkan gadis itu menenangkan diri terlebih dahulu sebelum mendesaknya untuk memberitahunya apa yang sedang terjadi.

“Dua hari,” lanjut pria itu penuh peringatan. “Kalau kau masih tidak menceritakan apa-apa padaku, kau akan tahu bahwa aku juga punya batas kesabaran. Dan kau tidak akan suka dengan apa yang akan kulakukan kemudian, Ga-Eul~a.”

***

Ji-Yoo’s Home, Seoul

07.44 PM

Eunhyuk mengerjap kaget saat menyadari bahwa dia sudah berada di depan rumah Ji-Yoo. Pria itu mengumpat dalam hati. Sepertinya otaknya bekerja di luar kendalinya lagi.

Eunhyuk menhirup nafas dalam-dalam, memenuhi indera penciumannya dengan aroma tanah, rumput, dan bau samar masakan yang baru saja dihidangkan di atas meja. Kadang memiliki indera penciuman tajam sangat berguna, tapi terkadang juga menjengkelkan karena kau benar-benar bisa membaui semuanya.

Pria itu menyandarkan tubuhnya ke dinding dalam posisi miring, mengumpulkan keberanian untuk mengetuk pintu. Tapi setelah gadis itu berada di hadapannya nanti apa yang harus dikatakannya? Bagaimana dia harus mengawali ceritanya? Apakah gadis itu akan mempercayainya? Bagaimana kalau, seperti kata Sung-Rin, gadis itu tidak suka dengan kehadiran wanita lain dan menyuruhnya memilih? Atau kemungkinan paling buruk, gadis itu menganggapnya mengatakan omong kosong dan menolak percaya. Mungkin saja gadis itu tidak menyukainya.

Yang benar saja, batinnya dalam hati. Moira tidak mungkin menolak takdirnya.

Jadi dengan keyakinan tipis itu pria tersebut mengetuk pintu, menunggu beberapa detik sebelum akhirnya pintu itu dibukakan dan Ji-Yoo muncul, berdiri kaku sambil menatapnya dalam campuran rasa kaget dan bingung.

“Ada yang harus aku beritahukan padamu,” ucapnya cepat sebelum gadis itu membuka mulut dan membuatnya kehilangan keberanian. Memberitahukan hal seperti ini bukanlah hal mudah. Pasti ceritanya terdengar seperti dongeng anak kecil yang tidak dapat dipercaya. Tapi dia harus menjelaskannya karena itulah peraturannya. Jika kau bertemu Cruor ataupun Moira-mu, dan kau sudah berbicara padanya, sudah merupakan kewajiban yang tidak bisa dilanggar untuk mengutarakan kebenaran. Bahwa dunia tidak hanya terdiri dari manusia, binatang, tanaman, dan benda mati saja. Bahwa semua mitos yang terdengar seperti bualan menggelikan itu benar adanya. Hanya saja tidak ada yang tahu tentang Renatus. Mungkin kalau dia mengaku menjadi vampir gadis tersebut akan lebih cepat percaya.

“Dan kau akan tahu alasan kenapa kau merasa menyukaiku.”

***

Daechi-dong, Gangnam, Seoul

08.16 PM

Wanita tua itu berjalan dengan langkah kaki yang semakin dipercepat. Dia sesekali menoleh ke belakang, dengan kewaspadaan yang semakin meningkat. Firasatnya mengatakan ada seseorang yang mengikutinya dari belakang, tapi setelah beberapa kali menyelidiki, dia tidak mendapati apa-apa. Bahkan seekor kucing pun tidak. Jalanan itu benar-benar gelap dan lengang. Lampu jalan hanya terletak 20 meter di depan, itupun sedikit redup. Dan tidak ada satupun kendaraan yang lewat padahal ini baru jam 8.

Wanita itu menoleh lagi saat merasakan hembusan angin yang cepat di belakang tubuhnya, seolah ada seseorang yang berlari melintas, tapi lagi-lagi dia tidak melihat apa-apa. Dia sudah benar-benar berlari sekarang. Dan kabar buruknya, rumahnya masih terletak beberapa blok lagi dari jalanan ini.

Dia memutuskan untuk berbelok di tikungan depan, saat teringat ada jalan besar di depan. Membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai di rumah, tapi setidaknya lebih aman. Biasanya ada banyak penjaja makanan sampai larut tengah malam yang berjualan disana, juga ada banyak kendaraan, jadi dia bisa menepis ketakutannya.

Masih 25 meter sebelum dia mencapai jalan besar, saat tiba-tiba dia merasakan sesuatu menyentuh bahunya dan menyentakkan tubuhnya sampai berbalik. Wanita itu terhuyung dan jatuh menghantam tanah dan yang dia tahu sesaaat kemudian hanyalah punggungnya yang terdesak sampai ke dinding yang membatasi rumah-rumah dengan jalan dan kepalanya yang dipaksa mengambil posisi miring sehingga lehernya terekspos jelas.

Sesuatu yang tajam dan runcing menusuk bagian samping lehernya, dan dia bisa merasakan darahnya memercik keluar. Tapi ada sesuatu yang dingin dan lembut yang sudah siap menampung cairan merah itu, menghisapnya dengan perlahan, tapi kemudian semakin cepat dan tidak sabar. Mata wanita itu terasa berkunang-kunang, dan langit di atasnya seolah berputar saat dia perlahan kehilangan kesadarannya, mendadak menyadari bahwa apapun makhluk yang sedang melakukan ini padanya, bermaksud untuk menghisap darahnya sampai habis dan dia tahu bahwa dia tidak akan pernah sampai ke rumahnya. Jadi dengan pikiran buruk itu, wanita tersebut mengerahkan seluruh tenaganya untuk menoleh, berusaha menatap siapa yang akan membunuhnya. Dan wajah itu memenuhi penglihatannya sampai matanya tertutup dan kematian menyambutnya. Wajah yang begitu tampan, dengan kesan dingin dan menakutkan, membuat suasana disekelilingnya terasa mencekam. Mata pria itu kelam dan menyorot tajam, dan kulitnya begitu putih seperti tulang, terlihat mulus tapi juga kuat, seolah tidak akan bisa ditembus oleh benda tajam apapun. Dan dia tidak tahu, alasan kenapa pria muda dan tampan ini menginginkan nyawanya. Kenapa pria itu bisa menghisap darahnya. Makhluk macam apa yang ditemuinya ini?

***

Ji-Yoo’s Home, Seoul

08.23 PM

“Gila,” gumam Ji-Yoo setelah 5 menit berlalu dalam keheningan. Dia ingin menolak percaya semua hal yang diceritakan pria itu, tapi semuanya juga terdengar begitu masuk akal sekaligus mustahil di saat yang bersamaan.

Bagaimana mungkin ada makhluk semacam itu di dunia? Tapi hal tersebut juga menjawab segalanya. Alasan kenapa dia memiliki ketertarikan aneh terhadap pria tersebut, kenapa pria itu memiliki kekasih yang jauh lebih tua darinya. Dan cerita yang paling tidak diterima oleh logikanya adalah… pria itulah yang telah membantu proses kelahirannya. Dan sejak itu, mereka sudah ditakdirkan bersama. Bagaimana mungkin dia bisa mempercayai cerita seperti itu? Hal tersebut hanya ada di kisah-kisah roman fantasi. Pria di depannya ini bahkan bukan vampir.

“Kau tidak bisa menolak kehadiranku,” lanjut pria itu. “Takdir yang satu ini, Moira, bukan sesuatu yang bisa kau hindari. Aku minta maaf karena tidak bisa menahan diri untuk tidak mendekatimu dan membuatmu terjebak dalam situasi tidak mengenakkan ini, tapi aku juga hampir-hampir tidak memiliki pilihan. Ikatannya terlalu kuat. Kau lihat saja Kyuhyun dan Hye-Na. Kau pasti sudah dengar, kan? Kampus sepertinya sangat heboh dengan gosip mereka keluar dari toilet bersama dan menunjukkan kemesraan terang-terangan di depan umum.”

“Mereka juga….”

Eunhyuk mengangguk. “Tapi mereka tidak sepenuhnya Renatus. Hye-Na adalah anak Lovelya, dan Kyuhyun adalah anak Deathan. Mereka Mi-Ange, setengah malaikat.”

“Malaikat bisa punya anak?”

“Ceritanya panjang. Aku akan menjelaskan padamu nanti.”

“Lalu…” ucap Ji-Yoo ragu. “Kau mau aku bersikap seperti apa? Mempercayaimu? Kau mau aku terjebak di tengah-tengah hubunganmu dan Sung-Rin songsaengnim? Kau pikir wanita waras mana yang mau menjalani hubungan seperti itu?”

“Aku tidak memintamu melakukannya. Aku tidak akan memperlakukanmu seperti… seorang pria kepada wanita. Aku hanya… aku hanya perlu melihatmu dan berbicara denganmu. Sebagai sahabat. Teman. Kenalan. Atau apapun yang kau inginkan.”

“Apa itu….”

“Sama menyakitkannya. Memang. Tapi aku sudah cukup menderita selama ini karena hanya bisa melihatmu dari jauh saja dan aku tidak mau mengalami hal seperti itu lagi. Anggap saja ini penderitaan lain dalam bentuk yang lebih menyenangkan.” Eunhyuk menghela nafas dan tersenyum tipis. “Dia juga sama berartinya bagiku. Aku tidak bisa kehilangannya. Untuk yang satu ini aku harap kau mengerti.”

“Aku tahu,” timpal Ji-Yoo. “Aku tidak akan pernah merusak hubungan yang seperti itu.”

Eunhyuk menatap gadis itu lekat, mensyukuri bahwa akhirnya sekarang dia bisa menatap wajah itu dari jarak dekat, sepuas yang dia inginkan. Mungkin dia tidak bisa memiliki gadis itu sepenuhnya, tapi hubungan seperti ini juga sudah cukup baginya. Asalkan dia bisa melihat dan berbicara dengan gadis itu, dia pasti akan baik-baik saja.

“Yoo….”

“Mmm?”

“Boleh aku… memegang tanganmu?”

Ji-Yoo tertegun sesaat mendengar permintaan pria itu. Gadis itu mengerjapkan matanya, kemudian dengan perlahan mengulurkan tangannya, yang langsung disambut dengan hati-hati oleh pria itu. Detik itu juga sensasi yang dulu dirasakannya saat kulit mereka pertama kali bersentuhan menghantamnya lagi. Suhu tubuh pria itu dingin, tapi tidak membuatnya beku. Dan itu rasanya cukup menyenangkan.

Pria itu menatap tangan dalam genggamannya, menyusuri jemari gadis itu dengan ibu jarinya. Dia tersenyum dan melepaskan tangan gadis itu, seolah dia dia tidak bisa menggenggamnya lebih lama lagi.

“Aku harap… kali kedua aku menggenggam tanganmu, status kita sudah berubah.”

“Maksudmu?”

“Kau sudah jadi milikku. Jadi saat itu, aku sudah bebas menggenggam tanganmu kapanpun aku mau.”

***

Hye-Na’s Home, Daechi-dong, Gangnam, Seoul

10.45 PM

Hye-Na berguling gelisah dalam tidurnya. Dia tidak mendapatkan mimpi apa-apa, tapi suasana di sekelilingnya membuatnya merasa tidak nyaman.

Gadis itu membuka matanya dan langsung terbelalak lebar saat melihat Kyuhyun sudah berbaring menyamping disampingnya, menatapnya dengan kepala yang disangga oleh tangan kanannya. Pantas saja aura di kamarnya teerasa mencekam.

“Kau tidak punya sopan santun?” gerutu gadis itu dengan bibir mengerucut. “Mengganggu tidurku saja!”

Pria itu terkekeh pelan, tidak membalas ucapannya. Alih-alih menjawab, dia malah menyentuh pipi gadis itu dengan tangannya yang anehnya terasa dingin. Yang lebih aneh lagi, gadis itu tidak merasakan getaran menyesakkan yang biasanya dia rasakan setiap kali pria itu menyentuhnya.

Hye-Na menghirup nafas diam-diam, tidak tahu kenapa dia melakukannya. Dan wangi yang diciumnya kemudian membuatnya tersentak kaget. Baunya berbeda. Bau pria itu berubah. Yang dibauinya sekarang adalah aroma asing, percampuran antara bau matahari, daun, dan tanah basah. Dan mendadak hal itu membuatnya ketakutan. Ada apa? Apa yang terjadi pada pria di depannya ini?

“Kau kelihatan cantik saat sedang tidur,” ujar pria itu sambil bangkit dari tempat tidur. Bahkan ucapannya pun terasa aneh di telinga Hye-Na. Seorang Cho Kyuhyun tidak akan mengucapkan hal seperti itu, kan?

“Aku pergi dulu. Sepertinya kau tidak bisa tidur kalau aku tetap disini,” lanjutnya sambil mengacak-acak rambut gadis itu. “Sampai jumpa besok, Hye-Na~ya.”

Seharusnya ‘Sampai jumpa besok, Na~ya’, batin Hye-Na dengan bulu kuduk meremang saat pria itu menghilang di balik jendela kamarnya. Gadis itu mencengkeram selimut yang menutupi tubuhnya erat-erat, masih bertahan pada posisinya semula, menatap nyalang ke tirai jendela yang sedikit bergoyang tertiup angin. Perlahan dia memaksakan diri untuk beranjak meraih ponselnya yang terletak di atas nakas, lalu dengan tangan gemetar memencet nomor yang sudah dihapalnya di luar kepala. Dia pasti benar-benar ketakutan, karena bukan hal mudah untuk membuat seorang renatus gemetaran.

“K… Kyu,” ucapnya gugup.

“Wae? Kenapa kau meneleponku? Suaramu aneh. Kalau kau manusia pasti aku sudah mengira bahwa kau sedang sakit.”

“Kau… barusan… tidak dari rumahku?”

“Kau mau aku kesana?”

Gadis itu bahkan tidak punya waktu untuk merasa kesal.

“Kau tidak baru pergi dari kamarku?

“Ada apa? Ada sesuatu yang terjadi?” Kali ini suara pria itu berubah lebih tajam dan terdengar waspada. Dan hanya butuh waktu dua detik saat Hye-Na mendengar jendela kamarnya terbuka menghantam dinding dan pria itu sudah berdiri di depannya di saat yang bersamaan.

Raut wajah pria itu terlihat tegang dan berkeriut marah setelah membaui sesuatu yang aneh di kamar gadis itu.

“Siapa yang baru saja dari sini?” tanyanya, naik ke atas tempat tidur dan menangkup wajah gadis itu dengan kedua tangannya, memeriksa apakah gadis itu dalam keadaan normal atau tidak. Ketakutan jelas, tapi tidak kekurangan sesuatu apapun sehingga membuat pria itu berhasil menarik nafas lega.

“Kau.”

“Aku?” seru pria itu kaget. Ada satu kemungkinan yang langsung menghampiri pikirannya, tapi itu nyaris mustahil. Apa dia sudah seberani itu sampai muncul terang-terangan seperti ini? Tapi bagaimana bisa?

“Bagaimana kalau….”

“Aku juga memikirkan hal yang sama,” ucap pria itu kalut. Waktu mereka semakin menipis dan dia tidak mau membayangkan bahwa hal tersebut akan segera terjadi.

“Reezar?”

TBC

Puisi cinta yang tulus

Standar

q mnyayangi mu,mencintai mu dengan setulus hati q,,,
q ingin sll ada di sisi mu ,,
tak ingin kehilangan mu,,,,
bersama mu q rela kehilangan nyawa q ,,,
q ingin selalu membahagiakan mu dan q berjanji akan sll ada untuk mu,,,
walau pun q tak tau rasa cinta q hanya terbalas dengan senyuman dan tatapan mata yang sayu,,,
q sll merindukan mu,mencintai mu di sepanjang hudup q…

Puisi takut di tolak cinta

Standar

cinta kadang suka
cinta kadang duka
cinta barasal dari lubuk hati yang terdalam
semua manusia punya cinta,kasih sayang
tapi….kenapa saya takut cinta……
saya masih takut di tolak cinta
ya tuhan kenapa saya di hidup dengan rasa takut cinta
berikan lah hambamu cinta sejati bukan cinta bohongan…….
cinta………..

Puisi wanitaku

Standar

Wanitaku

Saat pertama aku melihatmu
Aku merasa ada perasaan yang tumbuh
Dalam hatiku
Senyummu,candamu dan tawamu
sangat berarti dalam hidupku

wahai wanitaku
aku ingin selalu berada di dekatmu
aku ingin kau jadi penerang dalam hidupku
dalam suka ataupun duka